Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.08/2020

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 71/PMK.08/2020
 
TENTANG

TATA CARA PENJAMINAN PEMERINTAH MELALUI BADAN USAHA
PENJAMINAN YANG DITUNJUK DALAM RANGKA PELAKSANAAN
PROGRAM PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

               

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.

               

Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6514);
  4. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745).

               

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENJAMINAN PEMERINTAH MELALUI BADAN USAHA PENJAMINAN YANG DITUNJUK DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL.

               


BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1

               

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Penjaminan Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang selanjutnya disebut Penjaminan Program PEN adalah penjaminan yang diberikan dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.
2. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
3. Penjaminan Pemerintah adalah penjaminan yang diberikan untuk dan atas nama Pemerintah oleh Menteri melalui badan usaha penjaminan yang ditunjuk sebagai penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Program PEN.
4. Pinjaman adalah setiap pembiayaan baik secara konvensional maupun syariah dari kreditur atau pemberi fasilitas pembiayaan syariah berupa sejumlah uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu yang menimbulkan kewajiban finansial berdasarkan perjanjian pinjaman atau perjanjian pembiayaan.
5. Pelaku Usaha adalah pelaku usaha di sektor riil dan sektor keuangan yang meliputi usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha besar, dan koperasi yang kegiatan usahanya terdampak oleh pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
6. Penjamin adalah Pemerintah dalam hal ini Menteri yang dilaksanakan melalui penugasan kepada badan usaha penjaminan.
7. Penerima Jaminan adalah bank yang memberikan fasilitas Pinjaman.
8. Terjamin adalah Pelaku Usaha penerima Penjaminan Pemerintah.
9. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
10. Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
11. PT Jaminan Kredit Indonesia yang selanjutnya disebut PT Jamkrindo adalah Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang penjaminan kredit.
12. PT Asuransi Kredit Indonesia yang selanjutnya disebut PT Askrindo adalah Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang penjaminan kredit dan asuransi umum.
13. Imbal Jasa Penjaminan yang selanjutnya disingkat IJP adalah sejumlah uang yang diterima oleh Penjamin dari Terjamin dalam rangka kegiatan penjaminan.
14. Imbal Jasa Penjaminan Loss Limit yang selanjutnya disingkat IJP Loss Limit adalah sejumlah uang yang diterima oleh Pemerintah dari badan usaha yang menerima dukungan loss limit dalam rangka kegiatan dukungan Penjaminan Pemerintah.
15. PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) yang selanjutnya disebut PT Reasuransi Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang reasuransi.
16. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
17. Regres adalah hak Penjamin untuk menagih Terjamin atas apa yang telah dibayarkan oleh Penjamin kepada Penerima Jaminan untuk memenuhi kewajiban Terjamin tersebut.
18. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

  

               

BAB II
TUJUAN, PRINSIP, DAN RUANG LINGKUP
 
Pasal 2

Penjaminan Program PEN bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para Pelaku Usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya.

               


Pasal 3

Penjaminan Program PEN diberikan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. kemampuan keuangan negara;
b. mendukung Pelaku Usaha;
c. menerapkan kaidah-kaidah kebijakan yang penuh kehati-hatian, serta tata kelola yang baik, transparan;
d. tidak menimbulkan moral hazard; dan
e. pembagian biaya dan risiko antar pemangku kepentingan sesuai tugas dan kewenangan masing¬-masing.


Pasal 4

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:

a. Penjaminan Pemerintah atas Pinjaman modal kerja; dan
b. dukungan pemerintah dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Pemerintah.

               


BAB III
PELAKSANAAN PENJAMINAN

Bagian Kesatu
Kebijakan Pelaksanaan Penjaminan
 
Pasal 5

(1) Kebijakan Penjaminan Pemerintah berpedoman pada hasil rumusan dan ketetapan kebijakan dan strategi pelaksanaan Program PEN oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional.
(2) Dalam perumusan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mengusulkan masukan mengenai:
a. sektor-sektor yang diprioritaskan untuk diberikan Pinjaman modal kerja;
b. pagu total penyaluran Pinjaman modal kerja yang akan mendapat Penjaminan Pemerintah;
c. pagu tertinggi anggaran pelaksanaan Penjaminan Pemerintah;
d. plafon Pinjaman setiap Pelaku Usaha yang mendapat Penjaminan Pemerintah; dan/atau
e. porsi Pinjaman modal kerja yang dijamin.
(3) Dalam mengusulkan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang terkait dengan data perbankan, Menteri melakukan koordinasi dengan OJK.

               

Pasal 6

(1) Dalam rangka melaksanakan Penjaminan Pemerintah, Menteri menugaskan PT Jamkrindo dan PT Askrindo untuk melakukan penjaminan.
(2) Penugasan kepada PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan keputusan Menteri.
(3) Dalam hal pihak Terjamin memerlukan fasilitas penjaminan dengan skema syariah, PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo dapat bekerja sama dengan PT Penjaminan Jamkrindo Syariah dan/atau PT Jaminan Pembiayaan Askrindo Syariah.
(4) Dalam menetapkan penugasan kepada PT Jamkrindo dan/atau PT askrindo sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri berkoordinasi dengan Kementerian BUMN.

  

               

Bagian Kedua
Pemberian Penjaminan Pemerintah
 
Pasal 7

(1) Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), diberikan terhadap kewajiban finansial atas Pinjaman modal kerja yang diterima oleh Pelaku Usaha.
(2) Kewajiban finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tunggakan pokok pinjaman dan/atau bunga/imbalan sehubungan dengan Pinjaman modal kerja sebagaimana disepakati dalam perjanjian Pinjaman.
(3) Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk Pinjaman modal kerja baru atau tambahan Pinjaman modal kerja dalam rangka restrukturisasi.
(4) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaku kategori usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
(5) Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian kerja sama antara Penjamin dan Penerima Jaminan.
(6) Tata cara pemberian Penjaminan Pemerintah kepada Pelaku Usaha dengan kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

               

Pasal 8

(1) Penerima Jaminan adalah perbankan dengan kriteria:
a. merupakan bank umum;
b. memiliki reputasi yang baik; dan
c. merupakan bank kategori sehat dengan peringkat komposit 1 atau peringkat komposit 2 berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK.
(2) Besaran plafon Pinjaman untuk masing-masing Penerima Jaminan ditetapkan sesuai dengan nilai penjaminan yang dapat diberikan oleh PT Jamkrindo atau PT Askrindo yang akan dituangkan dalam perjanjian kerja sama antara Penjamin dengan Penerima Jaminan.

               

Pasal 9

(1) Tata cara mengenai permohonan penjaminan sampai dengan evaluasi penjaminan dilaksanakan berdasarkan peraturan Direksi PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo.
(2) Tata cara mengenai klaim penjaminan sampai dengan penyelesaian atas klaim penjaminan dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerja sama antara PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo dengan pihak Penerima Jaminan.

 

               

Bagian Ketiga
Imbal Jasa Penjaminan Pemerintah
 
Pasal 10

(1) Dalam rangka pelaksanaan penugasan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), PT Jamkrindo dan PT Askrindo berhak mendapatkan IJP.
(2) IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan seluruhnya oleh Pemerintah melalui Menteri.
(3) IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung dengan formula, yaitu besaran IJP = tarif IJP x plafon Pinjaman.
(4) Tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Menteri dalam bentuk surat.
(5) Tarif IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan dengan memperhatikan:
a. keputusan mengenai kebijakan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
b. laporan keuangan PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo;
c. kemampuan Pemerintah melalui Menteri menyediakan alokasi belanja pembayaran IJP; dan/atau
d. data dan informasi pendukung lainnya seperti proyeksi non performing loan (NPL), besaran porsi penjaminan, batasan loss limit, biaya overhead, jangka waktu Pinjaman, dan marjin.
(6) Dalam menetapkan besaran IJP sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri dapat meminta masukan dari pihak yang kompeten dan independen.
(7) IJP yang dibayarkan oleh Pemerintah melalui Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan belanja subsidi atas pelaksanaan program PEN.

 

               

BAB IV
PEMBERIAN DUKUNGAN PENJAMINAN
 
Pasal 11

(1) Dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Pemerintah, Pemerintah melalui Menteri dapat memberikan dukungan berupa penyertaan modal negara untuk meningkatkan kapasitas usaha PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pembayaran subsidi IJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pemerintah melalui Menteri dapat memberikan dukungan berupa loss limit, atau dukungan pembagian risiko lainnya yang dibutuhkan.
(3) Pemberian dukungan loss limit atau dukungan pembagian risiko lainnya dari Pemerintah melalui Menteri kepada PT Jamkrindo dan PT Askrindo dituangkan dalam perjanjian kerja sama.
(4) Dalam rangka pemberian dukungan loss limit, Pemerintah melalui Menteri dapat mengenakan IJP Loss Limit.
(5) IJP Loss Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetorkan ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.
(6) Menteri menetapkan Direktur Strategi Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk mengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari pembayaran IJP Loss Limit dari PT Jamkrindo dan PT Askrindo.
(7) Tata cara penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

    

Pasal 12

(1) Dalam rangka pelaksanaan dukungan loss limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), Menteri menugaskan PT Reasuransi Indonesia.
(2) PT Reasuransi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memiliki tugas, termasuk tapi tidak terbatas pada:
a. melaksanakan kegiatan operasional program loss limit sesuai dengan praktik yang umum digunakan di dalam kontrak reasuransi;
b. memberikan masukan dalam bentuk analisis aktuaria terhadap pelaksanaan Penjaminan Pemerintah termasuk didalamnya atas pemodelan, tarif IJP Loss Limit, proyeksi klaim dan tarif IJP Penjaminan Pemerintah; dan
c. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Menteri.
(3) Kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, termasuk tapi tidak terbatas pada:
a. mekanisme bordereaux;
b. monitoring threshold loss ratio; dan
c. menghitung adjustment IJP Loss Limit.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan PT Reasuransi Indonesia ditetapkan oleh Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.

          

Pasal 13

(1) PT Reasuransi Indonesia dalam melaksanakan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), mendapatkan kompensasi yang wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dana kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dialokasikan dalam APBN dan/atau APBN Perubahan pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara Pengelolaan Transaksi Khusus (BA 999.99).
(3) Dalam rangka pembayaran dana kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri selaku Pengguna Anggaran menetapkan Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko sebagai KPA.
(4) Pembayaran dana kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung oleh KPA setelah mendapatkan usulan PT Reasuransi Indonesia.
(5) Dalam hal diperlukan, KPA dapat menyesuaikan perhitungan dana kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dengan mempertimbangkan kinerja PT Reasuransi Indonesia.
(6) Pembayaran dana kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

               

BAB V
PENGELOLAAN ANGGARAN DALAM RANGKA
PENJAMINAN


Bagian Kesatu
Penganggaran IJP
 
Pasal 14

(1) Belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7), dialokasikan dalam APBN dan/atau APBN-Perubahan.
(2) Dalam rangka pengalokasian belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri selaku Pengguna Anggaran menetapkan Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko sebagai KPA .

     

Pasal 15

(1) Rencana alokasi belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dihitung berdasarkan:
a. kebijakan Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1); dan/atau
b. IJP yang belum dibayar pada periode sebelumnya.
(2) Dalam menghitung rencana kebutuhan alokasi belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA dapat meminta masukan kepada Badan Kebijakan Fiskal.
(3) Rencana kebutuhan alokasi belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh KPA kepada pembantu pengguna anggaran bagian anggaran bendahara umum negara.
(4) Pengalokasian anggaran belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bagian anggaran bendahara umum negara, dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara.

               

Pasal 16

(1) Pagu pembayaran belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN merupakan batas tertinggi dalam pelaksanaan pembayaran IJP.
(2) Dalam hal terdapat tagihan pembayaran IJP atas penerbitan sertifikat penjaminan yang melampaui pagu belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka tagihan IJP tersebut tidak dibayarkan oleh KPA.


         

Pasal 17

(1) Berdasarkan perhitungan besaran IJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), Pemerintah melalui Menteri membayarkan IJP kepada PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo sampai dengan selesainya jangka waktu Penjaminan Pemerintah.
(2) Dalam hal terjadi kelebihan/kekurangan bayar IJP yang timbul akibat dari timbulnya diskrepansi data, maka kelebihan/kekurangan tersebut dikembalikan kepada negara atau diperhitungkan dalam pembayaran IJP berikutnya.

               

Bagian Kedua
Pengelolaan Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah
 
Pasal 18

(1) Pemerintah melalui Menteri mengalokasikan anggaran kewajiban Penjaminan Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bagian anggaran bendahara umum negara, dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara.
(2) Pengelolaan dana cadangan penjaminan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang¬ undangan mengenai tata cara pengelolaan dana cadangan penjaminan untuk pelaksanaan kewajiban penjaminan pemerintah sepanjang tidak diatur lain dalam Peraturan Menteri ini.
(3) Dalam hal terjadi pembayaran klaim dukungan loss limit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran belanja atas klaim tersebut menggunakan dana yang bersumber dari dana cadangan penjaminan.
(4) Pengeluaran belanja atas klaim dukungan loss limit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan pengeluaran belanja transaksi khusus yang belum dialokasikan dan/ atau melebihi alokasi yang telah ditetapkan dalam APBN dan/atau APBN Perubahan pada tahun anggaran berjalan.
(5) Mekanisme pengeluaran belanja transaksi khusus atas klaim dukungan loss limit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaksanakan melalui pemindahbukuan dana cadangan penjaminan ke rekening kas umum negara dan diperlakukan sebagai penerimaan pembiayaan.
(6) Bukti pemindahbukuan dana cadangan penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dijadikan dasar pagu belanja transaksi khusus dalam penyusunan daftar isian pelaksanaan anggaran.
(7) Daftar isian pelaksanaan anggaran yang telah disahkan menjadi dasar KPA memproses pencairan belanja transaksi khusus atas klaim dukungan loss limit.
(8) Menteri selaku Pengguna Anggaran menetapkan Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko sebagai KPA belanja transaksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(9) Terhadap realisasi pengeluaran belanja transaksi khusus atas klaim dukungan loss limit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dana cadangan penjaminan yang berasal selain dari anggaran kewajiban penjaminan dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang telah digunakan dapat diganti melalui mekanisme APBN dan/atau APBN Perubahan.
(10) Pelaksanaan pembayaran klaim dukungan loss limit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari dana cadangan penjaminan, tidak mengakibatkan piutang Pemerintah dan/atau Regres Pemerintah.
(11) Pencatatan realisasi pengeluaran atas klaim dukungan loss limit sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilaporkan dalam APBN Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

  

               

BAB VI
PEMBUKUAN DAN PELAPORAN PELAKSANAAN
PENUGASAN


Bagian Kesatu
Pembukuan
 
Pasal 19

(1) Dalam melaksanakan penugasan penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo menyelenggarakan pembukuan berdasarkan ketentuan mengenai standar akuntansi.
(2) Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disajikan sebagai informasi segmen dalam catatan atas laporan keuangan pada laporan keuangan PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo.

               

Bagian Kedua
Pelaporan Pelaksanaan Penugasan
 
Pasal 20

(1) PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo menyampaikan laporan triwulan dan tahunan atas pelaksanaan penugasan penjaminan kepada Menteri ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. informasi umum:
1. perkembangan kegiatan penjaminan;
2. strategi pelaksanaan penjaminan; dan
3. kebijakan terkait penugasan penjaminan;
b. capaian target;
c. informasi keuangan;
d. profil risiko dan mitigasi risiko; dan
e. informasi lain yang dianggap penting.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat:
a. 30 (tiga puluh) hari kalender setelah periode pelaporan dimaksud berakhir, untuk laporan triwulan; dan
b. pada akhir triwulan pertama setelah periode pelaporan dimaksud berakhir, untuk laporan tahunan.
(4) Dalam hal diperlukan, Menteri dapat meminta laporan pelaksanaan penugasan sewaktu-waktu.

  

               

BAB VII
PENGAWASAN, PEMANTAUAN , DAN EVALUASI
 
Pasal 21

(1) Dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Pemerintah, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penugasan penjaminan melalui PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo.
(2) Dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Pemerintah, Menteri melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan penugasan penjaminan melalui PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo.
(3) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling sedikit satu kali setiap 3 (tiga) bulan.
(4) Pemantauan dan evaluasi dilakukan paling sedikit terhadap aspek sebagai berikut:
a. kesesuaian tarif IJP penjaminan dan tarif IJP Loss Limit;
b. perkembangan jumlah Pinjaman yang dijamin;
c. realisasi pembayaran klaim; dan
d. proyeksi pembayaran klaim sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan.
(5) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh tim pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program pemulihan ekonomi nasional yang dibentuk oleh Menteri.
(6) Tim pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat meminta masukan dari PT Reasuransi Indonesia.
(7) Dalam rangka pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat meminta informasi dan/atau data serta laporan terkait pelaksanaan Penjaminan Pemerintah kepada PT Jamkrindo, PT Askrindo, dan/atau pihak Penerima Jaminan.


Pasal 22

(1) Dalam melaksanakan penugasan Penjaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo harus melakukan upaya terbaik dalam rangka pengelolaan risiko.
(2) Menteri melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko memberikan masukan atas kegiatan pengelolaan risiko yang dilakukan PT Jamkrindo dan/atau PT Askrindo sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

               

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
 
Pasal 23

Dalam rangka pelaksanaan Penjaminan Pemerintah tahun 2020, sumber dana belanja subsidi IJP atas pelaksanaan program PEN untuk Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7), anggaran dana kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), dan anggaran kewajiban penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat berasal dari APBN sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai perubahan postur dan rincian APBN Tahun Anggaran 2020 dan peraturan pelaksanaannya.

     


BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 24

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

               

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juni 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 23 Juni 2020

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


WIDODO EKATJAHJANA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 660