Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ/2012

  • 02 Maret 2012
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : SE - 07/PJ/2012

TENTANG

RENCANA DAN STRATEGI PEMERIKSAAN TAHUN 2012

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sistem perpajakan Indonesia menganut self assessment system yang berdasarkan sistem tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan yang besar untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Self assessment system akan berjalan dengan baik apabila Wajib Pajak melaksanakan seluruh kewajiban perpajakannya dengan tingkat kepatuhan yang tinggi dan disertai dengan mekanisme penegakan hukum yang optimal oleh Direktorat Jenderal Pajak.


Sebagai salah satu mekanisme penegakan hukum atas self assessment system, Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan. Hal ini diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Agar pemeriksaan, yang merupakan salah satu fungsi penegakan hukum terhadap self assessment system, dapat dilaksanakan dengan optimal maka diperlukan pelaksanaan kegiatan pemeriksaan yang terencana, profesional, sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, berdasarkan fokus dan strategi tertentu, dan menciptakan efek penggentar (deterrent effect).


Berdasarkan pertimbangan tersebut maka Direktur Jenderal Pajak memandang perlu untuk menetapkan rencana dan strategi pemeriksaan tahun 2012 yang selengkapnya adalah sebagai berikut:


I. RENCANA PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
A. Rencana Penerimaan Pajak dari Kegiatan Pemeriksaan
1. Rencana penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan secara nasional untuk tahun 2012 ditetapkan sebesar Rp13.300.000.000.000,00 (tiga belas triliun tiga ratus miliar rupiah).
2. Rencana penerimaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan jumlah realisasi penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan yang terdiri atas:
a. pembayaran SKPKB/SKPKBT/STP hasil pemeriksaan melalui:
1) Surat Setoran Pajak (SSP) oleh Wajib Pajak;
2) SSP yang berasal dari kompensasi utang pajak melalui potongan SPMKP atau melalui transfer pembayaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 dan perubahannya; dan/atau
3) Pemindahbukuan (Pbk) atas SSP;
b. SSP yang digunakan oleh Wajib Pajak dalam rangka mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dan ayat (5) UU KUP.
3. Tidak diperhitungkan sebagai bagian dari realisasi penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan apabila pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a dilakukan oleh Wajib Pajak setelah:
  1. penerbitan Surat Teguran dalam rangka Penagihan Pajak; dan/atau
  2. tindakan Penagihan Seketika dan Sekaligus.
4. Rencana penerimaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 didistribusikan kepada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan dan Kantor Wilayah DJP dengan perincian sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I.
5. Berdasarkan distribusi rencana penerimaan sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I, Kepala Kantor Wilayah DJP harus mendistribusikan rencana penerimaan tersebut kepada setiap Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) yang berada di wilayah kerjanya dan menyampaikan hasil pendistribusian tersebut kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan melalui surat dan melalui surat elektronik (surel) ke alamat perencanaan.Pemeriksaan@pajak.go.id selambat-lambatnya tanggal 30 Maret 2012.
B. Refund Discrepancy
1. Refund Discrepancy merupakan nilai nominal restitusi yang tidak dikabulkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan.
2. Contoh penghitungan Refund Discrepancy adalah sebagai berikut:
  1. Nilai lebih bayar menurut Wajib Pajak adalah Rp10 miliar, sedangkan ketetapan oleh pemeriksa pajak berupa SKPLB sebesar Rp2 miliar, maka nilai refund discrepancy adalah Rp10 miliar - Rp2 miliar = Rp8 miliar.
  2. Nilai lebih bayar menurut Wajib Pajak adalah Rp10 miliar, sedangkan ketetapan oleh pemeriksa pajak berupa SKPN, maka nilai refund discrepancy adalah Rp10 miliar - Rp0 = Rp10 miliar.
  3. Nilai lebih bayar menurut Wajib Pajak adalah Rp10 miliar, sedangkan ketetapan oleh pemeriksa pajak berupa SKPKB sebesar Rp4 miliar, maka nilai refund discrepancy adalah Rp10 miliar - Rp0 = Rp10 miliar.
3. Untuk tahun 2012, nilai realisasi penerimaan dari kegiatan pemeriksaan ditambah dengan refund discrepancy ditargetkan sebesar 2% dari realisasi penerimaan pajak secara nasional (yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak).
C. Standar Prestasi Pemeriksa Pajak dan Rencana Penyelesaian Pemeriksaan
1. Standar prestasi pemeriksa pajak merupakan jumlah minimal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang harus diselesaikan oleh pemeriksa pajak sepanjang tahun 2012.
2. Standar prestasi pemeriksa pajak ditetapkan berdasarkan beban kerja per pemeriksa pajak untuk menyelesaikan 1 (satu) penugasan/Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dengan memperhatikan:
  1. metode dan teknik pengujian yang harus dilakukan oleh pemeriksa pajak;
  2. jenis pemeriksaan;
  3. ruang lingkup pemeriksaan; dan 
  4. segmentasi UP2.
3. Berdasarkan kriteria sebagaimana ditetapkan pada angka 2, standar prestasi pemeriksa pajak untuk tahun 2012 ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 1
Standar Prestasi Pemeriksa

No. UP2 Standar Prestasi per
Pemeriksa (LHP Konversi)
(1) (2) (3)
1
  1. Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan        
  2. KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar
3,77 LHP
2
  1. KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus
  2. Seluruh KPP Madya
5,02 LHP
3 KPP Pratama di lingkungan Kantor Wilayah DJP Papua dan Maluku 6,28 LHP
4 KPP Pratama selain KPP Pratama di lingkungan Kantor Wilayah DJP Papua dan Maluku 7,54 LHP
4. Standar sebagaimana dimaksud pada Tabel 1 ditetapkan dengan menggunakan penghitungan (konversi) sebagai berikut:

Tabel 2
Penghitungan Konversi

No Ruang Lingkup Pemeriksaan Persentase
Konversi
(1) (2) (3)
1 Pemeriksaan all-taxes atas:                     
  1. SPT Tahunan PPh Badan;
  2. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi; atau
  3. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan menyelenggarakan pembukuan
100%
2 Pemeriksaan all-taxes atas SPT Tahunan PPh Orang Pribadi selain SPT Tahunan PPh Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada nomor 1 huruf b dan c 75%
3 Pemeriksaan beberapa jenis pajak atas:                    
  1. Wajib Pajak Badan;
  2. Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi; atau
  3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan menyelenggarakan pembukuan
70%
4 Pemeriksaan beberapa jenis pajak atas Wajib Pajak Orang Pribadi selain Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada nomor 3 huruf b dan huruf c 60%
5 Single-tax SPT Masa PPN 1 (satu) Masa Pajak 30%
6 Single-tax SPT Masa PPN lebih dari 1 (satu) Masa Pajak 60%
7 Single-tax untuk pemeriksaan PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 23/26, atau PPh Final 60%
8 Pemeriksaan dihentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 (LHP sumir) 80%
9 Pemeriksaan untuk tujuan lain yang dilakukan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak (bukan dilakukan oleh Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain) 15%
10 Pemeriksaan sumir lainnya  10%
Keterangan: Pemeriksaan Wajib Pajak lokasi tetap menggunakan dasar konversi pada tabel di atas, yang disesuaikan dengan ruang lingkup pemeriksaannya.
Ilustrasi penghitungan standar prestasi penyelesaian pemeriksaan dijelaskan pada Lampiran II.
5. Berdasarkan standar prestasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan memperhatikan jumlah pemeriksa pajak di seluruh Indonesia, maka rencana penyelesaian pemeriksaan secara nasional untuk tahun 2012 ditetapkan sebanyak 28.483 LHP konversi.
6. Perincian rencana penyelesaian pemeriksaan untuk tahun 2012 untuk masing-masing UP2 di seluruh Indonesia adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Surat Edaran ini.
7. Dalam hal terdapat perubahan jumlah pemeriksa pajak pada suatu UP2, maka rencana penyelesaian pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan/atau angka 6 dapat disesuaikan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
D. Rencana Penyelesaian Tunggakan Pemeriksaan
Terhadap tunggakan pemeriksaan yang SP2-nya terbit sebelum tanggal 3 Mei 2011 dan belum diselesaikan sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Edaran ini, harus diselesaikan selambat-lambatnya tanggal 30 April 2012.
II. STRATEGI PENCAPAIAN RENCANA PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
A. Umum
1. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak.
2. Prioritas penyelesaian pemeriksaan ditentukan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Rutin atas SPT Lebih Bayar Restitusi dan perluasannya yang mempunyai pengaruh kompensasi;
b. Pemeriksaan Rutin atas SPT Lebih Bayar Kompensasi yang segera daluwarsa penetapannya;
c. Pemeriksaan Khusus yang memiliki potensi penerimaan yang signifikan;
d. Pemeriksaan Rutin terkait dengan Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
e. Pemeriksaan Rutin terkait dengan Wajib Pajak Badan yang melakukan penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, pemecahan usaha, pengambilalihan usaha, dan likuidasi/penutupan usaha; dan
f. Pemeriksaan Rutin atas SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi tidak lebih bayar yang memiliki potensi penerimaan signifikan, yang:
1) terdapat transaksi signifikan dengan pihak lain yang memiliki hubungan istimewa;
2) mempunyai pengaruh kompensasi pada tahun-tahun pajak berikutnya; atau
3) kerugiannya terjadi selama 3 (tiga) tahun berturut-turut atau lebih.
B. Fokus Pemeriksaan
1. Agar pelaksanaan pemeriksaan dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian rencana penerimaan dari kegiatan pemeriksaan dan memiliki efek penggentar (deterrent effect) yang optimal, maka perlu ditetapkan fokus pemeriksaan untuk tahun 2012.
2. Fokus pemeriksaan merupakan sektor usaha tertentu atau Wajib Pajak tertentu yang menjadi sasaran utama Pemeriksaan Khusus baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat Kantor Wilayah DJP pada tahun 2012.
3. Fokus pemeriksaan nasional untuk tahun 2012 ditetapkan berdasarkan parameter sebagai berikut:
a. sektor usaha yang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian dan penerimaan pajak;
b. sektor usaha yang  pada tahun 2011 dan tahun-tahun sebelumnya tingkat kepatuhannya masih rendah;
c. sektor usaha yang pada tahun 2012 memiliki kemampuan membayar (ability to pay) yang tinggi; dan
d. sektor usaha atau Wajib Pajak tertentu yang menjadi perhatian publik.
4. Fokus pemeriksaan nasional tahun 2012 untuk Wajib Pajak Badan ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 3
Fokus Pemeriksaan Nasional Wajib Pajak Badan

No. Sektor Usaha Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU)
(1) (2) (3)
1 Kelapa Sawit 01134; 15141
2 Pertambangan 10101;    111**;    112**
3 Media Massa  22120; 64290; 92132
4 Industri Bahan Kimia  24***
5 Industri Pengolahan  26***; 27***
6 Otomotif  341**; 501**; 502**; 503**; 504**
7 Konstruksi  45***
8 Perdagangan Besar (termasuk importir indentor) 51***
9 Bank dan Asuransi  65***; 66***
10 Real Estate 701**
11 Jasa Konsultasi  741**
5. Fokus pemeriksaan nasional tahun 2012 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi ditetapkan sebagai berikut:
  1. Konsultan pajak, pengacara/advokat, dan notaris;
  2. Orang Pribadi yang memiliki keterkaitan dengan Wajib Pajak Badan yang sedang/telah dilakukan pemeriksaan.
6. Selain fokus pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5, fokus pemeriksaan nasional tahun 2012 juga ditetapkan terhadap:
  1. Wajib Pajak yang telah menerima pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C UU KUP; atau
  2. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah yang telah menerima pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN dan PPnBM.
7. Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 6 dilakukan dengan menggunakan prosedur pemeriksaan khusus sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-85/PJ/2011 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
8. Fokus pemeriksaan regional merupakan sektor usaha yang diusulkan oleh setiap Kantor Wilayah DJP sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I.
C. Strategi Pemeriksaan Rutin
1. Kepala Seksi Pemeriksaan harus membuat dan memutakhirkan Daftar Persediaan Wajib Pajak yang akan diusulkan Pemeriksaan Rutin dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-85/PJ/2011 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
2. Kepala Seksi Pemeriksaan tidak perlu mengusulkan Pemeriksaan Rutin atas:
  1. SPT Lebih Bayar Restitusi yang memenuhi kriteria Pasal 17C dan 17D UU KUP dan memilih pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui pengembalian pendahuluan kecuali berdasarkan hasil penelitian Wajib Pajak tidak dapat diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
  2. Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah yang menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (4c) UU PPN dan PPnBM; dan
  3. PKP selain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (4b) UU PPN dan PPnBM, yang mengajukan permohonan pengembalian tidak pada akhir tahun buku.
D. Strategi Pemeriksaan Khusus
1. Kepala UP2 harus mengusulkan dan melaksanakan Pemeriksaan Khusus dengan memperhatikan beban kerja Pemeriksaan Rutin, standar prestasi penyelesaian pemeriksaan, dan rencana penerimaan dari kegiatan pemeriksaan.
2. Untuk UP2 di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya, Kepala UP2 harus menyampaikan usul Pemeriksaan Khusus yang terkait dengan transaksi transfer pricing minimal 5 (lima) usulan pemeriksaan, dan dari usulan tersebut masing-masing UP2 harus melaksanakan pemeriksaan terkait dengan transaksi transfer pricing, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Untuk UP2 di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar dan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, harus melaksanakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) Pemeriksaan Khusus; dan
  2. Untuk KPP Madya harus melaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) Pemeriksaan Khusus.
3. Untuk UP2 di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, dan Kantor Wilayah DJP di Jakarta, Kepala UP2 harus menyampaikan sekurang-kurangnya 1 (satu) usulan Pemeriksaan Khusus terkait dengan transaksi perusahaan dalam satu grup kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya. Kepala Kantor Wilayah DJP selanjutnya harus mengoordinasikan usulan maupun pelaksanaan pemeriksaannya dalam bentuk pemeriksaan simultan dengan melibatkan UP2 terkait.
Jika terdapat pemeriksaan simultan yang melibatkan lebih dari satu Kantor Wilayah DJP maka Kepala Kantor Wilayah DJP yang mengusulkan pemeriksaan simultan harus berkoordinasi dengan Kepala Kantor Wilayah DJP terkait. Jumlah pemeriksaan simultan pada setiap Kantor Wilayah DJP sekurang-kurangnya 1 (satu) pemeriksaan simultan.
4. Usul Pemeriksaan Khusus dilaksanakan dengan mengacu pada ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-85/PJ/2011 tentang Kebijakan Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
5. Usul Pemeriksaan Khusus harus mengacu pada fokus pemeriksaan, baik fokus pemeriksaan nasional maupun fokus pemeriksaan Kantor Wilayah DJP.
6. Usul Pemeriksaan Khusus di luar fokus pemeriksaan hanya dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak:
  1. yang menunjukkan indikasi ketidakpatuhan yang tinggi; dan
  2. terdapat potensi penerimaan pajak yang signifikan.
7. Terkait dengan fokus pemeriksaan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada Romawi II Huruf B angka 5 huruf b, data Wajib Pajak Orang Pibadi yang memiliki keterkaitan dengan Wajib Pajak Badan (20 data dengan nilai terbesar) harus disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III.
Contoh :
  1. Wajib Pajak Badan dilakukan pemeriksaan dan terdapat potensi pajak dari pemegang saham, maka data tersebut harus disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
  2. Wajib Pajak Badan (Perusahaan Asuransi) dilakukan pemeriksaan, kemudian terdapat bukti potong atas penghasilan Agen/Broker/Petugas Dinas Luar, atau Wajib Pajak Orang Pribadi lainnya, misalnya Notaris, maka data tersebut harus disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
  3. Wajib Pajak Badan (Rumah Sakit) dilakukan pemeriksaan, kemudian terdapat bukti potong atas penghasilan Dokter atau Wajib Pajak Orang Pribadi lainnya, maka data tersebut harus disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
  4. Wajib Pajak Badan dilakukan pemeriksaan, kemudian terdapat data misalnya invoice (tagihan) atau bukti kontrak kepada pemasok (supplier) yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi maka data tersebut harus disampaikan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
8. Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan Pemeriksaan Khusus, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dapat menerbitkan instruksi Pemeriksaan Khusus berdasarkan hasil analisis risiko yang dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
9. Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan terkait dengan transfer pricing, Kepala Kantor Wilayah DJP harus membentuk Satuan Tugas Penanganan Transfer Pricing sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-55/PJ/2010 dan perubahannya.
10. Dalam rangka pengendalian mutu pemeriksaan terkait transfer pricing, setiap UP2 yang melakukan koreksi objek pajak sehubungan dengan transaksi transfer pricing sebesar Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) atau lebih, harus menyampaikan koreksi tersebut kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan untuk selanjutnya dilakukan pengendalian mutu oleh Tim Pengendali Mutu Pemeriksaan  Transfer Pricing sebagaimana diatur dalam  Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-120/PJ/2011 dan perubahannya.
11. Dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak khususnya yang melakukan kegiatan ekspor dan/atau impor barang dan/atau jasa, Direktur Jenderal Pajak akan melakukan pemeriksaan secara bersama dengan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
III.  STRATEGI PEMERIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN DALAM RANGKA MELAKSANAKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN
Pemeriksaan untuk tujuan lain merupakan pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka melaksanakan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan tidak dimaksudkan untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak. Untuk tahun 2012, strategi pemeriksaan untuk tujuan lain ditetapkan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan untuk tujuan lain dilaksanakan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak.
2. Dalam hal dipandang perlu, Kepala UP2 dapat membentuk Satuan Tugas Pemeriksaan untuk Tujuan Lain (Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain) untuk melaksanakan pemeriksaan untuk tujuan lain.
3. Jabatan Supervisor dalam Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain dijabat oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak yang telah memenuhi syarat sebagai Supervisor sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-31/PJ/2008 tentang Pedoman Penunjukan Supervisor dan Ketua Tim Pemeriksa Pajak.
4. Pegawai yang dapat ditunjuk sebagai anggota Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain adalah pegawai yang memiliki pengetahuan tentang pemeriksaan dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. untuk Ketua Tim adalah pelaksana dengan ijazah paling rendah Sekolah Menengah Umum/yang sederajat dan berpangkat paling rendah Pengatur Tingkat I (golongan ruang ll/d);
  2. untuk Anggota Tim adalah pelaksana dengan ijazah paling rendah Sekolah Menengah Umum/yang sederajat dan berpangkat paling rendah Pengatur Muda Tingkat I (golongan ruang ll/b).
5. Pegawai yang tidak dapat ditunjuk menjadi anggota Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain adalah Pejabat Eselon IV, Account Representative (AR), Juru Sita Pajak Negara, dan Pejabat Fungsional Penilai.
6. Daftar pegawai yang ditunjuk menjadi anggota Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain dan perubahannya harus disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV.
7. Prioritas penyelesaian pemeriksaan untuk tujuan lain ditetapkan sebagai berikut:
  1. pemeriksaan untuk tujuan lain yang batas waktu penyelesaian pemeriksaannya ditentukan dalam surat instruksi pemeriksaan;
  2. pemeriksaan untuk tujuan lain yang terkait dengan pemberian NPWP dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan, serta penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; dan
  3. pemeriksaan untuk tujuan lain selain tersebut pada huruf a dan huruf b.
8. Dalam hal pada saat pelaksanaan pemeriksaan untuk tujuan lain ditemukan potensi pajak baik untuk tahun yang sedang diperiksa maupun untuk tahun-tahun lainnya, maka potensi tersebut disampaikan secara tertulis kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang terkait untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9. Pemeriksaan untuk tujuan lain harus diselesaikan dalam jangka waktu pemeriksaan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 31 Peraturan Menteri Keuangan nomor 82/PMK.03/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.
IV. MONITORING, EVALUASI, DAN PENGENDALIAN
Dalam rangka memenuhi target Indikator Kinerja Utama dan terlaksananya kegiatan pemeriksaan sesuai dengan rencana dan strategi yang telah ditetapkan maka perlu dilakukan monitoring, evaluasi, dan pengendalian terhadap pelaksanaan rencana dan strategi pemeriksaan. Kegiatan tersebut harus dilakukan baik oleh Kepala UP2, Kepala Kantor Wilayah DJP, maupun Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. Terkait dengan kegiatan tersebut ditetapkan hal-hal sebagai berikut:
1. Kepala Seksi Pemeriksaan bertanggung jawab untuk melakukan perekaman administrasi kegiatan pemeriksaan ke dalam Menu Pemeriksaan pada Sistem Informasi DJP (SIDJP) dan Aplikasi Laporan Pemeriksaan Pajak (ALPP).
2. Dalam hal dipandang perlu, Kepala UP2 dapat menginstruksikan Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak untuk membantu melakukan perekaman administrasi kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1.
3. Dalam rangka meningkatkan kualitas data ALPP, perekaman sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilakukan segera untuk setiap tahapan pemeriksaan yang telah dilaksanakan secara benar dan lengkap.
4. Tahapan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 3 meliputi antara lain: LP2, SP2, ST, LHP, Nota Penghitungan, surat ketetapan pajak, pembayaran surat ketetapan pajak dalam mata uang asing, dan Pbk.
5. Kepala UP2 menggunakan data pada ALPP untuk melakukan pengendalian terhadap kegiatan pelaksanaan pemeriksaan, memastikan pemeriksaan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan memastikan pencapaian rencana yang telah ditetapkan.
6. Kepala KPP harus membuat laporan evaluasi pelaksanaan rencana pemeriksaan yang terdiri dari:
  1. Laporan Bulanan Evaluasi Kegiatan Pemeriksaan (Laporan Penyelesaian Pemeriksaan);
  2. Laporan Bulanan Rekapitulasi Refund Discrepancy dan Penerimaan Hasil Pemeriksaan (Laporan Penerimaan dari Kegiatan Pemeriksaan, dan Laporan Refund Discrepancy dan Penerimaan dari Kegiatan Pemeriksaan);
  3. Laporan Triwulanan Kegiatan Konseling, Analisis Risiko dan Usulan/lnstruksi  Pemeriksaan Khusus terkait Transfer Pricing khusus untuk KPP di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, KPP di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya.
  4. Laporan Triwulanan Hasil Pemeriksaan Dengan Koreksi Transfer Pricing khusus untuk KPP di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, KPP di Lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya.
7. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf a dan b dibuat dengan cara mencetak dari situs ALPP (http://10.254.4.54). Untuk laporan sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf c dan d dibuat sesuai dengan format sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-26/PJ/2011 tentang Sistem, Bentuk, Isi dan Kode Laporan Rutin di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
8. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 7 harus disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya secara bulanan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
9. Dengan menggunakan data pada ALPP, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan Kepala Kantor Wilayah DJP harus melakukan monitoring dan evaluasi secara periodik terhadap pencapaian rencana pemeriksaan dan pelaksanaan strategi pemeriksaan pada wilayah kerja yang menjadi kewenangannya.
10. Berdasarkan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka 9, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan Kepala Kantor Wilayah DJP harus mengambil langkah-langkah strategis dalam rangka mengamankan pencapaian rencana pemeriksaan tahun 2012 sesuai dengan kewenangannya.
11. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan melalui Kepala Sub Direktorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan harus membuat laporan evaluasi dan melakukan pemeringkatan terhadap seluruh UP2 berdasarkan pencapaian rencana pemeriksaan tahun 2012 secara berkala setiap 6 (enam) bulan dan untuk selanjutnya menyampaikan hasil evaluasi tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak dan ditembuskan kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah DJP.
12. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dapat memberikan apresiasi kepada Kantor Wilayah DJP, UP2, Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak, dan/atau Satgas Pemeriksaan Tujuan Lain atas pencapaian kinerja pemeriksaan tahun 2012.

Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.





Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 2 Maret 2012

DIREKTUR JENDERAL,

 

ttd.


A. FUAD RAHMANY

NIP 195411111981121001

 


Tembusan :

  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
  2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji;dan
  3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.