Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.06/2010

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 98/PMK.06/2010

TENTANG

PENILAIAN KEKAYAAN YANG DIKUASAI NEGARA
BERUPA SUMBER DAYA ALAM
  
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa dalam rangka mengoptimalkan sumber daya alam yang merupakan salah satu kekayaan yang dikuasai negara, perlu dilakukan pengelolaan secara baik dan akuntabel;
  2. bahwa dalam mewujudkan pengelolaan kekayaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mempunyai kewenangan untuk menetapkan kebijakan mengenai penilaian kekayaan yang dikuasai negara berupa sumber daya alam;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penilaian Kekayaan Yang Dikuasai Negara Berupa Sumber Daya Alam;

 

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355),
  3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi, Dan Tata Kerja Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;
  4. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENILAIAN KEKAYAAN YANG DIKUASAI NEGARA BERUPA SUMBER DAYA ALAM.


 

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

  1. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  2. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
  3. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
  4. Kantor Pusat adalah Kantor Pusat Direktorat Jenderal.
  5. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal.
  6. Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.
  7. Penilaian adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh Penilai untuk memberikan suatu opini nilai yang didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu pada objek tertentu pada saat tanggal Penilaian.
  8. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
  9. Gas Bumi adalah proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi.
  10. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
  11. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan.
  12. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
  13. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
  14. Pemohon Penilaian adalah pihak-pihak yang mengajukan permohonan Penilaian.
  15. Penilai Internal adalah Penilai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah yang diangkat oleh kuasa Menteri Keuangan yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Penilaian secara independen.
  16. Penilai Internal di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut Penilai Direktorat Jenderal, adalah penilai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal yang diangkat oleh kuasa Menteri yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab melakukan Penilaian secara independen.
  17. Penilai Eksternal adalah penilai selain Penilai Internal, yang mempunyai izin praktik Penilaian dan menjadi anggota asosiasi Penilaian yang diakui oleh Kementerian Keuangan.
  18. Basis Data adalah kumpulan data dan informasi pendukung lainnya yang berkaitan dengan Penilaian kekayaan yang dikuasai negara berupa sumber daya alam yang disimpan dalam media penyimpanan data.

 

BAB II
RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 2

(1) Peraturan Menteri Keuangan ini mengatur pelaksanaan Penilaian kekayaan yang dikuasai negara berupa sumber daya alam yang dilakukan oleh Penilai Direktorat Jenderal.
(2) Pelaksanaan Penilaian oleh Penilai Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam Tim Penilai Direktorat Jenderal.
(3) Pelaksanaan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat didampingi oleh tenaga ahli di bidang sumber daya alam.

  


Pasal 3

Sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi semua kekayaan alam baik berupa benda mati maupun benda hidup yang berada di bumi, yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.


 

Bagian Kedua
Objek Penilaian

Pasal 4

Sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang menjadi objek Penilaian adalah:

  1. Minyak Bumi;
  2. Gas Bumi;
  3. Panas Bumi;
  4. Mineral;
  5. Batubara;
  6. Hutan.

 

Bagian Ketiga
Tujuan Penilaian

Pasal 5

(1) Penilaian Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral, dan Batubara dilakukan dalam rangka:
  1. pemanfaatan;
  2. pengusahaan; dan/atau
  3. perkiraan potensi.
(2) Penilaian Hutan dilakukan dalam rangka
  1. pemanfaatan;
  2. penggunaan; dan/atau
  3. perkiraan nilai ekonomi.

 


Pasal 6

(1) Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan dengan tujuan menentukan nilai wajar.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c dilakukan dengan tujuan menentukan nilai ekonomi.


Pasal 7

(1) Nilai wajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) merupakan perkiraan jumlah uang pada tanggal Penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli, hasil penukaran, atau penyewaan suatu aset, antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berminat menjual atau antara penyewa yang berminat menyewa dan pihak yang berminat menyewakan dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak dalam waktu yang cukup, kedua pihak masing-masing mengetahui kegunaan aset tersebut, bertindak hati-hati, dan tanpa paksaan.
(2) Nilai ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) merupakan nilai yang diperoleh dari:
  1. Nilai Guna, yang merupakan nilai atas pemanfaatan secara fisik, baik langsung maupun tidak langsung atas Hutan; dan/atau
  2. Nilai Selain Nilai Guna, yang merupakan nilai yang mencerminkan keberlanjutan akan fungsi dan/atau manfaat Hutan.


BAB III
PERMOHONAN PENILAIAN

Pasal 8

(1) Permohonan Penilaian disampaikan oleh Pemohon Penilaian secara tertulis kepada Direktur Jenderal, disertai dengan data dan informasi objek Penilaian.
(2) Pemohon Penilaian berasal dari:
  1. pengelola sektoral di bidang energi dan mineral, untuk Penilaian Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral dan Batubara; atau
  2. pengelola sektoral di bidang kehutanan, untuk Penilaian di bidang kehutanan.
(3) Permohonan Penilaian dapat diajukan oleh Pemohon Penilaian selain dari Pemohon Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

 


Pasal 9

Data dan informasi objek Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) meliputi:

  1. latar belakang permohonan;
  2. tujuan Penilaian; dan
  3. deskripsi objek Penilaian.

 

Pasal 10

(1) Setiap permohonan Penilaian harus dilengkapi dengan dokumen legalitas.
(2) Dokumen legalitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. untuk Minyak Bumi dan Gas Bumi berupa fotokopi Kontrak Kerja Sama;
b. untuk Panas Bumi, Mineral, dan Batubara antara lain:
1) fotokopi Ijin Usaha Pertambangan;
2) fotokopi Kerjasama Operasi bersama;
3) fotokopi Kontrak Karya;
4) fotokopi Kuasa Pertambangan; dan/atau
5) fotokopi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
c. untuk Hutan antara lain:
1) fotokopi Ijin Usaha Pemanfaatan;
2) fotokopi Ijin Usaha Penggunaan;
3) fotokopi Ijin Pemungutan Hasil; dan/atau
4) fotokopi Surat Keputusan penunjukan atau penetapan kawasan Hutan.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk permohonan Penilaian Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral, Batubara dan Hutan yang belum diusahakan/dikerjasamakan dengan pihak ketiga.

 


Pasal 11

Deskripsi objek Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c untuk Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral, dan Batubara paling sedikit meliputi:

  1. lokasi;
  2. jenis;
  3. sistem penambangan;
  4. kuantitas;
  5. kualitas/kadar; dan
  6. luas wilayah usaha/kerja.


Pasal 12

Deskripsi objek Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c untuk Hutan paling sedikit meliputi:

  1. letak;
  2. luas;
  3. batas;
  4. status; dan/atau
  5. fungsi.


Pasal 13

(1) Pemohon Penilaian harus memberikan data dan informasi objek Penilaian secara lengkap dan benar.
(2) Pemohon Penilaian bertanggung jawab atas kelengkapan dan kebenaran data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

  


Pasal 14

Tim Penilai Direktorat Jenderal meminta secara tertulis kelengkapan data dan/atau informasi kepada Pemohon Penilaian, dalam hal:

  1. data dan/atau informasi objek Penilaian yang diserahkan belum lengkap; dan/atau
  2. membutuhkan data dan/atau informasi lebih lanjut sebagai bahan Penilaian.

 

Pasal 15

(1) Pemohon Penilaian harus melengkapi data yang diperlukan Tim Penilai Direktorat Jenderal dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan permintaan kelengkapan data.
(2) Dalam hal Pemohon Penilaian tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Tim Penilai Direktorat Jenderal mengembalikan secara tertulis permohonan Penilaian kepada Pemohon Penilaian.
(3) Dalam hal permohonan Penilaian dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemohon Penilaian dapat mengajukan kembali permohonan Penilaian kepada Direktur Jenderal sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.


Pasal 16

Permintaan kelengkapan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 atau pengembalian atas permohonan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan oleh Tim Penilai Direktorat Jenderal melalui:

  1. Direktur Penilaian Kekayaan Negara, untuk Tim Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Pusat;
  2. Kepala Kantor Wilayah, untuk Tim Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Wilayah; atau
  3. Kepala Kantor Pelayanan, untuk Tim Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Pelayanan.


BAB IV
TIM PENILAI DIREKTORAT JENDERAL

Bagian Kesatu
Pembentukan Tim Penilai Direktorat Jenderal

Pasal 17

Tim Penilai Direktorat Jenderal dibentuk dengan:

  1. Keputusan Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk, untuk Tim Penilai di Kantor Pusat;
  2. Keputusan Kepala Kantor Wilayah, untuk Tim Penilai Direktorat Jenderal di Kantor Wilayah; dan
  3. Keputusan Kepala Kantor Pelayanan, untuk Tim Penilai Direktorat Jenderal di Kantor Pelayanan.


Pasal 18

(1) Tim Penilai Direktorat Jenderal mempunyai anggota dalam jumlah bilangan ganjil.
(2) Tim Penilai Direktorat Jenderal paling sedikit beranggotakan 3 (tiga) orang, dengan 1 (satu) orang berkedudukan sebagai ketua merangkap anggota.
(3) Ketua dan anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Penilai Direktorat Jenderal.


Pasal 19

Jumlah anggota Tim Penilai dan jumlah Tim Penilai Direktorat Jenderal yang dibentuk disesuaikan dengan beban kerja.

 


Bagian Kedua
Pembagian Kewenangan Tim Penilai Direktorat Jenderal

Pasal 20

Kewenangan Tim Penilai Direktorat Jenderal untuk melaksanakan Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, meliputi:

  1. Tim Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Pusat berwenang untuk melakukan Penilaian terhadap objek Penilaian yang berada pada lebih dari 1 (satu) wilayah kerja Kantor Wilayah;
  2. Tim Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Wilayah berwenang untuk melakukan Penilaian terhadap objek Penilaian yang berada pada lebih dari 1 (satu) wilayah kerja Kantor Pelayanan; dan
  3. Tim Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Pelayanan berwenang untuk melakukan Penilaian terhadap objek Penilaian yang berada pada wilayah kerjanya.

 

Bagian Ketiga
Bantuan Penilaian

Pasal 21

(1) Dalam hal terjadi kekurangan tenaga Penilai Direktorat Jenderal, Kantor Pelayanan dapat meminta bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal kepada Kantor Wilayah.
(2) Dalam hal terjadi kekurangan tenaga Penilai Direktorat Jenderal, Kantor Wilayah dapat:
  1. meminta bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal kepada Kantor Pelayanan di wilayah kerjanya;
  2. meminta bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal kepada Kantor Pusat;
  3. meminta bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal kepada Kantor Wilayah yang wilayah kerjanya berbatasan; atau
  4. meneruskan permintaan bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Pelayanan kepada:
    1) Kantor Pelayanan yang wilayah kerjanya berbatasan dengan Kantor Pelayanan yang meminta bantuan; atau
    2) Kantor Pusat.
(3) Permintaan bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan efektivitas.

 


Pasal 22

Pemberian bantuan tenaga Penilai Direktorat Jenderal oleh Kantor Pusat, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan dapat berupa Tim Penilai Direktorat Jenderal atau perorangan.

 


Bagian Keempat
Bantuan Teknis

Pasal 23

(1) Dalam hal mengalami kesulitan teknis, Kantor Pelayanan dapat meminta bantuan teknis Penilaian kepada Kantor Wilayah.
(2) Dalam hal mengalami kesulitan teknis, Kantor Wilayah dapat:
  1. meminta bantuan teknis kepada Kantor Pusat; atau
  2. meneruskan permintaan bantuan teknis dari Kantor Pelayanan kepada Kantor Pusat.


Pasal 24

(1) Penilai Direktorat Jenderal yang memberi bantuan teknis Penilaian tidak ikut menandatangani laporan Penilaian.
(2) Penilai Direktorat Jenderal yang memberi bantuan teknis Penilaian menandatangani Berita Acara Survei lapangan.

 


BAB V
PELAKSANAAN PENILAIAN

Bagian Kesatu
Proses Penilaian

Pasal 25

Proses Penilaian meliputi:

  1. identifikasi permohonan Penilaian;
  2. penentuan tujuan Penilaian;
  3. pengumpulan data awal;
  4. survei lapangan;
  5. analisis data;
  6. penentuan pendekatan Penilaian;
  7. simpulan nilai; dan
  8. penyusunan laporan Penilaian.


Paragraf 1
Identifikasi Permohonan Penilaian

Pasal 26

Tim Penilai Direktorat Jenderal melakukan identifikasi permohonan Penilaian, dengan cara melakukan verifikasi atas:

  1. kelengkapan data dan informasi permohonan Penilaian; dan
  2. kebenaran formal data dan informasi permohonan Penilaian.

 


Paragraf 2
Penentuan Tujuan Penilaian

Pasal 27

Tim Penilai Direktorat Jenderal menentukan tujuan Penilaian berdasarkan permohonan Penilaian dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.


 

Paragraf 3
Pengumpulan Data Awal

Pasal 28

(1) Tim Penilai Direktorat Jenderal mengumpulkan data awal.
(2) Data awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10.

 

Paragraf 4
Survei Lapangan
 
Pasal 29

(1) Tim Penilai Direktorat Jenderal melakukan survei lapangan.
(2) Survei lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan paling sedikit oleh 2 (dua) orang anggota Tim Penilai Direktorat Jenderal.

 


Pasal 30

(1) Survei lapangan dilakukan untuk meneliti kondisi fisik dan lingkungan:
  1. objek Penilaian; atau
  2. objek Penilaian dan objek pembanding.
(2) Survei lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal Penilaian menggunakan pendekatan data pasar.

 


Pasal 31

Survei lapangan dilakukan dengan cara:

  1. mencocokkan kebenaran data awal dengan kondisi objek Penilaian; dan
  2. mengumpulkan data dan/atau informasi lain yang berkaitan dengan objek Penilaian dan/atau objek pembanding.

 


Pasal 32

Hasil survei lapangan dituangkan dalam Berita Acara Survei Lapangan dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

 


Pasal 33

Data dan/atau informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b antara lain:

  1. Rencana Umum Tata Ruang;
  2. peta kawasan;
  3. keterangan harga;
  4. informasi harga transaksi dan/atau penawaran; dan
  5. rencana kegiatan.

 


Pasal 34

Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 untuk Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral dan Batubara bersumber dari:

  1. Pemerintah Daerah setempat, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a;
  2. Pengelola Sektoral di bidang energi dan sumber daya mineral untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b;
  3. Surat Keputusan Pengelola Sektoral di bidang energi dan sumber daya mineral, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c;
  4. Iklan media cetak, media elektronik, media komunikasi, masyarakat sekitar, dan/atau media lainnya, untuk informasi harga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf d; dan
  5. Pengelola Sektoral di bidang energi dan sumber daya mineral, pemerintah daerah, dan/atau pemegang izin usaha, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf e.

 


Pasal 35

Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 untuk Hutan bersumber dari:

  1. Pemerintah Daerah setempat, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a;
  2. Pengelola Sektoral di bidang kehutanan, untuk informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b;
  3. Asosiasi di bidang kehutanan, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c;
  4. Iklan media cetak, media elektronik, media komunikasi, masyarakat sekitar, dan/atau media lainnya, untuk informasi harga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf d; dan
  5. Pengelola Sektoral di bidang kehutanan, pemerintah daerah, dan/atau pemegang izin usaha, untuk data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf e.

 

Pasal 36

(1) Tim Penilai Direktorat Jenderal tidak melakukan survei lapangan dalam hal:
  1. pihak yang mengusahakan/memanfaatkan/menggunakan objek Penilaian tidak kooperatif;
  2. adanya pihak lain yang melakukan tindakan menghambat/ menghalangi;
  3. tidak terjaminnya keamanan/keselamatan; dan/atau
  4. terjadi peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai force majeur.
(2) Tim Penilai Direktorat Jenderal menyatakan secara tegas penyebab tidak dapat dilakukannya survei lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Berita Acara Tidak Dapat Melakukan Survei Lapangan dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(3) Dalam hal Tim Penilai Direktorat Jenderal tidak dapat melakukan survei lapangan, Penilaian tidak dilanjutkan.

 


Pasal 37

(1) Tim Penilai Direktorat Jenderal melaporkan tidak dilanjutkannya Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 kepada Pemohon Penilaian dan pemberi tugas.
(2) Dalam hal Penilaian tidak dilanjutkan, Tim Penilai Direktorat Jenderal mengembalikan secara tertulis permohonan Penilaian kepada Pemohon Penilaian.


Paragraf 5
Analisis Data

Pasal 38

(1) Tim Penilai Direktorat Jenderal melakukan analisis data.
(2) Analisis data dilakukan terhadap data dan informasi yang diperoleh dari Pemohon Penilaian dan hasil survei lapangan.

 


Pasal 39

Faktor yang dipertimbangkan dalam analisis data objek Penilaian berupa Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral dan Batubara antara lain:

  1. lokasi;
  2. peruntukan area;
  3. perizinan;
  4. dokumen legalitas;
  5. luas wilayah usaha/kerja;
  6. harga komoditi; dan/atau
  7. kualitas dan kuantitas sumber daya dan/atau cadangan.


Pasal 40

Faktor yang dipertimbangkan dalam analisis data objek Penilaian berupa Hutan antara lain:

  1. lokasi;
  2. peruntukan area;
  3. perizinan;
  4. dokumen legalitas;
  5. luas wilayah Hutan;
  6. jenis dan tipe Hutan;
  7. harga hasil Hutan;
  8. jenis flora dan fauna;
  9. kualitas dan kuantitas flora; dan/atau
  10. kuantitas fauna.

 

Paragraf 6
Penentuan Pendekatan Penilaian

Pasal 41

Penilaian dilakukan dengan menggunakan:

  1. pendekatan data pasar;
  2. pendekatan biaya;
  3. pendekatan pendapatan; dan/atau
  4. pendekatan lainnya.

 

Pasal 42

(1) Pendekatan data pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a dilakukan untuk mengestimasi nilai objek Penilaian dengan cara mempertimbangkan data penjualan dan/atau data penawaran dari objek pembanding sejenis atau pengganti dan data pasar yang terkait melalui proses perbandingan.
(2) Pendekatan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b dilakukan untuk mengestimasi nilai objek Penilaian dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membuat/memperoleh objek Penilaian atau penggantinya pada waktu Penilaian dilakukan kemudian dikurangi dengan penyusutan fisik, keusangan fungsional, dan/atau keusangan ekonomis.
(3) Pendekatan pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf c dilakukan untuk mengestimasi nilai objek Penilaian dengan cara mempertimbangkan pendapatan dan biaya yang berhubungan dengan objek Penilaian melalui proses kapitalisasi langsung atau pendiskontoan.
(4) Pendekatan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf d dilakukan untuk mengestimasi nilai objek Penilaian dengan cara selain dari cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a, huruf b, dan huruf c.

 


Pasal 43

Dalam hal menggunakan pendekatan data pasar, Penilaian dilakukan dengan cara:

  1. mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan terkait objek Penilaian dan objek pembanding;
  2. membandingkan objek Penilaian dengan objek pembanding dengan menggunakan faktor-faktor pembanding yang sesuai dan melakukan penyesuaian; dan
  3. melakukan pembobotan terhadap indikasi nilai dari hasil penyesuaian untuk menghasilkan Nilai Wajar.

Pasal 44

Objek pembanding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a harus mempunyai karakteristik yang sebanding dengan objek Penilaian.


 

Pasal 45

(1) Data penjualan dan/atau penawaran yang digunakan sebagai pembanding dievaluasi dan dianalisis untuk proses penyesuaian.
(2) Proses penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan untuk menyesuaikan faktor-faktor perbedaan objek Penilaian dengan objek pembanding.
(3) Proses penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara menambahkan atau mengurangkan dalam persentase atau jumlah dalam satuan mata uang.

 


Pasal 46

Faktor-faktor perbedaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) antara lain:

  1. waktu, yaitu perbedaan waktu transaksi objek pembanding dengan tanggal Penilaian;
  2. lokasi, yaitu perbedaan lokasi antara objek pembanding dengan objek Penilaian;
  3. sumber informasi harga, yaitu terkait informasi harga objek pembanding berupa harga penawaran atau harga jual beli;
  4. karakteristik fisik, yaitu perbedaan luas, kualitas, dan/atau kuantitas;
  5. aksesibilitas, yaitu perbedaan dalam kemudahan untuk mencapai lokasi objek; dan/atau
  6. tahapan penambangan, yaitu perbedaan tahapan penambangan antara objek pembanding dengan objek Penilaian.

 

Pasal 47

(1) Besarnya persentase atau jumlah dalam satuan mata uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) dijumlahkan seluruhnya untuk memperoleh jumlah penyesuaian.
(2) Jumlah penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menentukan besarnya indikasi nilai objek Penilaian.
(3) Indikasi nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk mendapatkan nilai wajar dengan menggunakan pembobotan.

 


Pasal 48

Penilaian dengan menggunakan pendekatan biaya dilakukan dengan tahap:

  1. menghitung biaya pembuatan baru atau biaya penggantian baru objek Penilaian;
  2. menghitung besarnya penyusutan dan/atau keusangan objek Penilaian; dan
  3. mengurangkan biaya pembuatan baru atau penggantian baru dengan penyusutan dan/atau keusangan objek Penilaian.

 

Pasal 49

(1) Perhitungan biaya pembuatan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a dilakukan apabila pada saat pelaksanaan Penilaian, seluruh informasi biaya pembuatan dan/atau perolehan objek Penilaian dapat diperoleh di pasaran.
(2) Perhitungan biaya penggantian baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a dilakukan apabila pada saat pelaksanaan Penilaian, seluruh atau sebagian informasi biaya pembuatan dan/atau perolehan objek Penilaian tidak dapat diperoleh di pasaran.


Pasal 50

Penyusutan dan/atau keusangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b meliputi:

  1. penyusutan fisik;
  2. keusangan ekonomis; dan/atau
  3. keusangan fungsional.

 

Pasal 51

(1) Besaran penyusutan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a ditentukan dengan cara mengalikan persentase penyusutan fisik dengan biaya pembuatan baru atau penggantian baru objek Penilaian.
(2) Besaran persentase penyusutan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh Tim Penilai Direktorat Jenderal berdasarkan pengamatan kondisi di lapangan.

 


Pasal 52

Keusangan ekonomis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b diperhitungkan dalam hal terdapat kondisi eksternal yang mengurangi nilai objek Penilaian.

 


Pasal 53

Keusangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c diperhitungkan dalam hal terdapat:

  1. perubahan fungsi objek Penilaian, dan/atau
  2. ketidaksesuaian objek Penilaian dengan standar yang berlaku umum.

 

Pasal 54

(1) Keusangan ekonomis dan/atau keusangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 53 diperhitungkan setelah nilai pembuatan baru atau penggantian baru dikurangi dengan penyusutan fisik.
(2) Besaran keusangan ekonomis dan/atau keusangan fungsional ditentukan oleh Tim Penilai Direktorat Jenderal berdasarkan pengamatan kondisi di lapangan.


Pasal 55

Penilaian dengan menggunakan pendekatan pendapatan dilakukan dengan tahap:

  1. mengestimasi pendapatan bersih per tahun yang dihasilkan oleh objek Penilaian;
  2. menentukan tingkat kapitalisasi dan/atau tingkat diskonto yang sesuai; dan
  3. menghitung nilai kini dari pendapatan bersih sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan tingkat kapitalisasi dan/atau tingkat diskonto sebagaimana dimaksud pada huruf b.

 

Pasal 56

Pendapatan bersih objek Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a diperoleh dengan cara mengurangkan pendapatan kotor per tahun dengan biaya operasional.

 


Pasal 57

Nilai objek Penilaian dapat diperoleh dengan cara:

  1. metode kapitalisasi langsung; atau
  2. metode arus kas yang didiskontokan.

 

Pasal 58

(1) Metode kapitalisasi langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a dilakukan dengan cara mengkapitalisasi langsung pendapatan bersih operasi objek Penilaian dengan tingkat kapitalisasi tertentu.
(2) Metode arus kas yang didiskontokan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf b dilakukan dengan cara mengalikan proyeksi pendapatan bersih operasional objek Penilaian dengan faktor diskonto tertentu.

 


Pasal 59

(1) Penilaian dengan menggunakan pendekatan lainnya dilakukan dengan cara:
  1. pendekatan atas dasar pasar; dan/atau
  2. pendekatan atas dasar selain pasar.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penilaian dengan menggunakan pendekatan atas dasar pasar dan selain pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

 


Pasal 60

(1) Tim Penilai Direktorat Jenderal dapat memilih pendekatan yang dianggap paling mencerminkan nilai objek Penilaian.
(2) Dalam hal digunakan dua atau lebih pendekatan Penilaian, Tim Penilai Direktorat Jenderal:
  1. melakukan rekonsiliasi berdasarkan bobot atas indikasi nilai dari pendekatan-pendekatan yang digunakan; atau
  2. memilih pendekatan yang dianggap paling mencerminkan nilai objek Penilaian.
(3) Bobot atas indikasi nilai dari masing-masing pendekatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditentukan berdasarkan pertimbangan profesional penilai.

 


Paragraf 7
Simpulan Nilai

Pasal 61

(1) Hasil perhitungan nilai dengan menggunakan satu pendekatan Penilaian atau hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf a dituangkan dalam simpulan nilai.
(2) Simpulan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan mata uang Rupiah dan dibulatkan dalam ribuan terdekat.
(3) Dalam hal perhitungan nilai menggunakan satuan mata uang asing, dilakukan konversi dalam satuan mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada tanggal Penilaian.

 


Paragraf 8
Laporan Penilaian

Pasal 62

(1) Hasil Penilaian dituangkan dalam laporan Penilaian.
(2) Laporan Penilaian paling sedikit memuat:
  1. uraian objek Penilaian;
  2. tujuan Penilaian;
  3. tanggal survei lapangan;
  4. tanggal Penilaian;
  5. hasil analisis data;
  6. pendekatan Penilaian; dan
  7. simpulan nilai.
(3) Tanggal Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah tanggal terakhir pelaksanaan survei lapangan atas objek Penilaian.

 


Pasal 63

Laporan Penilaian ditulis dalam Bahasa Indonesia.

 


Pasal 64

(1) Laporan Penilaian ditandatangani oleh seluruh anggota Tim Penilai Direktorat Jenderal.
(2) Anggota Tim Penilai Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab penuh atas laporan Penilaian.
(3) Anggota Tim Penilai Direktorat Jenderal dapat tidak menandatangani laporan Penilaian, dengan alasan tertulis yang dilampirkan dalam laporan Penilaian.
(4) Laporan Penilaian hanya dapat dipergunakan sepanjang ditandatangani oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) anggota Tim Penilai Direktorat Jenderal.

 


Pasal 65

Laporan Penilaian yang dibuat oleh Tim Penilai Direktorat Jenderal berlaku paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal Penilaian.


 

Pasal 66

(1) Laporan Penilaian disampaikan oleh Tim Penilai Direktorat Jenderal kepada Pemohon Penilaian melalui Direktur Jenderal.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

 


Pasal 67

(1) Dalam hal diperlukan, laporan Penilaian dipresentasikan di hadapan Komite Penilaian.
(2) Komite Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk melalui:
  1. Keputusan Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk, untuk Komite Penilaian pada Kantor Pusat;
  2. Keputusan Kepala Kantor Wilayah, untuk Komite Penilaian pada Kantor Wilayah; dan
  3. Keputusan Kepala Kantor Pelayanan, untuk Komite Penilaian pada Kantor Pelayanan.


Bagian Kedua
Kaji Ulang Laporan Penilaian

Pasal 68

(1) Laporan Penilaian yang dibuat oleh Tim Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Pusat dikaji ulang oleh Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Pusat yang ditunjuk oleh Direktur Penilaian Kekayaan Negara.
(2) Laporan Penilaian yang dibuat oleh Tim Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Wilayah dikaji ulang oleh Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Pusat yang ditunjuk oleh Direktur Penilaian Kekayaan Negara.
(3) Laporan Penilaian yang dibuat oleh Tim Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Pelayanan dikaji ulang oleh Penilai Direktorat Jenderal dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal.

 


Pasal 69

(1) Kaji ulang laporan dilakukan atas:
  1. administrasi laporan Penilaian; dan
  2. prosedur dan penerapan metode Penilaian.
(2) Kaji ulang laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan pada pemenuhan standar laporan Penilaian yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(3) Kaji ulang laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan antara lain pada:
  1. pemenuhan prosedur Penilaian;
  2. ketepatan penggunaan asumsi;
  3. ketepatan pernyataan;
  4. penggunaan pendekatan Penilaian;
  5. konsistensi penyesuaian dan/atau pembobotan;
  6. kebenaran perhitungan; dan
  7. konsistensi analisa dan simpulan yang dibuat.
(4) Kaji ulang laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e dilakukan dalam hal pada perhitungan nilai, Tim Penilai Direktorat Jenderal menggunakan penyesuaian dan/atau pembobotan.

 


Pasal 70

(1) Penilai Direktorat Jenderal yang melakukan kaji ulang laporan memberikan pendapat atas laporan Penilaian.
(2) Pendapat atas laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan pembinaan Penilai Direktorat Jenderal.

 


Bagian Ketiga
Standar Penilaian

Pasal 71

Pelaksanaan Penilaian dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip Penilaian yang berlaku umum.

 


BAB VI
BASIS DATA PENILAIAN

Pasal 72

(1) Basis data Penilaian kekayaan yang dikuasai negara berupa sumber daya alam dibentuk pada Kantor Pusat, Kantor Wilayah, dan Kantor Pelayanan.
(2) Pembentukan basis data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada data dan informasi dari sumber-sumber yang kompeten dan dikelola secara profesional untuk mendukung tugas pokok Penilaian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan basis data Penilaian kekayaan yang dikuasai negara berupa sumber daya alam diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

 


BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 73

Dalam hal diperlukan, Penilaian kekayaan yang dikuasai negara berupa sumber daya alam dapat dilakukan oleh Penilai Internal atau Penilai Eksternal sesuai ketentuan yang berlaku.

 


BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 74

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku:

  1. Penilaian kekayaan yang dikuasai negara berupa sumber daya alam yang telah selesai dilaksanakan dinyatakan tetap sah.
  2. Penilaian yang masih belum selesai dilaksanakan tetap dapat dilanjutkan pelaksanaannya, dengan ketentuan proses yang belum dilakukan selanjutnya mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

 

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 75

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


 


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Mei 2010
MENTERI KEUANGAN,

ttd

SRI MULYANI INDRAWATI

 


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 6 Mei 2010

MENTERI HUKUM DAN

HAK ASASI MANUSIA,


ttd


PATRIALIS AKBAR



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 226