PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 184/PMK.07/2022
TENTANG
BIAYA OPERASIONAL PEMUNGUTAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2023
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Biaya Operasional Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Anggaran 2023;
Mengingat :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 208, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6827);
- Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BIAYA OPERASIONAL PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
TAHUN ANGGARAN 2023.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan selain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
- Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah otonom penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah otonom, serta kepada daerah otonom lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif dan/atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
- Biaya Operasional Pemungutan yang selanjutnya disingkat BOP adalah biaya yang meliputi kegiatan pemungutan PBB yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
- Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 2
Penerimaan PBB terdiri atas penerimaan negara yang berasal dari objek pajak PBB:
- sektor perkebunan, meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan perkebunan;
- sektor perhutanan, meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan perhutanan;
- sektor pertambangan minyak dan gas bumi, meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi;
- sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan untuk pengusahaan panas bumi;
- sektor pertambangan mineral atau batubara, meliputi bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan pertambangan mineral atau batubara; dan
- sektor lainnya, meliputi bumi dan/atau bangunan selain objek pajak PBB sektor perkebunan, objek pajak PBB sektor perhutanan, objek pajak PBB sektor pertambangan minyak dan gas bumi, objek pajak PBB sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, atau objek pajak PBB sektor pertambangan mineral atau batubara, yang:
- berada di wilayah perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi laut pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, atau perairan di dalam Batas Landas Kontinen Indonesia; dan
- selain objek PBB perdesaan dan perkotaan.
Pasal 3
Penerimaan PBB dialokasikan kepada Daerah dalam bentuk DBH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah memperhitungkan BOP.
Pasal 4
(1) |
BOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan sebagai berikut:
- BOP PBB sektor perkebunan sebesar 5,4% (lima koma empat persen) dari penerimaan PBB sektor perkebunan;
- BOP PBB Sektor perhutanan sebesar 5,85% (lima koma delapan lima persen) dari penerimaan PBB Sektor perhutanan;
- BOP PBB sektor pertambangan minyak dan gas bumi sebesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertambangan minyak dan gas bumi;
- BOP PBB sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi sebesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi;
- BOP PBB sektor pertambangan mineral atau batubara sebesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor pertambangan mineral atau batubara; dan
- BOP PBB sektor lainnya sebesar 6,3% (enam koma tiga persen) dari penerimaan PBB sektor lainnya.
|
(2) |
Penganggaran BOP dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan BOP ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. |
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 9 Desember 2022 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Desember 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1239