TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 66 TAHUN 2023
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGGANTIAN ATAU IMBALAN
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YANG DITERIMA ATAU
DIPEROLEH DALAM BENTUK NATURA DAN/ATAU KENIKMATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGGANTIAN ATAU IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH DALAM BENTUK NATURA DAN/ATAU KENIKMATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
BAB II
PERLAKUAN PEMBEBANAN BIAYA PENGGANTIAN ATAU
IMBALAN DALAM BENTUK NATURA DAN/ATAU
KENIKMATAN
Pasal 2
(1) | Biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan penghasilan kena pajak oleh pemberi kerja atau pemberi imbalan atau penggantian dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sepanjang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. |
(2) | Biaya penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya penggantian atau imbalan yang berkaitan dengan hubungan kerja antara pemberi kerja dan Pegawai. |
(3) | Biaya penggantian atau imbalan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya penggantian atau imbalan karena adanya transaksi jasa antar-Wajib Pajak. |
(4) | Pengeluaran untuk biaya penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk kenikmatan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. |
(5) | Pengeluaran untuk biaya penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang mempunyai masa manfaat kurang dari 1 (satu) tahun dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran. |
(6) | Pemberi kerja atau pemberi imbalan atau penggantian melaporkan biaya penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan beserta Pegawai dan/atau penerima imbalan atau penggantian dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. |
(7) | Ketentuan mengenai biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai pengurang penghasilan bruto berlaku sejak:
|
BAB III
NATURA DAN/ATAU KENIKMATAN SEBAGAI OBJEK PAJAK
PENGHASILAN DAN PENGECUALIANNYA DARI OBJEK PAJAK
PENGHASILAN
Bagian Kesatu
Natura dan/atau Kenikmatan Sebagai Objek Pajak
Penghasilan
Pasal 3
(1) | Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan merupakan penghasilan yang menjadi objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan. |
(2) | Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penggantian atau imbalan yang berkaitan dengan hubungan kerja antara pemberi kerja dan Pegawai. |
(3) | Penggantian atau imbalan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penggantian atau imbalan karena adanya transaksi jasa antar-Wajib Pajak. |
(4) | Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penggantian atau imbalan dalam bentuk barang selain uang yang dialihkan kepemilikannya dari pemberi kepada penerima. |
(5) | Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penggantian atau imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan yang bersumber dari aktiva:
|
(6) | Ketentuan mengenai penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai objek Pajak Penghasilan berlaku sejak:
|
Bagian Kedua
Pengecualian Natura dan/atau Kenikmatan dari Objek Pajak
Penghasilan
Pasal 4
Dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi:
Pasal 5
(1) | Makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi:
|
(2) | Kupon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan alat transaksi bukan uang yang dapat ditukarkan dengan makanan dan/atau minuman. |
(3) | Termasuk dalam pengertian kupon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penggantian oleh pemberi kerja atas pengeluaran untuk pembelian atau perolehan makanan dan/atau minuman di luar tempat kerja yang ditanggung terlebih dahulu oleh Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. |
(4) | Nilai kupon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan sepanjang tidak melebihi:
|
(5) | Selisih lebih dari nilai kupon yang sebenarnya setelah dikurangi nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a atau huruf b merupakan objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). |
(6) | Penghitungan selisih lebih dari nilai kupon sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan contoh penghitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 6
(1) | Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c meliputi natura dan/atau kenikmatan sehubungan dengan persyaratan mengenai keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan Pegawai yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sehubungan dengan persyaratan mengenai keamanan, kesehatan, dan/atau keselamatan Pegawai yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
Pasal 7
(1) | Penentuan natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e didasarkan pada:
|
(2) | Penentuan natura dengan jenis dan batasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk diperuntukkan bagi bahan makanan dan/atau bahan minuman dengan batasan nilai tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c. |
(3) | Penentuan natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk diperuntukkan bagi natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh penerima selama tahun 2022. |
(4) | Selisih lebih dari nilai natura atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh penerima setelah dikurangi dengan batasan tertentu berupa nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). |
(5) | Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta contoh penghitungan selisih lebih nilai natura atau kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 8
(1) | Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b meliputi sarana, prasarana, dan/atau fasilitas di lokasi kerja untuk Pegawai dan keluarganya berupa:
|
(2) | Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas untuk Pegawai dan keluarganya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa sarana, prasarana, dan/atau fasilitas yang diselenggarakan oleh:
|
(3) | Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas berupa pelayanan kesehatan dan/atau pendidikan untuk Pegawai dan keluarganya yang diselenggarakan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b termasuk sarana, prasarana, dan/atau fasilitas berupa pelayanan kesehatan dan/atau pendidikan yang terletak di wilayah kabupaten atau kota lokasi usaha pemberi kerja dan/atau wilayah kabupaten atau kota yang berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten atau kota lokasi usaha pemberi kerja. |
(4) | Sarana, prasarana, dan fasilitas di lokasi kerja untuk Pegawai dan keluarganya berupa pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi pengangkutan untuk Pegawai dan keluarga dalam melaksanakan penugasan. |
Bagian Ketiga
Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Objek Pajak
Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan sehubungan
dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh
dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan yang Disediakan
di Daerah Tertentu
Pasal 9
(1) | Daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) meliputi daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut, maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral, termasuk daerah terpencil. |
(2) | Prasarana ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi 8 (delapan) jenis sebagai berikut:
|
(3) | Prasarana transportasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi 3 (tiga) jenis sebagai berikut:
|
(4) | Lokasi usaha pemberi kerja yang ditetapkan sebagai daerah tertentu ditentukan oleh ketidaktersediaan atau ketidaklayakan minimal 6 (enam) dari 11 (sebelas) jenis prasarana ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan prasarana transportasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Ketidaktersediaan atau ketidaklayakan minimal 6 (enam) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus terdapat minimal 1 (satu) jenis prasarana yang tidak tersedia atau tidak layak dari jenis prasarana transportasi umum. |
(6) | Dalam hal prasarana ekonomi dan transportasi umum telah dibangun secara mandiri oleh pemberi kerja maka prasarana ekonomi dan transportasi umum dimaksud diperhitungkan sebagai prasarana yang tidak tersedia dalam penentuan ketidaktersediaan atau ketidaklayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
Pasal 10
(1) | Penetapan lokasi usaha pemberi kerja sebagai daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat diberikan:
|
(2) | Izin pertambangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
|
(3) | Penetapan lokasi usaha pemberi kerja pemegang izin pertambangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai daerah tertentu diberikan:
|
(4) | Dalam hal pada saat berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf b, lokasi usaha pemberi kerja masih memenuhi kriteria berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang:
|
Pasal 11
(1) | Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan pemberi kerja berlokasi usaha di daerah tertentu. |
(2) | Direktur Jenderal Pajak mendelegasikan kewenangan untuk menetapkan pemberi kerja berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat. |
Pasal 12
(1) | Pemberi Kerja Berstatus Pusat yang memiliki lokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dapat mengajukan permohonan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat. | ||||||
(2) | Permohonan penetapan berlokasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk setiap lokasi usaha yang memenuhi kriteria daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). | ||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
|
||||||
(4) | Pemberi Kerja Berstatus Pusat yang dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan dokumen persyaratan berupa salinan:
|
||||||
(6) | Pernyataan keadaan prasarana ekonomi dan transportasi umum di lokasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c minimal memuat:
|
||||||
(7) | Bagi Pemberi Kerja Berstatus Pusat yang termasuk dalam pemberi kerja pemegang izin pertambangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), selain melampirkan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus melampirkan dokumen persyaratan berupa salinan:
|
Pasal 13
(1) | Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) beserta dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) dan ayat (7) diajukan oleh Pemberi Kerja Berstatus Pusat secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemberi Kerja Berstatus Pusat terdaftar. |
(2) | Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
|
(3) | Pengajuan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. |
(4) | Tata cara pengajuan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. |
Pasal 14
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan pernyataan keadaan prasarana ekonomi dan transportasi umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) huruf c dibuat sesuai dengan contoh format permohonan dan pernyataan sebagaimana tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 15
(1) | Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat melakukan penelitian kelengkapan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). |
(2) | Dalam hal permohonan Pemberi Kerja Berstatus Pusat dinyatakan belum lengkap berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan. |
(3) | Pemberi Kerja Berstatus Pusat harus melengkapi dokumen dalam surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permintaan kelengkapan dokumen diterima. |
(4) | Surat permintaan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat:
|
(5) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui dan Pemberi Kerja Berstatus Pusat tidak dapat melengkapi dokumen yang diminta, Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat memberitahukan kepada Pemberi Kerja Berstatus Pusat bahwa permohonan tidak dapat dipertimbangkan. |
(6) | Surat permintaan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format surat sebagaimana tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 16
(1) | Atas permohonan yang telah lengkap berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat:
|
(2) | Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat wajib menerbitkan:
|
(3) | Keputusan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a minimal memuat:
|
(4) | Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diterbitkan paling lama 4 (empat) bulan setelah permohonan telah lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(5) | Keputusan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan keputusan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dibuat sesuai dengan contoh format keputusan sebagaimana tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 17
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) terlampaui dan Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat tidak memberikan keputusan maka:
Pasal 18
(1) | Pemberi Kerja Berstatus Pusat selain pemberi kerja pemegang izin pertambangan tertentu yang telah mendapatkan keputusan persetujuan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu dapat mengajukan permohonan perpanjangan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat. |
(2) | Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lambat 4 (empat) bulan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b berakhir. |
(3) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui, Pemberi Kerja Berstatus Pusat dapat mengajukan kembali penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) sepanjang lokasi usaha masih memenuhi kriteria berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). |
(4) | Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan dokumen persyaratan berupa salinan:
|
Pasal 19
Ketentuan mengenai penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 berlaku secara mutatis mutandis terhadap permohonan perpanjangan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
Pasal 20
(1) | Penetapan lokasi usaha pemberi kerja pemegang izin pertambangan tertentu sebagai daerah tertentu untuk perpanjangan ke tahap berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a dilakukan secara jabatan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat. |
(2) | Untuk menguji lokasi usaha masih memenuhi kriteria berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat:
|
(3) | Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat menerbitkan:
|
(4) | Keputusan atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib diterbitkan paling lambat pada tanggal berakhirnya jangka waktu pada keputusan persetujuan penetapan sebelumnya. |
(5) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terlampaui, Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat tidak menerbitkan keputusan atau pemberitahuan maka Kepala Kantor Wilayah DJP Pemberi Kerja Berstatus Pusat menerbitkan keputusan persetujuan perpanjangan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir. |
Pasal 21
Keputusan persetujuan perpanjangan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a dan pemberitahuan penghentian perpanjangan penetapan berlokasi usaha di daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB IV
TATA CARA PENILAIAN DAN PENGHITUNGAN PENGHASILAN
BERUPA PENGGANTIAN ATAU IMBALAN DALAM BENTUK
NATURA DAN/ATAU KENIKMATAN
Pasal 22
(1) | Penghasilan berupa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dinilai berdasarkan ketentuan:
|
(2) | Dalam hal penggantian atau imbalan dalam bentuk natura merupakan barang yang dari semula ditujukan untuk dipeijualbelikan oleh pemberi dalam bentuk:
|
(3) | Penilaian atas penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan dengan masa pemanfaatan lebih dari 1 (satu) bulan yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan dilakukan setiap bulan selama masa pemanfaatan kenikmatan. |
(4) | Dalam hal penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan diberikan kepada lebih dari 1 (satu) penerima atas suatu fasilitas dan/atau pelayanan maka dasar penilaian berupa jumlah biaya yang dikeluarkan atau seharusnya dikeluarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dialokasikan secara proporsional kepada masing-masing penerima penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan berdasarkan pencatatan pemanfaatan kenikmatan. |
(5) | Penghitungan dari:
|
Pasal 23
(1) | Pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada akhir bulan terjadinya:
|
(3) | Saat pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) | Atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh pada Masa Pajak Januari 2023 sampai dengan Masa Pajak Juni 2023 dikecualikan dari pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Pasal 24
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2023 sampai dengan tanggal 30 Juni 2023 yang belum dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan, atas Pajak Penghasilan yang terutang wajib dihitung dan dibayar sendiri serta dilaporkan oleh penerima dalam Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 167/PMK.03/2018 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman bagi Seluruh Pegawai serta Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1683), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 27
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2023.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2023
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 495