Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012

  • 22 Oktober 2012
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 163/PMK.03/2012

TENTANG

BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, perlu mengatur kembali batasan dan tata cara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri;
  2. bahwa untuk lebih menjamin rasa keadilan dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, berdasarkan ketentuan Pasal 8A ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16C Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI.



Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

  1. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
  2. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
  3. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.


Pasal 2

(1) Atas kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.
(3) Kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
(4) Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
  1. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
  2. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
  3. luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).


Pasal 3

(1) Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
(2) Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.


Pasal 4

(1) Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai.
(2) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
(3) Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.


Pasal 5

Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 20% (dua puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.



Pasal 6

(1) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak atau kurang menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ke kas negara, Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri :
  1. tidak memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan; atau
  2. memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, namun tidak benar atau tidak lengkap,
jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) ditetapkan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 7

(1) Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib disetor ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
(2) Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang harus diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP yang tercantum pada Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan tersebut.
(4) Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. kolom NPWP diisi dengan :
  1. angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
  2. angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
  3. angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
b. pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.
(5) Dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. kolom NPWP diisi dengan :
  1. angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
  2. angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
  3. angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
b. pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.


Pasal 8

(1) Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
(2) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(3) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(4) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).

 


Pasal 9

(1) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak melakukan kewajiban penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan/atau kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dapat mengeluarkan surat teguran sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah melakukan penyetoran atau pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri namun berdasarkan data yang dimiliki dan diperoleh oleh Direktorat Jenderal Pajak diyakini terdapat indikasi penyetoran atau pelaporan yang tidak wajar, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerbitkan surat himbauan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat himbauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), orang pribadi atau badan belum menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat melakukan verifikasi atau pemeriksaan untuk menetapkan besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri tersebut.
(4) Berdasarkan hasil verifikasi atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas kegiatan membangun sendiri.
(5) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan NPWP sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah memiliki NPWP namun berbeda dengan tempat bangunan didirikan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan NPWP sebagai cabang sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Pasal 10

Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.



Pasal 11

Tata cara penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.



Pasal 12

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku :

  1. kegiatan membangun sendiri yang telah dimulai sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan belum selesai pembangunannya pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, termasuk kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 13

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2012
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AGUS D.W. MARTOWARDOJO


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 22 Oktober 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


AMIR SYAMSUDIN



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1036