TIMELINE |
---|
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 62 TAHUN 2022
TENTANG
OTORITA IBU KOTA NUSANTARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (7) dan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Otorita Ibu Kota Nusantara.
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PRESIDEN TENTANG OTORITA IBU KOTA NUSANTARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. | Ibu Kota Negara adalah Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. |
2. | Ibu Kota Negara bernama Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. |
3. | Presiden adalah Presiden Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
4. | Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
5. | Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara adalah pemerintahan daerah yang bersifat khusus yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Ibu Kota Nusantara. |
6. | Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai Otorita Ibu Kota Nusantara adalah pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. |
7. | Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. |
8. | Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah wakil kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang bertugas membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
9. | Sekretariat Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai Sekretariat Otorita Ibu Kota Nusantara adalah salah satu perangkat Otorita Ibu Kota Nusantara. |
10. | Sekretaris Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut sebagai Sekretaris Otorita Ibu Kota Nusantara adalah unsur pembantu pimpinan Otorita Ibu Kota Nusantara. |
11. | Deputi Otorita Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut Deputi adalah unsur pembantu pimpinan Otorita Ibu Kota Nusantara. |
12. | Kepala Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita Ibu Kota Nusantara adalah pimpinan Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita Ibu Kota Nusantara. |
13. | Pemerintah Daerah adalah kepala daerah unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. |
14. | Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. |
15. | Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu yang merupakan uraian lebih lanjut dari Rencana Induk Ibu Kota Nusantara. |
16. | Daerah Mitra adalah kawasan tertentu di Pulau Kalimantan yang dibentuk dalam rangka pembangunan dan pengembangan superhub ekonomi Ibu Kota Nusantara, yang bekerja sama dengan Otorita Ibu Kota Nusantara, dan ditetapkan melalui Keputusan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
17. | Badan Usaha Otorita Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut Badan Usaha Otorita adalah badan usaha milik negara yang kuasa pemegang sahamnya diberikan kepada Otorita Ibu Kota Nusantara, badan usaha yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Otorita Ibu Kota Nusantara, dan/atau badan usaha berbentuk perseroan terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. |
18. | Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha dalam rangka pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disebut KPBU IKN adalah kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dalam rangka pendanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dengan mengacu pada spesifikasi layanan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh menteri, kepala lembaga, direksi badan usaha milik negara, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak. |
19. | Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang selanjutnya disebut PJPK adalah menteri, kepala lembaga, direksi badan usaha milik negara, dan/atau Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
20. | Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara, untuk menjalankan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan kewenangan yang bersifat mengatur dan mengikat secara umum. |
22. | Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. |
23. | Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. |
24. | Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ASN. |
BAB II
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI
Pasal 2
Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan lembaga setingkat kementerian yang bertanggung jawab pada kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Pasal 3
(1) | Otorita Ibu Kota Nusantara mempunyai tugas melaksanakan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, dan pengembangan Ibu Kota Nusantara serta Daerah Mitra. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otorita Ibu Kota Nusantara menyelenggarakan fungsi:
|
BAB III
STRUKTUR ORGANISASI OTORITA IBU KOTA NUSANTARA
Bagian Kesatu
Struktur Organisasi
Pasal 4
(1) | Otorita Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. | ||||||
(2) | Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan pejabat pembina kepegawaian | ||||||
(3) | Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dibantu oleh perangkat Otorita Ibu Kota Nusantara. | ||||||
(4) | Perangkat Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
|
||||||
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan pengisian jabatan pada perangkat Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
Pasal 5
(1) | Dalam rangka efektivitas pelaksanaan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, unsur dalam perangkat Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) diisi oleh Pegawai ASN. |
(2) | Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. |
(3) | PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat beralih status menjadi pegawai Otorita Ibu Kota Nusantara atau penugasan dari instansi induknya. |
(4) | Dalam hal PNS dengan status penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhenti atau telah berakhir masa baktinya, PNS yang bersangkutan kembali kepada instansi induknya apabila belum mencapa1 masa pens1un. |
(5) | PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diberhentikan dengan hormat diberi hak-hak kepegawaian sesuai ketentuan peraturan perundang undangan |
Pasal 6
(1) | Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dapat dipekerjakan dalam bidang tugas khusus sesuai dengan keahliannya. |
(2) | Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diangkat dan berhentikan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
Pasal 7
Ketentuan mengenai syarat pengangkatan dan pemberhentian ASN di lingkungan Otorita Ibu Kota Nusantara diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
Pasal 8
(1) | Untuk pertama kalinya, pemenuhan sumber daya manusia dalam posisi Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Otorita Ibu Kota Nusantara dilaksanakan berdasarkan penugasan/penunjukan oleh Presiden berdasarkan usulan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(2) | Penugasan/penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali sampai dengan 5 (lima) tahun berikutnya yang disesuaikan dengan kebutuhan Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(3) | Untuk pertama kalinya, pemenuhan kebutuhan Jabatan Administrator dan fungsional di tahap awal dilaksanakan berdasarkan penunjukan dan pengangkatan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) | Penugasan/penunjukan sebagaimana ayat (3) berlaku sampai dengan 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali sampai dengan 5 (lima) tahun berikutnya yang disesuaikan dengan kebutuhan Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(5) | Pemenuhan kebutuhan pengisian jabatan dalam Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) untuk selanjutnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Bagian Kedua
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara
Pasal 9
(1) | Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. |
(2) | Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam masa jabatan yang sama. |
(3) | Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Presiden sebelum masa jabatannya berakhir. |
Pasal 10
(1) | Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara mempunyai tugas memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(2) | Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara mempunyai tugas membantu Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dalam memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(3) | Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara bertanggung jawab kepada Presiden. |
Bagian Ketiga
Sekretariat Otorita Ibu Kota Nusantara
Pasal 11
(1) | Sekretariat Otorita Ibu Kota Nusantara mempunyai tugas untuk melaksanakan koordinasi pelaksanaan program dan kegiatan, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi, serta tata kelola organisasi kepada seluruh unsur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara. | ||||||||||||||
(2) | Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sekretariat Otorita Ibu Kota Nusantara mempunyai fungsi:
|
||||||||||||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan struktur Sekretariat Otorita Ibu Kota Nusantara diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
Pasal 12
(1) | Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Sekretariat Otorita Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Sekretaris Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(2) | Sekretaris Otorita Ibu Kota Nusantara berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(3) | Sekretaris Otorita Ibu Kota Nusantara ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden berdasarkan usulan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
Bagian Keempat
Deputi Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara
Pasal 13
(1) | Deputi mempunyai tugas membantu Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dalam melaksanakan kewenangannya pada kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. | ||||||||||||||||||||
(2) | Dalam melaksanakan tugas membantu Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Deputi melaksanakan fungsi, antara lain:
|
||||||||||||||||||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
Pasal 14
(1) | Deputi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(2) | Deputi ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden berdasarkan usulan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(3) | Penentuan jumlah Deputi didasarkan pada analisis organisasi dan beban kerja. |
(4) | Paling sedikit 2 (dua) Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diutamakan dari unsur masyarakat lokal di Kalimantan Timur. |
Pasal 15
(1) | Masing-masing Deputi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dibantu oleh paling banyak 3 (tiga) Direktur. |
(2) | Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas membantu Deputi dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggungjawabnya. |
(3) | Dalam melaksanakan tugasnya, Direktur berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Deputi. |
(4) | Direktur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi Direktur diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
Bagian Kelima
Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita Ibu Kota Nusantara
Pasal 16
(1) | Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita Ibu Kota Nusantara mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan advokasi hukum, menyusun perjanjian, menyusun peraturan dalam lingkup Otorita Ibu Kota Nusantara, menyelenggarakan pengawasan internal, koordinasi supervisi pemenuhan kepatuhan, serta pencegahan pelanggaran di lingkungan Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita Ibu Kota Nusantara mempunyai fungsi:
|
||||||||||||||||||||||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan struktur Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita Ibu Kota Nusantara diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
Pasal 17
(1) | Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Kepala Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(2) | Kepala Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita Ibu Kota Nusantara berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(3) | Kepala Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita Ibu Kota Nusantara ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden berdasarkan usulan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
Bagian Keenam
Tata Kerja
Pasal 18
Ketentuan mengenai tata kerja, program dan kegiatan, perangkat serta pegawai Otorita Ibu Kota Nusantara diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
Bagian Ketujuh
Hak Keuangan dan Fasilitas
Pasal 19
(1) | Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat menteri. |
(2) | Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat wakil menteri. |
(3) | Ketentuan mengenai hak keuangan dan fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan hak keuangan dan fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden. |
(4) | Ketentuan mengenai hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Sekretaris Otorita Ibu Kota Nusantara, Deputi, Kepala Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita Ibu Kota Nusantara, serta Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diatur dalam Peraturan Presiden. |
(5) | Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi pegawai dalam struktur organisasi Otorita Ibu Kota Nusantara ditetapkan dengan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara setelah mendapatkan persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. |
BAB IV
DEWAN PENASIHAT OTORITA IBU KOTA NUSANTARA
Pasal 20
(1) | Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, dapat dibentuk Dewan Penasihat Otorita Ibu Kota Nusantara. |
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Presiden. |
BAB V
PELAKSANAAN KEGIATAN PERSIAPAN, PEMBANGUNAN, DAN PEMINDAHAN IBU KOTA NEGARA, SERTA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBU KOTA NUSANTARA
Bagian Kesatu
Pendanaan dan Anggaran
Pasal 21
(1) | Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan pemegang kuasa pengelolaan keuangan di Ibu Kota Nusantara dan berkedudukan sebagai pengguna anggaran/barang dan/atau pengelola pendapatan dan belanja Ibu Kota Nusantara, serta kekayaan/barang milik Ibu Kota Nusantara. |
(2) | Otorita Ibu Kota Nusantara mengelola pendanaan yang berkaitan dengan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, dan pengembangan Ibu Kota Nusantara serta Daerah Mitra. |
(3) | Pengelolaan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pendanaan dan pengelolaan anggaran dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. |
Bagian Kedua
Penyediaan Infrastruktur dan Pengadaan Barang/Jasa Lainnya
Pasal 22
(1) | Penyediaan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa yang lainnya dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. | ||||||||||||||||
(2) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otorita Ibu Kota Nusantara dapat menggunakan kekhususan dalam penyediaan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa yang lainnya. | ||||||||||||||||
(3) | Kekhususan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
||||||||||||||||
(4) | Sumber daya manusia pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri atas:
|
||||||||||||||||
(5) | Sumber daya manusia pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a berkedudukan di unit yang memiliki tugas menyelenggarakan dukungan penyediaan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa yang lainnya. | ||||||||||||||||
(6) | Jenis pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilaksanakan secara terintegrasi berupa:
|
||||||||||||||||
(7) | Strategi pemaketan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dapat berupa penyediaan bahan baku, material, dan/atau barang/peralatan oleh pemilik pekerjaan (supplied by owner). | ||||||||||||||||
(8) | Metode pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d terdiri atas:
|
||||||||||||||||
(9) | Jenis kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e meliputi:
|
||||||||||||||||
(10) | Penyediaan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa yang lainnya sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat dilakukan dengan kontrak tahun jamak untuk pengadaan yang lingkup penyelesaian pekerjaannya membebani lebih dari 1 (satu) tahun anggaran sampai dengan 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. | ||||||||||||||||
(11) | Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan kontrak tahun jamak sebagaimana dimaksud ayat (10) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. | ||||||||||||||||
(12) | Dalam rangka pemberdayaan pelaku usaha lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f, pelaku usaha non-kecil yang berasal dari luar Pulau Kalimantan wajib melakukan kerja sama usaha dengan pelaku usaha lokal dengan skala usaha kecil di Pulau Kalimantan dalam bentuk kemitraan, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya. | ||||||||||||||||
(13) | Pemberdayaan kepada pelaku usaha lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dikecualikan untuk paket pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh pelaku usaha lokal. | ||||||||||||||||
(14) | Penggunaan tenaga kerja dan material lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g dilakukan dengan mengutamakan penggunaan tenaga kerja dan/atau material lokal. | ||||||||||||||||
(15) | Penyediaan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa yang lainnya di lingkup Otorita Ibu Kota Nusantara dilaksanakan dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup dan/atau berkelanjutan serta karakteristik pembangunan dan pengembangan Ibu Kota Nusantara. | ||||||||||||||||
(16) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyediaan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa yang lainnya dengan kekhususan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sampai dengan huruf g diatur dalam peraturan kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. | ||||||||||||||||
(17) | Peraturan kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (16) wajib diundangkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah Peraturan Presiden ini diundangkan. | ||||||||||||||||
(18) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyediaan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa yang lainnya dengan kekhususan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h diatur dalam peraturan kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah berdasarkan kebutuhan Otorita Ibu Kota Nusantara yang didukung dengan kajian internal Otorita Ibu Kota Nusantara. |
Pasal 23
(1) | Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta memenuhi nilai keekonomian sesuai dengan praktik bisnis yang sehat, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dapat mengajukan pengaturan penyediaan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa yang lainnya yang diatur tersendiri dengan Peraturan Presiden. |
(2) | Dalam menyusun peraturan sebagaimana dimaksud ayat (1), Otorita Ibu Kota Nusantara berkonsultasi dengan lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. |
(3) | Sistem pengadaan barang/jasa Otorita Ibu Kota Nusantara berdasarkan pengaturan penyediaan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa yang lainnya yang diatur tersendiri sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib terintegrasi dengan Sistem Pengadaan Barang/Jasa Nasional yang dikelola oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. |
Pasal 24
(1) | Kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah dapat melaksanakan penyediaan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa yang lainnya dengan kekhususan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), dengan ketentuan:
|
||||
(2) | Dalam hal kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah melaksanakan penyediaan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa yang lainnya dengan kekhususan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. | ||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
Bagian Ketiga
Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Ibu Kota Nusantara
Pasal 25
(1) | Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara bertindak sebagai PJPK skema KPBU IKN dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. | ||||
(2) | Skema KPBU IKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pendanaan dan pengelolaan anggaran dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara. | ||||
(3) | Menteri/kepala lembaga terkait dapat bertindak sebagai PJPK dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, apabila Otorita Ibu Kota Nusantara belum beroperasi. | ||||
(4) | Pada saat Otorita Ibu Kota Nusantara telah beroperasi, menteri/kepala lembaga yang bertindak sebagai PJPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
|
||||
(5) | Dalam hal menteri/kepala lembaga tetap melanjutkan hak dan kewajibannya sebagai PJPK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, kegiatan KPBU IKN yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga tersebut dikoordinasikan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. | ||||
(6) | Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melimpahkan kewenangannya sebagai PJPK kepada Badan Usaha Otorita. | ||||
(7) | Dalam hal terdapat penjaminan pemerintah untuk proyek KPBU IKN, kewenangan penandatanganan perjanjian regres tetap berada pada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan tidak termasuk kewenangan yang dapat dilimpahkan kepada Badan Usaha Otorita sebagaimana dimaksud pada ayat (6). |
Bagian Keempat
Kerja Sama Otorita Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra Ibu Kota Nusantara
Pasal 26
(1) | Dalam rangka pembangunan dan pengembangan superhub ekonomi Ibu Kota Nusantara, Otorita Ibu Kota Nusantara dapat bekerja sama dengan Daerah Mitra yang berlokasi di Pulau Kalimantan. |
(2) | Daerah Mitra ditetapkan oleh Keputusan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara berdasarkan kriteria dan pertimbangan yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, dan peraturan perundang-undangan mengenai Ibu Kota Negara. |
(3) | Otorita Ibu Kota Nusantara dan Daerah Mitra dapat berkolaborasi dan bersinergi dengan daerah lain yang telah berkembang sebelumnya di wilayah Pulau Kalimantan dan wilayah lainnya di Indonesia. |
BAB VI
PEMBENTUKAN PERATURAN KEPALA OTORITA IBU KOTA NUSANTARA
Pasal 27
(1) | Sekretaris Otorita Ibu Kota Nusantara mengajukan usulan pembentukan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dengan disertai konsepsi yang meliputi:
|
||||||||||||
(2) | Dalam hal Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menyetujui usulan pembentukan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sekretaris Otorita Ibu Kota Nusantara berkoordinasi dengan Kepala Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita Ibu Kota Nusantara untuk menyusun rancangan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. | ||||||||||||
(3) | Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah tanggal persetujuan usulan pembentukan Peraturan Kepala Otorita oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. | ||||||||||||
(4) | Dalam melakukan penyusunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita Ibu Kota Nusantara dapat mengikutsertakan kementerian dan/atau lembaga terkait, ahli hukum, praktisi, akademisi, dan/atau pihak lain yang memahami substansi yang akan diatur dalam rancangan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara. |
Pasal 28
Pembentukan peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
BADAN USAHA OTORITA IBU KOTA NUSANTARA
Pasal 29
(1) | Badan Usaha Otorita didirikan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Otorita Ibu Kota Nusantara dalam melakukan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, dan pengembangan Ibu Kota Nusantara serta Daerah Mitra. |
(2) | Pelaksanaan kegiatan Badan Usaha Otorita berpedoman pada perencanaan dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, dan ketentuan peraturan perundang undangan mengenai Ibu Kota Negara. |
(3) | Badan Usaha Otorita dapat berperan sebagai pengembang utama (master developer) dan/atau membentuk anak perusahaan sesuai dengan kebutuhan bisnis dan layanan dalam rangka kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dan pengembangan Ibu Kota Nusantara serta Daerah Mitra. |
Pasal 30
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian Badan Usaha Otorita dan/atau anak perusahaan Badan Usaha Otorita apabila dapat membuktikan:
a. | kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; |
b. | telah melaksanakan tugas dan fungsinya dengan itikad baik dan kehati-hatian sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya; |
c. | tidak memiliki benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung; |
d. | tidak memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah. |
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut terkait dengan rapat umum pemegang saham, dewan komisaris, direksi, anggaran dasar, pembinaan dan pengawasan, perencanaan, operasional, penggunaan laba, anak perusahaan, dan hal lain-lain mengenai Badan Usaha Otorita diatur dalam Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
BAB VIII
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 32
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, peran serta masyarakat di Ibu Kota Nusantara dapat dilaksanakan melalui forum musyawarah masyarakat.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 diatur oleh Otorita Ibu Kota Nusantara.
BAB IX
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN PERSIAPAN, PEMBANGUNAN, DAN PEMINDAHAN IBU KOTA NEGARA
Pasal 34
Dalam rangka kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menyampaikan laporan pelaksanaan kepada Presiden setiap 2 (dua) bulan sekali atau sewaktu-waktu diperlukan.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 April 2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 April 2022 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO |
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 102