Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.010/2015

  • 20 November 2015
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 207/PMK.010/2015

TENTANG

PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
105/PMK.03/2009 TENTANG PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK DAPAT
DITAGIH YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa untuk lebih memberikan keadilan bagi Wajib Pajak, perlu menyempurnakan ketentuan mengenai piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tentang Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada hµruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tentang Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010;

Mengingat :


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tentang Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010;



MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 105/PMK.03/2009 TENTANG PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK DAPAT DITAGIH YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO.



Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tentang Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010, diubah sebagai berikut :


1. Ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf c dan ayat (1a) diubah, sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3

(1) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:
a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut:
  1. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara;
  2. terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut;
  3. telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau
  4. adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
(1a) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berbentuk hard copy dan soft copy.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya.
(3) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
  1. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi produktif yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS;
  2. Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit, untuk keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura;
  3. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat untuk pemilikan rumah sangat sederhana (RSS);
  4. Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;
  5. Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal usaha kecil lainnya selain KUK; dan/atau
  6. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.
(4) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
   
2. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b harus mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
(2) Pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara melampirkan:
  1. fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara;
  2. fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah dilegalisir oleh notaris;
  3. fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus; atau
  4. surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu, yang disetujui oleh kreditur.
(3) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
   
3. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

(1) Dikecualikan dari keharusan mencantumkan identitas debitur berupa Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) adalah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang berasal dari plafon utang sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), baik yang berasal dari satu utang maupun gunggungan dari beberapa utang yang diterima dari satu kreditur.
(2) Ketentuan mengenai pengecualian keharusan mencantumkan identitas debitur berupa Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku untuk penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dibebankan sejak Tahun Pajak 2015.


Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20 November 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG P. S. BRODJONEGORO


Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 23 November 2015

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


WIDODO EKATJAHJANA




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1747