TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 217/PMK.04/2019
TENTANG
PEMBEBASAN BEA MASUK DAN TIDAK DIPUNGUT PAJAK
DALAM RANGKA IMPOR ATAS IMPOR BARANG UNTUK
KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN TIDAK DIPUNGUT PAJAK DALAM RANGKA IMPOR ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
BAB II
PEMBEBASAN BEA MASUK DAN TIDAK DIPUNGUT
PAJAK DALAM RANGKA IMPOR
Bagian Kesatu
Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak
Dalam Rangka Impor
Pasal 2
(1) | Atas impor barang untuk keperluan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dalam rangka Operasi Perminyakan berdasarkan:
|
(2) | Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dalam rangka Operasi Perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
|
(3) | Kegiatan pengangkutan pada tahap Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi kegiatan pembangunan sarana pengangkutan minyak dan gas bumi dari sumur sampai dengan titik serah. |
(4) | Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk:
|
(5) | Pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
(6) | Pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor pada tahap Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(7) | Pertimbangan keekonomian proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a hanya diberikan kepada Kontraktor yang tidak dapat mencapai Internal Rate of Return (IRR) berdasarkan hasil penghitungan keekonomian dalam suatu periode Kontrak Bagi Hasil dan memiliki Wilayah Kerja sebagai berikut:
|
(8) | Dalam hal terdapat pengembangan lapangan baru dalam satu Wilayah Kerja, pertimbangan keekonomian proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a telah memperhitungkan Internal Rate of Return (IRR) secara keseluruhan dalam satu Wilayah Kerja. |
(9) | Pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada Kontraktor berupa badan usaha atau bentuk usaha tetap yang mengikat Kontrak Kerja Sama dengan:
|
(10) | Pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(11) | Pelaksanaan impor barang yang mendapatkan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh:
|
Bagian Kedua
Tata Cara Pengajuan Permohonan untuk Mendapatkan
Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Dalam
Rangka Impor
Pasal 3
(1) | Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Kontraktor mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi Wilayah Kerja. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Sistem INSW. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilampiri dengan:
|
(4) | Dalam hal permohonan melalui Sistem INSW belum dapat dilaksanakan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan melampirkan:
|
(5) | Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b, serta ayat (4) huruf b, dapat dalam bentuk softcopy berupa hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik. |
(6) | Rencana Impor Barang (RIB) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf c, merupakan dokumen yang telah disetujui oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang minyak dan gas bumi dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (10). |
(7) | Pada tahap Eksploitasi, selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), permohonan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus disertai:
|
(8) | Surat rekomendasi mengenai pertimbangan keekonomian proyek sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) huruf a, paling sedikit memuat informasi mengenai:
|
(9) | Dalam hal Sistem INSW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, pengajuan permohonan dilakukan secara manual dan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan dalam bentuk hardcopy dokumen. |
(10) | Dalam hal proses impor akan dilakukan oleh Penyedia Barang (Vendor), permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan nama Penyedia Barang (Vendor) yang akan melakukan impor dan melampirkan bukti kontrak pengadaan barang antara Kontraktor dengan Penyedia Barang (Vendor). |
(11) | Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4) atau ayat (7) telah tersedia dalam Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kontraktor tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi Wilayah Kerja. |
(12) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 4
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi Wilayah Kerja atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(2) | Dalam hal terdapat ketidaksesuaian dokumen atau data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Pasal 3 ayat (4), Pasal 3 ayat (7), dan/atau Pasal 3 ayat (9), Kepala Bidang pada Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan atas nama Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi Wilayah Kerja menerbitkan Surat Pengembalian Dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi Wilayah Kerja atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. |
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi Wilayah Kerja atas nama Menteri menerbitkan Surat Pemberitahuan Penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(5) | Dalam hal tempat pemasukan barang impor keperluan Kontraktor terdiri atas lebih dari 1 (satu) tempat pemasukan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menyampaikan salinan Keputusan Menteri Keuangan dimaksud kepada:
|
(6) | Dalam hal Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(7) | Surat Pengembalian Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Surat Pemberitahuan Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf B, Lampiran huruf C, dan Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Ketiga
Jangka Waktu
Pasal 5
(1) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) berlaku untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkan. |
(2) | Dalam hal masa berlaku Kontrak Kerja Sama berupa Kontrak Bagi Hasil kurang dari 12 (dua belas) bulan, Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) berlaku sampai dengan akhir masa kontrak. |
(3) | Dalam hal keekonomian proyek sudah mencapai tingkat pengembalian investasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (8), Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) berlaku sampai dengan tanggal rekomendasi pencabutan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor tahap Eksploitasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang minyak dan gas bumi. |
(4) | Dalam hal saat dimulainya produksi komersial Kontrak Bagi Hasil Gross Split kurang dari 12 (dua belas) bulan, Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) berlaku sampai dengan ditetapkannya saat mulai produksi komersial. |
BAB III
PEMASUKAN BARANG IMPOR
Pasal 6
(1) | Pemasukan barang impor untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang mendapatkan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilakukan melalui:
|
(2) | Tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang impor melalui Pusat Logistik Berikat, Kawasan Berikat, atau Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan kawasan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pusat Logistik Berikat, Kawasan Berikat, dan Gudang Berikat, serta kawasan lain yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. |
Pasal 7
(1) | Kontraktor atau Penyedia Barang (Vendor) harus mencantumkan kode fasilitas pertambangan pada saat mengajukan pemberitahuan pabean impor atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). |
(2) | Pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), diberikan dalam hal uraian dan satuan barang serta Kantor Pabean yang membawahi pelabuhan pemasukan pada pemberitahuan pabean impor sesuai dengan uraian dan satuan barang serta Kantor Pabean yang membawahi pelabuhan pemasukan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3). |
(3) | Terhadap impor barang yang mendapatkan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan pemotongan kuota secara elektronik. |
(4) | Pemotongan kuota sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan proses atau kegiatan mengurangkan jumlah atas jenis barang impor yang telah diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dengan realisasi impornya di Kantor Pabean tempat pemasukan barang. |
(5) | Dalam hal pemotongan kuota tidak dapat dilakukan secara elektronik, pejabat bea dan cukai melakukan penelitian dan pemotongan kuota secara manual. |
Pasal 8
(1) | Dalam hal terdapat:
|
(2) | Pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku dalam hal barang tersebut tidak diperuntukkan dalam rangka Operasi Perminyakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). |
Pasal 9
Terhadap barang impor yang mendapatkan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), berlaku ketentuan larangan dan pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai larangan dan pembatasan.
BAB IV
PENGELOLAAN ATAS BARANG IMPOR
KEGIATAN HULU MIGAS
Pasal 10
(1) | Terhadap barang impor yang dibeli oleh Kontraktor dengan mendapatkan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang menjadi milik/kekayaan negara setelah diselesaikan kewajiban kepabeanannya, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Pengawasan dan pembinaan terhadap barang impor yang mendapatkan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan status barang sewa yang telah diselesaikan kewajiban kepabeanannya, dilakukan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang minyak dan gas bumi dan dikelola oleh satuan kerja yang bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. |
Pasal 11
(1) | Terhadap barang impor yang mendapatkan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dapat diekspor kembali, dilakukan pindah tangan kepada Kontraktor lainnya, atau pindah lokasi antar Wilayah Kerja, setelah mendapatkan persetujuan dari satuan kerja yang bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. |
(2) | Persetujuan untuk diekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada:
|
(3) | Kepala Kantor Pabean pemuatan melakukan penelitian terhadap dokumen ekspor sesuai dengan persetujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan melakukan pemeriksaan fisik barang. |
(4) | Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang ekspor. |
(5) | Dalam hal barang impor yang mendapatkan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipindahtangankan kepada Kontraktor lainnya, persetujuan pindah tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada:
|
Pasal 12
Dalam hal pindah tangan kepada Kontraktor lainnya atau pindah lokasi antar Wilayah Kerja sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (1) telah selesai dilaksanakan, Kontraktor asal barang harus menyampaikan pemberitahuan kepada:
BAB V
TATA CARA PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
MENGENAI PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK DAN
TIDAK DIPUNGUT PAJAK DALAM RANGKA IMPOR
Pasal 13
(1) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dapat dilakukan perubahan sebelum realisasi impor. |
(2) | Realisasi impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni pada saat barang impor diajukan pemberitahuan pabean impor dan mendapatkan nomor pendaftaran. |
(3) | Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan sepanjang mengenai:
|
(4) | Untuk dapat melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Kontraktor mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3). |
(5) | Permohonan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik melalui Sistem INSW. |
(6) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilampiri dengan:
|
(7) | Dalam hal permohonan melalui Sistem INSW belum dapat dilaksanakan, permohonan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(8) | Dalam hal Sistem INSW sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara manual dan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) disampaikan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy) melalui surat elektronik. |
Pasal 14
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(2) | Dalam hal terdapat ketidaksesuaian dokumen atau data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6), Kepala Bidang pada Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan atas nama Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi Wilayah Kerja menerbitkan Surat Pengembalian Dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) | Dalam hal permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. |
(4) | Dalam hal permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan Surat Pemberitahuan Penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(5) | Dalam hal tempat pemasukan barang impor keperluan Kontraktor terdiri atas lebih dari 1 (satu) tempat pemasukan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menyampaikan salinan Keputusan Menteri Keuangan dimaksud kepada:
|
(6) | Dalam hal Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(7) | Surat Pengembalian Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan Surat Pemberitahuan Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf E, Lampiran huruf F, dan Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB VI
KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Kewajiban Penyampaian Laporan Realisasi Impor
Pasal 15
(1) | Kontraktor wajib menyampaikan Laporan Realisasi Impor atas barang yang diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3). |
(2) | Laporan Realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas barang yang sudah maupun belum sampai di Wilayah Kerja, disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3). |
(3) | Dalam hal Kontraktor tidak menyampaikan Laporan Realisasi Impor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kontraktor dikenakan sanksi berupa penundaan pelayanan pemberian pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sampai dengan diserahkannya Laporan Realisasi Impor tersebut. |
(4) | Laporan Realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Kedua
Kewajiban Penyampaian Laporan Realisasi Ekspor
atas Barang Sewa
Pasal 16
(1) | Kontraktor wajib menyampaikan Laporan Realisasi Ekspor atas barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor yang disewa oleh Kontraktor dan telah mendapatkan persetujuan dari satuan kerja yang bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3). |
(2) | Laporan Realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pelaksanaan ekspor. |
(3) | Dalam hal Kontraktor tidak menyampaikan Laporan Realisasi Ekspor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kontraktor dikenakan sanksi berupa penundaan pelayanan pemberian pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sampai dengan diserahkannya Laporan Realisasi Ekspor tersebut. |
(4) | Laporan Realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Ketiga
Kewajiban Pembukuan
Pasal 17
Kontraktor dan Penyedia Barang (Vendor) wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Bagian Keempat
Penyampaian Surat, Keputusan, Laporan Realisasi Impor
dan Laporan Realisasi Ekspor
Pasal 18
(1) | Penyampaian:
|
(2) | Dalam hal Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, penyampaian surat, salinan keputusan, atau laporan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dapat disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy) atau melalui surat elektronik. |
BAB VII
PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Penelitian Terhadap Laporan Realisasi Impor,
Laporan Realisasi Ekspor atas Barang Sewa,
dan Hasil Pemotongan Kuota
Pasal 19
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), melakukan penelitian terhadap:
|
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara elektronik. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya indikasi pelanggaran atau penyalahgunaan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor yang telah diberikan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit atau penelitian lebih lanjut oleh unit pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan. |
Bagian Kedua
Audit
Pasal 20
(1) | Terhadap Kontraktor yang mendapatkan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Penyedia Barang (Vendor) yang melakukan kegiatan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (11) huruf b, dapat dilakukan audit. |
(2) | Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) | Dalam pelaksanaan kegiatan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor dan/atau Penyedia Barang (Vendor) wajib memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan. |
(4) | Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai audit. |
Bagian Ketiga
Monitoring dan Evaluasi
Pasal 21
(1) | Dalam rangka pelaksanaan pemberian pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak impor lebih tepat sasaran, serta penyempurnaan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, dan harmonisasi kebijakan di bidang fasilitas pertambangan, direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemberian pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. |
(2) | Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
(3) | Untuk keperluan evaluasi dalam pemberian pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi Wilayah Kerja melakukan monitoring dan evaluasi. |
(4) | Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap:
|
(5) | Dalam hal berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) ditemukan adanya indikasi pelanggaran atau penyalahgunaan terhadap pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor yang telah diberikan, direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dan/atau Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi Wilayah Kerja dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit atau penelitian lebih lanjut oleh unit pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan. |
(6) | Dalam pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), Kontraktor dan/atau Penyedia Barang (Vendor) wajib memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan. |
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 22
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Pasal 4 ayat (4), Pasal 14 ayat (3), dan Pasal 14 ayat (4):
|
(2) | Dalam hal Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk. |
(3) | Pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan. |
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 23
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 25
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2019 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 1717