Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-64/PJ/2012

  • 28 Desember 2012
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : SE - 64/PJ/2012

TENTANG

TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR
PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

A. Umum

Dalam rangka penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara yang lebih baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka perlu memberikan petunjuk mengenai tata cara penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara.
B. Maksud dan Tujuan

Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam proses penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

Surat Edaran ini bertujuan untuk memberikan petunjuk mengenai hal-hal yang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara masih bersifat umum dan memerlukan penegasan.
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi penjelasan mengenai:
  1. Objek pajak, subjek pajak, dan Wajib Pajak, Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara.
  2. Tata cara penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara.
D. Dasar

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara.
E. Pengertian

Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
  1. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara yang selanjutnya disebut PBB Mineral dan Batubara, adalah Pajak Bumi dan Bangunan atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
  2. Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.
  3. Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara yang selanjutnya disebut SPOP, adalah surat yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak sektor pertambangan untuk pertambangan mineral dan batubara ke Direktorat Jenderal Pajak.
  4. Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara yang selanjutnya disebut LSPOP, adalah formulir yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak sektor pertambangan untuk pertambangan mineral dan batubara.
  5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut KPP Pratama, adalah KPP Pratama yang mengadministrasikan data objek pajak dan subjek pajak PBB Mineral dan Batubara.
  6. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Kanwil DJP adalah Kanwil DJP yang membawahkan KPP Pratama.
  7. Formulir Data Masukan yang selanjutnya disingkat FDM adalah formulir yang digunakan sebagai sarana perekaman data ke dalam basis data PBB Mineral dan Batubara.
  8. Rincian Perhitungan Nilai yang selanjutnya disingkat RPN adalah hasil keluaran dari basis data PBB Mineral dan Batubara yang berisi informasi rinci perhitungan nilai tanah dan nilai bangunan.
F. Objek Pajak, Subjek Pajak, dan Wajib Pajak
1. Objek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
a. permukaan bumi, meliputi:
1) tanah dan/atau perairan pedalaman  (onshore),  terdiri dari Areal Produktif, Areal Belum Produktif yang meliputi Areal Cadangan Produksi dan Areal Belum Dimanfaatkan, Areal Tidak Produktif, Areal Emplasemen, dan Areal Pengaman;
2) perairan lepas pantai  (offshore).
b. tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi, berupa Tubuh Bumi Eksplorasi atau Tubuh Bumi Operasi Produksi.
2. Bumi sebagaimana dimaksud pada angka 1, terdiri dari:
3. Bangunan sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
4. Subjek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Mineral dan Batubara.
5. Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada angka 4 yang dikenakan kewajiban membayar PBB Mineral dan Batubara menjadi Wajib Pajak PBB Mineral dan Batubara.
G. Pengenaan PBB Mineral dan Batubara
1. Pendaftaran dan Pendataan
a. Sarana pendataan objek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah SPOP dan LSPOP.
b. LSPOP sebagaimana dimaksud pada huruf a, terdiri dari:
1) LSPOP untuk objek pajak permukaan bumi;
2) LSPOP untuk objek pajak bangunan;
3) LSPOP untuk objek pajak tubuh bumi.
c. KPP Pratama menyampaikan SPOP dan LSPOP kepada subjek pajak atau Wajib Pajak paling lambat tanggal 31 Januari tahun pajak.
d. SPOP dan LSPOP yang telah diisi dengan dengan jelas, benar, lengkap, serta ditandatangani oleh subjek pajak atau Wajib Pajak harus disampaikan ke KPP Pratama paling lambat 30 (tiga puluh hari) setelah tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak atau Wajib Pajak.
e. KPP Pratama menatausahakan SPOP dan LSPOP dan merekam ke dalam basis data PBB Mineral dan Batubara.
2. Penilaian
Penilaian objek PBB Mineral dan Batubara dalam rangka penentuan besarnya nilai bumi per meter persegi dan/atau nilai bangunan per meter persegi adalah sebagai berikut:
a. Nilai bumi per meter persegi:
1) Permukaan Bumi
Nilai bumi per meter persegi untuk permukaan bumi merupakan hasil pembagian antara total nilai permukaan bumi dengan total luas areal objek pajak yang dikenakan.
Total nilai permukaan bumi merupakan jumlah dari perkalian luas masing-masing areal objek pajak yang dikenakan dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal objek pajak dimaksud, tidak termasuk areal produktif. Tata cara menentukan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal adalah sebagai berikut:
a) Untuk Areal Belum Dimanfaatkan dan Areal Emplasemen, melalui tahapan:
(1) melakukan pengumpulan data pembanding berupa objek sejenis dan dituangkan dalam formulir 1, dengan format sebagaimana pada Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
(2) melakukan analisis terhadap data pembanding tersebut untuk menentukan nilai bumi per meter persegi dari masing-masing data pembanding dengan menggunakan formulir 2, dengan format sebagaimana pada Lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
(3) menentukan nilai indikasi rata-rata bumi per meter persegi dengan menggunakan formulir 3, dengan format sebagaimana pada Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini Nilai indikasi rata-rata bumi per meter persegi untuk Areal Belum Dimanfaatkan dan Areal Emplasemen tersebut merupakan nilai bumi per meter persegi untuk Areal Belum Dimanfaatkan dan Areal Emplasemen.
b) untuk Areal Cadangan Produksi, Areal Tidak Produktif, dan Areal Pengaman, ditentukan dengan cara melakukan penyesuaian terhadap nilai bumi per meter persegi untuk Areal Belum Dimanfaatkan dengan menggunakan formulir 4, dengan format sebagaimana pada Lampiran IV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
c) Untuk Areal  Offshore,  menggunakan nilai bumi per meter persegi yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
2) Tubuh Bumi Eksplorasi
Nilai bumi per meter persegi untuk tubuh bumi eksplorasi menggunakan nilai bumi per meter persegi yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
3) Tubuh Bumi Operasi Produksi
a) Nilai bumi per meter persegi untuk tubuh bumi operasi produksi merupakan hasil pembagian antara nilai bumi untuk tubuh bumi operasi produksi dengan luas wilayah izin pertambangan.
b) Nilai bumi untuk tubuh bumi operasi produksi ditentukan sebesar hasil bersih produksi galian tambang dalam satu tahun sebelum tahun pajak dikalikan dengan Angka Kapitalisasi.
b. Nilai bangunan per meter persegi
1) Nilai bangunan per meter persegi merupakan hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan total luas bangunan.
2) Total nilai bangunan merupakan jumlah nilai bangunan masing-masing bangunan.
3) Nilai bangunan masing-masing bangunan ditentukan sebesar biaya pembangunan baru setelah dikurangi penyusutan.
3. Penetapan dan Pengadministrasian SPPT
a. Berdasarkan SPOP dan LSPOP, KPP Pratama:
1) melakukan penelitian kelengkapan SPOP dan LSPOP;
2) melakukan perekaman SPOP dan LSPOP ke dalam basis data;
3) melakukan perekaman FDM, dengan format sebagaimana pada Lampiran V Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, ke dalam basis data;
4) membuat dan menyampaikan usulan konsep Keputusan Menteri Keuangan mengenai Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan ke Kanwil DJP paling lambat tanggal 31 Maret tahun pajak;
5) mencetak SPPT dan salinan:
a) SPPT untuk onshore;
b) SPPT untuk  offshore;  dan/atau
c) SPPT untuk tubuh bumi,
paling lambat tanggal 31 Mei tahun pajak.
6) mengirimkan SPPT kepada ke Wajib Pajak paling lambat tanggal 15 Juni tahun pajak.
b. KPP Pratama membuat Daftar Ketetapan PBB Mineral dan Batubara, dengan format sebagaimana pada Lampiran VI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, serta menyampaikan ke Kanwil DJP dan Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian, paling lambat tanggal 30 Juni tahun pajak.
c. KPP Pratama melakukan pemberkasan SPOP dan LSPOP, FDM, dan Salinan SPPT per objek pajak.
4. Tata cara penetapan PBB Mineral dan Batubara menurut ketentuan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, yang masih berlaku.
H. Prosedur
  1. Prosedur uji petik SPOP dan LSPOP adalah sebagaimana pada Lampiran VII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  2. Prosedur pendataan subjek pajak dan/atau objek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah sebagaimana pada Lampiran VIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  3. Prosedur penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai nilai bumi per meter persegi untuk areal  offshore,  nilai tubuh bumi eksplorasi, dan angka kapitalisasi adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IX Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  4. Prosedur penyampaian usulan konsep Keputusan Menteri Keuangan mengenai Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran X Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  5. Prosedur penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) PBB Mineral dan Batubara adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran XI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  6. Prosedur penerbitan RPN adalah sebagaimana pada Lampiran XII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini;
  7. Prosedur perekaman Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SSP PBB) lembar ke-3 yang diserahkan oleh Wajib Pajak adalah sebagaimana pada Lampiran XIII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini,
  8. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
I. Ketentuan Lain-Lain
1. Dalam rangka melakukan pengawasan pengisian SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak atau Wajib Pajak, KPP Pratama dapat melakukan uji petik SPOP dan LSPOP.
2. Kepala KPP melakukan pengawasan kepatuhan penyampaian SPOP dan LSPOP oleh Wajib Pajak, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP dan LSPOP setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SPOP dan LSPOP, Kepala KPP mengirimkan Surat Tegoran pengembalian SPOP dan LSPOP kepada subjek pajak atau Wajib Pajak.
  2. Apabila setelah ditegur sebagaimana dimaksud pada huruf a, subjek pajak atau Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP dan LSPOP sesuai jangka waktu yang ditentukan, Kepala KPP menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.
  3. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang seharusnya terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP dan LSPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak, KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.
3. Dalam hal Wajib Pajak meminta informasi rincian perhitungan nilai bumi dan nilai bangunan objek pajak PBB Mineral dan Batubara, KPP Pratama menerbitkan RPN atas objek pajak dimaksud, dengan format sebagaimana Lampiran XIV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
4. Dalam hal aplikasi basis data PBB Mineral dan Batubara belum tersedia pada saat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, penatausahaan PBB Mineral dan Batubara dilakukan secara manual.
5. Pada saat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini berlaku :
  1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-48/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Pertambangan Non Migas Selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C;
  2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-47/PJ.6/1999 tentang Penyempurnaan Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Pertambangan Non Migas Selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C sebagaimana diatur dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ.6/1999;
  3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.6/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 tanggal 30 Desember 1998 khusus pengenaan PBB Sektor Pertambangan Non Migas Galian C,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 





Demikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.



Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 28 Desember 2012

DIREKTUR JENDERAL,


ttd.


A. FUAD RAHMANY

NIP 195411111981121001



Tembusan :

  1. Sekretaris Direktorat Jenderal
  2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak
  3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan