Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.09/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 109/PMK.09/2021

TENTANG

TATA KELOLA PENGAWASAN INTERN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :


  1. bahwa untuk mewujudkan pengawasan intern yang lebih efektif di lingkungan Kementerian Keuangan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.09/2016 tentang Tata Kelola Pengawasan Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan;
  2. bahwa dengan adanya kebutuhan penambahan pengembangan praktik pengawasan intern di lingkungan Kementerian Keuangan, perlu dilakukan penyesuaian dan penetapan kembali terhadap ketentuan mengenai tata kelola pengawasan intern di lingkungan Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Kelola Pengawasan Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan;

 

Mengingat :


  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
  3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
  6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);
  7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890);
  9. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.09/2017 tentang Sistem Pengendalian Intern pada Badan Layanan Umum (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1885);
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);


MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA KELOLA PENGAWASAN INTERN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Pengawasan Intern adalah kegiatan yang independen dan objektif dalam bentuk pemberian keyakinan/asurans (assurance activities) dan konsultansi (Consulting activities), yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan efektivitas dari proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern.
  2. Piagam Pengawasan Intern adalah dokumen yang menyatakan penegasan komitmen dari pimpinan Kementerian Keuangan terhadap arti pentingnya fungsi Pengawasan Intern di lingkungan Kementerian Keuangan.
  3. Komite Audit adalah komite pengawasan independen (oversight committee) yang dibentuk dengan penugasan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
  4. Tim Pengawasan adalah tim yang ditunjuk dengan surat tugas Pimpinan Inspektorat Jenderal untuk melaksanakan Pengawasan Intern.
  5. Unit Organisasi adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan dan unit organisasi non Eselon yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
  6. Klien Pengawasan (Auditi) yang selanjutnya disebut Klien Pengawasan adalah Unit Organisasi yang menjadi objek pelaksanaan Pengawasan Intern oleh Inspektorat Jenderal.
  7. Peta Kegiatan Asurans (Assurance Map) yang selanjutnya disebut Peta Asurans adalah instrumen untuk menyajikan secara visual seluruh aktivitas pemberi jasa asurans, baik internal maupun eksternal, yang dapat digunakan untuk melaksanakan koordinasi dan/atau menghindari duplikasi pengawasan.
  8. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah Instansi Pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan Pengawasan Intern di lingkungan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
  9. Pihak Terkait Lainnya adalah lembaga yang terkait dengan kegiatan Pengawasan Intern seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan, Komisi Pengawas Perpajakan, dan Ombudsman Republik Indonesia.
  10. Unit Kepatuhan Internal yang selanjutnya disingkat UKI adalah unit kerja pada setiap tingkatan Unit Organisasi yang menyelenggarakan fungsi kepatuhan internal sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai organisasi dan tata kerja Kementerian Keuangan.
  11. Badan Pemeriksa Keuangan yang selanjutnya disingkat BPK adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  12. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang selanjutnya disingkat BPKP adalah APIP yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
  13. Aparat Penegak Hukum yang selanjutnya disingkat APH adalah lembaga atau badan yang mendapat wewenang untuk melakukan fungsi penegakan hukum berdasarkan amanat peraturan perundang-undangan.
  14. Keadaan Memaksa (Force Majeur) yang selanjutnya disebut Force Majeur adalah suatu keadaan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya atau di luar kendali yang wajar seperti peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam/non alam, pemogokan, kebakaran dan gangguan lainnya.
  15. Satuan Pengawasan Intern Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat SPI BLU adalah satuan kerja badan layanan umum yang menjalankan fungsi Pengawasan Intern badan layanan umum di lingkungan Kementerian Keuangan.


BAB II
MAKSUD, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu
Maksud dan Tujuan

Pasal 2

(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman penerapan tata kelola Pengawasan Intern yang baik di lingkungan Kementerian Keuangan.
(2) Tata kelola Pengawasan Intern yang baik di lingkungan Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mewujudkan Pengawasan Intern yang memberikan nilai tambah bagi pencapaian tujuan Kementerian Keuangan, sejalan dengan prioritas nasional dan Kementerian Keuangan serta dinamika perubahan lingkungan.

   

Bagian Kedua
Ruang Lingkup

Pasal 3

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini mengatur:

  1. tanggung jawab terhadap tata kelola, manajemen, risiko, dan pengendalian intern;
  2. tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam Pengawasan Intern;
  3. manajemen Pengawasan Intern;
  4. penjaminan kualitas dan peningkatan independensi Pengawasan Intern;
  5. koordinasi Pengawasan Intern;
  6. sistem informasi Pengawasan Intern;
  7. tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dan pengawasan BPKP;
  8. penerapan perangkat profesi; dan
  9. penghargaan dan sanksi.


BAB III
TANGGUNG JAWAB TERHADAP TATA KELOLA,
MANAJEMEN RISIKO, DAN PENGENDALIAN INTERN

Pasal 4

(1) Pimpinan Unit Organisasi dan seluruh aparat unit kerja bertanggung jawab terhadap penerapan tata kelola yang baik, manajemen risiko, dan pengendalian intern dalam menjalankan tugas dan fungsi di lingkungan unit masing-masing.
(2) Untuk meningkatkan efektivitas penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan Unit Organisasi memberdayakan UKI.
(3) Inspektorat Jenderal melaksanakan Pengawasan Intern atas pelaksanaan tugas dan fungsi, penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern di lingkungan Kementerian.
(4) Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan melalui:
  1. kegiatan asurans antara lain berupa audit, reviu, evaluasi, dan pemantauan; dan
  2. kegiatan konsultansi antara lain berupa asistensi, fasilitasi, dan pelatihan.
(5) Dalam pelaksanaan Pengawasan Intern, Inspektorat Jenderal dan Unit Organisasi harus membangun hubungan kemitraan yang konstruktif.


BAB IV
TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB DALAM
PENGAWASAN INTERN

Pasal 5

Dalam pelaksanaan Pengawasan Intern, Inspektorat Jenderal bertugas:

  1. melaksanakan kegiatan asurans dan memberikan pendapat atas pelaksanaan tugas dan fungsi Unit Organisasi serta penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern;
  2. memberikan konsultansi dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Unit Organisasi serta penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern baik atas pertimbangan profesional maupun atas permintaan Unit Organisasi;
  3. melaksanakan pendampingan terhadap Unit Organisasi yang dilakukan pemeriksaan oleh BPK atau pengawasan oleh BPKP, baik atas pertimbangan profesional maupun permintaan Unit Organisasi; dan
  4. melaksanakan pengawasan terhadap larangan penyalahgunaan wewenang oleh unit/pejabat di lingkungan Kementerian.


Pasal 6

Dalam melaksanakan Pengawasan Intern, Inspektorat Jenderal memiliki kewenangan untuk:

  1. mengakses seluruh data dan informasi, sistem informasi, catatan, dokumentasi, aset, dan personil yang diperlukan sehubungan dengan pelaksanaan tugas Pengawasan Intern dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. melakukan komunikasi secara langsung dengan pejabat pada satuan kerja yang menjadi Klien Pengawasan dan pegawai lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Pengawasan Intern;
  3. meneruskan/melimpahkan temuan yang berindikasi tindak pidana korupsi, kolusi, nepotisme atau tindak pidana lainnya kepada APH;
  4. meminta arahan Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan, serta berkoordinasi dengan pimpinan Unit Organisasi;
  5. meminta dukungan dan/atau asistensi yang diperlukan, baik dari instansi internal maupun eksternal Kementerian Keuangan dalam rangka pelaksanaan tugas Pengawasan Intern; dan
  6. memfasilitasi pertemuan antara pejabat/pegawai Unit Organisasi dan Komite Audit dalam hal dibutuhkan.


Pasal 7

Dalam rangka pelaksanaan Pengawasan Intern, Inspektorat Jenderal memiliki tanggung jawab untuk:

  1. menjaga kerahasiaan data dan informasi terkait dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Pengawasan Intern kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan;
  2. menyediakan data dan informasi serta memberikan penjelasan yang diminta oleh Komite Audit;
  3. menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh Komite Audit; dan
  4. melakukan pendampingan pejabat/pegawai dalam hal Komite Audit perlu meminta penjelasan dari Unit Organisasi.


Pasal 8

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan Pengawasan Intern oleh Inspektorat Jenderal, pimpinan Unit Organisasi dapat menyampaikan permintaan secara tertulis kepada Inspektorat Jenderal untuk melakukan:

  1. pengawasan sesuai dengan kewenangan Inspektorat Jenderal di luar pengawasan yang sudah direncanakan;
  2. pendampingan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh BPK dan pengawasan oleh BPKP; dan
  3. pendampingan dalam perumusan dan standardisasi kebijakan.


Pasal 9

Dalam rangka pelaksanaan Pengawasan Intern, Unit Organisasi memiliki tanggung jawab untuk:

a. menyampaikan informasi dan/atau dokumen paling sedikit:
  1. profil risiko dan rencana penanganan risiko;
  2. tabel rancangan pengendalian dan laporan hasil pemantauan pengendalian intern; dan
  3. rencana aksi dan realisasi tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dan pengawasan BPKP,
dalam rangka perencanaan Pengawasan Intern;
b. menyajikan dan/atau memberikan akses terhadap data, informasi, sistem informasi, catatan, dokumentasi, aset, serta pejabat/pegawai pada Unit Organisasi yang bersangkutan sesuai dengan kewenangan Inspektorat Jenderal dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangan-undangan;
c. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis; dan
d. melaksanakan tindak lanjut hasil Pengawasan Intern.


BAB V
MANAJEMEN PENGAWASAN INTERN

Bagian Kesatu
Tahapan dan Tim Pengawasan Intern

Pasal 10

Tahapan Pengawasan Intern yang Inspektorat Jenderal meliputi:

  1. perencanaan Pengawasan Intern;
  2. pelaksanaan Pengawasan Intern;
  3. komunikasi Pengawasan Intern; dan dilaksanakan
  4. pemantauan tindak lanjut hasil Pengawasan Intern.


Pasal 11

(1) Pengawasan Intern dilaksanakan oleh Tim Pengawasan.
(2) Dalam hal diperlukan dan berdasarkan persetujuan pimpinan Inspektorat Jenderal, kegiatan Pengawasan Intern dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) orang personil Inspektorat Jenderal yang ditunjuk.


Bagian Kedua
Perencanaan Pengawasan Intern

Pasal 12

(1) Inspektorat Jenderal harus menyusun rencana strategis dengan mengacu pada rencana strategis Kementerian Keuangan dan memperhatikan rencana strategis Unit Organisasi.
(2) Rencana strategis Inspektorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijabarkan dalam perencanaan tahunan yang memuat kebijakan dan program kerja Pengawasan Intern.
(3) Penyusunan perencanaan tahunan Inspektorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada:
  1. amanat dalam ketentuan perundang-undangan;
  2. arahan pimpinan Kementerian Keuangan;
  3. profil risiko yang dihasilkan dari proses manajemen risiko Unit Organisasi dan Kementerian Keuangan;
  4. permasalahan yang berkembang di masyarakat;
  5. hasil pemeriksaan BPK dan pengawasan BPKP; dan
  6. hal lain yang berkaitan dengan risiko Kementerian Keuangan.
(4) Perencanaan tahunan yang telah disahkan oleh Inspektur Jenderal disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk mendapatkan persetujuan. 
(5) Inspektorat Jenderal Mengomunikasikan perencanaan tahunan yang telah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan kepada Unit Organisasi.


Bagian Ketiga
Pelaksanaan Pengawasan Intern

Pasal 13

(1) Pelaksanaan Pengawasan Intern harus diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana tercantum dalam surat tugas.
(2) Pelaksanaan Pengawasan Intern dapat diperpanjang oleh Pimpinan Inspektorat Jenderal dengan memperhatikan usulan dari Tim Pengawasan sesuaidengan kebutuhan di lapangan.
(3) Dalam hal Pengawasan Intern tidak dapat diselesaikan sesuai dengan jangka waktu dalam surat tugas, Tim Pengawasan harus menyampaikan penjelasan kepada Pimpinan Inspektorat Jenderal dan menuangkannya dalam laporan hasilpengawasan.
(4) Sebelum melaksanakan Pengawasan Intern, Tim Pengawasan harus menyusun program kerja, dan menyampaikan jadwal kegiatan Pengawasan Intern yang meliputi tahapan pelaksanaan, komunikasi, dan pemantauan tindak lanjut hasil Pengawasan Intern kepada Klien Pengawasan.


Pasal 14

(1) Pelaksanaan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b dapat dilaksanakan (5) Inspektorat Jenderal mengomunikasikan di tempat kedudukan Klien Pengawasan dan/atau di luar tempat kedudukan Klien Pengawasan.
(2) Pelaksanaan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kegiatan sebagai berikut:
  1. pertemuan awal (entry meeting);
  2. identifikasi/pengumpulan informasi;
  3. evaluasi dan analisis informasi;
  4. pendokumentasian informasi;
  5. supervisi penugasan; dan
  6. pertemuan akhir (exit meeting).
(3) Pada pertemuan awal (entry meeting), Tim Pengawasan harus menyampaikan surat tugas dan menjelaskan kepada Klien Pengawasan paling sedikit mengenai:
  1. tujuan dan ruang lingkup pengawasan; dan
  2. mekanisme dan tahapan pelaksanaan
(4) Pada pertemuan awal (entry meeting), Tim Pengawasan dan Klien Pengawasan melakukan kesepakatan untuk menegakkan integritas dan mendukung kelancaran pelaksanaan tugas Pengawasan Intern dengan menandatangani surat pernyataan.
(5) Dalam melaksanakan Pengawasan Intern, Tim Pengawasan harus mempertimbangkan hasil pemantauan atas tindak lanjut Pengawasan Intern sebelumnya.
(6) Tim Pengawasan harus mengidentifikasi dan menganalisis informasi yang cukup, kompeten, relevan, dan material untuk mendukung kesimpulandan hasil Pengawasan Intern.
(7) Dalam rangka pelaksanaan Pengawasan Intern, Tim Pengawasan dapat menggunakan tenaga ahli apabila pengetahuan dan pengalamannya tidak memahami pengawasan untuk mendapatkan informasi yang relevan, kompeten, cukup, dan material.
(8) Tim Pengawasan harus menyiapkan dan menatausahakan pendokumentasian informasi Pengawasan Intern dalam bentuk kertas kerja Pengawasan Intern.
(9) Kegiatan yang dilakukan Tim Pengawasan harus disupervisi secara memadai dan berjenjang untuk meningkatkan kemampuan Tim Pengawasan, memastikan tercapainya sasaran Pengawasan Intern, dan menjamin kualitas hasil Pengawasan Intern.
(10) Pada pertemuan akhir (exit meeting), Tim Pengawasan paling sedikit harus melaksanakan hal sebagai berikut:
  1. mengomunikasikan simpulan akhir Pengawasan Intern dan/atau rekomendasi untuk mendapatkan tanggapan dari Klien Pengawasan;
  2. melakukan pembahasan tanggapan Klien Pengawasan, termasuk komitmen rencana aksi untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil Pengawasan Intern; dan
  3. membuat berita acara hasil Pengawasan Intern bersama Klien Pengawasan.
(11) Dalam hal pada pertemuan akhir (exit meeting) terdapat hasil Pengawasan Intern yang belum disepakati, maka hasil Pengawasan Intern dinyatakan untuk dilakukan pembahasan secara berjenjang oleh atasan Tim Pengawasan dan Klien Pengawasan.

     


Pasal 15

Dalam melaksanakan Pengawasan Intern, Tim Pengawasan tidak boleh:

  1. mengambil alih tanggung jawab Unit Organisasi atas pelaksanaan tugas dan fungsi;
  2. mengambil keputusan atas penetapan suatu kegiatan pengendalian/rencana penanganan risiko Unit Organisasi;
  3. melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang merupakan tugas jabatan dalam tahun sebelumnya; dan
  4. melakukan pengawasan di luar ruang lingkup penugasan yang ditetapkan dalam surat tugas.


Pasal 16

(1) Tim Pengawasan harus segera melakukan komunikasi aktif dengan Klien Pengawasan setelah menemukan permasalahan untuk mengetahui akar penyebab permasalahan sebelum mengambil simpulan akhir Pengawasan Intern.
(2) Klien Pengawasan dapat melakukan komunikasi dengan Tim Pengawasan dan mendiskusikan substansi terkait ruang lingkup Pengawasan Intern selama jangka waktu pelaksanaan Pengawasan Intern.
(3) Dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Tim Pengawasan dan Klien Pengawasan pada saat pelaksanaan Pengawasan Intern, harus segera dilakukan pembahasan secara berjenjang oleh atasan Tim Pengawasan dan Klien Pengawasan.
(4) Dalam hal terdapat perbedaan pendapat tentang hasil Pengawasan Intern antara Klien Pengawasan dan Inspektorat Jenderal:
  1. Inspektur Jenderal dapat meminta Komite Audit untuk melakukan mediasi; dan
  2. jangka waktu mediasi memperhatikan ketentuan mengenai jangka waktu pelaksanaan Pengawasan Intern.
(5) Dalam hal mediasi oleh Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a belum dapat menyelesaikan perbedaan pendapat atas Pengawasan Intern, Inspektur Jenderal dapat mengomunikasikan hasil Pengawasan Intern bersangkutan dan dampaknya terhadap organisasikepada Menteri Keuangan.


Bagian Keempat
Komunikasi Hasil Pengawasan Intern

Pasal 17

(1) Inspektorat Jenderal harus mengomunikasikan hasil pelaksanaan tugas Pengawasan Intern kepada Klien Pengawasan dalam bentuk laporan hasil Pengawasan Intern yang terdiri atas:
  1. laporan hasil Pengawasan Intern, dalam hal kegiatan pengawasan telah selesai; dan
  2. laporan temuan segera, dalam hal terdapat temuan signifikan yang harus segera ditindaklanjuti pada saat pengawasan berlangsung.
(2) Dalam hal laporan hasil Pengawasan Intern memuat rekomendasi yang berbeda dengan yang telah disepakati pada saat pertemuan akhir (exit meeting), Tim Pengawasan harus menyampaikan perubahan rekomendasi kepada Klien Pengawasan untuk mendapatkan tanggapan dan persetujuan sebelumlaporan hasil Pengawasan Intern diselesaikan.
(3) Laporan hasil Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada atasan langsung dan kantor pusat Klien Pengawasan dengan mempertimbangkan tingkat kepentingan.
(4) Dalam hal diperlukan, komunikasi Pengawasan Intern dapat dilakukan melalui media komunikasi elektronik.
(5) Komunikasi melalui media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), didokumentasikan kertas kerja Pengawasan Intern dan dimasukkan dalam laporan hasil Pengawasan Intern.


Bagian Kelima
Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Intern

Pasal 18

(1) Klien Pengawasan harus menindaklanjuti rekomendasi hasil Pengawasan Intern dalam laporan hasil Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan menyampaikan penyelesaian atas tindak lanjut rekomendasi hasil Pengawasan Intern kepada Inspektorat Jenderal.
(2) Pihak yang melaksanakan tindak lanjut hasil Pengawasan Intern pada Klien Pengawasan meliputi:
  1. pejabat/pegawai yang disebutkan dalam rekomendasi hasil Pengawasan Intern;
  2. Pelaksana Harian (Plh.)/Pelaksana Tugas (Plt.) dari pejabat yang disebutkan dalam rekomendasi hasil Pengawasan Intern;
  3. atasan dari pejabat/pegawai yang disebutkan dalam rekomendasi hasil Pengawasan Intern secara berjenjang, dalam hal Pelaksana Harian (Plh.)/Pelaksana Tugas (Plt.) dari pejabat yang disebutkan    dalam    rekomendasi hasil Pengawasan Intern belum ditetapkan;
  4. pejabat pada unit kerja baru yang memiliki tugas dan fungsi sesuai dengan rekomendasi hasil Pengawasan Intern, dalam hal terjadi reorganisasi Klien Pengawasan; atau
  5. atasan langsung dari pejabat/pegawai yang direkomendasikan untuk dijatuhi hukuman disiplin dan/atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab untuk menjatuhkan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penyampaian penyelesaian tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan Klien Pengawasan kepada Inspektorat Jenderal dalam waktu sesuai dengan laporan hasil Pengawasan Intern disertai dengan bukti pendukung.


Pasal 19

(1) Dalam hal sebagian atau seluruh rekomendasi tidak dapat dilaksanakan dalam jangka waktu sesuai dengan laporan hasil Pengawasan Intern, Klien Pengawasan harus memberikan alasan yang sah meliputi kondisi sebagai berikut:
  1. Force Majeur,
  2. subjek atau objek rekomendasi dalam proses peradilan, meliputi:
    1. pejabat/pegawai menjadi tersangka dan ditahan;
    2. pejabat/pegawai menjadi terpidana; atau
    3. objek yang direkomendasikan dalam sengketa di peradilan;
  3. rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti secara efektif, efisien, dan ekonomis antara lain karena:
    1. perubahan struktur organisasi;
    2. perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    3. peraturan perundang-undangan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
    4. pihak yang bertanggung jawab telah purnabakti; dan/atau
    5. penyebab lain yang sah menurut peraturan perundang-undangan.
(2) Apabila Klien Pengawasan tidak menindaklanjuti rekomendasi hasil Pengawasan Intern tanpa alasan yang sah, Inspektorat Jenderal audit dan membuat rekomendasi sesuai dengan hasil audit.


Pasal 20

Pelaksanaan tindak lanjut atas hasil Pengawasan Intern dapat dilimpahkan kepada pihak lain yang berwenang, dalam hal salah satu kondisi berikut terpenuhi:

  1. terdapat temuan yang berindikasi tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme atau pidana lain yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi kewenangan APH, maka penyelesaian tindak lanjut diserahkan kepada APH untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan melalui proses peradilan;
  2. tindak lanjut temuan berupa penagihan atas piutang negara, maka penyelesaian tindak lanjut diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara; dan
  3. terjadi reorganisasi instansi unit kerja baik berupa pembubaran, penggabungan, perampingan, dan sebagainya sehingga instansi semula berubah nama atau bentuk dari yang disebutkan di dalam laporan hasil pengawasan, maka penyelesaian tindak lanjut diserahkan kepada unit kerja yang memiliki tugas dan fungsi yang menjadi ruang lingkup Pengawasan Intern.


Pasal 21

Dalam hal hasil Pengawasan Intern mengandung unsur tindak pidana, penyelesaian tindak lanjut hasil Pengawasan Intern tidak menghapuskan tuntutan pidana.



Bagian Keenam
Pemantauan dan Pembahasan Tindak Lanjut Hasil
Pengawasan Intern
 
Pasal 22

(1) Inspektorat Jenderal harus melakukan pemantauan tindak lanjut hasil Pengawasan Intern melalui penilaian dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap penjelasan atas tindak lanjut rekomendasi hasil Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
(2) Penilaian atas tindak lanjut hasil Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menentukan status tindak lanjut hasil Pengawasan Intern.
(3) Dalam hal tindak lanjut yang dilaksanakan oleh Klien Pengawasan tidak sesuai dengan rekomendasi hasil Pengawasan Intern, Tim Pengawasan harus menilai efektivitas tindak lanjut yang dilaksanakan oleh Klien Pengawasan.
(4) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan tindak lanjut yang dilaksanakan Klien Pengawasan lebih efektif, Tim Pengawasan tidak dapat memaksakan pelaksanaan tindak lanjut sesuai dengan rekomendasi hasil Pengawasan Intern.
(5) Dalam rangka mendukung pelaksanaan pemantauan tindak lanjut hasil Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Inspektorat Jenderal dapat melaksanakan pemutakhiran data tindak lanjut secara berkala melalui koordinasi dengan Klien Pengawasan.


Pasal 23

(1) Penentuan status tindak lanjut hasil Pengawasan Intern ditetapkan oleh Inspektur Jenderal.
(2) Inspektur Jenderal dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pejabat lain.


Pasal 24

Dalam hal penetapan tindak lanjut oleh Inspektur Jenderal atau pejabat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 menunjukkan status:

  1. telah sesuai dengan rekomendasi, Inspektorat Jenderal harus menginformasikan kepada Klien Pengawasan; atau
  2. belum sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti, maka Inspektorat Jenderal dapat melakukan pembahasan dengan Klien Pengawasan yang didampingi oleh UKI yang bersangkutan.


Pasal 25

(1) Dalam hal terdapat perbedaan pendapat penentuan status tindak lanjut hasil Pengawasan Intern antara Klien Pengawasan dan Inspektorat Jenderal, maka Inspektur Jenderal dapat meminta Komite Audit untuk melakukan mediasi.
(2) Jangka waktu mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan ketentuan mengenai batas waktu tindak lanjut hasil Pengawasan Intern.
(3) Dalam hal mediasi oleh Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat menyelesaikan perbedaan pendapat penentuan status tindak lanjut atas hasil Pengawasan Intern, Inspektur Jenderal dapat mengomunikasikan status tindak lanjut atas hasil Pengawasan Intern bersangkutan dan dampaknya terhadap organisasi kepada Menteri Keuangan.


Pasal 26

Inspektur Jenderal menyusun rekapitulasi hasil pemantauan tindak lanjut hasil Pengawasan Intern dan menyampaikan kepada Menteri Keuangan dan Komite Audit paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) semester.


 


Bagian Ketujuh
Pelaporan dan Pemaparan Hasil Pengawasan Intern

Pasal 27

(1) Inspektur Jenderal melaporkan pelaksanaan tugas Pengawasan Intern kepada Menteri Keuangan dan Komite Audit paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) triwulan.
(2) Dalam hal diperlukan, Inspektorat Jenderal dapat melaporkan pelaksanaan tugas Pengawasan Intern kepada Menteri Keuangan di luar waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Inspektur Jenderal memaparkan laporan hasil Pengawasan Intern di lingkungan Kementerian Keuangan kepada Menteri Keuangan dan/atau Wakil Menteri Keuangan serta pimpinan Unit Organisasi,paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.


BAB VI
PENJAMINAN KUALITAS DAN PENINGKATAN
INDEPENDENSI PENGAWASAN INTERN

Bagian Kesatu
Program Pengembangan dan Penjaminan Kualitas

Pasal 28

(1) Dalam rangka penjaminan kualitas Pengawasan Intern, Inspektorat Jenderal harus merancang, mengembangkan, dan menjaga program pengembangan dan penjaminan kualitas.
(2) Program pengembangan dan penjaminan kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencakup penilaian intern dan ekstern.
(3) Program pengembangan dan penjaminan kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menilai kesesuaian praktik Pengawasan Intern dengan Definisi Pengawasan Intern, Standar, dan Kode Etik.


Pasal 29

Penilaian intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) meliputi:

  1. pemantauan berkelanjutan atas kinerja kegiatan Pengawasan Intern;
  2. penilaian secara berkala oleh inspektorat yang bersangkutan; dan/atau
  3. penilaian secara berkala oleh unit lain dalam Inspektorat Jenderal.


Pasal 30

(1) Penilaian ekstern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun oleh pihak independen dan berkualitas yang berasal dari luar Inspektorat Jenderal.
(2) Penilaian ekstern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sistem pengendalian intern pemerintah.


Bagian Kedua
Komite Audit

Pasal 31

(1) Dalam rangka meningkatkan independensi pelaksanaan Pengawasan Intern, Menteri Keuangan membentuk Komite Audit yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan.
(2) Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ad hoc dan merupakan tim kerja independen yang bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
(3) Keanggotaan Komite Audit berjumlah ganjil dengan komposisi mayoritas dari pihak independen.
(4) Susunan keanggotaan Komite Audit paling sedikit 3 (tiga) orang yang meliputi:
  1. Staf Ahli Menteri Keuangan;
  2. pihak independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan negara atau akuntansi sektor publik; dan
  3. pihak independen yang memiliki keahlian di bidang hukum.
(5) Untuk menegakkan integritas dan menjaga kerahasiaan informasi, anggota Komite Audit menandatangani surat pernyataan.


Pasal 32

(1) Komite Audit mempunyai tugas:
  1. membantu Menteri Keuangan dalam melakukan pengawasan atas Pengawasan Intern yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal;
  2. memberi saran dan masukan kepada Menteri Keuangan dan/atau Inspektur Jenderal dalam rangka:
    1. perbaikan pelaksanaan Pengawasan Intern oleh Inspektorat Jenderal;
    2. perbaikan kualitas pelaporan keuangan tingkat Kementerian Keuangan; dan
    3. pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dan pengawasan BPKP; dan
  3. melakukan tugas lain sesuai arahan Menteri Keuangan dan/atau Wakil Menteri Keuangan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Komite Audit dibantu oleh Sekretariat Komite Audit yang ditetapkan Menteri Keuangan.
(3) Komite Audit harus menyampaikan laporan atas pelaksanaan tugas kepada Menteri Keuangan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) semester.
(4) Dalam hal diperlukan, Komite Audit dapat melaporkan pelaksanaan tugas kepada Menteri Keuangan di luar waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Kinerja Komite Audit dinilai secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(6) Penilaian kinerja Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh Menteri Keuangan dan dapat dilimpahkan kewenangannya kepada Wakil Menteri Keuangan.


Pasal 33

Selain tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), Komite Audit dapat memberikan masukan terkait pengangkatan dan pemberhentian Inspektur Jenderal atas permintaan Menteri Keuangan.



Pasal 34

(1) Komite Audit harus mengadakan rapat secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) triwulan.
(2) Keputusan rapat Komite Audit dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat.
(3) Dalam hal tidak terjadi musyawaran mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.


Pasal 35

(1) Dalam rangka pelaksanaan tugas, Komite Audit dapat:
  1. berkomunikasi langsung dengan Menteri Keuangan; dan/atau
  2. meminta masukan kepada pimpinan Unit Organisasi.
(2) Komite Audit setelah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan/Wakil Menteri Keuangan dapat berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal dalam rangka pelaksanaan tugas yang membutuhkan akses data dan informasi pada Unit Organisasi.


BAB VII
KOORDINASI PENGAWASAN INTERN

Pasal 36

(1) Dalam rangka meningkatkan mutu pelaksanaan tugas Pengawasan Intern di lingkungan Kementerian Keuangan, Inspektorat Jenderal melaksanakan koordinasi dengan pihak lain yang terkait dengan Pengawasan Intern.
(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
  1. UKI;
  2. SPI BLU;
  3. APIP lain;
  4. BPKP;
  5. BPK;
  6. APH; dan
  7. Pihak Terkait Lainnya.
(3) Dalam melaksanakan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Inspektorat Jenderal dan pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membangun hubungan kemitraan yang konstruktif.


Pasal 37

Koordinasi Pengawasan Intern antara Inspektorat Jenderal dengan UKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a, di antaranya meliputi:

  1. pemanfaatan hasil pelaksanaan tugas UKI oleh Inspektorat Jenderal untuk menyusun perencanaan Pengawasan Intern;
  2. penyampaian hasil pelaksanaan tugas UKI kepada Inspektorat Jenderal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3.  pemberian masukan dari Inspektorat Jenderal untuk penyusunan rencana pemantauan tahunan dan/atau rencana penilaian tahunan UKI;
  4. penyampaian rencana kegiatan pengawasan yang telah ditetapkan;
  5. pengembangan kegiatan penjaminan secara sinergis melalui penyusunan Peta Asurans antara Inspektorat Jenderal dengan UKI; dan
  6. pendampingan UKI terhadap Klien Pengawasan dalam pelaksanaan Pengawasan Intern, kecuali untuk penugasan tertentu.


Pasal 38

Koordinasi Pengawasan Intern antara Inspektorat Jenderal dengan SPI BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf b, di antaranya meliputi:

  1. penyusunan perencanaan Pengawasan Intern pada Inspektorat Jenderal dan SPI BLU;
  2. penyampaian salinan hasil pelaksanaan tugas SPI BLU kepada Inspektorat Jenderal;
  3. pemberian masukan dari Inspektorat Jenderal untuk penyusunan rencana pengawasan intern tahunan SPI BLU;
  4. penyampaian rencana kegiatan pengawasan yang telah ditetapkan; dan
  5. pengembangan kegiatan Pengawasan Intern secara sinergis antara Inspektorat Jenderal dengan SPI BLU.


Pasal 39

Koordinasi Pengawasan Intern antara Inspektorat Jenderal dengan APIP lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf c, di antaranya meliputi:

  1. Pengawasan Intern terhadap pelaksanaan anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara;
  2. pelaksanaan Pengawasan Intern secara sinergis;
  3. pengembangan organisasi profesi auditor intern pemerintah;
  4. pengembangan kapabilitas Pengawasan Intern; dan
  5. pengawasan lain sesuai amanat peraturan perundang-undangan dan perintah Menteri Keuangan.


Pasal 40

Koordinasi Pengawasan Intern antara Inspektorat Jenderal dengan BPKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf d, di antaranya meliputi:

  1. Pengawasan Intern terhadap pelaksanaan anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara;
  2. pendampingan Inspektorat Jenderal terhadap Unit Organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan dalam pengawasan BPKP;
  3. koordinasi pemantauan dan pembahasan penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pengawasan BPKP;
  4. pengembangan kegiatan Pengawasan Intern secara sinergis antara Inspektorat Jenderal dan BPKP; dan
  5. pengembangan kapabilitas APIP.


Pasal 41

Koordinasi Pengawasan Intern antara Inspektorat Jenderal dengan BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf e, di antaranya meliputi:

  1. Pendampingan Inspektorat Jenderal terhadap Unit Organisasi dalam pemeriksaan BPK;
  2. koordinasi pemantauan dan pembahasan penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK;
  3. pengembangan kegiatan penjaminan secara sinergis melalui penyusunan Peta Asurans antara Inspektorat Jenderal dengan BPK untuk mengurangi duplikasi pelaksanaan penugasan; dan
  4. penyampaian laporan hasil Pengawasan Intern kepada BPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 42

Koordinasi Pengawasan Intern antara Inspektorat Jenderal dengan APH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf f, di antaranya meliputi:

  1. penanganan penyimpangan di lingkungan Kementerian Keuangan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; dan
  2. pertukaran data dan informasi, pendidikan, penelitian, serta sosialiasi.


Pasal 43

Koordinasi Pengawasan Intern antara Inspektorat Jenderal dengan Pihak Terkait Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf g, di antaranya meliputi:

  1. pertukaran    data dan informasi, pendidikan, penelitian, serta sosialisasi; dan
  2. evaluasi akuntabilitas, penilaian reformasi birokrasi, dan pengembangan infrastruktur APIP.


BAB VIII
SISTEM INFORMASI PENGAWASAN INTERN

Pasal 44

(1) Inspektorat Jenderal harus mengembangkan sistem informasi Pengawasan Intern untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan Pengawasan Intern.
(2) Sistem informasi Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di antaranya meliputi:
  1. pengembangan teknis Pengawasan Intern melalui akses data elektronik terhadap sistem informasi Unit Organisasi; dan
  2. pengembangan aplikasi sistem manajemen Pengawasan Intern.
(3) Inspektorat Jenderal harus menjaga kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data yang disimpan dan dihasilkan dari sistem informasi Pengawasan Intern.
(4) Inspektorat Jenderal dan Unit Organisasi harus memanfaatkan sistem informasi Pengawasan Intern yang dikembangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


BAB IX
TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BPK DAN
PENGAWASAN BPKP

Pasal 45

(1) Unit Organisasi yang mendapatkan rekomendasi hasil pemeriksaan BPK atau pengawasan BPKP harus menyusun rencana aksi penyelesaian tindak lanjut rekomendasi.
(2) Penyusunan rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Sekretariat Jenderal dan/atau Unit Organisasi lain sesuai dengan lingkup pemeriksaan BPK atau pengawasan BPKP.
(3) Pemantauan penyelesaian rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pembahasan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK atau pengawasan BPKP dikoordinasikan oleh:
  1. UKI di tingkat Eselon I/Lembaga;
  2. SPI di tingkat BLU; dan
  3. Inspektorat Jenderal di tingkat Kementerian.


BAB X
PENERAPAN PERANGKAT PROFESI

Pasal 46

Pelaksanaan Pengawasan Intern memperhatikan Definisi, Standar, Kode Etik, pedoman telaah sejawat, dan pedoman lain mengenai Pengawasan Intern yang dikeluarkan oleh organisasi profesi auditor intern pemerintah Indonesia.



Pasal 47

Dalam rangka memenuhi ketentuan profesi auditor intern pemerintah Indonesia, Inspektorat Jenderal menyusun Piagam Pengawasan Intern.



BAB XI
PENGHARGAAN DAN SANKSI

Pasal 48

(1) Inspektorat Jenderal dapat mengusulkan kepada Menteri Keuangan pemberian penghargaan kepada Unit Organisasi yang memiliki prestasi terbaik berdasarkan hasil Pengawasan Intern.
(2) Pejabat dan pegawai Inspektorat Jenderal serta Unit Organisasi yang tidak melaksanakan tanggung jawab sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dapat dimintakan pertanggungjawaban dan/atau dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan disiplin pegawai.  


BAB XII
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TATA KELOLA
PENGAWASAN INTERN

Pasal 49

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Tata Kelola Pengawasan Intern ditetapkan dalam Peraturan Inspektur Jenderal.



BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 50

Kegiatan Pengawasan Intern yang sedang berjalan tetap dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.09/2016 tentang Tata Kelola Pengawasan Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri ini.



BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 51

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.09/2016 tentang Tata Kelola Pengawasan Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2164), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.



Pasal 52

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.09/2016 tentang Tata Kelola Pengawasan Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 2164), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 


Pasal 53

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Agustus 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 10 Agustus 2021

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


BENNY RIYANTO




BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 921