Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.05/2013

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 27/PMK.05/2013

TENTANG 

PELAKSANAAN PERHITUNGAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA
AKIBAT KELEBIHAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATASTANAH DAN BANGUNAN MELALUI PEMOTONGAN DANA UNTUK PENERIMAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK
INDONESIA,

Mempertimbangkan :


bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16F ayat (3) Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 186/PMK.07/2010 dan Nomor 53 Tahun 2010 tentang Tahap Persiapan Pengadaan Hak Atas Tanah dan Bangunan Bumi sebagai Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 127/PMK.07/2012 dan Nomor 53 Tahun 2012, perlu ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan Perhitungan Pengembalian Akseptasi Nasional Akibat Kelebihan Pembayaran Bea atas Hak atas Tanah dan Bangunan Melalui Pemotongan Dana untuk Pendapatan;


Mengingat:


  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
  2. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 186/PMK.07/2010 dan Nomor 53 Tahun 2010 tentang Penyusunan Laju Pelepasan Barang Pecah Atas Tanah dan Bangunan Bumi dan Bangunan Bumi dan Pajak Bumi dan Bangunan Bumi dan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 127/PMK.07/2012 dan Nomor 53 Tahun 2012;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 06/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Estimasi Transfer ke Daerah;

 


MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERHITUNGAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA AKIBAT KELEBIHAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BUMI MELALUI PENGUBAHAN DANA UNTUK PENDAPATAN.

            


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Pengadaan Hak Atas Tanah dan Bangunan Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat BPHTB adalah sewa atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
  2. Surat Permintaan Pembayaran berikutnya yang disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pembuat Komitmen, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
  3. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau dokumen lain yang dipersamakan.
  4. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPM.
  5. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
  6. Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pengembalian atas kelebihan pembayaran jumlah BPHTB yang telah dibayar dan/atau dipotong dan/atau dipungut, karena jumlah BPHTB yang telah dibayar dan/atau dipotong dan/atau dipungut lebih besar dari BPHTB yang terutang atau dilakukan pembayaran atas BPHTB yang tidak seharusnya terutang.
  7. Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disebut SKPKPB adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama atas nama Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan jumlah kelebihan pembayaran BPHTB yang akan dikembalikan kepada Wajib Pajak.
  8. Pejabat Pembuat Komitmen Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut PPK Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara adalah pejabat yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
  9. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar Pengembalian Penerimaan Negara adalah pejabat yang diberi kewenangan untuk menguji dan menandatangani Surat Perintah Membayar Pengembalian Penerimaan Negara yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

            


BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

 

Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi:

  1. tata cara pencairan dana Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran BPHTB; dan
  2. pemotongan Dana Bagi Hasil dalam rangka perhitungan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB,

atas pengajuan keberatan dan permohonan pelayanan BPHTB lainnya, pengajuan banding, pengajuan gugatan, dan pengajuan Peninjauan Kembali BPHTB, yang diterima sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 serta tindak lanjut atas putusan Pengadilan Pajak, yang diterima Direktorat Jenderal Pajak sampai dengan atau setelah tanggal 31 Desember 2010.  


BAB III
TATA CARA PENCAIRAN DANA PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA
AKIBAT KELEBIHAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS
TANAH DAN BANGUNAN

Pasal 3

(1) Kantor Pelayanan Pajak Pratama menerbitkan SKPKPB berdasarkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dari Wajib Pajak.
(2) Penerbitan SKPKPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhitungkan/kompensasi utang pajak lainnya.
(3) Tata cara penerbitan SKPKPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat pengajuan keberatan dan permohonan pelayanan BPHTB lainnya, pengajuan banding, pengajuan gugatan, dan pengajuan Peninjauan Kembali BPHTB.
(4) SKPKPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

      


Pasal 4

(1) Kompensasi utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. kompensasi utang pajak dapat dilakukan terhadap utang pajak lainnya; dan
  2. kompensasi utang pajak dilakukan melalui transfer pembayaran, dan dianggap sah apabila telah mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP).
(2) Dalam hal terdapat kompensasi utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Kantor Pelayanan Pajak Pratama menyampaikan informasi adanya transfer penerimaan negara dan menyampaikan surat setoran berupa Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan, dan/atau Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan ke Bank/Pos Persepsi tujuan.
(3) Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menerbitkan Bukti Penerimaan Negara (BPN), Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP), dan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) atas dasar transfer sesuai SP2D dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II dan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, yang diterima dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
(4) Lembar Bukti Penerimaan Negara (BPN) untuk Wajib Pajak yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi dan/atau lembar Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan, atau Surat Setoran Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, untuk Wajib Pajak yang telah diterbitkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) oleh Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Wajib Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat.

            


Pasal 5

(1) Kantor Pelayanan Pajak Pratama menyampaikan SKPKPB ke Direktorat Jenderal Pajak c.q. Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan.
(2) Penyampaian SKPKPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan Daftar Penerima Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran BPHTB.
(3) Daftar Penerima Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran BPHTB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    


Pasal 6

(1) Direktorat Jenderal Pajak c.q. Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan melakukan penelitian atas SKPKPB yang disampaikan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. penelitian atas keabsahan SKPKPB; dan
  2. penelitian kesesuaian data pada SKPKPB dengan Daftar Penerima Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran BPHTB.
(3) Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah memenuhi syarat, Direktorat Jenderal Pajak c.q. Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan membuat Rekapitulasi SKPKPB atas SKPKPB sebanyak 3 (tiga) rangkap.
(4) Direktorat Jenderal Pajak c.q. Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan mengajukan permintaan pengembalian penerimaan negara akibat kelebihan pembayaran BPHTB ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara, dengan menyampaikan:
  1. Rekapitulasi SKPKPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebanyak 2 (dua) rangkap; dan
  2. SKPKPB.
(5) Rekapitulasi SKPKPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

   


Pasal 7

    

(1) PPK Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara melakukan penelitian atas permintaan pengembalian penerimaan negara akibat kelebihan Pembayaran BPHTB yang diajukan oleh Direktorat Jenderal Pajak c.q. Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. penelitian atas kelengkapan dokumen; dan
  2. penelitian atas kesesuaian data pada Rekapitulasi SKPKPB dengan SKPKPB.
(3) Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memenuhi syarat, Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara mengembalikan permintaan pengembalian penerimaan negara akibat kelebihan pembayaran BPHTB beserta dokumen pendukungnya secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Pajak c.q. Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan.
(4) Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah sesuai dengan yang dipersyaratkan, PPK Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara menerbitkan SPP dengan menggunakan akun Koreksi Pendapatan Tahun Anggaran Yang Lalu, dengan kode satker 999001 (Direktorat Pengelolaan Kas Negara selaku Kuasa BUN Pusat), dan kode Bagian Anggaran Eselon I 999.99. (Bendahara Umum Negara).
(5) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan PPK Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara kepada Pejabat Penandatangan SPM Pengembalian Penerimaan Negara dilengkapi dengan dokumen Rekapitulasi SKPKPB sebanyak 2 (dua) rangkap dan SKPKPB.


Pasal 8

(1) Pejabat Penandatangan SPM Pengembalian Penerimaan Negara melakukan penelitian atas SPP yang diajukan oleh PPK Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. penelitian atas kelengkapan dokumen; dan
  2. penelitian atas kesesuaian data pada Rekapitulasi SKPKPB dengan SPP.
(3) Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah sesuai dengan yang dipersyaratkan, Pejabat Penandatangan SPM Pengembalian Penerimaan Negara menerbitkan SPM atas beban Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebanyak 3 (tiga) rangkap.
(4) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan Pejabat Penandatangan SPM Pengembalian Penerimaan Negara kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. lembar ke-1 dilengkapi dengan dokumen Rekapitulasi SKPKPB 1 (satu) rangkap dan SKPKPB; dan
  2. lembar ke-2 tanpa lampiran.

  


Pasal 9

(1) Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II melakukan penelitian dan pengujian atas SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4).
(2) Penelitian dan pengujian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. meneliti kelengkapan dokumen pendukung SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4);
  2. meneliti kesesuaian tanda tangan Pejabat Penandatangan SPM Pengembalian Penerimaan Negara dengan spesimen tanda tangan pada KPPN;
  3. memeriksa cara penulisan jumlah uang dalam angka dan huruf pada SPM;
  4. memeriksa kebenaran dalam penulisan termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan pada SPM;
  5. menguji kesesuaian data pada Arsip Data Komputer (ADK) SPM dengan SPM, berpedoman pada standar operasional prosedur yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan; dan
  6. menguji kesesuaian nominal pada Rekapitulasi SKPKPB dengan yang dicantumkan pada SPM.
(3) Dalam hal hasil penelitian dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memenuhi syarat, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II mengembalikan SPM beserta dokumen pendukung secara tertulis kepada Pejabat Penandatangan SPM Pengembalian Penerimaan Negara.
(4) Dalam hal penelitian dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah memenuhi syarat, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II menerbitkan SP2D.
(5) SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  


Pasal 10

(1) Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara menyampaikan fotokopi SP2D dan SPM ke Direktorat Jenderal Pajak c.q. Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan.
(2) Berdasarkan fotokopi SP2D dan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pajak c.q. Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan menyampaikan pemberitahuan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama terkait.

    


BAB IV
PEMOTONGAN DANA BAGI HASIL DALAM RANGKA PENGEMBALIAN
KELEBIHAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN
HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Pasal 11

(1) Berdasarkan SP2D dan SPM atas pengembalian penerimaan negara akibat kelebihan pembayaran BPHTB, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan permintaan pemotongan penyaluran DBH untuk penyelesaian lebih salur DBH BPHTB atas realisasi pengembalian pembayaran BPHTB kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan dilampiri Rekapitulasi SKPKPB.
(2) Berdasarkan permintaan pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan perhitungan lebih salur DBH BPHTB per daerah dengan menggunakan proporsi pembagian BPHTB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil perhitungan lebih salur DBH BPHTB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan mengenai lebih salur DBH.
(4) Lebih salur DBH BPHTB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar pemotongan terhadap penyaluran DBH pada periode berikutnya.
(5) Pemotongan terhadap penyaluran DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan melalui potongan SPM Anggaran Transfer ke Daerah dengan menggunakan akun Pendapatan Pengembalian Transfer Ke Daerah TAYL.

    


Pasal 12

Pemotongan terhadap penyaluran DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 13

(1) Dalam hal penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB mengakibatkan adanya imbalan bunga, penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB disertai dengan imbalan bunga.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(3) Pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB yang berdampak terhadap pengeluaran negara yang dilaksanakan sebelum diundangkannya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap sah.
(4) Terhadap pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pemotongan terhadap penyaluran DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(5) Jangka waktu sejak diundangkannya Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 127/PMK.07/2012 dan Nomor 53 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 186/PMK.07/2010 dan Nomor 53 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Sebagai Pajak Daerah sampai dengan diberlakukannya Peraturan Menteri ini, tidak diperhitungkan dalam penentuan jangka waktu pengajuan dan penyelesaian keberatan dan pelayanan BPHTB lainnya, banding, gugatan, dan Peninjauan Kembali BPHTB.


Pasal 14

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan perhitungan Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran BPHTB melalui pemotongan DBH diatur oleh Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, dan Direktur Jenderal Perbendaharaan, baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri sesuai dengan kewenangannya.


 

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15  

Aturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal undangan.


Agar semua orang mengetahuinya, perintahkan undangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

                  





Bertempat di Jakarta
pada tanggal 22 Januari 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,ttd

.

AGUS D.W. MARTOWARDOJO


Diundang di Jakarta

pada tanggal 22 Januari 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,ttd


.


AMIR SYAMSUDIN




BERITA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 129