Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-33/PJ/2019

  • 25 November 2019
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


26 November 2019

 


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 33/PJ/2019

TENTANG
 
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-08/PJ/2019
TENTANG TATA CARA PEMBERIAN, PENYESUAIAN, DAN PENGHAPUSAN NOMOR OBJEK PAJAK
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

 

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

A. UMUM

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2019 tentang Tata Cara Pemberian, Penyesuaian, dan Penghapusan Nomor Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, perlu diterbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai ketentuan Nomor Objek Pajak (NOP) dengan maksud sebagai pedoman bagi unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam melaksanakan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2019.
   
B. MAKSUD DAN TUJUAN

1. Maksud 
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) dalam melaksanakan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-08/PJ/2019 tentang Tata Cara Pemberian, Penyesuaian, dan Penghapusan Nomor Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai ketentuan umum pemberian NOP, struktur NOP, kode dalam struktur NOP, contoh NOP, ketentuan mengenai penyesuaian, dan penghapusan NOP, serta tindak lanjut yang harus dilaksanakan oleh Kepala KPP sehubungan dengan pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2019.
   
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
1. Ketentuan Umum Pemberian NOP;
2. Struktur NOP;
3. Kode Struktur NOP;
4. Penyesuaian NOP; dan
5. Penghapusan NOP
   
D. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan; 
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pendataan Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 381/KMK.03/2018 tentang Kode Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak; 
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2019 tentang Tata Cara Pemberian, Penyesuaian, dan Penghapusan Nomor Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan
5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-288/PJ/2018 tentang Referensi Wilayah dan Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
   
E. Materi

1. Ketentuan Umum Pemberian NOP
a. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) memberikan NOP untuk setiap objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan ketentuan sebagai berikut:
1) objek pajak PBB Sektor Perkebunan meliputi permukaan bumi dan/atau bangunan; 
2) objek pajak PBB Sektor Perhutanan meliputi permukaan bumi dan/atau bangunan;
3) objek pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi meliputi:
a) permukaan bumi onshore dan/atau bangunan;
b) permukaan bumi offshore dan/atau bangunan; dan
c) tubuh bumi.
4) objek pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi meliputi:
a) permukaan bumi onshore dan/atau bangunan; 
b) permukaan bumi offshore dan/atau bangunan; dan
c) tubuh bumi. 
5) objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara meliputi:
a) permukaan bumi onshore dan/atau bangunan; 
b) permukaan bumi offshore dan/atau bangunan; dan
c) tubuh bumi. 
6) objek pajak PBB Sektor Lainnya meliputi permukaan bumi berupa perairan (offshore) dan/atau bangunan. 
b. Dalam hal Kepala KPP telah memberikan NOP atas objek pajak pada saat pelaksanaan pendaftaran atau pemutakhiran objek pajak sebelum Surat Edaran Direktur Jenderal ini berlaku, NOP tersebut tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
c. Dalam hal Kepala KPP telah memberikan NOP atas objek pajak pada saat pelaksanaan pendaftaran atau pemutakhiran objek pajak sebelum Surat Edaran Direktur Jenderal ini berlaku tetapi tidak sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini, Kepala KPP memberikan NOP baru sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
2. Struktur NOP
a. NOP disusun sedemikian rupa dalam suatu struktur NOP, sehingga dapat diidentifikasi:
1) provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan objek pajak berada;
2) KPP yang wilayah kerjanya meliputi objek pajak atau KPP yang ditunjuk untuk mengadministrasikan objek pajak; dan
3) sektor objek pajak.
b. Struktur NOP sebagaimana dimaksud pada huruf a terdiri dari 18 (delapan belas) digit, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) digit ke-1 sampai dengan digit ke-7 merupakan kode wilayah, dengan rincian:
a) digit ke-1 dan ke-2 merupakan kode wilayah provinsi;
b) digit ke-3 dan ke-4 merupakan kode wilayah kabupaten/kota; dan
c) digit ke-5 sampai dengan digit ke-7 merupakan kode wilayah kecamatan.
2) digit ke-8 sampai dengan digit ke-10 merupakan kode KPP;
3) digit ke-11 sampai dengan digit ke-18 merupakan kode objek pajak, dengan rincian: 
a) digit ke-11 merupakan kode subsektor objek pajak;
b) digit ke-12 merupakan kode jenis bumi;
c) digit ke-13 merupakan kode rincian objek pajak; 
d) digit ke-14 sampai dengan digit ke-17 merupakan kode nomor urut objek pajak; dan
e) digit ke-18 merupakan kode sektor objek pajak.
c. Struktur NOP dalam 18 digit sebagaimana dimaksud pada huruf b dapat digambarkan pada bagian struktur NOP sebagai berikut:
3. Kode Struktur NOP
a. Kode wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b angka 1) huruf a) ditentukan sebagai berikut: 
1) digit ke-1 menunjukkan kode pulau/kepulauan; dan
2) digit ke-2 menunjukkan kode provinsi dalam satu pulau/kepulauan dimulai dari angka 1 sampai dengan angka 9 pada setiap pulau/kepulauan.
b. Kode wilayah kabupaten/kota yaitu digit ke-3 dan digit ke-4 sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b angka 1) huruf b) ditentukan sebagai berikut:
1) kode wilayah kabupaten menggunakan angka 01 sampai dengan angka 69 pada setiap provinsi; dan
2) kode wilayah kota menggunakan angka 71 sampai dengan 99 pada setiap provinsi.
c. Kode wilayah kecamatan yaitu digit ke-5, digit ke-6, dan digit ke-7 sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b angka 1) huruf c) ditentukan sebagai berikut:
1) dua digit pertama, yaitu digit ke-5 dan digit ke-6 menggunakan angka 01 sampai dengan angka 99 pada setiap kabupaten/kota; dan
2) satu digit terakhir, yaitu digit ke-7, menggunakan angka 0.
d. Kode wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c ditentukan oleh unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang informasi perpajakan.
e. Dalam hal luas objek pajak melebihi batas wilayah administratif provinsi, kode wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada huruf a diberikan untuk masing-masing provinsi objek pajak tersebut berada.
f. Dalam hal luas objek pajak melebihi batas wilayah administratif kabupaten/kota, kode wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada huruf b diberikan untuk masing-masing kabupaten/kota objek pajak tersebut berada.
g. Dalam hal luas objek pajak melebihi batas wilayah administratif kecamatan, kode wilayah kecamatan sebagaimana dimaksud pada huruf c diberikan untuk kecamatan yang wilayahnya meliputi areal terluas objek pajak.
h. Dalam hal objek pajak berupa:
1) permukaan bumi offshore dan/atau bangunan, untuk PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi;
2) tubuh bumi, untuk PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi;
3) permukaan bumi offshore dan/atau bangunan, untuk PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusaha Panas Bumi;
4) tubuh bumi, untuk PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi; dan
5) PBB Sektor Lainnya,
kode wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada huruf a menggunakan angka 00 dan kode wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud huruf b menggunakan angka 00.
i. Dalam hal objek pajak berupa:
1) objek pajak PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi;
2) objek pajak PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi;
3) objek pajak PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara; dan
4) objek pajak PBB Sektor Lainnya,
kode wilayah kecamatan sebagaimana dimaksud pada huruf c menggunakan angka 000.
j. Kode KPP yaitu digit ke-8 sampai dengan digit ke-10 sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b angka 2) merupakan kode KPP tempat objek pajak terdaftar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai kode KPP.
k. Kode subsektor objek pajak yaitu digit ke-11 sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b angka 3) huruf a) ditentukan sebagai berikut:
1) PBB Sektor Perkebunan menggunakan angka 1;
2) PBB Sektor Perhutanan:
a) hutan alam menggunakan angka 1; dan
b) hutan tanaman menggunakan angka 2.
3) PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi menggunakan angka 1;
4) PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi menggunakan angka 1;  
5) PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara menggunakan angka 1;
6) PBB Sektor Lainnya:
a) usaha perikanan tangkap menggunakan angka 1;
b) usaha pembudidayaan ikan menggunakan angka 2;
c) jaringan pipa menggunakan angka 3;
d) jaringan kabel menggunakan angka 4;
e) ruas jalan tol menggunakan angka 5;
f) fasilitas penyimpanan dan pengolahan menggunakan angka 6.
l. Kode jenis Bumi yaitu digit ke-12 sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b) angka 3) hurub b) ditentukan sebagai berikut:
1) permukaan bumi onshore menggunakan angka 1;
2) tubuh bumi menggunakan angka 2; dan
3) permukaan bumi offshore menggunakan angka 3.
m. Kode rincian yaitu digit ke-13 sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b angka 3) huruf c) ditentukan sebagai berikut:
1) untuk objek pajak PBB Pertambangan Mineral atau Batubara berlaku ketentuan sebagai berikut:
a) mineral logam menggunakan angka 1;
b) mineral bukan logam menggunakan angka 2;
c) batuan menggunakan angka 3; dan
d) batubara menggunakan angka 4.
2) untuk objek pajak PBB Sektor Lainnya atas masing-masing fasilitas penyimpanan dan pengolahan berlaku ketentuan sebagai berikut:
a) Floating Storage and Offloading (FSO) menggunakan angka 1; 
b) Floating Production System (FPS) menggunakan angka 2; 
c) Floating Processing Unit (FPU) menggunakan angka 3;
d) Floating Storage Unit (FSU) menggunakan angka 4; 
e) Floating Production Storage and Offloading (FPSO) menggunakan angka 5; dan
f) Floating Storage Regasification Unit (FSRU) menggunakan angka 6;
3) untuk objek pajak selain objek pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2) menggunakan angka 0.
n. Kode nomor urut objek pajak yaitu digit ke-14 sampai dengan digit ke-17 sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b angka 3) huruf d) ditentukan sebagai berikut:
1) menggunakan angka 0001 sampai dengan angka 9999 secara berurutan untuk masing-masing subsektor objek pajak pada setiap wilayah dalam KPP; dan
2) dalam hal terdapat penambahan objek pajak baru pada subsektor objek pajak yang sama, objek pajak baru menggunakan nomor urut setelah nomor urut terakhir yang sudah digunakan untuk masing-masing subsektor objek pajak pada setiap wilayah dalam KPP.
o. Kode sektor objek pajak yaitu digit ke-18 sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b angka 3) huruf e) ditentukan sebagai berikut:
1) PBB Sektor Perkebunan menggunakan angka 1;
2) PBB Sektor Perhutanan menggunakan angka 2;
3) PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi menggunakan angka 3;   
4) PBB Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi menggunakan angka 4; 
5) PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara menggunakan angka 5; dan 
6) PBB Sektor Lainnya menggunakan angka 6. 
p. Contoh pemberian kode wilayah provinsi, kode wilayah kabupaten/kota, kode wilayah kecamatan, kode subsektor objek pajak, kode jenis bumi, kode rincian objek dan pemberian NOP untuk suatu objek pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4. Penyesuaian NOP
a. Penyesuaian NOP dilakukan dalam hal terjadi beberapa sebab sebagai berikut:
1) mutasi objek pajak;
2) pembentukan atau penyesuaian daerah; dan
3) perubahan KPP yang mengadministrasikan objek pajak.
b. Mutasi objek pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) merupakan mutasi seluruh objek pajak dari satu subjek pajak kepada satu atau beberapa subjek pajak baru dengan jenis sektor dan subsektor objek pajak yang sama.
c. Penyesuaian NOP karena mutasi objek pajak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 
1) objek pajak yang dilakukan mutasi kepada satu subjek pajak baru tetap menggunakan NOP asal.
2) objek pajak yang dilakukan mutasi kepada beberapa subjek pajak baru berlaku ketentuan:
a) salah satu objek pajak hasil mutasi menggunakan NOP asal; dan
b) seluruh objek pajak hasil mutasi selain objek pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a) menggunakan NOP baru.
d. Penyesuaian NOP karena pembentukan atau penyesuaian daerah sebagaimana pada huruf a angka 2) dilakukan dalam hal terjadi pemekaran daerah, penggabungan daerah dalam satuan wilayah administratif tertentu, dan perubahan kode wilayah.
e. Pemekaran daerah merupakan pemecahan daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota untuk menjadi dua atau lebih daerah baru atau penggabungan dua atau lebih kecamatan dalam kabupaten/kota yang berbeda dalam 1 (satu) provinsi menjadi satu daerah baru.
f. Penggabungan daerah merupakan penggabungan dua daerah kabupaten/kota atau lebih yang bersanding dalam 1 (satu) daerah provinsi menjadi daerah kabupaten/kota yang baru, atau penggabungan dua daerah provinsi atau lebih yang bersanding menjadi daerah provinsi yang baru.
g. Perubahan kode wilayah merupakan perubahan angka pada tabel kode wilayah yang ditentukan oleh unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang informasi perpajakan sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf d.
h. Penyesuaian NOP karena pemekaran daerah sebagaimana dimaksud pada huruf e sehingga mengakibatkan objek pajak berada di dua daerah atau lebih dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 
1) objek pajak yang berada di daerah asal tetap menggunakan NOP asal; dan
2) objek pajak yang berada di daerah hasil pemekaran, menggunakan NOP baru sesuai dengan ketentuan pemberian NOP.
i. Penyesuaian NOP karena penggabungan daerah sebagaimana dimaksud pada huruf f berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal kode wilayah daerah hasil penggabungan menggunakan salah satu kode wilayah daerah yang digabung, berlaku ketentuan sebagai berikut: 
a) objek pajak yang kode wilayah dalam NOP asalnya sudah sesuai dengan kode wilayah daerah hasil penggabungan, menggunakan NOP asal; dan
b) objek pajak yang kode wilayah dalam NOP asalnya tidak sesuai dengan kode wilayah daerah hasil penggabungan, menggunakan NOP baru sesuai ketentuan pemberian NOP; dan
2) dalam hal kode wilayah hasil penggabungan menggunakan kode wilayah baru, objek pajak diberikan NOP baru sesuai ketentuan pemberian NOP.
j. Perubahan KPP yang mengadministrasikan objek pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 3) merupakan perubahan kode KPP tempat objek pajak terdaftar sebagai akibat pemecahan KPP, penggabungan KPP, perubahan wilayah kerja KPP, dan perubahan kode KPP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
k. Penyesuaian NOP karena perubahan KPP yang mengadministrasikan objek pajak dilakukan dengan ketentuan kode KPP pada NOP asal menggunakan kode KPP baru.
5. Penghapusan NOP
Penghapusan NOP merupakan proses penonaktifan NOP dalam basis data PBB karena tidak memenuhi ketentuan sebagai objek pajak berdasarkan keadaan yang sebenarnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

  

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

 

    

 



Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 26 November 2019

DIREKTUR JENDERAL,


ttd


SURYO UTOMO