Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2013

  • 12 April 2013
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 82/PMK.03/2013

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
110/PMK.03/2009 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :     


  1. bahwa pemberian keputusan permohonan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.03/2009 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan;
  2. bahwa untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas, dan dalam rangka mengoptimalkan fungsi kebijakan (policy making) serta pengawasan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, perlu melakukan penyesuaian/penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai kewenangan untuk menerbitkan keputusan pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana diatur dalam ketentuan sebagaimana tersebut pada dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.03/2009 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.03/2009 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan;


MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan :     


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 110/PMK.03/2009 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.

            


Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.03/2009 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 angka 5 dan angka 6 diubah, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
                  

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan UU PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
2. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan Pengurangan adalah pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 UU PBB.
3. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disebut dengan SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya PBB yang terutang kepada Wajib Pajak.
4. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan SKP PBB adalah Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) UU PBB.
5. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut dengan KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak PBB atau Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk untuk mengadministrasikan objek pajak PBB
6. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut dengan Kanwil DJP adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan KPP.
2. Ketentuan Pasal 6 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6

(1) Permohonan Pengurangan yang diajukan secara perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) harus memenuhi persyaratan:
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SPPT atau SKP PBB;
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan besarnya persentase Pengurangan yang dimohon disertai alasan yang jelas;
c. diajukan kepada Kepala KPP;
d. dilampiri fotokopi SPPT atau SKP PBB yang dimohonkan Pengurangan;
e. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) surat permohonan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus, untuk:
a) Wajib Pajak badan; atau
b) Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB yang terutang lebih banyak dari Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah);
2) surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa, untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan PBB yang terutang paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah);
f. diajukan dalam jangka waktu:
1) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT;
2) 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SKP PBB;
3) 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Keputusan Keberatan PBB;
4) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya bencana alam; atau
5) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa,
kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya;
g. tidak memiliki tunggakan PBB Tahun Pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan Pengurangan, kecuali dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa; dan
h. tidak diajukan keberatan atas SPPT atau SKP PBB yang dimohonkan Pengurangan, atau dalam hal diajukan keberatan telah diterbitkan Surat Keputusan Keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan dimaksud tidak diajukan Banding.
(2) Permohonan Pengurangan yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a harus memenuhi persyaratan:
a. 1 (satu) permohonan untuk beberapa objek pajak dengan Tahun Pajak yang sama;
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan besarnya persentase Pengurangan yang dimohon disertai alasan yang jelas;
c. diajukan kepada Kepala KPP melalui pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) setempat atau pengurus organisasi terkait lainnya;
d. diajukan paling lambat tanggal 10 Januari Tahun Pajak yang bersangkutan; dan
e. tidak memiliki tunggakan PBB Tahun Pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan Pengurangan.
(3) Permohonan Pengurangan yang diajukan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b harus memenuhi persyaratan:
a. 1 (satu) permohonan untuk beberapa SPPT Tahun Pajak yang sama;
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan besarnya persentase Pengurangan yang dimohon disertai alasan yang jelas;
c. diajukan kepada Kepala KPP melalui:
1) pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) setempat atau pengurus organisasi terkait untuk pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b angka 1); atau
2) Kepala Desa/Lurah setempat, untuk pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b angka 2) dan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b angka 3);
d. dilampiri fotokopi SPPT yang dimohonkan Pengurangan;
e. diajukan dalam jangka waktu:
1) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT;
2) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya bencana alam; atau
3) 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal terjadinya sebab lain yang luar biasa,
kecuali apabila Wajib Pajak melalui pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) LVRI setempat, pengurus organisasi terkait lainnya, atau Kepala Desa/Lurah, dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya;
f. tidak memiliki tunggakan PBB Tahun Pajak sebelumnya atas objek pajak yang dimohonkan Pengurangan, kecuali dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa; dan
g. tidak diajukan keberatan atas SPPT yang dimohonkan Pengurangan.
3. Ketentuan Pasal 7 ayat (3) diubah, sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7

(1) Permohonan Pengurangan secara perseorangan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan.
(2) Permohonan Pengurangan secara kolektif yang tidak memenuhi:
  1. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2); atau
  2. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3),
dianggap bukan sebagai permohonan sehingga tidak dapat dipertimbangkan.
(3) Dalam hal permohonan Pengurangan tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Kepala KPP dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal permohonan tersebut diterima, harus memberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari kepada:
  1. Wajib Pajak atau kuasanya dalam hal permohonan diajukan secara perseorangan; atau
  2. pengurus Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI)LVRI setempat, pengurus organisasi terkait lainnya, atau Kepala Desa/Lurah setempat dalam hal permohonan diajukan secara kolektif.
(4) Dalam hal permohonan Pengurangan tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan Pengurangan kembali sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3).
4. Ketentuan Pasal 8 ayat (2) diubah dan ayat (3) dihapus, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8

(1) Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan keputusan atas permohonan Pengurangan dalam hal PBB yang terutang paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) (Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan keputusan atas permohonan Pengurangan dalam hal PBB yang terutang lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Dihapus.
5. Ketentuan Pasal 10 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) diubah serta ayat (3) dihapus, sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10

(1) Kepala KPP dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan Pengurangan, harus memberi suatu keputusan atas permohonan Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), kecuali dalam hal permohonan Pengurangan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a, suatu keputusan diberikan segera setelah SPPT diterbitkan.
(2) Kepala Kanwil DJP dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan Pengurangan, harus memberi suatu keputusan atas permohonan Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
(3) Dihapus.
(4) Tanggal diterimanya permohonan Pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah:
  1. tanggal terima surat permohonan Pengurangan dalam hal disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak atau kuasanya kepada petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) atau petugas yang ditunjuk; atau
  2. tanggal tanda pengiriman surat permohonan Pengurangan, dalam hal disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat.
(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) telah terlampaui dan keputusan belum diterbitkan, permohonan Pengurangan dianggap dikabulkan, dan diterbitkan keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir.
(6) Dalam hal besarnya persentase Pengurangan yang diajukan permohonan Pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melebihi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4, besarnya Pengurangan ditetapkan sebesar persentase paling tinggi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

 


Pasal II

  1. Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, terhadap semua permohonan Pengurangan yang telah diterima sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diberikan suatu keputusan, diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.03/2009 tentang Pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
  2. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

                                    


 

    


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 April 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AGUS D.W. MARTOWARDOJO


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 12 April 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


AMIR SYAMSUDIN



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 602