Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.04/2020

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 170/PMK.04/2020

TENTANG

TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR
BERDASARKAN PERSETUJUAN MENGENAI PERDAGANGAN BARANG
DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJASAMA
EKONOMI MENYELURUH ANTARA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA
ASIA TENGGARA DAN REPUBLIK INDIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor sebagai pelaksanaan dari Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.04/2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional;
  2. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dalam memberikan pelayanan kegiatan kepabeanan atas impor barang dari negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India guna mengakomodasi dinamika Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India;

Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2010 tentang Pengesahan Agreement on Trade in Goods Under the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between the Association of Southeast Asian Nation and The Republic of India (Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 77);
  5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR BERDASARKAN PERSETUJUAN MENGENAI PERDAGANGAN BARANG DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJASAMA EKONOMI MENYELURUH ANTARA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN REPUBLIK INDIA.

 


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
2. Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.
3. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
4. Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
5. Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
6. Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB.
7. Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
8. Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
  1. penyelenggara kawasan berikat;
  2. penyelenggara kawasan berikat sekaligus pengusaha kawasan berikat;
  3. pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat;
  4. penyelenggara gudang berikat;
  5. penyelenggara gudang berikat sekaligus pengusaha gudang berikat; atau
  6. pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat.
9. Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
  1. penyelenggara PLB;
  2. penyelenggara PLB sekaligus pengusaha PLB; atau
  3. pengusaha di PLB merangkap sebagai penyelenggara di PLB.
10. Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
  1. Badan Usaha KEK;
  2. Pelaku Usaha di KEK; atau
  3. Badan Usaha KEK sekaligus Pelaku Usaha di KEK.
11. Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India yang besaran tarifnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-India Free Trade Area.
12. PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP.
13. Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).
14. Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait.
15. Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
16. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.
17. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
18. Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India untuk menentukan negara asal barang.
19. Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India.
20. Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India.
21. Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India.
22. Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India.
23. Aturan Khusus Produk (Product Specific Rules) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan-aturan yang merinci mengenai:
  1. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (wholly obtained atau produced);
  2. proses produksi suatu barang yang menggunakan Bahan Non-Originating, dan Bahan Non-Originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC);
  3. barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating yang memenuhi kriteria kandungan regional sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
  4. barang yang mengalami suatu proses pabrikasi atau proses operasional tertentu; atau
  5. kombinasi dari setiap kriteria tersebut.
24. Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form AI atas barang yang akan diekspor.
25. Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India yang selanjutnya disebut SKA Form AI adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
26. Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form AI yang berisi ketentuan mengenai pengisian SKA Form AI dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SKA Form AI.
27. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, manifest, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
28. Surat Keterangan Asal Elektronik Form D yang selanjutnya disebut e-Form D adalah SKA Form D yang disusun sesuai dengan e-ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline, dan dikirim secara elektronik antar Negara Anggota.
29. Invoice dari Negara Ketiga yang selanjutnya disebut Third Country Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (baik Negara Anggota atau selain Negara Anggota) atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form AI.
30. Surat Keterangan Asal Back-to-Back yang selanjutnya disebut sebagai SKA Back-to-Back adalah SKA Form AI yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor kedua berdasarkan SKA Form AI yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.
31. Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat.
32. Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form AI.
33. Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di Negara Anggota penerbit SKA Form AI untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form AI.
34. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
35. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

 


BAB II
TARIF PREFERENSI DAN KETENTUAN ASAL BARANG
(RULES OF ORIGIN)

Bagian Kesatu
Tarif Preferensi

Pasal 2

(1) Barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang besarnya dapat berbeda dari tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN).
(2) Besaran tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-India Free Trade Area.
(3) Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap:
a. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
b. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa pemberitahuan impor barang dari TPB, yang pada saat pemasukan barang ke TPB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi;
c. impor barang untuk dipakai yang menggunakan pemberitahuan pabean impor berupa pemberitahuan impor barang dari PLB, yang pada saat pemasukan barang ke PLB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi;
d. pengeluaran barang hasil produksi dari Kawasan Bebas ke TLDDP, sepanjang:
  1. bahan baku dan/atau bahan penolong berasal dari luar Daerah Pabean;
  2. pada saat pemasukan barang ke Kawasan Bebas telah mendapat persetujuan penggunaan Tarif Preferensi; dan
  3. dilakukan oleh pengusaha di Kawasan Bebas yang telah memenuhi persyaratan sebagai pengusaha yang dapat menggunakan Tarif Preferensi; atau
e. pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP, yang pada saat pemasukan barang ke KEK telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi.
(4) Pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d angka 3, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan;
  2. melakukan pemasukan bahan baku dan/atau bahan penolong, dan sekaligus melakukan pengeluaran barang hasil produksi ke TLDDP;
  3. memiliki dan menerapkan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara online dan realtime, dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi;
  4. memiliki akses kepabeanan; dan
  5. menyampaikan konversi bahan baku menjadi barang hasil produksi dan blueprint proses produksi yang telah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi, pada saat barang akan dikeluarkan ke TLDDP.


Pasal 3

(1) Ketentuan Asal Barang terdiri dari:
  1. kriteria asal barang (origin criteria);
  2. kriteria pengiriman (consignment criteria); dan
  3. ketentuan prosedural (procedural provisions).
(2) Rincian lebih lanjut mengenai Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Bagian Kedua
Kriteria Asal Barang
(Origin Criteria)

Pasal 4

(1) Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, meliputi:
  1. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (wholly obtained atau produced); atau
  2. barang yang tidak seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (not wholly obtained atau produced).
(2) Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
  1. barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating dengan hasil akhir memiliki kandungan nilai regional atau Regional Value Content (RVC) yang mencapai nilai persentase paling sedikit 35% (tiga puluh lima persen) dari nilai Free-on-Board (FOB) dan Bahan Non-Originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi atau Change in Tariff Classification (CTC) pada 6 (enam) digit pertama Harmonized System (HS) yang selanjutnya disebut Change in Tariff Sub-heading (CTSH), sepanjang proses akhir pabrikasi berada di Negara Anggota pengekspor;
  2. kumulasi; atau
  3. barang yang termasuk dalam daftar PSR, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Appendix B Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India.
(3) Dalam hal klasifikasi barang termasuk dalam daftar PSR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, kriteria asal barang harus ditetapkan berdasarkan daftar PSR dimaksud, walaupun kriteria yang terdapat pada ayat (2) huruf a telah terpenuhi.


Bagian Ketiga
Kriteria Pengiriman
(Consignment Criteria)

Pasal 5

(1) Kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, meliputi:
  1. barang impor dikirim langsung dari Negara Anggota yang menerbitkan SKA Form AI ke dalam Daerah Pabean;
  2. barang impor dikirim langsung tanpa melewati wilayah selain Negara Anggota; atau
  3. barang impor dikirim melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota.
(2) Barang impor dapat dikirim dari Negara Anggota yang menerbitkan SKA Form AI melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, untuk tujuan transit dan/atau transhipment atau penimbunan sementara, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. ditujukan untuk alasan geografis atau pertimbangan khusus terkait persyaratan pengangkutan;
  2. tidak diperdagangkan atau dikonsumsi di negara tujuan transit dan/atau transhipment atau penimbunan sementara; dan
  3. tidak mengalami proses produksi selain bongkar muat dan tindakan lain yang diperlukan untuk menjaga agar barang tetap dalam kondisi baik.


Pasal 6

Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3,

atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, harus menyerahkan dokumen berupa:

a) through bill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya yang diterbitkan di Negara Anggota pengekspor yang menunjukkan keseluruhan rute perjalanan dari Negara Anggota pengekspor, termasuk kegiatan transit dan/atau transhipment atau penimbunan sementara, sampai ke Daerah Pabean;
b) lembar asli SKA Form Al yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA;
c) invoice dari barang yang bersangkutan; dan
d) dokumen pendukung, jika ada, yang membuktikan pemenuhan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2),

kepada Pejabat Bea dan Cukai.



Bagian Keempat
Ketentuan Prosedural
(Procedural Provisions)

Pasal 7

(1) Ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c terkait dengan penerbitan SKA Form AI, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. diterbitkan dalam bahasa Inggris pada kertas warna putih ukuran ISO A4 dengan bentuk dan format SKA Form AI sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran huruf A angka V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, termasuk halaman depan dan Overleaf Notes;
  2. memuat nomor referensi SKA Form AI, tanda tangan pejabat yang berwenang, dan stempel resmi dari Instansi Penerbit SKA;
  3. ditandatangani oleh pemohon (eksportir atau produsen);
  4. diterbitkan pada tanggal eksportasi atau sampai dengan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi;
  5. dicantumkan kriteria asal barang (origin criteria) untuk setiap uraian barang dalam hal SKA Form AI mencantumkan lebih dari 1 (satu) uraian barang;
  6. kolom pada SKA Form AI diisi sesuai dengan ketentuan pada pengisian Overleaf Notes; dan
  7. SKA Form AI berlaku selama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan.
(2) Instansi Penerbit SKA dapat menerbitkan SKA Form AI lebih dari 3 (tiga) hari kerja sejak Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi, namun tidak melebihi jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi dengan mencantumkan tanda/tulisan/cap "ISSUED RETROACTIVELY" pada SKA Form AI.
(3) Dalam hal SKA Form AI hilang atau rusak, dapat digunakan SKA Form AI pengganti dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. diterbitkan sesuai dengan ketentuan mengenai penerbitan SKA Form AI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2);
  2. diberikan tanda/tulisan/cap "CERTIFIED TRUE COPY" pada kolom 12 SKA Form AI pengganti;
  3. diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerbitan SKA Form AI yang hilang atau rusak; dan
  4. dicantumkan tanggal penerbitan SKA Form AI yang hilang atau rusak.
(4) Dalam hal terdapat kesalahan pengisian SKA Form AI, koreksi atas pengisian dilakukan dengan cara melakukan perbaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. mencoret (striking out) data yang salah;
  2. menambahkan data yang benar; dan
  3. menandasahkan dengan membubuhkan tanda tangan/paraf pejabat dari Instansi Penerbit SKA pada bagian yang dilakukan perbaikan.
(5) Dalam hal pada bill of lading atau dokumen lainnya terdapat tanggal penerbitan dan tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut, Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi ditentukan pada saat tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut.


Pasal 8

(1) Negara Anggota pengekspor kedua dapat menerbitkan SKA Back-to-Back berdasarkan SKA Form AI yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.
(2) SKA Back-to-Back sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. memenuhi ketentuan mengenai penerbitan SKA Form AI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
  2. berisi informasi yang sama dengan SKA Form AI yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama, kecuali jumlah barang dan nilai Free-on-Board (FOB);
  3. total jumlah barang yang tercantum pada SKA Back-to-Back tidak boleh melebihi jumlah barang yang tercantum pada SKA Form Al yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama;
  4. masa berlaku SKA Back-to-Back tidak boleh melebihi masa berlaku SKA Form AI yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama;
  5. nama eksportir yang tercantum dalam SKA Back-to-Back harus sama dengan nama Importir yang tercantum dalam SKA Form AI yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama;
  6. mencantumkan nama Negara Anggota pengekspor pertama pada kolom 11 SKA Back-to-Back, serta tanggal penerbitan dan nomor referensi SKA Form AI yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama pada kolom 7 SKA Back-to-Back; dan
  7. pemberian tanda (√) atau (X) pada kolom 13 SKA Back-to-Back kotak "Back-to-Back CO".
(3) Dalam hal informasi pada SKA Back-to-Back diragukan atau tidak lengkap, Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, untuk menyerahkan copy atau pindaian SKA Form AI dari Negara Anggota pengekspor pertama.


Pasal 9

(1) Perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga atau perusahaan lain yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form AI, dapat menerbitkan Third Country Invoice.
(2) SKA Form AI yang menggunakan Third Country Invoice sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. mencantumkan nama perusahaan dan negara yang menerbitkan Third Country Invoice pada kolom 7 SKA Form AI;
  2. mencantumkan nomor Third Country Invoice dan/atau nomor invoice asal barang pada kolom 10 SKA Form AI; dan
  3. dalam hal Third Country Invoice diterbitkan di negara yang berbeda dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form AI, tanda (√) atau (X) harus dicantumkan pada kolom 13 SKA Form AI kotak "Third Country Invoicing".


Pasal 10

(1) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Importir wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form AI;
  2. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara benar; dan
  3. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form AI pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) secara benar.
(2) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur kuning atau jalur merah, penyerahan lembar asli SKA Form AI ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form AI wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat pada pukul 12.00 pada hari berikutnya; atau
  2. untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form AI wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat pada pukul 12.00 pada hari kerja berikutnya,
terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK) atau Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).
(3) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam kategori jalur hijau, penyerahan lembar asli SKA Form AI ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form AI wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 3 (tiga) hari; atau
  2. untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, lembar asli SKA Form AI wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 3 (tiga) hari kerja,
terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
(4) Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO), lembar asli SKA Form AI wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
(5) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha TPB wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form AI kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi TPB, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. menyerahkan lembar asli SKA Form AI kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi TPB, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Penyelenggara/Pengusaha TPB telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
  3. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB secara benar; dan
  4. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form AI pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB secara benar.
(6) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha PLB wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form AI kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi PLB, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. menyerahkan lembar asli SKA Form kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi PLB, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Penyelenggara/Pengusaha PLB telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
  3. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB secara benar; dan
  4. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form AI pada pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB secara benar.
(7) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form AI dan hasil cetak dokumen PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean, kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian dokumen, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India pada PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean secara benar; dan
  3. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form AI pada PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean secara benar.
(8) Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(9) Dalam hal telah ditetapkan dokumen pemberitahuan pabean khusus untuk KEK, untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, wajib:
  1. menyerahkan lembar asli SKA Form AI kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian, paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB);
  2. menyerahkan lembar asli SKA Form AI kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang melakukan penelitian, paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO);
  3. mencantumkan kode fasilitas Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India pada pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK secara benar; dan
  4. mencantumkan nomor referensi dan tanggal SKA Form AI pada pemberitahuan pabean pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK secara benar.
(10) Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, menyerahkan Dokumen Pelengkap Pabean dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(11) Dalam hal penyerahan dokumen secara elektronik telah tersedia dalam SKP, Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diserahkan secara elektronik.
(12) Lembar asli SKA Form AI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (9) meliputi:
  1. lembar asli dari SKA Form AI atas barang yang diimpor;
  2. lembar asli SKA Back-to-Back;
  3. lembar asli SKA Form AI Issued Retroactively, dalam hal SKA Form AI diterbitkan lebih dari 3 (tiga) hari kerja sejak Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi;
  4. lembar asli SKA Form AI pengganti (Certified True Copy), dalam hal SKA Form AI asli hilang atau rusak; atau
  5. lembar asli SKA Form AI sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, atau huruf d, yang telah dikoreksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).
(13) SKA Form AI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (9) harus masih berlaku pada saat:
  1. Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
  2. pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB;
  3. pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB;
  4. PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean; atau
  5. pemberitahuan pabean pemasukan barang ke KEK dari luar Daerah Pabean,
mendapat nomor pendaftaran dari Kantor Pabean.


Pasal 11

(1)

SKA Form AI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat disampaikan secara elektronik oleh Instansi Penerbit SKA kepada Kantor Pabean sesuai dengan:

  1. mekanisme e-Form D, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau
  2. hasil kesepakatan Negara Anggota.
(2) Dalam hal SKA Form AI disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemenuhan kewajiban penyerahan lembar asli SKA Form AI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dikecualikan untuk Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK.
(3) Tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan SKA Form AI yang disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan:
  1. tata cara importasi dan penelitian atas penggunaan e-Form D, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN; atau
  2. tata cara importasi dan penelitian yang diatur berdasarkan hasil kesepakatan Negara Anggota.

  


BAB III
PENELITIAN DAN PENGENAAN TARIF PREFERENSI

Bagian Kesatu
Penelitian SKA Form AI

Pasal 12

(1) Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap SKA Form AI dalam rangka pengenaan Tarif Preferensi.
(2) Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(3) Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan SKA Form AI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


Pasal 13

(1) Penelitian terhadap SKA Form AI untuk pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, meliputi:
  1. pemenuhan kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
  2. pemenuhan kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6;
  3. pemenuhan ketentuan prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 11;
  4. jenis, jumlah, dan klasifikasi barang yang mendapatkan Tarif Preferensi;
  5. besaran tarif bea masuk yang diberitahukan berdasarkan Tarif Preferensi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-India Free Trade Area;
  6. kesesuaian antara data pada pemberitahuan pabean impor dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean dengan data pada SKA Form AI; dan
  7. kesesuaian antara fisik barang dengan uraian barang yang diberitahukan pada pemberitahuanpabean impor, SKA Form AI, dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean, dalam hal barang impor dilakukan pemeriksaan fisik.
(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c menunjukkan bahwa barang impor tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih ketentuan dalam Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), SKA Form AI ditolak dan atas barang impor dimaksud dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN);
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sampai dengan huruf g menunjukkan:
a. total jumlah barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor lebih besar dari jumlah barang yang tercantum dalam SKA Form AI, atas kelebihan jumlah barang tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN);
b. Tarif Preferensi yang diberitahukan berbeda dengan yang seharusnya dikenakan, Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif bea masuk atas barang impor sesuai dengan tarif bea masuk yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-India Free Trade Area;
c. spesifikasi barang yang tercantum dalam pemberitahuan pabean impor berbeda dengan spesifikasi barang yang tercantum dalam SKA Form AI, atas barang impor yang berbeda tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN);
d. ketidaksesuaian antara fisik barang dengan uraian barang yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor, SKA Form AI dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean, atas barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN); atau
e. klasifikasi barang yang tercantum dalam SKA Form AI berbeda dengan klasifikasi barang yangditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. klasifikasi barang yang digunakan sebagai dasar pengenaan Tarif Preferensi adalah hasil penetapan Pejabat Bea dan Cukai;
  2. penelitian kriteria asal barang (origin criteria) yang terdapat dalam daftar PSR menggunakan klasifikasi barang hasil penetapan Pejabat Bea dan Cukai; dan
  3. Tarif Preferensi tetap dapat diberikan terhadap barang impor yang telah memenuhi Ketentuan Asal Barang, sepanjang klasifikasi barang yang ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN-India Free Trade Area.
(4) SKA Form AI diragukan keabsahan dan kebenaran isinya, jika berdasarkan hasil penelitian terdapat:
  1. keraguan berkaitan dengan pemenuhan kriteria asal barang (origin criteria);
  2. keraguan berkaitan dengan pemenuhan kriteria pengiriman (consignment criteria);
  3. ketidaksesuaian antara tanda tangan pejabat yang menandatangani SKA Form AI dan/atau stempel pada SKA Form AI dengan spesimen yang menimbulkan keraguan;
  4. keraguan atas informasi pada SKA Back-to-Back;
  5. ketidakmampuan Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, untuk menyerahkan lembar copy atau pindaian SKA Form AI dari Negara Anggota pengekspor pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3);
  6. ketidaksesuaian informasi lainnya antara SKA Form AI dengan Dokumen Pelengkap Dokumen;
  7. keraguan berkaitan dengan pemenuhan ketentuan prosedural (procedural provision) lainnya; dan/atau
  8. ketidaksesuaian lainnya antara SKA Form AI dengan informasi relevan lainnya.
(5) Dalam hal SKA Form AI terdiri dari beberapa jenis barang, penolakan terhadap salah satu jenis barang tidak membatalkan pengenaan Tarif Preferensi atas jenis barang lain yang memenuhi Ketentuan Asal Barang.


Pasal 14

(1) SKA Form AI tetap sah dalam hal terdapat perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies).
(2) Perbedaan yang bersifat minor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. kesalahan pengetikan dan/atau ejaan pada SKA Form AI, sepanjang dapat diketahui kebenarannya melalui Dokumen Pelengkap Pabean;
  2. perbedaan penggunaan centang atau silang (baik manual ataupun tercetak) pada kotak dalam SKA Form AI, serta perbedaan ukuran centang atau silang tersebut;
  3. perbedaan kecil antara tanda tangan pada SKA Form AI dengan spesimen;
  4. perbedaan satuan pengukuran (antara lain: satuan berat, satuan panjang) pada SKA Form AI dengan Dokumen Pelengkap Pabean;
  5. perbedaan kecil pada ukuran kertas yang digunakan;
  6. perbedaan kecil pada warna tinta yang digunakan dalam pengisian SKA Form AI; dan/atau
  7. kesalahan kecil pada penulisan uraian barang antara SKA Form AI dengan Dokumen Pelengkap Pabean, sepanjang dapat dibuktikan bahwa barang tersebut merupakan barang yang sama.


Pasal 15

(1) Dalam hal SKA Form AI ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan:
  1. direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang Audit Kepabeanan dan Penelitian Ulang;
  2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai;
  4. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
  5. Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk,
menyampaikan pemberitahuan penolakan SKA Form AI kepada Instansi Penerbit SKA.
(2) Pemberitahuan penolakan SKA Form AI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis kepada Instansi Penerbit SKA disertai dengan SKA Form AI yang telah diberikan tanda (√) atau (X) pada kolom 4 SKA Form AI yang memuat pernyataan bahwa Tarif Preferensi tidak dapat diberikan serta alasan penolakan, dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penolakan.


Bagian Kedua
Retroactive Check dan Verification Visit

Pasal 16

(1) Terhadap SKA Form AI yang diragukan keabsahan dan kebenaran isinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), dilakukan Permintaan Retroactive Check kepada Instansi Penerbit SKA, dan atas barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN).
(2) Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara acak (random).
(3) Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilampiri dengan copy atau pindaian SKA Form AI, dan menyebutkan alasan keraguan, disertai dengan:
  1. permintaan penjelasan keabsahan dan kebenaran isi SKA Form AI; dan/atau
  2. permintaan informasi, catatan, bukti dan/atau data-data pendukung terkait.
(4) Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh:
  1. direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang Audit Kepabeanan dan Penelitian Ulang;
  2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai;
  4. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
  5. Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
(5) Permintaan Retroactive Check dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali jika jawaban tidak disertai dengan bukti-bukti pendukung atau jawaban tidak memberikan keyakinan yang cukup bagi Pejabat Bea dan Cukai, dengan memperhatikan jangka waktu yang telah disepakati sesuai dengan Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India.
(6) SKA Form AI ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan jika jawaban atas Permintaan Retroactive Check tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tanggal diterimanya Permintaan Retroactive Check, dan/atau tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form AI.
(7) Keseluruhan proses Retroactive Check, termasuk pemberitahuan kepada Instansi Penerbit SKA tentang penetapan diterima atau ditolaknya SKA Form AI, harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya Permintaan Retroactive Check oleh Instansi Penerbit SKA.


 


Pasal 17

(1) Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan Verification Visit jika jawaban atas Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diragukan kebenarannya, dan/atau tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form AI.
(2) Dalam rangka pelaksanaan Verification Visit, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada:
  1. eksportir atau produsen yang akan dikunjungi;
  2. Instansi Penerbit SKA;
  3. instansi pabean di Negara Anggota pengekspor atau instansi lain yang berwenang; dan
  4. Importir barang terkait SKA Form AI yang akan diverifikasi.
(3) Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencantumkan informasi antara lain:
  1. nama dan alamat kantor yang menerbitkan permintaan Verification Visit;
  2. nama eksportir atau produsen yang akan dikunjungi;
  3. rencana tanggal pelaksanaan Verification Visit;
  4. tujuan dan ruang lingkup Verification Visit, termasuk referensi atas barang yang akan diverifikasi; dan
  5. nama dan jabatan pejabat yang melaksanakan Verification Visit.
(4) Verification Visit dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari eksportir atau produsen yang akan dikunjungi dan/atau Instansi Penerbit SKA.
(5) Dalam hal Instansi Penerbit SKA mengajukan penundaan pelaksanaan Verification Visit, Instansi Penerbit SKA harus memberitahukan penundaan tersebut kepada Pejabat Bea dan Cukai dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal diterimanya pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Verification Visit harus dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diterimanya pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau dalam jangka waktu yang lebih lama, dalam hal Negara Anggota menyetujui.
(7) SKA Form AI ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan jika:
  1. persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diterima dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2); atau
  2. hasil Verification Visit menunjukkan bahwa barang yang diimpor tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang, data atau informasi yang diperoleh tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau tidak memenuhi keabsahan SKA Form AI.
(8) Dalam hal berdasarkan penetapan hasil pelaksanaan Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, eksportir atau produsen dapat memberikan informasi tambahan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya penetapan hasil Verification Visit, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian dan menyampaikan penetapan akhir.
(9) Penetapan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (8), disampaikan secara tertulis kepada Instansi Penerbit SKA dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya informasi tambahan.
(10) Keseluruhan proses pelaksanaan Verification Visit, termasuk pelaksanaan kunjungan, penetapan dan/atau penetapan akhir pelaksanaan Verification Visit, dan penyampaian diterima atau ditolaknya SKA Form AI, harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak pelaksanaan Verification Visit
(11) Pelaksanaan Verification Visit dapat melibatkan kementerian dan/atau lembaga terkait.


Pasal 18

(1) Pihak yang terlibat dalam proses Permintaan Retroactive Check dan pelaksanaan Verification Visit harus menjaga kerahasiaan informasi.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diungkapkan oleh instansi yang berwenang melakukan penelitian dan penindakan terkait Ketentuan Asal Barang.


BAB IV
KETENTUAN SANKSI

Pasal 19

(1) Dalam hal jawaban atas permintaan Retroactive Check, SKA Form AI diduga palsu atau dipalsukan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
(2) Terhadap Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK yang menggunakan SKA Form AI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemutakhiran profil dan koordinasi dengan Negara Anggota penerbit SKA Form AI terkait dengan penyelesaian permasalahan tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India.
(3) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti yang cukup adanya dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 20

Dalam hal hasil koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) menyatakan bahwa eksportir terlibat dalam SKA Form AI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), terhadap importasi yang berasal dari eksportir yang bersangkutan tidak diberikan Tarif Preferensi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak eksportir dinyatakan terlibat oleh Negara Anggota penerbit SKA Form AI.



BAB V
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 21

(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemanfaatan SKA Form AI di wilayah kerja masing-masing secara periodik.
(2) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai menyampaikan hasil monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kerja sama kepabeanan internasional sebagai bahan evaluasi kebijakan pemanfaatan SKA Form AI


BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 22

(1) Tarif Preferensi dapat diberikan atas barang yang dikirimkan oleh Negara Anggota pengekspor untuk tujuan pameran di Negara Anggota lain dan terjual pada saat atau setelah pameran.
(2) Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pada saat penyerahan pemberitahuan pabean impor untuk dipakai, dengan ketentuan barang impor tujuan pameran:
  1. telah dikirimkan ke Negara Anggota lain tempat pameran dilaksanakan;
  2. telah dipamerkan di Negara Anggota sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  3. telah terjual atau dipindah tangankan kepada Importir di Negara Anggota pengimpor;
  4. dikirim pada saat atau segera setelah pameran diselenggarakan; dan
  5. tidak ada proses lebih lanjut dan masih dalam pengawasan otoritas kepabeanan Negara Anggota terkait.
(3) SKA Form AI yang digunakan atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. mencantumkan nama dan alamat tempat dilaksanakannya pameran pada kolom 2 SKA Form AI; dan
  2. memberikan tanda (√) atau (X) pada kolom 13 SKA Form AI kotak "Exhibition".
(4) Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta dokumen pembuktian pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e.


Pasal 23

(1) Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi:
  1. atas impor barang untuk dipakai dari TPB dan PLB; dan
  2. atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP,
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B angka I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Dalam hal telah ditetapkan dokumen pemberitahuan pabean khusus untuk KEK, penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B angka IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 24

Dalam hal SKA Form AI dibatalkan oleh Instansi Penerbit SKA, Tarif Preferensi tidak diberikan.



Pasal 25

Tata cara penyerahan SKA Form AI beserta Dokumen Pelengkap Pabean selama Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyerahan Surat Keterangan Asal beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian Surat Keterangan Asal dalam rangka pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).



Pasal 26

(1) Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure), Direktur Jenderal dapat menetapkan prosedur pemberian Tarif Preferensi.
(2) Direktur Jenderal yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan
  3. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lainnya.

   


Pasal 27

Petunjuk teknis mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India, dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.



BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 28

Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku terhadap barang impor yang dokumen pemberitahuan pabeannya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dari Kantor Pabean tempat dipenuhinya kewajiban pabean terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.

 


Pasal 29

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan skema ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1980) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/PMK.04/2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 985), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.



                        Pasal 30

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




              

  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA
 




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1240