Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-23/BC/2010

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR P - 23/BC/2010

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TUGAS UNIT KERJA KEPATUHAN INTERNAL
DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :


  1. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.01/2009 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, telah dibentuk Unit Kerja Kepatuhan Internal di tingkat pusat dan tingkat vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memiliki tugas antara lain pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas dan evaluasi kinerja di bidang pelayanan, pengawasan, dan administrasi, serta melakukan penelitian, pemeriksaan, penyiapan bahan tanggapan, dan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat pengawasan fungsional dan laporan pengaduan masyarakat;
  2. bahwa untuk lebih menjamin arah pelaksanaan tugas dan memberikan kejelasan ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang unit kerja kepatuhan internal di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta hubungan kerja unit kerja kepatuhan internal di tingkat pusat dan tingkat vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, perlu untuk melakukan pengaturan pelaksanaan tugas Unit Kerja Kepatuhan Internal di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tugas Unit Kerja Kepatuhan Internal di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

Mengingat :


  1. Peraturan Pemerintah nomor 30 tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara RI Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3176)
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4890);
  3. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan;
  4. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat;
  5. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah;
  6. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik;
  7. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/46/M.PAN/4/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan;
  8. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/118/M.PAN/8/2004 tentang Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat bagi Instansi Pemerintah;
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PM.4/2008 tentang Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.01/2009;
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 12/KMK.01/2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TUGAS UNIT KERJA KEPATUHAN INTERNAL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini, yang dimaksud dengan:

1. Unit Kerja Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai yang selanjutnya disingkat UKKI adalah aparat pengawasan internal di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang terdiri atas:
a. aparat pengawasan internal pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang disebut Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai yang selanjutnya disingkat PUSKI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan, yang karena sifat tugasnya, secara teknis operasional dan administratif bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
b. aparat pengawasan internal pada instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala instansi vertikal terdiri atas:
1) Bagian Umum dan Kepatuhan Internal pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
2) Bidang Kepatuhan Internal pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A atau Tipe B;
3) Seksi Kepatuhan Internal pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean atau Tipe Madya Cukai;
4) Subbagian Umum pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A1, Tipe A2, atau Tipe A3;
5) Urusan Umum pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B;
6) Subbagian Umum pada Pangkalan Sarana Operasi;
7) Subbagian Umum Balai Pengujian dan Identifikasi Barang.
2. Kepatuhan internal adalah:
  1. kesesuaian kegiatan unit kerja dalam rangka pelaksanaan tugasnya terhadap tujuan, sasaran, rencana, kebijakan, instruksi, dan/atau ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam organisasi;
  2. ketaatan atau kesesuaian sikap, perilaku, dan perbuatan pegawai terhadap kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai.
3. Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen dalam proses kegiatan organisasi untuk memastikan, menjamin, atau memberikan keyakinan memadai atas tercapai atau terwujudnya kepatuhan internal di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang dilakukan dalam bentuk pengamatan, pemantauan, pemeriksaan, peninjauan, dan/atau penilaian.
4. Pengawasan Kepatuhan Internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh UKKI terhadap kesesuaian kegiatan unit kerja dalam rangka pelaksanaan tugasnya terhadap tujuan, sasaran, rencana, kebijakan, instruksi, dan/atau ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam organisasi dan ketaatan atau kesesuaian sikap, perilaku, dan perbuatan pegawai terhadap kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai sesuai dengan ruang lingkup wilayah kerja berdasarkan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
5. Penegakan Kepatuhan Internal adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendorong, meningkatkan, memelihara, mempertahankan, atau menjaga kepatuhan internal.
6. Tugas Pelayanan Kepabeanan dan Cukai adalah tugas pelayanan terhadap pemenuhan kewajiban di bidang kepabeanan dan cukai, yang harus dilakukan pejabat bea dan cukai dalam bentuk penerimaan pemberitahuan pabean dan cukai, pemeriksaan lebih lanjut, pemberian persetujuan, perizinan, dan/atau keputusan dalam rangka penyelesaian pemenuhan kewajiban di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan prosedur, tata kerja, dan peraturan perundang-undangan.
7. Tugas Pengawasan Kepabeanan dan Cukai adalah tugas pengawasan yang secara aktif dilakukan oleh pejabat bea dan cukai sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dalam rangka penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai yang tidak didasarkan pada penerimaan pemberitahuan pabean dan cukai.
8. Tugas Administrasi adalah tugas yang dilakukan di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka pengadaan, perolehan, pengurusan, penggunaan, pemeliharaan, penatausahaan, pengelolaan, atau pengembangan organisasi, keuangan, kepegawaian, sarana, dan sumber daya organisasi lainnya.
9. Pengawasan Melekat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian pelaksanaan tugas secara terus-menerus, yang dilakukan oleh atasan langsung terhadap pegawai bawahannya bersifat preventif atau represif agar pelaksanaan tugas pegawai bawahan berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan, peraturan perundang-undangan, kode etik pegawai, dan peraturan disiplin pegawai.
10. Atasan langsung adalah pejabat atasan yang karena struktur organisasi atau suatu kewenangan khusus membawahkan dan wajib mengawasi pegawai bawahannya.
11. Pegawai bawahan adalah pegawai yang bertanggung jawab serta wajib melapor kepada pejabat atasannya tentang pelaksanaan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
12. Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional baik intern pemerintah maupun ekstern pemerintah terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan untuk mencegah agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan.
13. Laporan atau pengaduan masyarakat adalah informasi yang disampaikan masyarakat secara lisan, tertulis, atau elektronik kepada pejabat bea dan cukai berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan, keluhan atau pengaduan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pelayanan, tugas pengawasan, dan/atau tugas administrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
14. Kinerja adalah hasil kerja pegawai atau unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur menurut perbandingan dengan standar atau tolok ukur yang telah ditentukan berdasarkan tugas, tujuan, atau sasaran kerja.
15. Evaluasi adalah suatu kegiatan untuk mengetahui keadaan hasil atau proses kerja dengan cara membandingkannya dengan tolok ukur atau indikator tertentu guna memperoleh kesimpulan.
16. Evaluasi kinerja adalah kegiatan penilaian hasil kerja menurut indikator tertentu atas dasar target hasil kerja yang telah ditetapkan.
17. Investigasi internal adalah serangkaian tindakan pejabat pada PUSKI untuk melakukan penyelidikan dalam bentuk meminta keterangan dari pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan sumber-sumber lainnya serta mengumpulkan data dan fakta-fakta guna menemukan ada tidaknya indikasi pelanggaran Kode Etik Pegawai dan/atau Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang dalam hal ditemukan adanya indikasi pelanggaran maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap pegawai terkait menurut ketentuan dan tata cara yang berlaku untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pelanggaran yang terjadi beserta identitas pegawai yang melakukan pelanggaran.


BAB II
KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, TUJUAN, DAN SASARAN UNIT KERJA
KEPATUHAN INTERNAL DI LINGKUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

Pasal 2

PUSKI mempunyai tugas sebagai berikut:

  1. menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi, dan bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan kepatuhan pelaksanaan tugas pelayanan, tugas pengawasan, dan tugas administrasi;
  2. menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan evaluasi kinerja;
  3. menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan analisis dan tindak lanjut kepatuhan internal;
  4. pelaksanaan pengawasan kepatuhan internal;
  5. pemberian rekomendasi peningkatan pelaksanaan tugas;
  6. penyusunan rencana kerja, rencana strategik, dan laporan akuntabilitas kinerja;

sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, petunjuk teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.



Pasal 3

Dalam melaksanakan tugas, PUSKI menyelenggarakan fungsi:

  1. perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan kepatuhan pelaksanaan tugas;
  2. perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan evaluasi kinerja;
  3. perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan analisis dan tindak lanjut kepatuhan internal;
  4. pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas seluruh unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  5. evaluasi kinerja seluruh unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  6. penelitian, pemeriksaan, serta penyiapan bahan tanggapan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional dan laporan masyarakat;
  7. investigasi internal atas pelanggaran kode etik dan pelanggaran peraturan disiplin pegawai;
  8. pemberian rekomendasi peningkatan pelaksanaan tugas;
  9. koordinasi penyusunan rencana kerja, rencana strategik, dan laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  10. pelaksanaan urusan tata usaha PUSKI.


Pasal 4

UKKI pada instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan tugas dalam wilayah kerja masing-masing sebagai berikut :

  1. pelaksanaan pengawasan pelaksanaan tugas;
  2. evaluasi kinerja;
  3. khusus untuk UKKI pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga melakukan penyiapan koordinasi pengawasan pelaksanaan tugas.


Pasal 5

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, UKKI pada instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyelenggarakan fungsi:

  1. pengawasan pelaksanaan tugas di bidang pelayanan kepabeanan dan cukai, intelijen, penindakan, penyidikan, dan administrasi;
  2. khusus untuk UKKI pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai juga melaksanakan fungsi pengawasan pelaksanaan tugas di bidang audit;
  3. evaluasi kinerja di bidang pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan cukai, dan bidang administrasi;
  4. khusus untuk UKKI pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga melaksanakan fungsi koordinasi pengawasan pelaksanaan tugas pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan cukai dan tugas administrasi serta fungsi koordinasi evaluasi kinerja Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  5. pelaporan dan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional dan pengawasan masyarakat;
  6. khusus untuk UKKI pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya juga melaksanakan fungsi pemberian rekomendasi peningkatan pelaksanaan tugas.


Pasal 6

Penyelenggaraan fungsi di bidang kepatuhan internal bertujuan untuk mewujudkan kondisi yang mendukung efektivitas dan efisiensi serta kelancaran dan ketertiban proses pelaksanaan tugas pelayanan, tugas pengawasan, dan tugas administrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan sasaran:

  1. menekan hingga sekecil mungkin penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugas yang merugikan orang lain, masyarakat, dan/atau negara;
  2. menekan hingga sekecil mungkin segala bentuk pungutan liar, pemerasan, penyuapan, korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme dalam pelaksanaan tugas;
  3. meningkatkan kelancaran, ketepatan, ketertiban, kepastian, keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas proses pelaksanaan tugas pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai, dan tugas administrasi sesuai dengan tata kerja dan prosedur yang berlaku;
  4. mendorong, meningkatkan, dan menjaga kesesuaian sikap, perilaku, dan perbuatan pegawai dalam melaksanakan tugas dan dalam pergaulan hidup sehari-hari dengan kode etik pegawai dan/atau peraturan disiplin pegawai.


BAB III
ORIENTASI KERJA DAN STRATEGI PELAKSANAAN
PENEGAKAN KEPATUHAN INTERNAL DI LINGKUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

Pasal 7

Pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja kepatuhan internal berorientasi kepada:

  1. Tujuan dan sasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
  2. Visi Unit Kerja Kepatuhan Internal yaitu menjadi unit kerja yang berwibawa, bermartabat, dan memiliki komitmen yang solid dan konsisten untuk mewujudkan aparatur Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berintegritas, disiplin, dan profesional;
  3. Misi Unit Kerja Kepatuhan Internal yaitu mewujudkan aparatur Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berintegritas, disiplin, dan profesional melalui upaya pencegahan terhadap perbuatan pelanggaran kode etik dan peraturan disiplin pegawai, penindakan terhadap aparatur Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan pelanggaran, dan pembinaan sikap perilaku pegawai.


Pasal 8

Pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja kepatuhan internal berlandaskan pada nilai budaya kerja:

  1. keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. kebenaran faktual;
  3. integritas;
  4. penghargaan terhadap hak asasi manusia;
  5. rasa keadilan;
  6. penghormatan atas norma kepatutan, norma kesusilaan, dan norma hukum;
  7. independen;
  8. netralitas dan tidak diskriminatif;
  9. akuntabilitas;
  10. keterbukaan dan transparansi proses.


Pasal 9

Pelaksanaan penegakan kepatuhan internal di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilakukan dengan strategi pelaksanaan:

a. Pengawasan Melekat yang dilakukan oleh pemimpin masing-masing unit kerja dan/atau atasan langsung terhadap pegawai bawahannya;
b. pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas dilakukan oleh UKKI masing-masing instansi vertikal dan/atau PUSKI;
c. evaluasi kinerja yang dilakukan oleh UKKI masing-masing instansi vertikal dan/atau PUSKI;
d. penelitian, pemeriksaan, penilaian, serta penyiapan bahan tanggapan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional;
e. penelitian, pemeriksaan, penilaian, serta penyiapan bahan tanggapan dan tindak lanjut terhadap laporan pengawasan atau pengaduan masyarakat;
f. pembinaan personil oleh atasan langsung, UKKI pada masing-masing instansi vertikal dan/atau PUSKI agar para pegawai menjadi insan yang sadar dan mampu melaksanakan dengan baik tugas yang menjadi tanggung jawabnya dan tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan kepentingan tugasnya, kode etik dan peraturan disiplin pegawai;
g. sebagai tindak lanjut pengawasan dan evaluasi kinerja, atasan langsung, UKKI pada masing-masing instansi vertikal, dan/atau PUSKI menyampaikan kepada pejabat yang berwenang tentang rekomendasi peningkatan pelaksanaan tugas yang dapat berupa:
1) tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian;
2) tindakan pemberian penghargaan kepada mereka yang memiliki prestasi yang dinilai patut mendapat penghargaan;
3) tindakan tuntutan perbendaharaan, tindakan penyempurnaan aparatur pemerintahan di bidang kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan;
4) tindakan peningkatan daya guna dan hasil guna terhadap fungsi pengendalian maupun pemanfaatan berbagai sumber daya yang ada agar dapat terselenggara dan tercapai hasil kerja sebaik-baiknya dan secara optimal.


BAB IV
HUBUNGAN KERJA ANTARA UKKI
PADA INSTANSI VERTIKAL DAN PUSKI

Pasal 10

(1) UKKI pada instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan pengawasan pelaksanaan tugas, evaluasi kinerja, pelaporan, dan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional dan pengawasan masyarakat dalam lingkungan wilayah kerjanya.
(2) PUSKI pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan pengawasan pelaksanaan tugas, evaluasi kinerja, serta penelitian, pemeriksaan, dan penyiapan bahan tanggapan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional dan pengawasan masyarakat terhadap seluruh unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang meliputi personil dan unit kerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Pelaksanaan tugas pengawasan PUSKI dilakukan secara langsung terhadap pelaksanaan tugas instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyangkut masalah dugaan atau kemungkinan terjadi pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai yang:
  1. melibatkan Kepala instansi vertikal dan/atau pejabat UKKI;
  2. mendapatkan perhatian yang meresahkan masyarakat;
  3. proses penanganannya oleh UKKI pada instansi vertikal berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
  4. tidak ditindaklanjuti oleh UKKI pada instansi vertikal;
  5. berdasarkan analisis manajemen risiko atas data-data kegiatan atau kinerja pelaksanaan tugas instansi vertikal yang bersangkutan menunjukkan adanya potensi yang merugikan masyarakat dan negara; atau
  6. berdasarkan perintah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.


Pasal 11

(1) Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai melalui Kepala Kantor Wilayah masing-masing, Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai, dan Kepala Balai Pengujian dan Identifikasi Barang menyampaikan laporan tentang pelaksanaan penegakan kepatuhan internal di lingkungan masing-masing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 kepada Kepala PUSKI.
(2) Penyampaian laporan pelaksanaan tugas Pengawasan Melekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas sebagaimana dalam Pasal 9 huruf b dilakukan dalam hal hasil pelaksanaan tugas terdapat temuan pelanggaran kode etik, peraturan disiplin pegawai, dan/atau peraturan perundang-undangan dan disampaikan pada tanggal 10 dari setiap bulan setelah bulan pelaksanaan tugas pengawasan bersangkutan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini.
(3) Penyampaian laporan evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c disampaikan kepada Kepala PUSKI sesuai dengan format yang telah ditentukan dalam ketentuan tentang pelaporan evaluasi kinerja.
(4) Khusus untuk penyampaian laporan evaluasi kinerja yang telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam kontrak kinerja, dilakukan oleh pemimpin Unit Eselon II kepada Kepala PUSKI setiap bulan dan diterima oleh PUSKI paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya dengan format sebagaimana ditentukan dalam ketentuan tentang pelaporan capaian kinerja Indikator Kinerja Utama (IKU).
(5) Penyampaian laporan pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d dilakukan oleh kepala instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bersangkutan kepada Kepala PUSKI segera ketika mulai dilakukan pemeriksaan dan hasil pemeriksaannya dilaporkan segera setelah diterimanya laporan hasil pemeriksaan bersangkutan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini.
(6) Penyampaian hasil penelitian atas laporan pengawasan atau pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf e dilakukan oleh kepala instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bersangkutan kepada Kepala PUSKI segera setelah selesai dilakukan penelitian dan pemeriksaan akan kebenaran pengawasan atau pengaduan masyarakat tersebut dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini.
(7) Penyampaian laporan pembinaan personil oleh atasan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran IV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini
(8) Penyampaian laporan rekomendasi peningkatan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf g dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam lampiran V yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini.


BAB V
PENGAWASAN MELEKAT

Pasal 12

(1) Dalam rangka mengoptimalkan penegakan kepatuhan internal, setiap atasan langsung wajib melakukan Pengawasan Melekat terhadap pegawai bawahannya menurut prinsip-prinsip, sasaran, metode pelaksanaan, tindak lanjut pelaksanaan, dan mekanisme pelaporan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan melekat.
(2) Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan Pengawasan Melekat:
  1. Pengawasan Melekat dilakukan secara rutin dan terus-menerus untuk mencegah penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang;
  2. Pengawasan Melekat juga bertujuan untuk menyelesaikan setiap masalah penyimpangan dalam rangka tertib pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi/unit kerja;
  3. Pengawasan Melekat diterapkan secara intensif, terutama pada kegiatan yang mengandung risiko kesalahan dan sangat menentukan keberhasilan pencapaian sasaran, tugas, dan fungsi organisasi/unit kerja;
  4. Pengawasan Melekat didasarkan pada penilaian yang obyektif dengan menggunakan kriteria atau standard sesuai dengan ketentuan di bidang Pengawasan Melekat;
  5. Pengawasan Melekat berorientasi pada masa depan untuk mencegah penyimpangan yang mungkin akan terjadi;
  6. Pengawasan Melekat bersifat membina terhadap semua bawahan.
(3) Sasaran Pengawasan Melekat:
  1. meningkatkan integritas, disiplin, dan prestasi kerja pegawai dalam pencapaian sasaran pelaksanaan tugas;
  2. meningkatkan kinerja organisasi;
  3. mencegah terjadinya penyimpangan, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan/atau pemborosan keuangan negara.
(4) Metode pelaksanaan Pengawasan Melekat:
  1. mengamati dan membandingkan proses dan hasil pelaksanaan tugas dengan rencana kerja dan peraturan perundang-undangan;
  2. mengidentifikasi dan menginventarisasi penyimpangan dan kesalahan yang dilakukan oleh pegawai dalam pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi;
  3. menganalisis hambatan pelaksanaan tugas;
  4. merumuskan dan mengambil tindakan perbaikan pelaksanaan tugas;
(5) Evaluasi pelaksanaan Pengawasan Melekat:
  1. mengumpulkan berbagai data yang berkaitan dengan sistem dan sarana kerja dan pelaksanaan tugas organisasi/unit kerja;
  2. menganalisa kelayakan sarana dan sistem kerja dalam rangka menjamin kelancaran tugas pokok;
  3. membandingkan kesesuaian pelaksanaan kegiatan terhadap rencana dengan tolok ukur yang konkrit;
  4. menganalisis sebab penyimpangan dan selanjutnya melakukan langkah-langkah tindak lanjut terkait aspek sumber daya organisasi, sumber daya manusia, sarana, prasarana, system, prosedur, keuangan, dan pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi;
  5. melakukan evaluasi metode Pengawasan Melekat.
(6) Tindak lanjut hasil pelaksanaan Pengawasan Melekat sesuai dengan peraturan perundang-undangan terdiri atas:
  1. tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian termasuk penerapan hukuman disiplin;
  2. tindakan tuntutan/gugatan perdata, antara lain tuntutan ganti rugi/penyetoran kembali, tuntutan perbendaharaan, dan tuntutan perdata berupa pengenaan denda, ganti rugi dan lain-lain;
  3. tindakan pengaduan tindak pidana dengan menyerahkan perkaranya kepada instansi yang berwenang sesuai dengan prosedur dan peraturan perundang-undangan;
  4. tindakan penyempurnaan aparatur pemerintah di bidang kelembagaan kepegawaian dan tata laksana;
  5. tindakan peningkatan daya guna dan hasil guna terhadap fungsi pengendalian maupun pemanfaatan berbagai sumber daya yang ada agar dapat mendukung terselenggaranya tugas dan fungsi organisasi dengan sebaik-baiknya;
  6. tindakan pemberian penghargaan kepada mereka yang memiliki prestasi yang dinilai patut mendapatkan penghargaan.
(7) Pelaksanaan Pengawasan Melekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dilaporkan oleh:
  1. Pejabat Eselon II pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan kepala unit kerja di bawahnya, secara berjenjang melalui Pejabat Eselon II, setiap bulan, kepada Kepala PUSKI;
  2. Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Wilayah Khusus Kepulauan Riau, dan Kepala Kantor Pelayanan Utama, setiap bulan, kepada Kepala PUSKI;
  3. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai, dan Kepala Balai Pengujian dan Identifikasi Barang, setiap bulan, kepada Kepala PUSKI melalui Kepala Kantor Wilayah atasannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2).
(8) Pengawasan Melekat dilakukan terhadap:
  1. pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi dan tata kerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  2. pelaksanaan kebijakan sistem dan prosedur di bidang Kepabeanan dan Cukai;
  3. pelaksanaan kebijakan perencanaan sebagaimana dituangkan dalam Rencana Strategis, Rencana Kinerja Tahunan, dan Indikator Kinerja Utama, yang telah ditetapkan oleh setiap satuan unit organisasi;
  4. sikap, perilaku, dan perbuatan pegawai berkaitan dengan kode etik, norma kepatutan, norma kesusilaan, dan norma hukum termasuk peraturan disiplin pegawai.
(9) Pelaksanaan Pengawasan Melekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sepanjang tahun dan dievaluasi sekali dalam setahun.


BAB VI
PENGAWASAN KEPATUHAN PELAKSANAAN TUGAS
DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

Pasal 13

(1) Pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dilakukan terhadap kegiatan unit kerja dan/atau sikap, perilaku, dan perbuatan pegawai dalam rangka pelaksanaan tugas yang terdiri atas pelaksanaan tugas pelayanan, tugas pengawasan, dan tugas administrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Tujuan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas adalah untuk memastikan, menjamin, atau memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian proses pelaksanaan tugas dengan prosedur, tata kerja, dan peraturan perundang-undangan dan kesesuaian sikap, perilaku, dan perbuatan pegawai dengan kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai.
(3) Pelaksanaan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas dilakukan melalui kegiatan pengamatan, pemantauan, pemeriksaan, peninjauan, dan/atau penilaian.


Pasal 14

(1) Pelaksanaan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas dilakukan oleh UKKI pada instansi vertikal berdasarkan:
  1. analisis manajemen risiko atas data-data kegiatan atau kinerja pelaksanaan tugas menunjukkan adanya potensi penyimpangan, pelanggaran peraturan perundang-undangan, dan/atau yang merugikan masyarakat dan negara;
  2. laporan atau pengaduan masyarakat tentang terjadinya penyimpangan, pelanggaran peraturan perundang-undangan, dan/atau perbuatan yang merugikan masyarakat dan negara dalam pelaksanaan tugas;
  3. perintah Kepala instasi vertikal;
  4. permintaan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap instansi vertikal yang berada di bawah pengawasannya; atau
  5. permintaan Kepala PUSKI.
(2) Pelaksanaan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas dilakukan PUSKI terhadap pelaksanaan tugas seluruh unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (3).
(3) Pelaksanaan kegiatan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Surat Tugas Kepala instansi vertikal.
(4) Pelaksanaan kegiatan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan Surat Tugas Kepala PUSKI atau Surat Tugas dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai.


Pasal 15

(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas, tim atau petugas yang ditunjuk untuk melakukan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dan ayat (4) berwenang untuk meminta data, informasi, dan bukti-bukti terkait dan para pegawai terkait wajib untuk membantu dan memenuhi data, informasi dan bukti-bukti yang diperlukan.
(2) Permintaan data, informasi, dan bukti-bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis.


Pasal 16

(1) Dalam hal dari hasil pelaksanaan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) yang dilakukan UKKI instansi vertikal ditemukan indikasi terjadinya penyimpangan, pelanggaran peraturan perundang-undangan, dan/atau yang merugikan masyarakat dan negara, Kepala UKKI instansi vertikal menyampaikan kasus tersebut kepada Kepala instansi vertikal untuk tindak lanjut penyelesaiannya berdasarkan kode etik pegawai dan/atau peraturan disiplin pegawai disertai saran tentang perbaikan yang perlu segera dilakukan untuk mencegah secepat mungkin berkepanjangannya penyimpangan, pelanggaran peraturan perundang-undangan, dan/atau perbuatan yang merugikan masyarakat dan negara.
(2) Dalam hal dari hasil pelaksanaan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas yang dilakukan petugas PUSKI ditemukan indikasi terjadinya penyimpangan, pelanggaran peraturan perundang-undangan, dan/atau yang merugikan masyarakat dan negara, menyampaikan kasus tersebut sebagai bagian laporan pelaksanaan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas kepada Kepala PUSKI untuk keperluan tindak lanjut pemeriksaan yang lebih mendalam sesuai dengan ketentuan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil disertai saran perbaikan yang perlu dilakukan untuk peningkatan pelaksanaan tugas.


Pasal 17

(1) Atas pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang telah selesai dilaksanakan, Ketua Tim atau petugas yang ditunjuk untuk melakukan pengawasan wajib menyampaikan laporan tertulis tentang pelaksanaan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas yang telah selesai dilaksanakan, paling kurang berisi kegiatan pengawasan yang dilakukan, hasil pengawasan, saran-saran penyelesaian temuan kasus, dan peningkatan pelaksanaan tugas.
(2) Dalam hal pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas dilakukan oleh UKKI pada instansi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), laporan pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Ketua Tim atau petugas yang ditunjuk untuk melakukan pengawasan kepada Kepala UKKI yang bersangkutan.
(3) Dalam hal pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas dilakukan oleh PUSKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), laporan pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Ketua Tim PUSKI kepada Kepala PUSKI.


Pasal 18

(1) Kepala instansi vertikal yang menerima laporan pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), segera menindaklanjuti laporan tersebut dengan menerbitkan perintah untuk melakukan:
  1. pemeriksaan dan penyelesaian pelanggaran kode etik sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.4/2008 tentang Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-08/BC/2008 tentang Pembentukan, Susunan, dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-41/BC/2008 tentang Pendelegasian Sebagian Wewenang kepada Para Pejabat Eselon II di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk Membentuk Komisi Kode Etik;
  2. pemeriksaan dan penyelesaian pelanggaran peraturan disiplin pegawai sesuai dengan ketentuan di bidang peraturan disiplin pegawai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
(2) Kepala PUSKI yang menerima laporan pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), segera menindaklanjuti laporan tersebut dengan menerbitkan perintah untuk melakukan investigasi internal kepada pegawai terkait berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil guna mendapatkan bukti-bukti yang lengkap tentang terjadinya pelanggaran peraturan disiplin pegawai.
(3) Dalam hal hasil investigasi internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh bukti-bukti yang lengkap tentang terjadinya pelanggaran peraturan disiplin pegawai, Kepala PUSKI menyampaikan kasus pelanggaran peraturan disiplin pegawai kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Bea dan Cukai disertai dengan rekomendasi penjatuhan hukuman disiplin.


Pasal 19

Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai melalui Kepala Kantor Wilayah masing-masing, Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai, dan Kepala Balai Pengujian dan Identifikasi Barang menyampaikan laporan tentang pelaksanaan pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas kepada Kepala PUSKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2).



BAB VII
EVALUASI KINERJA

Pasal 20

(1) Seluruh pelaksanaan tugas di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dievaluasi kinerjanya secara periodik oleh UKKI.
(2) Evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan penilaian hasil kerja pelaksanaan tugas menurut indikator tertentu atas dasar target hasil kerja yang telah ditetapkan disertai dengan analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kerja tersebut.


Pasal 21

(1) Pelaksanaan tugas di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang dievaluasi kinerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) meliputi sebagai berikut:
  1. pelaksanaan tugas di bidang pelayanan kepabeanan dan cukai sesuai dengan target kinerja yang telah ditetapkan dalam 1 (satu) tahun;
  2. pelaksanaan tugas di bidang pengawasan kepabeanan dan cukai sesuai dengan target kinerja yang telah ditetapkan dalam 1 (satu) tahun;
  3. pelaksanaan tugas di bidang administrasi sesuai dengan target kinerja yang telah ditetapkan dalam 1 (satu) tahun;
  4. pelaksanaan tugas yang target kinerjanya telah ditetapkan dalam Rencana Strategis, Road Map, dan Rencana Kerja Tahunan;
  5. pelaksanaan tugas yang target kinerjanya telah ditetapkan dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) berdasarkan manajemen kinerja berbasis balanced score card.
(2) Evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dilakukan oleh UKKI sebagai berikut:
  1. evaluasi kinerja atas pelaksanaan tugas pada instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilaksanakan oleh UKKI pada instansi vertikal masing-masing paling lama pada periode akhir tahun;
  2. evaluasi kinerja atas pelaksanaan tugas pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilaksanakan oleh PUSKI paling lama pada periode akhir tahun.
(3) Evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan oleh UKKI sebagai berikut:
  1. evaluasi kinerja atas pelaksanaan tugas dengan IKU yang merupakan kontrak kinerja pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilaksanakan oleh PUSKI pada periode setiap bulan;
  2. evaluasi kinerja atas pelaksanaan tugas dengan IKU yang merupakan kontrak kinerja pada unit kerja Eselon II Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilaksanakan oleh PUSKI pada periode setiap bulan;
  3. evaluasi kinerja atas pelaksanaan tugas dengan IKU yang merupakan kontrak kinerja pada unit kerja Eselon III Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilaksanakan oleh submanager pengelola IKU masing-masing pada unit kerja Eselon II pada periode setiap bulan;
  4. evaluasi kinerja atas pelaksanaan tugas dengan IKU yang merupakan kontrak kinerja pada unit kerja Eselon IV dan pegawai pelaksana perorangan dilaksanakan oleh pejabat struktural yang menjadi atasan masing-masing pada periode setiap bulan.


Pasal 22

(1) Dalam rangka pelaksanaan evaluasi kinerja, UKKI menggunakan data-data dan informasi kinerja yang bersumber:
  1. laporan capaian kinerja yang disampaikan oleh unit-unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan capaian kinerja tersebut kepada UKKI menurut periode waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3);
  2. hasil peninjauan UKKI pada kegiatan operasional pelaksanaan tugas; dan/atau
  3. hasil survey yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survey yang independen.
(2) Laporan capaian kinerja untuk evaluasi kinerja atas pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disampaikan oleh:
  1. Kepala instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Eselon III dan Eselon IV yang menjadi penanggung jawab atas pelaksanaan tugas tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah sesuai dengan periodesitas evaluasi kinerja yang ditentukan;
  2. unit kerja Eselon II yang menjadi penanggung jawab pengelolaan capaian kinerja tersebut kepada PUSKI sesuai dengan periodesitas evaluasi kinerja yang ditentukan; dan
  3. Kepala PUSKI kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan periodesitas evaluasi kinerja yang ditentukan.


Pasal 23

Evaluasi kinerja yang dilakukan terhadap pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, ditindak lanjuti oleh pejabat-pejabat terkait dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. dalam hal dari hasil evaluasi kinerja tersebut menunjukkan adanya indikasi terjadinya penyimpangan, pelanggaran peraturan perundang-undangan, dan/atau perbuatan yang merugikan masyarakat dan negara, dilakukan investigasi internal terhadap pejabat dan pegawai terkait oleh PUSKI;
  2. rekomendasi untuk peningkatan pelaksanaan tugas meliputi tindakan penyempurnaan di bidang kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan, tindakan pemberian penghargaan kepada para pegawai yang berprestasi, tindakan pengenaan sanksi administratif kepegawaian terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai, atau tindakan tuntutan perbendaharaan atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan.


BAB VIII
TANGGAPAN DAN TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN
APARAT PENGAWASAN FUNGSIONAL

Pasal 24

(1) Dalam hal diperlukan, setiap dilakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan tugas oleh aparat Pengawasan Fungsional, PUSKI melakukan koordinasi dengan aparat Pengawasan Fungsional bersangkutan dan memberikan fasilitasi untuk kepentingan kelancaran dan kemudahan teknis pelaksanaan pemeriksaan tersebut.
(2) Pada akhir pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PUSKI mengkoordinasikan pertemuan antara unit kerja yang menjadi terperiksa terperiksa (auditee) dan Tim aparat Pengawasan Fungsional bersangkutan.
(3) Dalam hal telah diterbitkan laporan hasil pemeriksaan dan telah diterima oleh PUSKI, PUSKI menyampaikan laporan hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional tersebut kepada kepala unit kerja yang menjadi terperiksa (auditee) disertai dengan permintaan untuk memberikan tanggapan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional tersebut.
(4) Atas laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PUSKI melakukan pemantauan penyelesaian tanggapan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional bersangkutan.
(5) Untuk kepentingan kecepatan penyelesaian bahan tanggapan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (4), PUSKI mengkoordinasikan dan memfasilitasi pembahasan bersama antara aparat Pengawasan Fungsional dan unit kerja yang menjadi terperiksa (auditee) tentang penyiapan bahan tanggapan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional.
(6) Kepala unit kerja yang menjadi terperiksa (auditee) menyampaikan bahan tanggapan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional yang telah, sedang, dan/atau akan dilaksanakan kepada PUSKI untuk dilakukan penelitian dan pemeriksaan tentang kelengkapan dan kesesuaiannya dengan laporan hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional yang bersangkutan.
(7) Dalam hal bahan tanggapan dan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah dianggap memadai, PUSKI membuat laporan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang hal tersebut disertai dengan rancangan surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai kepada aparat Pengawasan Fungsional yang bersangkutan tentang tanggapan dan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional tersebut.
(8) PUSKI menyampaikan surat tanggapan dan pelaksanaan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada aparat Pengawasan Fungsional setelah surat tanggapan dan pelaksanaan tindak lanjut tersebut ditandatangani oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
(9) PUSKI melakukan penelitian dan analisis terhadap masalah yang menjadi temuan hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional yang dalam hal berdasarkan hasil penelitian dan analisis disimpulkan adanya indikasi tentang potensi kelemahan atau kekurangan sumber daya organisasi atau dugaan terjadinya penyimpangan, pelanggaran peraturan perundang-undangan, dan/atau yang merugikan masyarakat dan negara, maka PUSKI memberikan rekomendasi perbaikan atas kelemahan atau kekurangan sumber daya organisasi yang dapat diidentifikasi dan melakukan investigasi internal dalam hal ditemukan indikasi dugaan terjadinya penyimpangan, pelanggaran, dan/atau yang merugikan masyarakat dan negara.


Pasal 25

(1) Pada awal pemeriksaan terhadap instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai oleh aparat Pengawasan Fungsional, Kepala instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menjadi terperiksa (auditee) segera memberitahukan tentang hal itu kepada PUSKI.
(2) Untuk kepentingan kelancaran dan kemudahan teknis pelaksanaan pemeriksaan terhadap instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, UKKI pada instansi vertikal melakukan koordinasi dan memfasilitasi pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat Pengawasan Fungsional.
(3) Dalam hal diperlukan, Kepala instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menjadi terperiksa (auditee) dapat meminta bantuan kepada PUSKI untuk melakukan koordinasi dan fasilitasi pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Pada akhir pemeriksaan oleh aparat Pengawasan Fungsional, Kepala instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menjadi terperiksa (auditee) segera melaporkan tentang hal tersebut kepada PUSKI pada kesempatan pertama.
(5) PUSKI dan UKKI pada instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menjadi terperiksa (auditee) memantau penyelesaian bahan tanggapan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional.
(6) Kepala instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menjadi terperiksa (auditee) menyampaikan bahan tanggapan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional yang telah, sedang, dan/atau akan dilaksanakan kepada UKKI instansi vertikal bersangkutan untuk dilakukan penelitian dan pemeriksaan tentang kelengkapan dan kesesuaiannya dengan laporan hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional yang bersangkutan.
(7) Dalam hal bahan tanggapan dan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) oleh UKKI pada instansi vertikal bersangkutan telah dianggap memadai, UKKI pada instansi vertikal bersangkutan membuat laporan kepada Kepala instansi vertikal tentang hal tersebut disertai dengan rancangan surat Kepala instansi vertikal kepada aparat Pengawasan Fungsional yang bersangkutan tentang tanggapan dan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat Pengawasan Fungsional tersebut.
(8) UKKI pada instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bersangkutan menyampaikan surat tanggapan dan pelaksanaan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada aparat Pengawasan Fungsional setelah surat tanggapan dan pelaksanaan tindak lanjut tersebut ditandatangani oleh Kepala instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bersangkutan dengan tembusan surat kepada Kepala PUSKI.


BAB IX
PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT

Pasal 26

(1) Setiap pengaduan masyarakat yang diterima oleh PUSKI harus ditangani melalui proses kegiatan penerimaan, pencatatan, penelaahan, penyaluran, konfirmasi, klarifikasi, penelitian, pemeriksaan, pelaporan, tindak lanjut, dan pengarsipan.
(2) Pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara lisan dan tertulis dan/atau melalui telepon, pemberitaan mass media, layanan pesan singkat telepon seluler (SMS), surat, atau internet (e-mail).


Pasal 27

Penanganan pengaduan masyarakat harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

  1. Obyektivitas, yaitu kegiatan penanganan pengaduan masyarakat harus berdasarkan fakta atau bukti yang dapat dinilai berdasarkan kriteria yang ditentukan;
  2. Efektivitas dan efisiensi, yaitu kegiatan penanganan pengaduan masyarakat harus dilaksanakan secara tepat sasaran, hemat tenaga, waktu dan biaya;
  3. Akuntabilitas, yaitu proses kegiatan penanganan pengaduan masyarakat dan tindak lanjutnya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prosedur yang berlaku;
  4. Kerahasiaan, yaitu penanganan terhadap suatu pengaduan masyarakat dilakukan secara hati-hati dan dijaga kerahasiaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  5. Transparan, yaitu hasil kegiatan penanganan pengaduan masyarakat diinformasikan berdasarkan mekanisme dan prosedur yang jelas dan terbuka.


Pasal 28

(1) Terhadap pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dilakukan identifikasi unsur-unsur materi pengaduan yang meliputi:
  1. tanggal surat pengaduan, tanggal penerimaan pengaduan, identitas pelapor yang menyangkut nama, profesi, dan alamat;
  2. identitas terlapor yang menyangkut nama, NIP, jabatan, dan tempat kedudukan; dan/atau
  3. bentuk kasus yang diadukan, waktu dan tempat kejadian kasus.
(2) Terhadap pengaduan masyarakat dilakukan penelaahan tentang jenis kasus yang diadukan yang dapat berupa:
  1. ketidakberadaan pegawai di tempat tugas pelayanan;
  2. sikap dan perilaku pegawai yang tidak simpatik atau tidak responsif;
  3. penyalahgunaan wewenang atau tindakan sewenang-wenang pegawai yang merugikan masyarakat dan negara;
  4. penyelesaian pemenuhan kewajiban di bidang kepabeanan dan cukai yang berbelit-belit, tidak jelas, dan/atau tidak pasti;
  5. penyelesaian pengurusan perizinan dan/atau pemberian fasilitas yang berbelit-belit, tidak memberikan kepastian, dan/atau tidak transparan;
  6. pungutan liar, penyuapan, kolusi, dan/atau pemerasan dalam pelayanan atau penindakan di bidang kepabeanan dan cukai;
  7. penatausahaan dan pengelolaan barang inventaris atau barang bukti yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;
  8. kebocoran dalam penerimaan bea masuk, cukai, dan pungutan negara lainnya;
  9. penyelundupan impor dan ekspor;
  10. penyimpangan atau manipulasi dalam pelayanan atau pengelolaan fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai, seperti Tempat Penimbunan Berikat, KITE, dan lain-lain;
  11. penyimpangan dan manipulasi dalam pengadaan barang dan jasa;
  12. penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan di bidang kepegawaian;
  13. masalah dalam kehidupan rumah tangga pegawai;
  14. masalah sikap, perilaku, dan perbuatan serta gaya hidup pegawai yang tidak sesuai dengan norma kepatutan, norma kesusilaan, dan norma hukum; dan/atau
  15. bentuk-bentuk penyimpangan dan pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya.
(3) Terhadap pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan klarifikasi tentang kejelasan masalahnya melalui pengecekan kepada sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan berkaitan dengan masalah yang diadukan dan rumusan masalahnya berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dan tinjauan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Untuk penyelesaian pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengaduan masyarakat tersebut diteruskan kepada kepala unit kerja terlapor untuk mendapat tanggapan dan penjelasan tentang kemungkinan penyelesaian yang telah dilakukan.
(5) Kepala unit kerja terlapor wajib menyampaikan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Kepala PUSKI pada kesempatan pertama.
(6) Dalam hal memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), untuk mendapatkan bukti-bukti yang cukup, kompeten, relevan, dan berguna mengenai kebenaran pengaduan masyarakat, Kepala PUSKI melakukan investigasi internal terhadap para pejabat dan pegawai terkait sesuai dengan prosedur dan tata cara pemeriksaan pegawai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
(7) Tindak lanjut hasil penelitian dan pemeriksaan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi sebagai berikut:
  1. terhadap pelapor akan diberitahukan tentang hasil penelitian dan pemeriksaan tersebut yang dapat berupa laporan pengaduan bersangkutan tidak benar atau jika hasil pemeriksaan terbukti kebenarannya, akan disampaikan ucapan terima kasih;
  2. terhadap terlapor atau pegawai yang berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan menunjukkan tidak bersalah nama baik terlapor segera direhabilitasi atau jika bersalah, maka akan diusulkan kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk dikenakan hukuman disiplin pegawai, tindakan tuntutan perbendaharaan jika terjadi kerugian keuangan negara, rekomendasi peningkatan pelaksanaan tugas yang dapat berupa tindakan penyempurnaan manajemen organisasi, penyempurnaan sumber daya organisasi, pembinaan sumber daya manusia, dan lain-lain.


BAB X
INVESTIGASI INTERNAL

Pasal 29

(1) PUSKI mempunyai fungsi antara lain untuk melakukan investigasi internal atas pelanggaran kode etik dan pelanggaran peraturan disiplin pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.
(2) Investigasi internal bertujuan untuk diperolehnya bukti-bukti yang dapat mengungkapkan kebenaran atas dugaan terjadinya pelanggaran kode etik dan/atau pelanggaran peraturan disiplin pegawai yang dilakukan oleh pegawai.
(3) Investigasi internal meliputi kegiatan permintaan keterangan dari pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan sumber-sumber lainnya serta pengumpulan data dan fakta guna mendapatkan indikasi pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai dan pemeriksaan terhadap pegawai terkait sesuai dengan ketentuan, prosedur, dan tata cara yang berlaku.
(4) Pelaksanaan investigasi internal sebagaimana dimasud pada ayat (1) harus berdasarkan surat tugas tertulis dari Kepala PUSKI.
(5) Setiap pegawai yang dimintai keterangan dan/atau diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib untuk membantu dan memenuhi keterangan dan pemeriksaan yang diperlukan.


BAB XI
PEMBINAAN SIKAP DAN PERILAKU PEGAWAI

Pasal 30

(1) UKKI di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, di samping mempunyai misi untuk melakukan upaya pencegahan terhadap perbuatan pelanggaran kode etik dan peraturan disiplin pegawai, penindakan terhadap aparatur Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melakukan pelanggaran, juga melakukan upaya pembinaan sikap dan perilaku pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3).
(2) Pembinaan sikap dan perilaku pegawai bertujuan untuk meningkatkan pengendalian diri pegawai yang menyangkut orientasi kerja, motivasi kerja, dan gaya hidup pegawai sesuai dengan norma agama, norma moral, norma kepatutan, norma kesusilaan, dan norma hukum dalam kedudukannya sebagai aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat guna peningkatan semangat dan gairah kerja serta efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan disiplin kerja dalam pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
(3) Sasaran pembinaan sikap dan perilaku pegawai adalah:
  1. para pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui sosialisasi, seminar, acara tatap muka, ceramah, dan lain-lain;
  2. pegawai yang melakukan penyimpangan atau pelanggaran peraturan perundang-undangan melalui komunikasi dialogis, diskusi, santiaji atau pengarahan, pemberian nasihat, konsultasi, penugasan khusus, dan lain-lain.
(4) Dalam rangka pelaksanaan pembinaan sikap dan perilaku pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PUSKI dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga profesional di bidang pengembangan motivasi, pembinaan kepribadian, pembinaan kewajiban, dan lain-lain.


BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Dalam hal diperlukan pengaturan lebih lanjut, Kepala Unit Kerja Eselon II di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Kepala instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat mengatur lebih lanjut pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai di lingkungan kerja masing-masing dengan menerbitkan Instruksi, Surat Edaran, atau Nota Dinas.



Pasal 32

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 April 2010
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

ttd.

THOMAS SUGIJATA
NIP 19510621 197903 1 001