Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.02/2014

  • 05 Desember 2014
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    DIGANTI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 218/PMK.02/2014

TENTANG

TATA CARA PEMBAYARAN KEMBALI (REIMBURSEMENT) PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH ATAS PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK DAN/ATAU
JASA KENA PAJAK KEPADA KONTRAKTOR DALAM KEGIATAN
USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai tata cara pembayaran kembali Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang digunakan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap dalam pengusahaan minyak dan gas bumi, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.02/2005;
  2. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dan guna penyelarasan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara pembayaran kembali (reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang digunakan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap dalam pengusahaan minyak dan gas bumi;
  3. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 8 huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal mempunyai tugas untuk menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
  4. bahwa berdasarkan kontrak kerja sama yang ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010, diatur bahwa bagi Kontraktor yang telah menyetorkan bagian negara, terhadap pajak selain Pajak Penghasilan yang harus dibayarkan oleh Kontraktor secara langsung (Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah), dan atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dimaksud telah dibayarkan oleh Kontraktor dapat dikembalikan kepada Kontraktor;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran Kembali (Reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Kepada Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;

                   

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
  3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5047);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5173);
  7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
  8. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 226);
  9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 24);
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.02/2009 tentang Rekening Minyak dan Gas Bumi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.02/2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1230);
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010 tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 156);
  12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 200);

                   


MEMUTUSKAN :


Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

  1. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang selanjutnya disebut SKK Migas, adalah satuan yang dibentuk sesuai Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
  2. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk Kontrak Kerja Sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan negara Republik Indonesia dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
  3. Kontraktor adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan indonesia untuk pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi.
  5. Bagian Negara adalah bagian produksi yang diterima oleh Pemerintah dari hasil kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama.
  6. First Tranche Petroleum yang selanjutnya disingkat FTP adalah sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau gas bumi yang diproduksi dari suatu wilayah kerja dalam satu tahun kalender, yang dapat diambil dan diterima oleh SKK Migas dan/atau Kontraktor dalam tiap tahun kalender, sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi (own use).
  7. Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM, adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
  8. Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM adalah pengembalian PPN atau PPN dan PPnBM atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak kepada Kontraktor atas PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor ke kas negara sesuai dengan kontrak kerja sama yang ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  9. Rekening Depkeu k/Hasil Minyak Perjanjian Karya Production Sharing Nomor 600.000411980 pada Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut Rekening Minyak dan Gas Bumi, adalah Rekening dalam valuta USD untuk menampung seluruh penerimaan, dan membayar pengeluaran terkait usaha hulu minyak dan gas bumi.
  10. Over Lifting Kontraktor adalah kelebihan pengambilan minyak dan gas bumi oleh Kontraktor dibandingkan dengan haknya yang diatur dalam Kontrak Kerja Sama pada periode tertentu.
  11. Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran/penyetoran ke kas negara yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan oleh sistem settlement.
  12. Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh bank sebagai bank persepsi.
  13. Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh kantor pos sebagai pos persepsi.
  14. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh bank/pos persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB/NTP sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.

                   


Pasal 2

(1) Kontraktor yang mengoperasikan Wilayah Kerja memiliki hak memperoleh Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak.
(2) Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah Bagian Negara diterima di rekening kas negara.
(3) Nilai Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar Bagian Negara, tidak termasuk FTP yang telah diterima oleh Pemerintah.

                   


Pasal 3

(1) Kontraktor dapat mengajukan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM kepada SKK Migas atas jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetorkan ke kas negara melalui bank persepsi/pos persepsi.
(2) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikembalikan bagi pengeluaran untuk:
  1. PPN atau PPN dan PPnBM yang dibebaskan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak;
  2. PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas biaya operasional kilang Liquified Natural Gas (LNG) sebagai kegiatan pemrosesan lebih lanjut gas sampai dengan penjualannya;
  3. PPN atau PPN dan PPnBM atas pengadaan barang dan/atau jasa yang tidak dapat dibebankan dalam biaya operasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal PPN atau PPN dan PPnBM dipungut oleh Kontraktor, paling kurang dilengkapi dengan dokumen:
  1. asli atau fotokopi Surat Setoran Pajak yang telah mendapatkan NTPN, NTB/NTP, atau fotokopi Surat Setoran Pajak yang diberi cap dan tandatangan bank persepsi/pos persepsi untuk Surat Setoran Pajak elektronik; dan
  2. Surat konfirmasi penerimaan negara yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat, dalam hal Kontraktor menyetorkan PPN atau PPN dan PPnBM tidak menggunakan billing system; dan
  3. asli surat keterangan fiskal.
(4) Permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal PPN atau PPN dan PPnBM pemungutannya tidak dilakukan oleh Kontraktor, paling kurang dilengkapi dengan dokumen asli Faktur Pajak dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang sudah dibubuhi cap “disetor tanggal ...” dan ditandasahkan oleh Kontraktor, serta asli surat keterangan fiskal.
(5) Surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan ayat (4) adalah surat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang berisi keterangan mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak/Kontraktor untuk masa pajak dan tahun pajak tertentu.
(6) Terhadap permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dilakukan verifikasi oleh SKK Migas.
(7) Dalam rangka melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), SKK Migas:
  1. melakukan penelitian untuk memastikan adanya penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM berdasarkan Surat Setoran Pajak yang telah disahkan oleh bank persepsi/pos persepsi;
  2. meminta konfirmasi atas pelaporan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak c.q. Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi, Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan, dan/atau Kantor Pelayanan Pajak tempat rekanan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  3. melakukan penelitian untuk memastikan adanya asli surat keterangan fiskal.
(8) Permintaan konfirmasi kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, dilakukan oleh SKK Migas secara tertulis dengan dilampiri data yang dimintakan konfirmasi dalam bentuk hardcopy dan softcopy.

                   


Pasal 4

(1) Berdasarkan surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7) huruf b, Direktorat Jenderal Pajak memberikan jawaban konfirmasi kepada SKK Migas dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima surat permintaan konfirmasi.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jawaban konfirmasi pelaporan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak belum diterima seluruhnya oleh SKK Migas, Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM hanya diproses berdasarkan jawaban konfirmasi atas Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak Kontraktor dari Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Dalam hal permintaan konfirmasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dijawab sebagian atau seluruhnya, Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan penjelasan tertulis kepada SKK Migas paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui.
(4) Dalam rangka pelaksanaan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKK Migas dengan Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan koordinasi bersama.
(5) Hasil koordinasi bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dibuat dalam berita acara.

                   


Pasal 5

(1) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, Kepala SKK Migas melakukan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM secara tertulis kepada Direktur Jenderal Anggaran.
(2) Permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi data dengan informasi paling kurang:
  1. jumlah permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM untuk masing-masing Kontraktor;
  2. nama dan nomor rekening bank penerima masing-masing Kontraktor;
  3. jumlah Bagian Negara yang telah diterima untuk masing-masing Wilayah Kerja; dan
  4. daftar NTPN sesuai Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang dimintakan pembayaran kembali.

          


Pasal 6

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemrosesan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM dari Kontraktor melalui Kepala SKK Migas kepada Direktur Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 ditetapkan oleh Kepala SKK Migas.

                   


Pasal 7

(1) Atas permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM kepada Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), SKK Migas dapat memperhitungkan pembayaran dimaksud dengan:
  1. kelebihan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM periode sebelumnya; dan/atau
  2. nilai Over Lifting Kontraktor yang telah jatuh tempo.
(2) Nilai tukar yang digunakan dalam penyelesaian Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM yang diperhitungkan dengan nilai Over Lifting Kontraktor yang telah jatuh tempo, menggunakan nilai tukar sesuai Peraturan Bank Indonesia.

        


Pasal 8

(1) Atas Permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelitian terhadap:
  1. kesesuaian surat permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
  2. kelengkapan data berupa informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2); dan
  3. Bagian Negara yang telah diterima dari suatu Wilayah Kerja, yakni jumlahnya harus lebih dari jumlah permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, Direktorat Jenderal Anggaran tidak dapat memproses lebih lanjut permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM.
(3) Dalam hal permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal Anggaran menyampaikan surat pemberitahuan kepada SKK Migas.
(4) Terhadap permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM yang tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dapat diajukan kembali setelah dilakukan perbaikan sesuai dengan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mengikuti tata cara permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini.
(5) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi, Direktorat Jenderal Anggaran menerbitkan surat permintaan pembayaran yang dilampiri dengan daftar NTPN sesuai Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang dimintakan pembayaran kembali kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(6) Pengajuan permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

        


Pasal 9

           

(1) Atas permintaan pembayaran yang diajukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5), Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan penelitian terhadap dokumen permintaan pembayaran yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
(2) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Perbendaharaan menerbitkan surat permintaan pembayaran beserta warkat pembebanan rekening kepada Bank Indonesia, dengan tembusan Direktorat Jenderal Anggaran dan SKK Migas.
(3) Surat permintaan pembayaran beserta warkat pembebanan rekening kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) hari kerja terhitung sejak diterimanya permintaan pembayaran.
(4) Berdasarkan surat permintaan pembayaran beserta warkat pembebanan rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank Indonesia memindahbukukan dana untuk permintaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM dari Rekening Minyak dan Gas Bumi ke rekening Kontraktor yang bersangkutan.
(5) Bank Indonesia menyampaikan advis dan rekening koran atas Rekening Minyak dan Gas Bumi atas pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara.

           


Pasal 10

(1) Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara menyampaikan fotokopi advis dan rekening koran atas Rekening Minyak dan Gas Bumi dari Bank Indonesia kepada Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak.
(2) Direktorat Jenderal Anggaran menyampaikan surat pemberitahuan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM berdasarkan advis dan rekening koran atas Rekening Minyak dan Gas Bumi dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada SKK Migas.
(3) SKK Migas menyampaikan laporan penerimaan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima laporan dari Kontraktor kepada Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak, dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara.

                         


Pasal 11

 

(1) Dalam hal ditemukan kesalahan atas Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dikembalikan kepada Kontraktor, terhadap kesalahan dimaksud diperhitungkan dengan Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM periode berikutnya.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan instansi yang berwenang ditemukan kesalahan atas Pembayaran Kembali (Reimbursement) PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dikembalikan kepada Kontraktor, terhadap kesalahan dimaksud dikoreksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 12

 

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.02/2005 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Yang Digunakan Oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

             


Pasal 13

           

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

           

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

                         

                                   




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Desember 2014
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG P.S. BRODJONEGORO


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 5 Desember 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


YASONNA H. LAOLY

 



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1878