Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.04/2022

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 89/PMK.04/2022

TENTANG

TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR
BERDASARKAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN PREFERENSIAL
ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN PEMERINTAH REPUBLIK MOZAMBIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa untuk memajukan perekonomian nasional melalui kerja sama perdagangan internasional, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik dengan Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2021 tentang Pengesahan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik (Preferential Trade Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Mozambique);
  2. bahwa untuk melaksanakan kerja sama perdagangan internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk memberikan kepastian hukum dalam memberikan pelayanan kegiatan kepabeanan atas impor barang dari Republik Mozambik, perlu mengatur tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik;

Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  5. Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2021 tentang Pengesahan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik (Preferential Trade Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Mozambique) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 229);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR BERDASARKAN PERSETUJUAN PERDAGANGAN PREFERENSIAL ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK MOZAMBIK.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
2. Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
3. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
4. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
5. Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
6. Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
7. Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
8. Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
  1. penyelenggara kawasan berikat;
  2. penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
  3. pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
  4. penyelenggara gudang berikat;
  5. penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
  6. pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
9. Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
  1. penyelenggara PLB;
  2. penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
  3. pengusaha di PLB merangkap penyelenggara di PLB.
10. Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
  1. Badan Usaha KEK;
  2. Pelaku Usaha di KEK; atau
  3. Badan Usaha KEK sekaligus Pelaku Usaha di KEK.
11. Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan. Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik.
12. PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
13. Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK.
14. Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
15. Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait.
16. Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang, kepabeanan.
17. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
18. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
19. Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik untuk menentukan negara asal barang.
20. Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik.
21. Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik.
22. Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik.
23. Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik.
24. Aturan Khusus Produk (Product Specific Rules) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan yang merinci mengenai:
  1. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (wholly obtained atau produced);
  2. proses produksi suatu barang yang menggunakan Bahan Non-Originating, dan Bahan Non-Originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC);
  3. barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan bilateral sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
  4. barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau proses operasional tertentu; atau
  5. kombinasi dari setiap kriteria tersebut.
25. Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form IM atas barang yang akan diekspor.
26. Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik yang selanjutnya disebut SKA Form IM adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
27. Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form IM yang berisi ketentuan mengenai pengisian SKA Form IM dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SKA Form IM.
28. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, manifest, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
29. Surat Keterangan Asal Elektronik Form D yang selanjutnya disebut e-Form D adalah SKA Form D yang disusun sesuai dengan e-ATIGA FormProcess Specification and Message Implementation Guideline, dan dikirim secara elektronik antar Negara Anggota.
30. Invoice dari Pihak Ketiga yang selanjutnya disebut Third Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara selain Negara Anggota atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form IM.
31. Surat Keterangan Asal Back-to-Back yang selanjutnya disebut SKA Back-to-Back adalah SKA Form IM yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.
32. Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
33. Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form IM.
34. Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di Negara Anggota penerbit SKA Form IM untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form IM.
35. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
36. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
37. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.


BAB II
TARIF PREFERENSI
DAN KETENTUAN ASAL BARANG
(RULES OF ORIGIN)

Bagian Kesatu
Tarif Preferensi

Pasal 2

(1) Barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang besarnya dapat berbeda dari tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN).
(2) Besaran tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik.
(3) Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap:
a. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
b. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa pemberitahuan impor barang dari TPB, yang pada saat pemasukan barang ke TPB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi;
c. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa pemberitahuan impor barang dari PLB, yang pada saat pemasukan barang ke PLB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi;
d. pengeluaran barang hasil produksi dari Kawasan Bebas ke TLDDP, sepanjang:
  1. bahan baku dan/atau bahan penolong berasal dari luar Daerah Pabean;
  2. pada saat pemasukan bahan baku dan/atau bahan penolong ke Kawasan Bebas telah, mendapat persetujuan penggunaan Tarif Preferensi; dan
  3. dilakukan oleh pengusaha di Kawasan Bebas yang telah memenuhi persyaratan sebagai pengusaha yang dapat menggunakan Tarif Preferensi; atau
e. pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP, yang pada saat pemasukan barang ke KEK telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi.
(4) Pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d angka 3, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan;
b. melakukan pemasukan bahan baku dan/atau bahan penolong, dan sekaligus melakukan pengeluaran barang hasil produksi ke TLDDP;
c. memiliki dan menerapkan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara online dan realtime, dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi;
d. memiliki akses kepabeanan; dan
e. menyampaikan konversi bahan baku menjadi barang hasil produksi dan blueprint proses produksi yang telah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi, pada saat barang akan dikeluarkan ke TLDDP.


Pasal 3

(1) Ketentuan Asal Barang terdiri dari:
  1. kriteria asal barang (origin criteria);
  2. kriteria pengiriman (consignment criteria); dan
  3. ketentuan prosedural (procedural provisions).
(2) Rincian lebih lanjut mengenai Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kedua
Kriteria Asal Barang
(Origin Criteria)

Pasal 4

(1) Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, meliputi:
  1. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (wholly obtained atau produced); atau
  2. barang yang tidak seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (not wholly obtained atau produced).
(2) Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
  1. barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating dengan hasil akhir memiliki kandungan nilai bilateral atau Qualifying Value Content (QVC) yang mencapai nilai persentase paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari nilai Free-on-Board (FOB);
  2. barang yang termasuk dalam daftar PSR sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Attachment B Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik; atau
  3. akumulasi.
(3) Dalam hal klasifikasi barang termasuk dalam daftar PSR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, kriteria asal barang (origin criteria) harus ditetapkan berdasarkan daftar PSR dimaksud walaupun kriteria yang terdapat pada ayat (2) huruf a telah terpenuhi.


Bagian Ketiga
Kriteria Pengiriman
(Consignment Criteria)

Pasal 5

(1) Kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, meliputi:
  1. barang impor dikirim langsung dari Negara Anggota yang menerbitkan SKA Form IM ke dalam Daerah Pabean; atau
  2. barang impor dikirim melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota.
(2) Barang impor dapat dikirim melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk tujuan transit dan/atau transhipment, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. tidak mengalami proses produksi selain bongkar, muat, penyimpanan, atau kegiatan lain yang diperlukan untuk menjaga agar barang tetap dalam kondisi baik;
  2. tidak diperdagangkan atau dikonsumsi di negara tujuan transit dan/atau transhipment; dan
  3. ditujukan untuk alasan geografis atau pertimbangan khusus terkait persyaratan pengangkutan.


Pasal 6

Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK harus menyerahkan dokumen berupa:

a. through bill of lading/airway bill yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor; atau
b. sertifikat atau informasi lainnya yang diberikan oleh, otoritas pabean di negara selain Negara Anggota atau entitas relevan lainnya yang membuktikan pemenuhan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2),

kepada Pejabat Bea dan Cukai.



Bagian Keempat
Ketentuan Prosedural
(Procedural Provisions)

Pasal 7

(1) Ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c terkait dengan penerbitan SKA Form IM, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. diterbitkan dalam bahasa Inggris pada kertas ukuran ISO A4 dengan bentuk dan format SKA Form IM termasuk halaman depan dan Overleaf Notes sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A angka VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
  2. memuat nomor referensi SKA Form IM;
  3. memuat tanda tangan pejabat yang berwenang dan stempel resmi dari Instansi Penerbit SKA;
  4. ditandatangani oleh eksportir;
  5. diterbitkan sebelum, pada saat, atau sampai dengan paling lambat 5 (lima) hari setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi;
  6. dicantumkan kriteria asal barang (origin criteria) untuk setiap uraian barang dalam hal SKA Form IM mencantumkan lebih dari 1 (satu) uraian barang;
  7. kolom pada SKA Form IM diisi sesuai dengan ketentuan pengisian pada Overleaf Notes; dan
  8. SKA Form IM berlaku selama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan.
(2) Instansi Penerbit SKA dapat menerbitkan SKA Form IM lebih dari 5 (lima) hari setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi, namun tidak melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi dengan memberikan tanda ( √ ) atau ( X ) pada kolom angka 13 SKA Form IM kotak "Issued Retroactively”.
(3) Dalam hal SKA Form IM hilang atau rusak, dapat digunakan SKA Form IM pengganti dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. diterbitkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2);
  2. diberikan tanda/tulisan/cap “CERTIFIED TRUE COPY’ pada kolom angka 12 SKA Form IM pengganti;
  3. diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal penerbitan SKA Form IM }mng hilang atau rusak; dan
  4. dicantumkan tanggal penerbitan SKA Form IM jrang hilang atau rusak.
(4) Dalam hal terdapat kesalahan pada saat pengisian SKA Form IM, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. diterbitkan SKA Form IM baru, dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); atau
  2. dilakukan perbaikan, dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. mencoret data yang salah;
    2. menambahkan data yang benar; dan
    3. menandasahkan perbaikan tersebut oleh pejabat yang berwenang dari Instansi Penerbit SKA.
(5) Dalam hal pada bill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya terdapat tanggal penerbitan dan tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut, Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi ditentukan pada saat tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut.



Pasal 8

(1) Perusahaan lain yang berlokasi di negara selain Negara Anggota atau perusahaan lain yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form IM, dapat menerbitkan Third Party Invoice.
(2) SKA Form IM yang menggunakan Third Party Invoice sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi, ketentuan sebagai berikut:
  1. dicantumkan nomor dan tanggal Third Party Invoice pada kolom angka 10 SKA Form IM serta dicantumkan nama perusahaan dan negara yang menerbitkan Third Party Invoice pada kolom angka 7 SKA Form IM;
  2. dalam hal Third Party Invoice belum diterbitkan, dicantumkan nomor dan tanggal invoice asal barang pada kolom angka 10 SKA Form IM serta dicantumkan nama perusahaan dan alamat yang menerbitkan Third Party Invoice pada kolom angka 7 SKA Form IM; dan
  3. diberikan tanda ( √ ) atau ( X ) pada kolom angka 13 SKA Form IM kotak “Third Party Invoice”.

 

Pasal 9

(1) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana, dimaksud dalam Pasal 2, Importir wajib:
a. menyerahkan lembar asli SKA Form IM;
b. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara benar; dan
c. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form IM pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara benar.
(2) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur merah, penyerahan lembar asli SKA Form IM ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form IM wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat pada pukul 12.00 pada hari berikutnya; atau
b. untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form IM wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat pada pukul 12.00 pada hari kerja berikutnya,
terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).
(3) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur hijau, penyerahan lembar asli SKA Form IM ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form IM wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 3 (tiga) hari; atau
b. untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form IM wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 3 (tiga) hari kerja,
terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
(4) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO), lembar asli SKA Form IM wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
(5) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha TPB wajib:
a. menyerahkan lembar asli SKA Form IM kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi TPB, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
b. menyerahkan lembar asli SKA Form IM kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi TPB, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Penyelenggara/Pengusaha TPB telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
c. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB secara benar; dan
d. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form IM pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB secara benar.
(6) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha PLB wajib:
a. menyerahkan lembar asli SKA Form IM kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi PLB, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
b. menyerahkan lembar asli SKA Form IM kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi PLB, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Penyelenggara/Pengusaha PLB telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
c. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB secara benar; dan
d. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form IM pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB secara benar.
(7) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, wajib:
a. menyerahkan lembar asli SKA Form IM dan hasil cetak dokumen PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean, kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian dokumen, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
b. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik pada PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean secara benar; dan
c. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form IM pada PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean secara benar.
(8) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK wajib:
a. menyerahkan lembar asli SKA Form IM kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian, paling lambat 3 (tiga) hari, kerja terhitung sejak PPKEK pemasukan dari luar Daerah Pabean mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
b. menyerahkan lembar asli SKA Form IM kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak PPKEK pemasukan dari luar Daerah Pabean mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
c. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik pada PPKEK pemasukan dari luar Daerah Pabean secara benar; dan
d. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form IM pada PPKEK pemasukan dari luar Daerah Pabean secara benar.
(9) Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, menyerahkan Dokumen Pelengkap Pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(10) Dalam hal penyerahan dokumen secara elektronik telah tersedia dalam SKP, Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat diserahkan secara elektronik.
(11) Lembar asli SKA Form IM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (8) meliputi:
a. lembar asli dari SKA Form IM atas barang yang diimpor;
b. lembar asli SKA Form IM Issued Retroactively, dalam hal SKA Form IM diterbitkan lebih dari 5 (lima) hari setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi;
c. lembar asli SKA Form IM pengganti (Certified True Copy), dalam hal SKA Form IM asli hilang atau rusak; atau
d. lembar asli SKA Form IM sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c, yang telah diterbitkan baru atau telah dikoreksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).
(12) SKA Form IM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (8) harus masih berlaku pada saat:
a. Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
b. pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB;
c. pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB;
d. PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean; atau
e. PPKEK pemasukan dari luar Daerah Pabean,
mendapat nomor pendaftaran dari Kantor Pabean.


Pasal 10

(1) SKA Form IM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat disampaikan secara elektronik oleh Instansi Penerbit SKA kepada Kantor Pabean sesuai dengan:
  1. mekanisme e-Form D, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau
  2. hasil kesepakatan Negara Anggota.
(2) Dalam hal SKA Form IM disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemenuhan kewajiban penyerahan lembar asli SKA Form IM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dikecualikan untuk Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK.
(3) Tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan SKA Form IM yang disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan:
  1. tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan e-Form D, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau
  2. tata cara importasi dan penelitian yang diatur berdasarkan hasil kesepakatan Negara Anggota.


BAB III
PENELITIAN DAN PENGENAAN TARIF PREFERENSI

Bagian Kesatu
Penelitian SKA Form IM

Pasal 11

(1) Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap SKA Form IM dalam rangka pengenaan Tarif Preferensi.
(2) Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(3) Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan SKA Form IM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


Pasal 12

(1) Penelitian terhadap SKA Form IM untuk pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, meliputi:
  1. pemenuhan kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
  2. pemenuhan kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6;
  3. pemenuhan ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 10;
  4. jenis, jumlah, dan klasifikasi barang yang mendapatkan Tarif Preferensi;
  5. besaran tarif bea masuk yang diberitahukan berdasarkan Tarif Preferensi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik;
  6. kesesuaian antara data pada pemberitahuan pabean impor dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean dengan data pada SKA Form IM; dan
  7. kesesuaian antara fisik barang dengan uraian barang yang diberitahukan pada pemberitahuan pabean impor, SKA Form IM, dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean, dalam hal barang impor dilakukan pemeriksaan fisik.
(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c menunjukkan bahwa barang impor tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih ketentuan dalam Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), SKA Form IM ditolak dan atas barang impor dimaksud dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN).
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sampai dengan huruf g menunjukkan:
a. total jumlah barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor lebih besar dari jumlah barang yang tercantum dalam SKA Form IM, atas kelebihan jumlah barang tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN);
b. Tarif Preferensi yang diberitahukan berbeda dengan yang seharusnya dikenakan, Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif bea masuk atas barang impor sesuai dengan tarif bea masuk yang tercantum dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik;
c. spesifikasi barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor berbeda dengan spesifikasi barang yang tercantum dalam SKA Form IM, atas barang impor yang berbeda tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN);
d. ketidaksesuaian antara fisik barang dengan uraian barang yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor, SKA Form IM, dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean, atas barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN); atau
e. klasifikasi barang yang tercantum dalam SKA Form IM berbeda dengan klasifikasi barang yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. klasifikasi barang yang digunakan sebagai dasar pengenaan Tarif Preferensi adalah hasil penetapan Pejabat Bea dan Cukai;
2. penelitian kriteria asal barang (origin criteria) yang terdapat dalam daftar PSR menggunakan klasifikasi barang hasil penetapan Pejabat Bea dan Cukai; dan
3. Tarif Preferensi tetap dapat diberikan terhadap barang impor yang telah memenuhi Ketentuan Asal Barang, sepanjang klasifikasi barang yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai tercantum dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik.
(4) SKA Form IM diragukan keabsahan dan kebenaran isinya, jika berdasarkan hasil penelitian terdapat:
  1. keraguan berkaitan dengan pemenuhan kriteria asal barang (origin criteria);
  2. keraguan berkaitan dengan pemenuhan kriteria pengiriman (consignment criteria);
  3. ketidaksesuaian antara tanda tangan pejabat yang menandatangani SKA Form IM dan/atau stempel antara SKA Form IM dengan spesimen yang menimbulkan keraguan;
  4. ketidaksesuaian informasi lainnya antara SKA Form IM dengan Dokumen Pelengkap Pabean;
  5. keraguan berkaitan dengan pemenuhan ketentuan prosedural (procedural provision) lainnya; dan/atau
  6. ketidaksesuaian lainnya antara SKA Form IM dengan informasi relevan lainnya.
(5) Dalam hal SKA Form IM terdiri dari beberapa jenis barang, penolakan terhadap salah satu jenis barang tidak membatalkan pengenaan Tarif Preferensi atas jenis barang lain yang memenuhi Ketentuan Asal Barang.


Pasal 13

(1) SKA Form IM tetap sah dalam hal terdapat perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies).
(2) Perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. kesalahan pengetikan dan/atau ejaan pada SKA Form IM, sepanjang dapat diketahui kebenarannya melalui Dokumen Pelengkap Pabean;
  2. perbedaan penggunaan centang atau silang (baik manual ataupun tercetak) pada kotak dalam SKA Form IM, serta perbedaan ukuran centang atau silang tersebut;
  3. perbedaan kecil antara tanda tangan pada SKA Form IM dengan spesimen;
  4. perbedaan satuan pengukuran (antara lain: satuan berat, satuan panjang) pada SKA Form IM dengan Dokumen Pelengkap Pabean;
  5. perbedaan kecil pada ukuran kertas yang digunakan;
  6. perbedaan kecil pada warna tinta yang digunakan dalam pengisian SKA Form IM; dan/atau
  7. kesalahan kecil pada penulisan uraian barang antara SKA Form IM dengan Dokumen Pelengkap Pabean, sepanjang dapat dibuktikan bahwa barang tersebut merupakan barang yang sama.


Bagian Kedua
Retroactive Check dan Verification Visit

Pasal 14

(1) Terhadap SKA Form IM yang diragukan keabsahan dan kebenaran isinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4), dilakukan Permintaan Retroactive Check kepada Instansi Penerbit SKA.
(2) Permintaan Retroactive Check selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara acak (random).
(3) Atas barang impor yang dilakukan Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN).
(4) Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilampiri dengan copy atau pindaian SKA Form IM, dengan menyebutkan alasan, dan disertai dengan:
  1. permintaan penjelasan keabsahan dan kebenaran isi SKA Form IM; dan/atau
  2. permintaan informasi, catatan, bukti, dan/atau data pendukung terkait.
(5) Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh:
  1. direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang Audit Kepabeanan dan Penelitian Ulang;
  2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai;
  4. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
  5. Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk untuk menyampaikan Permintaan Retroactive Check.
(6) SKA Form IM ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan jika jawaban atas Permintaan Retroactive Check tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari setelah tanggal diterimanya Permintaan Retroactive Check, dan/atau tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form IM.


Pasal 15

(1) Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, dapat melakukan Verification Visit jika jawaban atas Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diragukan kebenarannya dan/atau tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form IM.
(2) Dalam rangka pelaksanaan Verification Visit, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada:
  1. eksportir dan/atau produsen yang akan dikunjungi;
  2. Instansi Penerbit SKA;
  3. instansi pabean di Negara Anggota pengekspor; dan
  4. Importir barang terkait SKA Form IM yang akan diverifikasi.
(3) Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencantumkan informasi antara lain:
  1. nama dan alamat kantor yang menerbitkan pemberitahuan pelaksanaan Verification Visit;
  2. nama eksportir dan/atau produsen yang akan dikunjungi;
  3. rencana tanggal pelaksanaan Verification Visit;
  4. tujuan dan ruang lingkup Verification Visit, termasuk referensi atas barang yang akan diverifikasi; dan
  5. nama dan jabatan pejabat yang akan melaksanakan Verification Visit.
(4) Verification Visit dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari eksportir dan/atau produsen yang akan dikunjungi, dan/atau Instansi Penerbit SKA.
(5) Dalam hal Instansi Penerbit SKA mengajukan penundaan pelaksanaan Verification Visit, Instansi Penerbit SKA harus memberitahukan penundaan tersebut kepada Pejabat Bea dan Cukai dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal diterimanya pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Verification Visit harus dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diterimanya pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Instansi Penerbit SKA atau dalam jangka waktu yang lebih lama, dalam hal Negara Anggota menyetujui.
(7) Hasil pelaksanaan Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan secara tertulis kepada eksportir atau produsen, dan Instansi Penerbit SKA.
(8) Dalam hal dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya hasil pelaksanaan Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (7), eksportir dan/atau produsen memberikan informasi tambahan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian.
(9) SKA Form IM ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan apabila:
  1. persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diterima dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau
  2. hasil Verification Visit menunjukkan bahwa barang yang diimpor tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang, data atau informasi yang diperoleh tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau tidak memenuhi keabsahan SKA Form IM.
(10) Penetapan atas SKA Form IM sebagaimana dimaksud pada ayat (9), disampaikan secara tertulis kepada Instansi Penerbit SKA dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya informasi tambahan.
(11) Keseluruhan proses pelaksanaan Verification Visit, termasuk pelaksanaan kunjungan, hasil pelaksanaan dan/atau penetapan, dan penyampaian diterima atau ditolaknya SKA Form IM, harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak hari pertama pelaksanaan Verification Visit.
(12) Pelaksanaan Verification Visit dapat melibatkan kementerian dan/atau lembaga terkait.


Pasal 16

(1) Pihak yang terlibat dalam proses Permintaan Retroactive Check dan pelaksanaan Verification Visit harus menjaga kerahasiaan informasi.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diungkapkan oleh instansi yang berwenang melakukan penelitian dan penindakan terkait Ketentuan Asal Barang.


Pasal 17

(1) Dalam hal jawaban atas Permintaan Retroactive Check, SKA Form IM diduga palsu atau dipalsukan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(2) Terhadap Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK yang menggunakan SKA Form IM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemutakhiran profil dan koordinasi dengan Negara Anggota penerbit SKA Form IM terkait dengan penyelesaian hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menemukan bukti yang cukup adanya dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 18

Dalam hal hasil koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) menyatakan bahwa eksportir terlibat dalam hal pemalsuan SKA Form IM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), terhadap importasi yang berasal dari eksportir yang bersangkutan tidak diberikan Tarif Preferensi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak eksportir dinyatakan terlibat oleh Negara Anggota penerbit SKA Form IM.



BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 19

(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemanfaatan SKA Form IM di wilayah kerja masing-masing secara periodik.
(2) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai menyampaikan hasil monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kerja sama kepabeanan internasional sebagai bahan evaluasi kebijakan pemanfaatan SKA Form IM.


BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 20

(1) Barang impor yang berasal dari Negara Anggota dengan nilai Free-on-Board (FOB) tidak melebihi USD200.00 (dua ratus United States Dollar), dapat dikenakan Tarif Preferensi tanpa harus melampirkan SKA Form IM.
(2) Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan, sepanjang importasi tersebut:
  1. bukan merupakan bagian dari 1 (satu) atau lebih importasi lainnya yang bertujuan untuk menghindari kewajiban penyerahan SKA Form IM; dan
  2. dibuktikan dengan pernyataan dari eksportir yang menerangkan bahwa barang merupakan Barang Originating dari Negara Anggota pengekspor.
(3) Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya diberikan terhadap barang impor yang menggunakan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).


Pasal 21

(1) Tarif Preferensi dapat diberikan atas barang yang dikirimkan oleh Negara Anggota pengekspor untuk tujuan pameran di Negara Anggota pengimpor dan terjual pada saat atau setelah pameran.
(2) Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pada saat penyerahan pemberitahuan pabean impor untuk dipakai, dengan ketentuan barang impor tujuan pameran:
  1. telah dikirimkan ke negara tempat pameran dilaksanakan;
  2. telah dipamerkan di negara sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  3. telah terjual atau dipindahtangankan kepada Importir di Negara Anggota pengimpor;
  4. dikirim pada saat atau segera setelah pameran diselenggarakan; dan
  5. dipamerkan dalam pameran dagang, pertanian atau kerajinan, atau pameran lainnya.
(3) SKA Form IM yang digunakan atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. mencantumkan nama pameran dan alamat tempat dilaksanakannya pameran pada kolom angka 2 SKA Form IM; dan
  2. memberikan tanda ( √ ) atau ( X ) pada kolom angka 13 SKA Form IM kotak “Exhibition".


Pasal 22

Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi dilakukan terhadap:


a. impor barang untuk dipakai dari TPB dan PLB;
b. pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP; dan
c. pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.



Pasal 23

Dalam hal SKA Form IM dibatalkan oleh Instansi Penerbit SKA, Tarif Preferensi tidak diberikan.



Pasal 24

Tata cara penyerahan SKA Form IM beserta Dokumen Pelengkap Pabean selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara penyerahan Surat Keterangan Asal beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian Surat Keterangan Asal dalam rangka pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).



Pasal 25

(1) Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure), Menteri dapat menetapkan prosedur pemberian Tarif Preferensi.
(2) Penetapan prosedur pemberian Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya kepada Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.
(3) Direktur Jenderal yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
  1. wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
  3. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lainnya.


Pasal 26

Petunjuk teknis mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik, dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.



BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku terhadap barang impor yang dokumen pemberitahuan pabeannya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dari Kantor Pabean tempat dipenuhinya kewajiban pabean terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.



Pasal 28

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 6 Juni 2022.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Mei 2022
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2 Juni 2022

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


YASONNA H. LAOLY




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 536