PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 249/PMK.03/2016
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 253/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN
PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan Pajak Bumi dan Bangunan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan;
- bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan pengajuan dan penyelesaian keberatan Pajak Bumi dan Bangunan, termasuk mengenai jangka waktu penyelesaian keberatan yang tidak sepenuhnya berada dalam kewenangan Direktur Jenderal Pajak, perlu melakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan;
Mengingat :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2008);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 253/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2008), diubah sebagai berikut:
1. |
Ketentuan ayat (2) Pasal 4 diubah dan ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) |
Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diajukan dengan menyampaikan Surat Keberatan. |
(2) |
Surat Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. |
satu Surat Keberatan untuk satu SPPT atau SKP PBB; |
b. |
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; |
c. |
ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak dan disampaikan melalui KPP; |
d. |
dilampiri dengan fotokopi SPPT atau SKP PBB yang diajukan keberatan; |
e. |
dikemukakan jumlah PBB yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak dan disertai dengan alasan pengajuan keberatan; |
f. |
diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP PBB, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya dengan disertai bukti pendukung; |
g. |
ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal Surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan |
h. |
Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan:
1) |
pengurangan atau pembatalan SPPT atau SKP PBB yang tidak benar; |
2) |
pengurangan PBB; atau |
3) |
pengurangan denda administrasi PBB. |
|
|
(3) |
Dalam hal Surat Keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf g, Wajib Pajak dapat melakukan perbaikan atas Surat Keberatan tersebut dan menyampaikan kembali sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f terlampaui. |
(4) |
Dihapus. |
(5) |
Surat Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
|
|
2. |
Ketentuan ayat (4) Pasal 14 diubah, di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3a), di antara ayat (6) dan ayat (7) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (6a), dan ayat (6) dan ayat (7) dihapus, sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
(1) |
Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal Surat Keberatan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 6 ayat (3). |
(2) |
Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan laporan penelitian keberatan. |
(3) |
Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah PBB terutang yang dituangkan dalam Surat Keputusan Keberatan. |
(3a) |
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas surat dari Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2), jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh, terhitung sejak tanggal dikirim surat dari Direktur Jenderal Pajak tersebut kepada Wajib Pajak sampai dengan Putusan Pengadilan Pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(4) |
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) dalam hal gugatan Wajib Pajak dikabulkan, telah terlampaui dan keputusan atas keberatan belum diterbitkan, keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak dianggap diterima dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan yang menerima keberatan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu 12 (dua belas) bulan tersebut berakhir. |
(5) |
Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Wajib Pajak:
- secara langsung dengan bukti tanda terima; atau
- melalui pos atau jasa pengiriman dengan bukti pengiriman surat.
|
(6) |
Dihapus. |
(6a) |
Dalam hal Surat Keputusan Keberatan PBB menyebabkan perubahan besarnya PBB yang terutang dalam SPPT atau SKP PBB:
- Kepala KPP melakukan pembetulan atas SPPT atau SKP PBB secara jabatan, dalam hal SPPT atau SKP PBB belum melewati jatuh tempo pembayaran dan Wajib Pajak belum melakukan pembayaran.
- Kepala KPP melakukan penerbitan STP PBB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dalam hal SPPT atau SKP PBB sudah melewati jatuh tempo pembayaran dan Wajib Pajak belum melakukan pembayaran.
- Kepala KPP melakukan pembetulan STP PBB secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dalam hal sudah diterbitkan STP PBB dan Wajib Pajak belum melakukan pembayaran.
|
(7) |
Dihapus. |
(8) |
Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
|
|
3. |
Mengubah Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2008) sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal II
- Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap gugatan Wajib Pajak atas surat dari Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2) dan putusan atas gugatan dimaksud belum diterbitkan, ketentuan mengenai jangka waktu penyelesaian keberatan PBB sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
- Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2016
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 04 Januari 2017
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 22