1. |
Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah Menteri Keuangan.
- Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
- Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar pengeluaran negara.
- Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar pengeluaran negara pada bank sentral.
- Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bank Indonesia.
- Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran penerimaan negara.
- Pos Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran penerimaan negara.
- Bank Persepsi dan Pos Persepsi yang selanjutnya disebut Bank/Pos Persepsi adalah penyedia layanan penerimaan setoran penerimaan negara sebagai agen penerimaan (collecting agent) dalam sistem penerimaan negara menggunakan surat setoran elektronik.
- Lembaga Persepsi Lainnya adalah lembaga selain Bank/Pos Persepsi yang ditunjuk untuk menyediakan layanan setoran penerimaan negara sebagai agen penerimaan (collecting agent) dalam sistem penerimaan negara menggunakan surat setoran elektronik.
- Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disebut Dit. PKN adalah unit eselon II pada kantor pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
- Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Penerimaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
- Keadaan Kahar (Force Majeure) adalah suatu kejadian yang terjadi diluar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah/epidemik dan diketahui secara luas sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
- User Acceptance Test yang selanjutnya disingkat UAT adalah pengujian yang dilakukan oleh Kuasa BUN Pusat atas sistem dan proses bisnis penatausahaan penerimaan negara pada Bank/Pos Persepsi atau bank umum/devisa atau badan/lembaga yang mengajukan permohonan untuk menjadi Bank/Pos Persepsi dan Lembaga Persepsi Lainnya dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.
- Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran/penyetoran ke Kas Negara yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan sistem settlement.
- Sistem Settlement adalah sistem penerimaan negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memfasilitasi penyelesaian proses pembayaran dan pemberian NTPN.
- Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang. diterbitkan oleh bank sebagai Bank Persepsi.
- Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh kantor pos sebagai Pos Persepsi.
- Nomor Transaksi Lembaga Persepsi Lainnya yang selanjutnya disingkat NTL adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Lembaga Persepsi Lainnya.
- Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi dan Lembaga Persepsi Lainnya atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB/NTP/NTL sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
- Laporan Harian Penerimaan Elektronik yang selanjutnya disingkat LHP Elektronik adalah laporan harian penerimaan negara yang dibuat oleh Bank/Pos Persepsi dan Lembaga Persepsi Lainnya dalam bentuk arsip data komputer.
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban membayar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Wajib Setor adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban menerima kemudian menyetorkan penerimaan negara menurut peraturan perundang-undangan.
- Collecting Agent Only selanjutnya disebut CA Only adalah penerimaan negara yang catatan transaksi dan uangnya berada di Bank/Pos Persepsi dan Lembaga Persepsi Lainnya namun tidak tercatat di sistem Settlement.
- Settlement Only adalah transaksi penerimaan negara yang tercatat pada Sistem Settlement (mendapatkan NTPN) namun tidak terdapat pada data penerimaan negara dari sistem Bank/Pos Persepsi dan Lembaga Persepsi Lainnya.
- Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
- Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
- Biller adalah unit eselon I Kementerian Keuangan yang diberi tugas dan kewenangan untuk menerbitkan dan mengelola kode billing.
- Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh sistem billing atas jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
- Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke Kas Negara.
- Instansi Pemerintah Pemilik Tagihan adalah kantor/satuan kerja pada kementerian/lembaga yang memiliki hak, kewenangan dan tanggung jawab untuk mengelola Penerimaan Negara.
- Portal Penerimaan Negara adalah portal pembayaran Penerimaan Negara yang mencakup layanan pembuatan Billing berbagai Jenis Penerimaan Negara (Pajak, Bea dan Cukai, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Negara Lainnya) sekaligus layanan pembayaran Penerimaan Negara.
|
|
|
2. |
Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) |
Penerimaan Negara yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi seluruh Penerimaan Negara yang disetorkan melalui Bank/Pos Persepsi. |
(2) |
Untuk meningkatkan pelayanan dan kemudahan pembayaran Penerimaan Negara, penyetoran Penerimaan Negara dapat dilakukan melalui Lembaga Persepsi Lainnya. |
(3) |
Penyetoran Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui sarana yang disediakan oleh Bank/Pos Persepsi, Lembaga Persepsi Lainnya atau Portal Penerimaan Negara. |
(4) |
Penyetoran penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menggunakan Kode Billing. |
(5) |
Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan Penerimaan Negara dalam mata uang rupiah dan mata uang asing. |
|
|
|
3. |
Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) |
Bank umum/kantor pos yang dapat ditunjuk sebagai Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- didirikan/beroperasi di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- memiliki peringkat komposit minimum 3 (tiga) selama 12 (dua belas) bulan terakhir, khusus untuk bank umum;
- sanggup mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
- bersedia diperiksa oleh BUN/Kuasa BUN atas pelaksanaan pengelolaan setoran Penerimaan Negara yang diterima;
- memiliki sistem informasi yang terhubung secara online dengan sistem Penerimaan Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia;
- lulus UAT yang dilaksanakan oleh Kuasa BUN Pusat; dan
- bersedia menandatangani perjanjian kerja sama sebagai Bank/Pos Persepsi dengan Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat.
|
(2) |
Direktur Utama bank umum/kantor pos yang berminat untuk ditunjuk sebagai Bank/Pos Persepsi mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat. |
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
- salinan akta pendirian/izin beroperasi sebagai bank umum/kantor pos;
- salinan surat keterangan mengenai peringkat komposit, khusus untuk bank umum;
- surat pernyataan yang ditandatangani oleh Direktur Utama bank umum/kantor pos mengenai:
- pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
- pernyataan kesediaan untuk diperiksa oleh BUN/Kuasa BUN atas pelaksanaan pengelolaan setoran Penerimaan Negara yang diterima; dan
- pernyataan bahwa bank umum/kantor pos memiliki sistem informasi yang terhubung secara online dengan sistem Penerimaan Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
|
(4) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dapat menerima atau menolak permohonan tersebut dengan mempertimbangkan beberapa aspek antara lain:
- kecukupan jumlah Bank/Pos Persepsi yang dibutuhkan;
- cakupan layanan bank pemohon; dan
- kredibilitas bank pemohon.
|
(5) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat melaksanakan UAT atas sistem Penerimaan Negara pada bank umum/kantor pos. |
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat menyampaikan penolakan secara tertulis kepada Direktur Utama bank umum/kantor pos. |
|
|
|
4. |
Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) |
Berdasarkan hasil UAT yang dilaksanakan Kuasa BUN Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5), Kuasa BUN Pusat dapat menerima/atau menolak permohonan bank umum/kantor pos sebagai Bank/Pos Persepsi. |
(2) |
Dalam hal berdasarkan hasil UAT dinyatakan bahwa sistem Penerimaan Negara pada bank umum/kantor pos telah memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan sebagai Bank/Pos Persepsi, Direktur Utama bank umum/kantor pos menandatangani perjanjian kerja sama sebagai Bank/Pos Persepsi dengan Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat. |
(3) |
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
- hak dan kewajiban;
- jangka waktu perjanjian;
- pemberian imbalan atas jasa pelayanan;
- keadaan kahar;
- sanksi berupa denda dan/atau pengenaan bunga yang harus dibayar karena pelayanan yang tidak sesuai dengan perjanjian; dan
- tata cara penyelesaian perselisihan.
|
(4) |
Dalam hal berdasarkan hasil UAT dinyatakan bahwa sistem Penerimaan Negara pada bank umum/kantor pos tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan sebagai Bank/Pos Persepsi, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat menyampaikan permintaan tertulis kepada Direktur Utama bank umum/kantor pos untuk memperbaiki sistem Penerimaan Negara sesuai dengan ketentuan dipersyaratkan. |
(5) |
Perbaikan sistem Penerimaan Negara harus telah diselesaikan paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak penyampaian permintaan tertulis Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(6) |
Dalam hal bank umum/kantor pos tidak melaksanakan perbaikan sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat menolak bank umum/kantor pos sebagai Bank/Pos Persepsi dengan menyampaikan penolakan secara tertulis kepada Direktur Utama bank umum/kantor pos. |
|
|
|
5. |
Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
(1) |
Dalam pelaksanaan Penerimaan Negara secara elektronik, KPPN Khusus Penerimaan membuka rekening penerimaan atau rekening yang dipersamakan dengan rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi berkenaan. |
(2) |
Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk mencatat secara real time dan/atau menampung Penerimaan Negara setiap hari pada Bank/Pos Persepsi. |
(3) |
Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
- rekening penerimaan atau rekening yang dipersamakan dengan rekening penerimaan dalam mata uang rupiah; dan
- rekening penerimaan atau rekening yang dipersamakan dengan rekening penerimaan dalam mata uang asing.
|
(4) |
Saldo rekening sebagaimana pada ayat (2) wajib dilimpahkan seluruhnya ke rekening sub Rekening KUN penerimaan setiap akhir hari kerja. |
|
|
|
6. |
Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
(1) |
Kode Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diperoleh melalui:
- portal Biller; atau
- Portal Penerimaan Negara.
|
(2) |
Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui perekaman data transaksi penerimaan negara yang dilaksanakan oleh:
- Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor; atau
- pejabat yang berwenang di instansi Biller.
|
(3) |
Perekaman data transaksi Penerimaan Negara untuk memperoleh Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang khusus dilakukan oleh Wajib Setor dapat dilakukan melalui sarana perekaman data yang dikelola oleh Instansi Pemerintah Pemilik Tagihan yang terhubung langsung dengan portal Biller. |
(4) |
Dalam hal Kode Billing diperoleh dari perekaman oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor bertanggung jawab atas kelengkapan dan kebenaran data pembayaran berkenaan. |
(5) |
Dalam hal Kode Billing diperoleh dari perekaman oleh pejabat yang berwenang di instansi Biller sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, pejabat yang berwenang di instansi Biller bersangkutan bertanggung jawab atas kelengkapan dan kebenaran data pembayaran berkenaan. |
|
|
|
7. |
Diantara BAB XIII dan BAB XIV disisipkan 1 (satu) Bab, yakni BAB XIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut :
BAB XIIIA LEMBAGA PERSEPSI LAINNYA
|
|
|
8. |
Diantara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan 7 (tujuh) Pasal, yakni Pasal 43A sampai dengan Pasal 43G sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 43A
(1) |
Dalam hal transaksi Penerimaan Negara dilakukan melalui sarana layanan Penerimaan Negara dalam bentuk loket/teller (over the counter) pada Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, Lembaga Persepsi Lainnya wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
- menginput Kode Billing yang diberikan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor ke dalam sistem aplikasi pembayaran untuk memperoleh informasi detail pembayaran;
- melakukan konfirmasi kebenaran data setoran kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor; dan
- mencetak dan memberikan BPN yang ditera NTL dan NTPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
|
(2) |
Dalam hal transaksi Penerimaan Negara dilakukan melalui sarana layanan Penerimaan Negara dalam bentuk layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Lembaga Persepsi Lainnya wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
- menampilkan detail transaksi pembayaran berdasarkan Kode Billing pada Sistem Elektronik;
- meminta konfirmasi kebenaran data setoran kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor;
- mencetak/memberikan BPN yang ditera NTL dan NTPN dalam bentuk struk dan/atau Dokumen Elektronik; dan
- menyediakan layanan pencetakan ulang BPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
|
(3) |
Lembaga Persepsi Lainnya mengkreditkan setiap transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ke rekening yang dipersamakan dengan rekening penerimaan pada Lembaga Persepsi Lainnya. |
(4) |
Transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang telah diterbitkan BPN, tidak dapat dibatalkan oleh Lembaga Persepsi Lainnya. |
(5) |
Dalam hal BPN yang diterbitkan oleh Lembaga Persepsi Lainnya belum ditera NTPN, Lembaga Persepsi Lainnya memberikan/memberitahukan NTPN atas transaksi Penerimaan Negara berkenaan kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor, paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah memperoleh NTPN dari Sistem Settlement. |
(6) |
Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal bayar yang tertera pada BPN. |
(7) |
Dalam hal terdapat kesalahan yang menyebabkan terjadinya pembayaran ganda, kelebihan pembayaran yang terjadi dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor. |
(8) |
Dalam hal Lembaga Persepsi Lainnya telah mengkredit transaksi Penerimaan Negara ke rekening penerimaan pada Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) namun Kode Billing dimaksud telah terbayar dan/atau terkredit lebih dari 1 (satu) kali atas Kode Billing yang sama, Lembaga Persepsi Lainnya dapat mendebet rekening penerimaan pada Lembaga Persepsi Lainnya atas transaksi bersangkutan. |
(9) |
Kepada Lembaga Persepsi Lainnya yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan sampai dengan pencabutan penunjukan sebagai Lembaga Persepsi Lainnya. |
(10) |
Mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diatur dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Lembaga Persepsi Lainnya. |
Pasal 43B
(1) |
Penerimaan Negara yang diterima oleh Lembaga Persepsi Lainnya dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing setelah Pukul 15.00 waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan Pukul 15.00 waktu setempat hari kerja berkenaan wajib dilimpahkan dari rekening yang dipersamakan dengan rekening penerimaan dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing dan harus diterima di rekening penerimaan di rekening sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing paling lambat Pukul 16.30 WIB. |
(2) |
Transaksi Penerimaan Negara yang dilimpahkan dari rekening yang dipersamakan dengan rekening penerimaan dalam mata uang rupiah dan rekening yang dipersamakan dengan rekening penerimaan dalam mata uang asing ke rekening sub Rekening KUN penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga termasuk transaksi Penerimaan Negara yang belum diterbitkan NTPN. |
(3) |
Kepada Lembaga Persepsi Lainnya yang terlambat/kurang melakukan pelimpahan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dikenai sanksi administratif berupa denda. |
(4) |
Besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Lembaga Persepsi Lainnya. |
Pasal 43C Pelimpahan atas Penerimaan Negara dalam mata uang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43B ayat (1) yang telah dilimpahkan melalui bank koresponden Bank Indonesia di luar negeri namun belum diterima di rekening sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang asing pada neraca diakui sebagai cash in transit.
Pasal 43D
(1) |
Kepada Lembaga Persepsi Lainnya diberikan imbalan atas jasa pelayanan Penerimaan Negara untuk setiap Kode Billing yang berhasil ditransaksikan. |
(2) |
Kode Billing yang berhasil ditransaksikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan terbitnya NTL dan NTPN. |
(3) |
Besarnya imbalan jasa pelayanan Penerimaan Negara ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. |
Pasal 43E Kepada Lembaga Persepsi Lainnya yang melayani Penerimaan Negara dalam mata uang asing diberikan penggantian atas biaya pelimpahan dari rekening persepsi mata uang asing ke rekening sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang asing, selain imbalan jasa pelayanan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43D.
Pasal 43F Tata cara pengajuan imbalan jasa pelayanan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43D dan penggantian atas biaya pelimpahan Penerimaan Negara dalam mata uang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43E diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 43G Ketentuan mengenai mekanisme penunjukan Lembaga Persepsi Lainnya, pelaksanaan UAT, pembukaan rekening Penerimaan Negara, penyetoran Penerimaan Negara, penatausahaan Penerimaan Negara pada Biller, penatausahaan Penerimaan Negara pada Lembaga Persepsi Lainnya, penatausahaan Penerimaan Negara pada Sistem Settlement, penatausahaan Penerimaan Negara pada KPPN Khusus Penerimaan, pembatalan transaksi Penerimaan Negara, penyampaian laporan, rekonsiliasi Penerimaan Negara, gangguan jaringan, koreksi data dan pengembalian Penerimaan Negara, dan Keadaan Kahar (Force Majeur) pada Lembaga Persepsi Lainnya mengikuti ketentuan mengenai mekanisme penunjukan Bank/Pos Persepsi, pelaksanaan UAT, pembukaan rekening Penerimaan Negara, penyetoran Penerimaan Negara, penatausahaan Penerimaan Negara pada Biller, penatausahaan Penerimaan Negara pada Bank/Pos Persepsi, penatausahaan Penerimaan Negara pada Sistem Settlement, penatausahaan Penerimaan Negara pada KPPN Khusus Penerimaan, pembatalan transaksi Penerimaan Negara, penyampaian laporan, rekonsiliasi Penerimaan Negara, gangguan jaringan, koreksi data dan pengembalian Penerimaan Negara, dan Keadaan Kahar (Force Majeur) pada Bank/Pos Persepsi sebagaimana diatur dalam:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 200);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.05/2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1135); dan
- Peraturan Menteri ini.
|