TIMELINE |
---|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2006
TENTANG
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23e, Pasal 23f, dan Pasal 23g Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal I
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
BAB II
KEDUDUKAN DAN KEANGGOTAAN
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 2
BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pasal 3
(1) | BPK berkedudukan di Ibukota negara |
(2) | BPK memiliki perwakilan di setiap provinsi, |
(3) | Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan BPK dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. |
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 4
(1) | BPK mempunyai 9 (sembilan) orang anggota, yang keanggotaannya diresmikan dengan Keputusan Presiden. |
(2) | Susunan BPK terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota. |
(3) | Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak anggota BPK terpilih diajukan oleh DPR. |
Pasal 5
(1) | Anggota BPK memegang jabatan selama 5 (lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. |
(2) | BPK memberitahukan kepada DPR dengan tembusan kepada Presiden tentang akan berakhirnya masa jabatan anggota BPK paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota tersebut. |
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 6
(1) | BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan Lembaga atau Badan lain yang mengelola keuangan negara. |
(2) | Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. |
(3) | Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. |
(4) | Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan. |
(5) | Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara. |
(6) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan BPK. |
Pasal 7
(1) | BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. |
(2) | DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan tata tertib masing-masing lembaga perwakilan. |
(3) | Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh Anggota BPK atau pejabat yang ditunjuk. |
(4) | Tata Cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya. |
(5) | Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum. |
Pasal 8
(1) | Untuk keperluan tindak lanjut pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BPK menyerahkan pula hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. |
(2) | Tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota kepada BPK. |
(3) | Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK, melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut. |
(4) | Laporan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
(5) | BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan hasilnya diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemerintah. |
Bagian Kedua
Wewenang
Pasal 9
(1) | Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang :
|
||||||||||||||||||||
(2) | Dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang diminta oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dipergunakan untuk pemeriksaan. |
Pasal 10
(1) | BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. | ||||||
(2) | Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak ynag berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK. | ||||||
(3) | Untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang memantau :
|
||||||
(4) | Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. |
Pasal 11
BPK dapat memberikan :
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai tat cara pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 dan Pasal 11 diatur dengan Peraturan BPK.
BAB IV
PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN
Bagian Kesatu
Pemilihan Anggota
Pasal 13
Untuk dapat dipilih sebagai Anggota BPK, calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Pasal 14
(1) | Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. |
(2) | Pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis yang memuat semua nama calon secara lengkap, dan diserahkan kepada DPR dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan pertimbangan dari Pimpinan DPR. |
(3) | Calon Anggota BPK diumumkan oleh DPR kepada publik untuk memperoleh masukan dari masyarakat. |
(4) | DPR memulai proses pemilihan Anggota BPK terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan dari BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan harus menyelesaikan pemilihan anggota BPK yang baru, paling lama 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Anggota BPK yang lama. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR. |
Bagian Kedua
Pemilihan Pemimpin
Pasal 15
(1) | Pimpinan BPK terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. |
(2) | Ketua dan Wakil Ketua BPK dipilih dari dan oleh Anggota BPK dalam sidang Anggota BPK dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diresmikannya keanggotaan BPK oleh Presiden. |
(3) | Sidang Anggota BPK untuk pemilihan pimpinan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh Anggota BPK tertua. |
(4) | Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, dan apabila mufakat tidak dicapai, pemilihan dilakukan dengan cara pemungutan suara. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua serta pembagian tugas dan wewenang Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK diatur dengan peraturan BPK. |
Pasal 16
(1) | Anggota BPK sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurutnya agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung. |
(2) | Ketua dan Wakil Ketua BPK terpilih wajib mengucapkan sunpah atau janji menurut agamanya yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung. |
(3) | Apabila Ketua Mahkamah Agung berhalangan, sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipandu oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung. |
(4) | Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berbunyi sebagai berikut : " Demi Allah Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk menjadi Anggota (Ketua/Wakil Ketua) BPK langsung atau tidak langsung dengan rupa atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung ataupun tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian. Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya akan memenuhi kewajiban Anggota (Ketua/Wakil Ketua) BPK dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lain yang berkenaan dengan tugas dan kewajiban tersebut. Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya akan setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945". |
Bagian Ketiga
Pemberitahuan
Pasal 17
Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPR dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari keanggotaan BPK.
Pasal 18
Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dengan Keputusan Presiden atau usaul BPK karena :
Pasal 19
Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan tidak dengan hormat dari keanggotaannya atas usul BPK atau DPR karena :
Pasal 20
(1) | Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK diberhentikan sementara dari jabatannya oleh BPK melalui Rapat Pleno apabila ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. |
(2) | Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK yang terbukti tidak melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan rehabilitasi dan diangkat kembali menjadi Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota BPK. |
Pasal 21
(1) | Pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK. |
(2) | Pemberhentian Ketua, Wakil Ketua, dan/ atau Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diresmikan dengan Keputusan Presiden atas usul BPK atau DPR. |
Pasal 22
(1) | Apabila Anggota BPK diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 19 diadakan pengangkatan penggantian antar waktu Anggota BPK sesuai dengan syarat-syarat dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dan diresmikan dengan Keputusan Presiden. |
(2) | Pengangkatan Anggota BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberhentian Anggota BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 atau Pasal 19. |
(3) | Sebelum memangku jabatannya, Anggota BPK yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh Ketua/Wakil Ketua BPK dengan bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4). |
(4) | Anggota BPK pengganti melanjutkan sisa masa jabatan Anggota BPK yang digantikannya. |
(5) | Penggantian Anggota BPK antar waktu tidak dilakukan apabila sisa masa jabatan anggota yang akan diganti kurang dari 6 (enam) bulan dari Masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1). |
BAB V
HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF DAN PROTOKOLER,
TINDAKAN KEPOLISIAN, KEKEBALAN, SERTA LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak Keuangan/administratif dan Protokoler
Pasal 23
Hak keuangan/administratif dan kedudukan protokoler Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tindakan Kepolisian
Pasal 24
Tindakan kepolisian terhadap Anggota BPK guna pemeriksaan suatu perkara dilakukan dengan perintah Jaksa Agung setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis Presiden.
Pasal 25
(1) | Anggota BPK dapat dikenakan tindakan kepolisian tanpa menunggu perintah Jaksa Agung atau persetujuan tertulis Presiden, apabila: a. tertangkap tangan melakukan suatu tindak pidana; atau b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati. |
(2) | Tindakan kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam harus dilaporkan kepada Jaksa Agung yang berkewajiban untuk memberitahukan penahanan tersebut kepada Presiden, DPR, dan BPK. |
Bagian Ketiga
Kekebalan
Pasal 26
(1) | Anggota BPK tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena menjalankan tugas, kewajiban, dan wewenangnya menurut Undang-Undang ini. |
(2) | Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK, Pemeriksa, dan pihak lain yang bekerja untuk dan atas nama BPK diberikan perlindungan hukum dan jaminan keamanan oleh instansi yang berwenang. |
Pasal 27
Dalam hal terjadi gugatan pihak lain dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, BPK berhak atas bantuan hukum dengan biaya negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Larangan
Pasal 28
Anggota BPK dilarang
BAB VI
KODE ETIK, KEBEBASAN, KEMANDIRIAN
DAN AKUNTANBILITAS
Bagian Kesatu
Kode Etik
Pasal 29
(1) | BPK wajib menyusun kode etik yang berisi norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK dan Pemeriksa selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK. |
(2) | Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat mekanisme penegakan kode etik dan jenis sanksi. |
Pasal 30
(1) | Untuk menegakkan Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dibentuk Majelis Kehormatan Kode Etik BPK keanggotaannya terdiri dari Anggota BPK serta unsur profesi dan akademisi. |
(2) | Majelis Kehormatan Kode etik BPK dibentuk paling lambat 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini berlaku. |
(3) | Ketentuan Lebih lanjut mengenai keanggotaan, tugas, wewenang, dan tata cara persidangan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK diatur dengan peraturan BPK. |
Bagian Kedua
Kebebasan dan Kemandirian
Pasal 31
(1) | BPK dan/atau Pemeriksa menjalankan tugas pemeriksaan secara bebas dan mandiri. | ||||||||||
(2) | BPK berkewajiban menyusun standar pemeriksaan keuangan negara. | ||||||||||
(3) | Dalam rangka menjaga kebebasan dan kemandirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK dan/atau Pemeriksa berkewajiban : a. menjalankan pemeriksaan sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara; b. mematuhi kode etik Pemeriksa;dan c. melaksanakan sistem pengendalian mutu. |
||||||||||
(4) | Standar pemeriksaan keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :
|
Bagian Ketiga
Akuntabilitas
Pasal 32
(1) | Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan tahunan BPK dilakukan oleh akuntan publik. |
(2) | Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh DPR atas usul BPK dan Menteri Keuangan, yang masing-masing mengusulkan 3 (tiga) nama akuntan publik. |
(3) | Akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam 2 (dua) tahun terakhir tidak melakukan tugas untuk dan atas nama BPK atau memberi jasa kepada BPK. |
(4) | Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada DPR dengan salinan kepada Pemerintah untuk penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat. |
Pasal 33
(1) | Untuk menjamin mutu pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara oleh BPK sesuai dengan standar, sistem pengendalian mutu BPK ditelaah oleh badang pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa keuangan sedunia. |
(2) | Badan Pemeriksa Keuangan negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh BPK setelah mendapat pertimbangan DPR. |
BAB VII
PELAKSANA BPK
Pasal 34
(1) | BPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh Pelaksana BPK, yang terdiri atas Sekretariat Jenderal, unit pelaksana tugas pemeriksaan, unit pelaksana tugas penunjang, perwakilan, Pemeriksa, dan pejabat lain yang ditetapkan oleh BPK sesuai dengan kebutuhan. |
(2) | Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jabatan fungsional. |
(3) | Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK menggunakan pemeriksa berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil atau yang bukan Pegawai Negeri Sipil. |
(4) | Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Pelaksana BPK serta jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah. |
BAB VIII
ANGGARAN
Pasal 35
(1) | Anggaran BPK dibebankan pada bagian anggaran tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
(2) | Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh BPK kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. |
(3) | Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan pada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN. |
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 36
(1) | Anggota BPK yang memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). |
(2) | Anggota BPK yang mempergunakan keterangan, bahan, data, informasi dan/atau dokumen lainnya yang diperolehnya pada waktu melaksanakan tugas BPK dengan melampaui batas wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). |
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
(1) | Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Anggota BPK yang ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan tetap melaksanakan tugas dan wewenangnya sampai dengan masa jabatannya berakhir. |
(2) | Untuk memenuhi kekurangan jumlah keanggotaan BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dilakukan pemilihan Anggota BPK paling lambat dalam waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini diundangkan. |
(3) | Pembentukan Perwakilan BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu paling lama 2 (dua ) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini diundangkan. |
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 38
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3010) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 39
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 40
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta Pada tanggal 30 Oktober 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Oktober 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 85
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2006
TENTANG
BADAN PEMERIKSAAN KEUANGAN
I. |
UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami perubahan yang mendasar diantaranya Pasal 23 ayat (5) mengenai kedudukan dan tugas Badan Pemeriksa Keuangan. Para Pembentuk Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyadari bahwa pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Pemerintah tentang Keuangan Negara merupakan kewajiban yang berat, sehingga perlu dibentuk suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaaan Pemerintah. Tuntutan reformasi telah menghendaki terwujudnya penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menuju tata pemerintahan yang baik, mengharuskan perubahan peraturan perundang-udangan dan kelembagaan negara. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan salah satu reformasi atas ketentuan Pasal 23 ayat (5) tentang Badan Pemeriksa Keuangan telah memperkokoh keberadaan dan kedudukan BPK yaitu sebagai salah satu lembaga negara yang bebas dan mandiri. Kedudukan BPK sebagai lembaga negara pemeriksa keuangan negara perlu dimantapkan disertai dengan memperkuat peran dan kinerjanya. Kemandirian dan kebebasan dan ketergantungan kepada Pemerintah dalam hal kelembagaan pemeriksaan, dan pelaporan sangat diperlukan oleh BPK agar dapat melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemerintahan negara di pusat dan di daerah telah mengalami perubahan antara lain penyelenggaraan otonomi daerah yang disertai penyerahan sebagaian besar urusan Pemerintah Pusat kepada Daerah. Selain itu sebagai pelaksanaan Pasal 23C, Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang menggantikan sebagian besar ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia (Indische Comptabiliteitswet/ICW Stbl. 1925 Nomor 448) dan Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer (IAR Stbl. 1933 Nomor 320). Berdasarkan perubahan konstitusi, penyelenggaraan pemerintah di pusat dan daerah, peraturan perundang-undangan dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan tidak memadai lagi, sehingga perlu dicabut.
Dengan meningkatnya ruang lingkup pekerjaan, maka jumlah Anggota Badan Pemeriksa Keuangan ditetapkan menjadi 9 (sembilan) orang. |
II. |
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2Cukup jelas. Pasal 3Cukup jelas. Pasal 4Cukup jelas. Pasal 5Cukup jelas. Pasal 6Ayat (1) Yang dimaksud dengan "keuangan negara" meliputi semua unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur tentang keuangan negara. Yang dimaksud dengan "lembaga atau badan lain" antara lain : badan hukum milik negara, yayasan yang mendapat fasilitas negara, komisi-komisi yang dibentuk dengan undang-undang, dan badan swasta yang menerima dan/atau mengelola uang negara. Ayat (1) Yang dimaksud dengan "keuangan negara" meliputi semua unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur tentang keuangan negara. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini diperlukan agar BPK dapat melakukan evaluasi pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik. Hasil pemeriksaan akuntan publik dan evaluasi tersebut selanjutnya disampaikan oleh BPK kepada lembaga perwakilan, sehingga dapat ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya. Ayat (5) Pembahasan diperlukan untuk mengkonfirmasi dan mengklarifikasi temuan pemeriksaan BPK dengan obyek yang diperiksa. Hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan yang digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statement) memuat koreksi itu sebelum disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannnya. Ayat (6) Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan BPK berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, mempunyai kekuatan hukum yang mengikat pihak-pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang BPK. Pasal 7Ayat (1) Hasil pemeriksaan BPK meliputi hasil pemeriksaan atas laporan keuangan, hasil pemeriksaan kinerja, hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu dan ikhtisar pemeriksaan semester. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 8Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Hasil pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan dimuat dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester. Pasal 9Ayat (1) Huruf a Kewenangan dimaksud merupakan perwujudan lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Huruf b Permintaan keterangan dan/atau dokumen dimaksud meliputi semua bidang yang berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Kode etik memuat pedoman tentang sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pemeriksa keuangan negara guna menjaga mutu pemeriksaan, citra, dan martabat BPK. Kode etik ini berlaku bagi Anggota BPK, pemeriksa keuangan negara, dan pihak lain yang bekerja untuk dan atas nama BPK. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Yang dimaksud dengan "Standar Akuntansi Pemerintahan" adalah pedoman dan ukuran tentang pencatatan dan pelaporan berkaitan dengan transaksi keuangan yang disusun oleh suatu komite yang berwenang menurut undang-undang. Huruf j Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 10Ayat (1) Yang dimaksud "pengelola termasuk pegawai perusahaan negara/daerah dan lembaga atau badan lain. Yang dimaksud dengan 'Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah" adalah perusahaan negara/daerah yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara/daerah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "pejabat lain" adalah pejabat negara dan pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus sebagai pejabat negara. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Penyelesaian ganti kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum pihak ketiga dilaksanakan melalui proses peradilan. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 11Huruf a Pendapat yang diberikan BPK termasuk perbaikan di bidang pendapatan, pengeluaran, pinjaman, privatisasi, likuidasi, merger, akuisisi, penyertaan modal pemerintah, penjaminan pemerintah, dan bidang lain yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 12Cukup jelas. Pasal 13Cukup jelas. Pasal 14Ayat (1) Dalam memilih Anggota BPK, DPR mempertimbangkan kesesuaian dan keseimbangan antara keahlian dan komposisi pembidangan tugas BPK. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "diumumkan' adalah diumumkan pada media masa nasional dalam tenggang waktu yang cukup untuk menerima masukan dari masyarakat. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 15Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "tertua" adalah ditentukan berdasarkan usia. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 16Cukup jelas. Pasal 17Cukup jelas. Pasal 18Cukup jelas. Pasal 19Huruf a Cukup jelas. Huruf b Untuk pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Anggota BPK segera diproses dan dilaporkan ke DPR dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Pasal 20Cukup jelas. Pasal 21Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Majelis Kehormatan Kode Etik BPK" adalah Majelis Kehormatan Kode Etik BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1). Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 22Cukup jelas. Pasal 23Cukup jelas. Pasal 24Yang dimaksud dengan "tindakan kepolisian" adalah pemanggilan sehubungan dengan tindak pidana, meminta keterangan tentang tindak pidana, penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan. Pasal 25Cukup jelas. Pasal 26Cukup jelas. Pasal 27Cukup jelas. Pasal 28Cukup jelas. Pasal 29Cukup jelas. Pasal 30Cukup jelas. Pasal 31Cukup jelas. Pasal 32Cukup jelas. Pasal 33Cukup jelas. Pasal 34Ayat (1) Guna mendukung prinsip bebas dan mandiri serta efektivitas pelaksanaan tugas dan wewenangnya, maka organisasi dan tata kerja Pelaksana BPK serta jabatan fungsional ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah. Ayat (2) Jabatan fungsional pemeriksa terdiri atas beberapa jenjang jabatan dan kepangkatan yang memiliki batas usia pensiun yang berbeda. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Rekruitment Pemeriksa diatur oleh BPK. Pasal 35Ayat (1) Guna mendukung efktivitas pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada BPK perlu disediakan anggaran yang mencukupi sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 36Cukup jelas. Pasal 37Cukup jelas Pasal 38Cukup jelas. Pasal 39Cukup jelas. Pasal 40Cukup jelas. |
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4654