Peraturan Menteri Keuangan Nomor 259/PMK.04/2016

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 259/PMK.04/2016

TENTANG

PEMBEBASAN ATAU KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU PEMBEBASAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR BARANG DALAM RANGKA
KONTRAK KARYA ATAU PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN
PERTAMBANGAN BATUBARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa dalam kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara telah diatur ketentuan mengenai pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang dalam rangka kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara;
  2. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, atas impor mesin serta barang dan bahan dapat diberikan pembebasan atau keringanan bea masuk;
  3. bahwa untuk lebih meningkatkan pelayanan perpajakan dan kepabeanan di bidang pertambangan mineral dan batubara, tertib administrasi, pengawasan, dan kepastian hukum terhadap pelaksanaan pemindahtanganan, ekspor kembali, dan pemusnahan atas barang yang diimpor dengan menggunakan fasilitas perpajakan dan kepabeanan dalam rangka kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang dalam rangka kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dan/atau Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang dalam rangka Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN ATAU KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR BARANG DALAM RANGKA KONTRAK KARYA ATAU PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
  2. Pemindahtanganan adalah pemindahan hak, alih aset, penjualan, tukar-menukar, hibah, atau penghapusan dari aset perusahaan.
  3. Ekspor Kembali adalah pengeluaran barang impor eks fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dari Daerah Pabean sesuai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
  4. Pemusnahan adalah kegiatan menghilangkan wujud dan bentuk asal suatu barang menjadi suatu unsur atau senyawa yang tidak dapat dibentuk menjadi barang asal.
  5. Kontrak Karya yang selanjutnya disingkat KK adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radioaktif, dan batubara.
  6. Perjanjian Kerjasama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disingkat PKP2B adalah perjanjian kerjasama/karya antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Kontraktor untuk melaksanakan pengusahaan pertambangan batubara.
  7. Kontraktor Kontrak Karya atau Perjanjian Kerjasama/Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut Kontraktor, adalah badan usaha yang melakukan pengusahaan pertambangan mineral atau batubara, baik dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
  8. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  10. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
  11. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhi kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.

 

BAB II
PERLAKUAN KEPABEANAN DAN/ATAU PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR BARANG DALAM
RANGKA KONTRAK KARYA ATAU PERJANJIAN KARYA
PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA

Pasal 2

(1) Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK dan PKP2B hanya dapat diberikan kepada Kontraktor yang kontraknya mencantumkan pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK dan PKP2B.
(2) Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang dalam rangka KK dan PKP2B hanya dapat diberikan kepada Kontraktor yang kontraknya mencantumkan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang dalam rangka KK dan PKP2B.

     

Pasal 3

(1) Pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diberikan melalui masterlist yang ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri.
(2) Masterlist sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
  1. Nomor dan tanggal masterlist;
  2. Nama perusahaan Kontraktor;
  3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  4. Alamat;
  5. Dasar kontrak;
  6. Kantor Pabean tempat pemasukan barang;
  7. Pelabuhan pemasukan barang;
  8. Jenis, jumlah, dan satuan barang;
  9. Spesifikasi barang;
  10. Perkiraan harga/nilai impor;
  11. Negara asal; dan
  12. Jenis fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai.
(3) Importasi barang dapat dilakukan dalam keadaan terurai, dalam hal elemen data jenis barang dalam masterlist sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h memuat data secara terperinci atau terurai.
(4) Dalam menerbitkan masterlist atas impor barang dalam rangka KK dan PKP2B, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal harus memperhatikan KK dan PKP2B yang menjadi dasar penerbitan masterlist.
(5) Masterlist sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat paling sedikit dalam 4 (empat) rangkap dengan peruntukan sebagai berikut:
Rangkap 1 (satu)
Rangkap 2 (dua)
Rangkap 3 (tiga)
Rangkap 4 (empat) 
:
:
:
:
Kontraktor KK atau PKP2B;
Direktur Jenderal Pajak;
Direktur Jenderal;
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.


Pasal 4

Penyelesaian kewajiban pabean atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan yang tercantum dalam masterlist.



Pasal 5

(1) Impor barang yang tidak mendasarkan pada masterlist sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, wajib membayar bea masuk dan/atau dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Dalam hal terjadi force majeure, dokumen invoice yang telah disetujui oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau pejabat yang ditunjuk, dapat dipergunakan sebagai pengganti masterlist sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(3) Pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dimintakan pengembalian.


BAB III
PEMINDAHTANGANAN ATAS BARANG
DALAM RANGKA KK ATAU PKP2B

Bagian Kesatu
Jangka Waktu Pemindahtanganan

Pasal 6

Atas barang impor yang mendapat fasilitas:

  1. pembebasan atau keringanan bea masuk; dan/atau
  2. pembebasan Pajak Pertambahan Nilai,

dalam rangka KK dan PKP2B dapat dilakukan Pemindahtanganan.



Pasal 7

(1) Barang yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilakukan Pemindahtanganan setelah digunakan paling singkat selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor.
(2) Ketentuan mengenai jangka waktu Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:
  1. terjadi keadaan kahar (force majeure);
  2. di Ekspor Kembali;
  3. perusahaan bangkrut atau tutup; atau
  4. dipindahtangankan kepada pihak lain yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai.


Bagian Kedua
Permohonan Izin Pemindahtanganan

Pasal 8

(1) Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan.
(2) Untuk mendapatkan izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan dengan menyebutkan alasan Pemindahtanganan.
(3) Dalam hal Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan bukan merupakan Kantor Pabean tempat pemasukan barang, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan tembusan kepada Direktur yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan dan Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit dilampiri dengan dokumen berupa:
  1. surat rekomendasi dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
  2. surat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, dalam hal Pemindahtanganan dilakukan setelah 2 (dua) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor;
  3. fotokopi KK dan PKP2B yang mencantumkan ketentuan mengenai pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan;
  4. fotokopi Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang yang dipindahtangankan beserta Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud yang mencantumkan barang yang akan dipindahtangankan;
  5. fotokopi pemberitahuan impor barang yang telah mendapatkan nomor pendaftaran;
  6. daftar barang yang akan dipindahtangankan;
  7. asli surat pernyataan bermeterai yang ditandatangani oleh pimpinan Kontraktor yang menyatakan bahwa barang yang akan dipindahtangankan:
    1. tidak diagunkan/dijaminkan kepada pihak lain;
    2. tidak dalam sengketa dengan pihak lain; dan/atau
    3. masih dalam penguasaan perusahaan;
  8. surat keterangan dari instansi terkait dan dilampiri dengan bukti-bukti yang mendukung keadaan kahar (force majeure), dalam hal Pemindahtanganan dilakukan karena keadaan kahar (force majeure);
  9. Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas nama pihak yang menerima Pemindahtanganan, dalam hal dipindahtangankan kepada sesama penerima fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai; dan
  10. foto barang yang akan dipindahtangankan.
(5) Daftar barang yang akan dipindahtangankan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
  1. uraian barang;
  2. spesifikasi teknis barang;
  3. jumlah dan satuan barang;
  4. nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang yang dipindahtangankan dan nomor urut barang yang tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud;
  5. Kantor Pabean tempat pemasukan barang;
  6. nomor dan tanggal pendaftaran pemberitahuan impor barang; dan
  7. tanda tangan pimpinan Kontraktor.

  

Pasal 9

(1) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan, melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh persyaratan untuk mendapatkan izin Pemindahtanganan dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan pemeriksaan fisik barang yang akan dipindahtangankan.
(2) Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan:
  1. sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Pemindahtanganan barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B;
  2. tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan atas nama Menteri membuat surat penolakan permohonan Pemindahtanganan barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B, dengan menyebutkan alasan penolakan.
(3) Dalam hal Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan bukan merupakan Kantor Pabean tempat pemasukan barang, salinan Keputusan Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan kepada Direktur yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan dan Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang.
(4) Keputusan Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat digunakan oleh Direktur yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Pemindahtanganan barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B.


Bagian Ketiga
Pengenaan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai

Pasal 10

(1) Dalam hal Pemindahtanganan barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan kepada Perusahaan yang tidak mendapatkan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun namun kurang dari 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai yang telah diberikan dibatalkan dan Kontraktor wajib membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.
(2) Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai, dalam hal:
  1. terjadi keadaan kahar (force majeure);
  2. barang yang dipindahtangankan di Ekspor Kembali oleh Kontraktor;
  3. dipindahtangankan kepada perusahaan lain yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai; atau
  4. barang yang dipindahtangankan dilakukan Pemusnahan.
(3) Pemindahtanganan barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B kepada penerima yang tidak mendapatkan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam jangka waktu setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, dibebaskan dari pengenaan bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.
(4) Dalam hal dokumen pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diketemukan, tanggal pemberitahuan pabean impor dapat ditentukan dengan menggunakan dokumen lainnya pada saat pemasukan, antara lain berupa:
  1. manifest;
  2. Bill of Lading/Airway Bill;
  3. Invoice;
  4. Laporan Hasil Audit (LHA); atau
  5. dokumen lain yang dapat membuktikan tanggal pemasukan barang yang dipindahtangankan.


Bagian Keempat
Pembayaran Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai

Pasal 11

(1) Kontraktor membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Pemindahtanganan barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B sebagai dokumen dasar pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.
(2) Pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendasarkan pada klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean dalam pemberitahuan pabean impor pada saat pemasukan.


Bagian Kelima
Penyelesaian Pemindahtanganan

Pasal 12

(1) Kontraktor yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Pemindahtanganan dan akan melaksanakan Pemindahtanganan barang, harus terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan.
(2) Terhadap Pemindahtanganan yang disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan bukti pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai.
(3) Atas pelaksanaan Pemindahtanganan, Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan membuat berita acara Pemindahtanganan.


Bagian Keenam
Pemindahtanganan Barang Milik Negara

Pasal 13

Tata laksana Pemindahtanganan barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B yang berstatus Barang Milik Negara, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang Milik Negara.



BAB IV
EKSPOR KEMBALI ATAS BARANG YANG DIIMPOR DENGAN
MENGGUNAKAN FASILITAS PEMBEBASAN ATAU
KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU PEMBEBASAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DALAM RANGKA KK ATAU PKP2B

Bagian Kesatu
Ekspor Kembali

Pasal 14

Kontraktor dapat melakukan Ekspor Kembali barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B dengan mengajukan pemberitahuan pabean ekspor ke Kantor Pabean tempat dilakukan Ekspor Kembali.



Bagian Kedua
Dokumen Ekspor Kembali

Pasal 15

(1) Pengajuan pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 paling sedikit dilampiri dengan:
  1. surat rekomendasi dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan sumber Daya Mineral;
  2. surat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, dalam hal Ekspor Kembali dilakukan setelah 2 (dua) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor;
  3. fotokopi KK dan PKP2B yang mencantumkan ketentuan mengenai fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan;
  4. fotokopi Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang yang akan di Ekspor Kembali dan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud;
  5. fotokopi pemberitahuan impor barang pemasukan yang telah mendapatkan nomor pendaftaran;
  6. daftar barang yang akan di Ekspor Kembali; dan
  7. foto barang yang akan di Ekspor Kembali.
(2) Daftar barang yang akan di Ekspor Kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut;
  1. uraian barang;
  2. spesifikasi teknis barang;
  3. jumlah dan satuan barang;
  4. nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang impor yang dipindahtangankan dan nomor urut barang yang akan di Ekspor Kembali pada Lampiran Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai;
  5. Kantor Pabean tempat pemasukan barang;
  6. nomor dan tanggal pendaftaran pemberitahuan impor barang pemasukan; dan
  7. tanda tangan pimpinan Kontraktor.
(3) Atas pengajuan pemberitahuan ekspor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean tempat dilakukan Ekspor Kembali.
(4) Tata cara Ekspor Kembali dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor.

 


Pasal 16

Dalam hal Kantor Pabean tempat barang yang akan di Ekspor Kembali bukan merupakan Kantor Pabean tempat pemasukan barang, Kepala Kantor Pabean tempat barang akan di Ekspor Kembali mengirimkan surat pemberitahuan Ekspor Kembali barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B kepada Direktur yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan dan Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang.



Bagian Ketiga
Dibebaskan dari Kewajiban Membayar Bea Masuk dan/atau
Pajak Pertambahan Nilai

Pasal 17

Kontraktor yang mengekspor kembali barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B dibebaskan dari kewajiban untuk membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.



BAB V
PEMUSNAHAN ATAS BARANG YANG DIIMPOR DENGAN
MENGGUNAKAN FASILITAS PEMBEBASAN ATAU
KERINGANAN BEA MASUK DAN/ATAU PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DALAM RANGKA KK ATAU PKP2B

Bagian Kesatu
Permohonan Izin Pemusnahan

Pasal 18

Kontraktor dapat melakukan Pemusnahan atas barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B.



Pasal 19

(1) Untuk dapat melakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Kontraktor harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan dengan menyebutkan alasan Pemusnahan.
(2) Dalam hal Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan bukan merupakan Kantor Pabean tempat pemasukan barang, salinan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan dan Kepala Kantor Pabean pemasukan barang.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit dilampiri dengan:
  1. surat rekomendasi dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
  2. surat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, untuk Pemusnahan yang dilakukan setelah 2 (dua) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun sejak tanggal pemberitahuan pabean impor;
  3. fotokopi KK dan PKP2B yang mencantumkan klausula mengenai fasilitas kepabeanan dan perpajakan;
  4. fotokopi Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang yang akan dimusnahkan dan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan dimaksud;
  5. fotokopi pemberitahuan impor barang pemasukan yang telah mendapatkan nomor pendaftaran;
  6. daftar barang yang akan dilakukan Pemusnahan; dan
  7. foto barang yang akan dilakukan Pemusnahan.
(4) Daftar barang yang akan dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
  1. uraian barang;
  2. spesifikasi teknis barang;
  3. jumlah dan satuan barang;
  4. nomor Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas barang yang akan dimusnahkan dan nomor urut barang yang dilakukan Pemusnahan pada lampiran Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai;
  5. Kantor Pabean tempat pemasukan barang;
  6. nomor dan tanggal pendaftaran Pemberitahuan Impor barang pemasukan; dan
  7. tanda tangan pimpinan Kontraktor.


Pasal 20

(1) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang akan dimusnahkan, melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh persyaratan untuk mendapatkan izin Pemusnahan dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan pemeriksaan fisik barang yang akan dimusnahkan.
(2) Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan:
  1. sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan Pemusnahan barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B.
  2. tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan atas nama Menteri membuat surat penolakan permohonan Pemusnahan barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B, dengan menyebutkan alasan penolakan.
(3) Dalam hal Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan bukan merupakan Kantor Pabean tempat pemasukan barang, salinan Keputusan Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan kepada Direktur yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan dan Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang.
(4) Keputusan Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dapat digunakan oleh Direktur yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Pemusnahan barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B.


Pasal 21

Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang dimusnahkan membuat berita acara Pemusnahan.



Bagian Kedua
Pembebasan dari Kewajiban Pembayaran Bea Masuk
dan/atau Pajak Pertambahan Nilai
dan Barang Masih Bernilai Ekonomis

Pasal 22

(1) Terhadap barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B yang telah dimusnahkan, dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.
(2) Pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal setelah dilakukan Pemusnahan barang tersebut masih mempunyai nilai ekonomis.
(3) Pembayaran bea masuk yang terutang untuk barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan berdasarkan harga transaksi penjualan dengan ketentuan:
  1. jika pembebanan bea masuknya sebesar 5% (lima persen) atau lebih, dikenakan pembebanan 5% (lima persen); atau
  2. jika pembebanan bea masuknya dibawah 5% (lima persen), dikenakan pembebanan sesuai jenis barang.
(4) Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang untuk barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(5) Penyelesaian kewajiban pabean atas barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai persetujuan pemusnahan barang impor untuk dipakai yang mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK dan PKP2B sebagai dokumen dasar pembayaran bea masuk yang terutang.
(6) Dalam hal Pemusnahan dilakukan setelah jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan Pemusnahan dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai.


Bagian Ketiga
Sanksi

Pasal 23

(1) Dalam hal Pemindahtanganan, Ekspor kembali, dan Pemusnahan tidak dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 14, dan Pasal 19 ayat (1), Kontraktor wajib membayar;
  1. bea masuk yang terutang;
  2. Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
  3. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan.
(2) Pembayaran bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan berdasarkan klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean pada dokumen pemberitahuan impor pada saat pemasukan.
(3) Pengenaan kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


BAB VI
PENUTUP

Pasal 24

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2005 tentang Tata Cara Pemberian Pembebasan dan/atau Keringanan Bea Masuk dan Pembebasan dan/atau Penundaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Dalam Rangka Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 25

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

  

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2016
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 04 Januari 2017

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


WIDODO EKATJAHJANA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 28