TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 129/PMK.03/2012
TENTANG
TATA CARA PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA
DI BIDANG PERPAJAKAN UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN UNTUK KEPENTINGAN PENERIMAAN NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
BAB II
TATA CARA PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN
OLEH WAJIB PAJAK
Pasal 2
(1) | Dalam rangka penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP, Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Keuangan dengan memberikan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri pernyataan tertulis yang berisi pengakuan bersalah dan bukti tertulis mengenai penyerahan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account. |
(3) | Besarnya jaminan pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah jumlah kerugian pada pendapatan negara sebesar:
|
(4) | Jumlah pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung berdasarkan berita acara pemeriksaan ahli yang dilakukan sebelum pengajuan permintaan penghentian Penyidikan oleh Menteri Keuangan kepada Jaksa Agung. |
(5) | Permohonan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(6) | Surat pernyataan pengakuan bersalah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 3
(1) | Untuk mengetahui kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Wajib Pajak harus meminta informasi secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Atas permintaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk harus memberikan informasi tertulis mengenai kerugian pada pendapatan negara beserta besarnya sanksi administrasi. |
BAB III
PEMBUATAN JAMINAN DALAM BENTUK ESCROW ACCOUNT
Pasal 4
(1) | Escrow account sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dibuat berdasarkan perjanjian pengelolaan escrow account antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk dan diketahui oleh bank pembuka escrow account. |
(2) | Bentuk dan isi perjanjian pengelolaan escrow account sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sesuai kesepakatan kedua belah pihak. |
(3) | Perjanjian pengelolaan escrow account sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
Pasal 5
(1) | Biaya yang timbul sehubungan dengan pembukaan dan pengelolaan escrow account ditanggung oleh Wajib Pajak. |
(2) | Penghasilan yang diterima dari escrow account menjadi hak Wajib Pajak. |
BAB IV
TATA CARA PERMINTAAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN
OLEH MENTERI KEUANGAN
Pasal 6
(1) | Setelah menerima permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Menteri Keuangan menyampaikan permintaan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk meneliti dan memberikan pendapat sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. |
(2) | Dalam rangka memenuhi permintaan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan hasil penelitian dan pendapat secara tertulis kepada Menteri Keuangan yang paling sedikit memuat:
|
Pasal 7
(1) | Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dan dengan mempertimbangkan hasil penelitian dan pendapat dari Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Menteri Keuangan memutuskan untuk menyetujui atau menolak. |
(2) | Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui permohonan Wajib Pajak, Menteri Keuangan segera menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memerintahkan Wajib Pajak agar mencairkan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. |
(3) | Dalam hal Menteri Keuangan menolak permohonan Wajib Pajak, Menteri Keuangan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak melalui Direktur Jenderal Pajak. |
(4) | Setelah menerima Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan menyampaikan surat permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung disertai dengan Surat Setoran Pajak dimaksud. |
Pasal 8
(1) | Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan Penyidikan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4). |
(2) | Keputusan dari Jaksa Agung atas permintaan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis kepada Menteri Keuangan. |
(3) | Dalam hal keputusan dari Jaksa Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa menerima permintaan penghentian Penyidikan, keputusan tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Menteri Keuangan kepada Wajib Pajak melalui Direktur Jenderal Pajak. |
(4) | Dalam hal keputusan dari Jaksa Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa menolak permintaan penghentian Penyidikan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Dalam hal berkas permintaan penghentian Penyidikan dikembalikan oleh Kejaksaan Agung untuk dilengkapi dan/atau diperbaiki, Menteri Keuangan menyampaikan kembali surat permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung dan jangka waktu 6 (enam) bulan bagi Jaksa Agung untuk dapat menghentikan Penyidikan dimulai sejak tanggal surat permintaan tersebut disampaikan. |
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 9
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, terhadap permohonan atau permintaan penghentian Penyidikan yang masih dalam proses penyelesaian sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan sebagai berikut:
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 11
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Agustus 2012
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Agustus 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 785