TIMELINE |
---|
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2022
TENTANG
NERACA KOMODITAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 559 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Pasal 5 ayat (7) dan Pasal 6 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan serta dalam rangka penerbitan persetujuan impor komoditas perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 ayat (1) dan pergaraman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan dan menjamin ketersediaan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Neraca Komoditas.
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PRESIDEN TENTANG NERACA KOMODITAS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. | Neraca Komoditas adalah data dan informasi yang memuat situasi konsumsi dan produksi komoditas tertentu untuk kebutuhan penduduk dan keperluan industri dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dan berlaku secara nasional. |
2. | Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. |
3. | Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. |
4. | Rencana Kebutuhan adalah rincian data dan informasi terkait kebutuhan dari suatu komoditas sebagai Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk keperluan industri, Barang Konsumsi, dan komoditas selain digunakan sebagai Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk keperluan industri. |
5. | Rencana Pasokan adalah rincian data dan informasi terkait pasokan dari suatu komoditas yang berasal dari ketersediaan/stok dan/atau hasil produksi. |
6. | Persetujuan Ekspor adalah persetujuan yang digunakan sebagai perizinan di bidang Ekspor. |
7. | Persetujuan Impor adalah persetujuan yang digunakan sebagai perizinan di bidang Impor. |
8. | Bahan Baku adalah bahan mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang dapat diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. |
9. | Bahan Penolong adalah bahan yang digunakan sebagai pelengkap dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang fungsinya sempurna sesuai parameter produk yang diharapkan. |
10. | Barang Konsumsi adalah barang yang digunakan untuk keperluan konsumsi penduduk. |
11. | Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu. |
12. | Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat INSW adalah integrasi sistem secara nasional yang memungkinkan dilakukannya penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron, dan penyampaian keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
13. | Sistem INSW yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan Ekspor dan/atau Impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis. |
14. | Sistem Nasional Neraca Komoditas yang selanjutnya disebut SNANK adalah subsistem dari SINSW untuk proses penyusunan dan pelaksanaan Neraca Komoditas. |
15. | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian. |
Pasal 2
(1) | Neraca Komoditas bertujuan untuk:
|
(2) | Neraca Kornoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai:
|
BAB II
PENYUSUNAN, PENETAPAN, DAN PELAKSANAAN NERACA KOMODITAS
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
Menteri melakukan koordinasi dan pengendalian atas penyusunan, penetapan, dan pelaksanaan Neraca Komoditas.
Pasal 4
(1) | Neraca Komoditas paling sedikit memuat data dan informasi yang lengkap, detail, dan akurat mengenai:
|
(2) | Data dan informasi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
|
(3) | Data dan informasi pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
|
Pasal 5
(1) | Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 disediakan dalam SNANK. |
(2) | SNANK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh lembaga yang melakukan pengelolaan INSW dan penyelenggaraan SINSW. |
Pasal 6
(1) | Penyusunan Neraca Komoditas meliputi:
|
(2) | Penerbitan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang Ekspor dan di bidang Impor dilaksanakan berdasarkan Neraca Komoditas. |
Bagian Kedua
Penyusunan Rencana Kebutuhan
Pasal 7
(1) | Rencana Kebutuhan disusun berdasarkan usulan kebutuhan dari Pelaku Usaha. |
(2) | Usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Pelaku Usaha melalui SNANK. |
(3) | Usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebutuhan untuk tahun berikutnya setelah penetapan Neraca Komoditas. |
Pasal 8
(1) | Usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat rincian data dan informasi mengenal:
|
(2) | Nomor induk berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. |
(3) | Perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) | Kapasitas terpakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat keterangan mengenai klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia dan kapasitas. |
(5) | Rencana produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan realisasi produksi sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e memuat keterangan mengenai:
|
(6) | Rencana Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan realisasi Impor sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g memuat keterangan mengenai:
|
(7) | Rencana penjualan domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dan realisasi penjualan domestik sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i memuat keterangan mengenai:
|
(8) | Rencana Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j dan realisasi Ekspor sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k memuat keterangan mengenai:
|
(9) | Pemenuhan kewajiban/komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l merupakan kewajiban/komitmen yang harus dipenuhi Pelaku Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. |
(10) | Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (8) dicantumkan dalam Persetujuan Ekspor, Persetujuan Impor, pemberitahuan pabean Ekspor, dan pemberitahuan pabean Impor. |
(11) | Pengajuan permohonan usulan kebutuhan dilakukan paling lambat bulan September pada tahun sebelum masa berlaku Neraca Komoditas. |
Pasal 9
(1) | Usulan kebutuhan yang diajukan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) diteruskan dari SNANK ke:
|
(2) | Dalam hal usulan kebutuhan yang diajukan Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) merupakan usulan kebutuhan Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong untuk keperluan industri, usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diteruskan juga dari SNANK ke:
|
(3) | Sistem elektronik kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi standar dan terintegrasi dengan SNANK. |
(4) | Dalam hal sistem elektronik kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) belum terintegrasi, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dapat mengakses data usulan kebutuhan pada SNANK sesuai dengan ketentuan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. |
Pasal 10
(1) | Setelah menerima usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau mengakses usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dapat melakukan verifikasi berdasarkan manajemen risiko. |
(2) | Hasil dari verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat rincian data dan informasi mengenai:
|
(3) | Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi standar SNANK. |
(4) | Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
|
(5) | Pelaksana verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditunjuk oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(6) | Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b dibiayai dari:
|
(7) | Pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dibiayai oleh Pelaku Usaha yang dibayarkan kepada lembaga pelaksana verifikasi independen. |
(8) | Biaya verifikasi yang dibebankan kepada Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b yang dibayarkan kepada unit kerja pada kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas merupakan penerimaan negara bukan pajak yang mengacu pada peraturan perundang-undangan mengenai penerimaan negara bukan pajak. |
(9) | Dalam hal Pelaku Usaha mengajukan usulan kebutuhan untuk 2 (dua) atau lebih komoditas, verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) pelaksana verifikasi. |
Pasal 11
(1) | Rencana Kebutuhan dapat disusun berdasarkan usulan kebutuhan dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas untuk:
|
(2) | Dalam penyusunan Rencana Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dapat berkoordinasi dengan lembaga pemerintah nonkementerian yang membidangi urusan statistik nasional untuk mendapatkan data referensi. |
(3) | Usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebutuhan untuk tahun berikutnya setelah penetapan Neraca Komoditas. |
Pasal 12
(1) | Usulan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) memuat rincian data dan informasi mengenai:
|
(2) | Rencana produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan realisasi produksi sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat keterangan mengenai:
|
Bagian Ketiga
Penetapan Rencana Kebutuhan
Pasal 13
(1) | Menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas atau pejabat yang ditunjuk melakukan penetapan Rencana Kebutuhan. |
(2) | Penetapan Rencana Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat bulan Oktober pada tahun sebelum masa berlaku Neraca Komoditas. |
(3) | Penetapan Rencana Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri melalui SNANK. |
Bagian Keempat
Penyusunan Rencana Pasokan
Pasal 14
(1) | Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas menyusun Rencana Pasokan. |
(2) | Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari data dan informasi produksi pada tahun berikutnya setelah penetapan Neraca Komoditas dan ketersediaan/stok pada tahun sebelum masa berlaku Neraca Komoditas. |
(3) | Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil verifikasi kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dan memenuhi standar SNANK. |
(4) | Dalam penyusunan Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dapat berkoordinasi dengan lembaga pemerintah nonkementerian yang membidangi urusan statistik nasional untuk mendapatkan data referensi. |
(5) | Dalam hal Rencana Pasokan merupakan data dan informasi dari Pelaku Usaha pada:
|
(6) | Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rincian data dan informasi mengenai:
|
(7) | Identitas Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a meliputi:
|
Bagian Kelima
Penetapan Rencana Pasokan
Pasal 15
(1) | Menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas melakukan penetapan Rencana Pasokan. |
(2) | Penetapan Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat bulan Oktober pada tahun sebelum masa berlaku Neraca Komoditas. |
(3) | Penetapan Rencana Pasokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri melalui SNANK. |
Bagian Keenam
Penetapan Neraca Komoditas
Pasal 16
(1) | Pengelola SNANK melakukan kompilasi data dan informasi penetapan Rencana Kebutuhan dan penetapan Rencana Pasokan yang akan ditetapkan sebagai Neraca Komoditas. |
(2) | Penetapan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
(3) | Penetapan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan atas:
|
(4) | Dalam rangka ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga, penetapan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat berupa penugasan kepada badan usaha milik negara. |
(5) | Penetapan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan untuk komoditas selain komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(6) | Rapat koordinasi tingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dihadiri oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, dan/atau menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait atau diwakili oleh pejabat yang ditunjuk untuk mewakili dan diberikan kewenangan untuk dan atas nama menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian. |
(7) | Penetapan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat minggu pertama bulan Desember pada tahun sebelum masa berlaku Neraca Komoditas. |
(8) | Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun takwim. |
Bagian Ketujuh
Penerbitan Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha di Bidang Ekspor dan di Bidang Impor berdasarkan Neraca Komoditas
Pasal 17
Pelaku Usaha mengajukan permohonan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang Ekspor dan di bidang Impor kepada menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait melalui SNANK.
Pasal 18
(1) | Permohonan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang Ekspor dan di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 yang berupa Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. |
(2) | Pengajuan permohonan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah Neraca Komoditas ditetapkan. |
(3) | Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan menerbitkan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Neraca Komoditas melalui SNANK. |
(4) | Masa berlaku Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan masa berlaku Neraca Komoditas. |
(5) | Penerbitan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga mempertimbangkan persyaratan lain yang tertuang dalam norma, standar, persyaratan, dan kriteria perizinan berusaha di bidang perdagangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(6) | Apabila permohonan Persetujuan Ekspor atau Persetujuan Impor telah lengkap, namun Persetujuan Ekspor atau Persetujuan Impor belum diterbitkan dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dilakukan penerbitan Persetujuan Ekspor atau Persetujuan Impor secara otomatis melalui SNANK. |
Pasal 19
Permohonan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang Ekspor dan di bidang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 selain Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, diajukan kepada menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
(1) | Dalam hal barang Impor diperkirakan tiba di Indonesia melewati masa berlaku Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4), Pelaku Usaha mengajukan permohonan perpanjangan Persetujuan Impor sebelum masa berlaku berakhir dengan melampirkan bukti barang dimuat pada alat angkut dari negara asal paling lambat tanggal 31 Desember pada saat masa berlaku Neraca Komoditas. |
(2) | Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi Bill of Lading (B/L) atau Air Way Bill (AWB). |
(3) | Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan menerbitkan perpanjangan Persetujuan Impor berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan masa berlaku paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak masa berlaku Neraca Komoditas berakhir. |
BAB III
PERUBAHAN NERACA KOMODITAS
Pasal 21
(1) | Dalam kondisi tertentu yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi perhitungan data kebutuhan dan pasokan nasional, Neraca Komoditas dapat dilakukan perubahan. |
(2) | Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Penetapan bencana alam dan bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) | Investasi baru, program prioritas pemerintah, dan/atau kondisi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e diusulkan oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, atau menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait kepada Menteri. |
Pasal 22
(1) | Dalam hal akan dilakukan perubahan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas menyampaikan usulan perubahan Neraca Komoditas melalui SNANK. |
(2) | Perubahan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) ditetapkan berdasarkan:
|
(3) | Rapat koordinasi tingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dihadiri oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, dan/atau menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait atau diwakili oleh pejabat yang ditunjuk untuk mewakili dan diberikan kewenangan untuk dan atas nama menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian. |
Pasal 23
(1) | Dalam hal terdapat perubahan Neraca Komoditas yang mencakup data:
|
(2) | Perubahan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau huruf c yang terkait dengan kelengkapan dokumen kekarantinaan untuk komoditas tertentu, dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan teknis dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas melalui SNANK. |
Pasal 24
Penetapan perubahan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 berlaku sesuai masa berlaku Neraca Komoditas tahun berjalan.
Pasal 25
(1) | Dalam hal terdapat perubahan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pelaku Usaha dapat mengajukan permohonan perubahan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan melalui SNANK. |
(2) | Pengajuan permohonan perubahan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah perubahan Neraca Komoditas ditetapkan. |
(3) | Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan menerbitkan perubahan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan Neraca Komoditas melalui SNANK. |
(4) | Penerbitan perubahan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), selain berdasarkan Neraca Komoditas juga mempertimbangkan persyaratan lain yang tertuang dalam norma, standar, persyaratan, dan kriteria perizinan berusaha di bidang perdagangan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Masa berlaku perubahan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan masa berlaku Neraca Komoditas. |
(6) | Pengajuan permohonan perubahan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB IV
INTEGRASI DATA DAN HAK AKSES
Bagian Kesatu
Integrasi Data
Pasal 26
(1) | Untuk integrasi data, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menyampaikan data realisasi Ekspor dan Impor kepada menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, dan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait melalui SNANK. |
(2) | Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan menyampaikan data Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor kepada menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait melalui SNANK. |
Bagian Kedua
Hak Akses
Pasal 27
(1) | Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, dan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait mendapatkan hak akses Neraca Komoditas pada SNANK. |
(2) | Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk untuk mewakili dan diberikan kewenangan untuk dan atas nama Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, atau menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait. |
(3) | Pemberian dan pendelegasian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mempertimbangkan prinsip kerahasiaan dan keamanan dokumen negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) | Menteri dapat melakukan evaluasi terhadap penggunaan hak akses sesuai prinsip kerahasiaan dan keamanan dokumen negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
BAB V
KONDISI SISTEM NASIONAL NERACA KOMODITAS DAN/ATAU SISTEM ELEKTRONIK TIDAK BERFUNGSI
Pasal 28
(1) | Dalam hal SNANK dan/atau sistem elektronik kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian tidak berfungsi paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam, penyusunan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dilaksanakan melalui sistem elektronik lainnya yang dikembangkan oleh pengelola SNANK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). |
(2) | Kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat pemberitahuan dari pengelola SNANK. |
(3) | Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha:
|
(4) | Dalam hal kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, pengelola SNANK:
|
BAB VI
PENAHAPAN PENETAPAN NERACA KOMODITAS, PEMBINA SEKTOR KOMODITAS, SERTA MONITORING DAN EVALUASI
Bagian Kesatu
Penahapan Penetapan Neraca Komoditas
Pasal 29
(1) | Penetapan komoditas yang penerbitan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impornya dilaksanakan berdasarkan Neraca Komoditas dilakukan secara bertahap. |
(2) | Penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan pada tahun 2021 terdiri atas komoditas:
|
(3) | Penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan pada tahun 2022 terdiri atas komoditas selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
Bagian Kedua
Pembina Sektor Komoditas
Pasal 30
(1) | Penetapan Rencana Kebutuhan dan Rencana Pasokan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. |
(2) | Dalam hal ketentuan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha suatu komoditas berada pada lebih dari 1 (satu) kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas, penetapan Rencana Kebutuhan dan Rencana Pasokan dilakukan oleh 1 (satu) kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas yang ditunjuk. |
(3) | Penunjukan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian pembina sektor komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri. |
Bagian Ketiga
Monitoring dan Evaluasi
Pasal 31
(1) | Menteri bersama dengan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan monitoring dan evaluasi atas penyusunan Neraca Komoditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. |
(2) | Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali atau sewaktu-waktu dalam hal diperlukan. |
Pasal 32
Dalam hal diperlukan untuk menunjang penyempurnaan Neraca Komoditas, Menteri dapat mengurangi atau menambah elemen data yang dibutuhkan pada rincian data dan informasi Neraca Komoditas berdasarkan usulan kementerian/lembaga atau Pelaku Usaha.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 33
(1) | Pelaksanaan penerbitan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor berdasarkan Neraca Komoditas dikecualikan bagi komoditas yang belum tersedia Neraca Komoditasnya. |
(2) | Terhadap komoditas yang belum tersedia Neraca Komoditasnya, penerbitan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha berupa rekomendasi Ekspor dan Impor dilakukan melalui SNANK dalam hal:
|
(3) | Penerbitan rekomendasi Ekspor dan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan usulan kebutuhan dari Pelaku Usaha yang meliputi data dan informasi mengenai:
|
(4) | Dalam hal Neraca Komoditas belum tersedia, penerbitan Persetujuan Ekspor dan Persetujuan Impor dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan data yang tersedia melalui SNANK. |
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:
a. | dalam hal suatu komoditas telah ditetapkan Neraca Komoditasnya, perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha berupa rekomendasi Ekspor dan Impor yang diatur di masing-masing sektor dalam peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko dinyatakan tidak berlaku; dan |
b. | perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha berupa rekomendasi Ekspor dan Impor, Persetujuan Ekspor, dan Persetujuan Impor untuk komoditas tertentu yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini, dinyatakan tetap berlaku sampai masa berlakunya habis. |
Pasal 35
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Neraca Komoditas yang telah ditetapkan untuk tahun 2021 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dapat dilaksanakan dan dinyatakan berlaku.
Pasal 36
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Februari 2022
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 Februari 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY