TIMELINE |
---|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 101/PMK.01/2014
TENTANG
PENILAI PUBLIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENILAI PUBLIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Definisi
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Bagian Kedua
Tujuan Penilaian
Pasal 2
Penilaian yang dilakukan oleh Penilai bertujuan untuk:
BAB II
PENILAI
Pasal 3
(1) | Seseorang yang memiliki kompetensi dalam melakukan kegiatan Penilaian disebut Penilai. |
(2) | Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya telah lulus pendidikan awal Penilaian. |
(3) | Selain Penilai memiliki kompetensi, Penilai harus pula memiliki etik dan perilaku profesional. |
(4) | Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh dengan cara:
|
(5) | Pendidikan awal Penilaian adalah pendidikan Penilaian yang meliputi:
|
(6) | Pendidikan awal Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan pendidikan Penilaian yang telah diakui atau disetarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai. |
(7) | Ujian Sertifikasi Penilai hanya dapat diikuti oleh peserta ujian yang telah menyelesaikan pendidikan awal Penilaian. |
(8) | PPL harus diikuti oleh Penilai untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi. |
(9) | Penilai wajib mengikuti pelatihan etik sesuai dengan KEPI. |
(10) | Penilai harus memiliki perilaku profesional dengan cara memahami dan menerapkan SPI dalam melaksanakan Penilaian. |
Pasal 4
(1) | Dalam melaksanakan Penilaian, Penilai harus melakukan proses Penilaian sebagai berikut:
|
(2) | Proses Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan sesuai dengan SPI. |
BAB III
BIDANG JASA PENILAIAN
Pasal 5
(1) | Bidang jasa Penilaian meliputi:
|
(2) | Bidang jasa Penilaian Properti Sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi Penilaian:
|
(3) | Bidang jasa Penilaian Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi Penilaian:
|
(4) | Bidang jasa Penilaian Bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi Penilaian:
|
(5) | Selain jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti dapat memberikan jasa lainnya yang berkaitan dengan kegiatan Penilaian, meliputi:
|
(6) | Selain jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Bisnis dapat memberikan jasa lainnya yang berkaitan dengan kegiatan Penilaian, meliputi:
|
BAB IV
PERIZINAN PENILAI PUBLIK
Bagian Kesatu
Izin Penilai Publik
Pasal 6
(1) | Izin menjadi Penilai Publik diberikan oleh Menteri. |
(2) | Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. |
(3) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri. |
(4) | Izin Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan dalam bidang jasa:
|
Bagian Kedua
Pemberian Jasa Penilaian
Pasal 7
(1) | Penilai Publik dalam memberikan jasa Penilaian harus sesuai dengan klasifikasi izin Penilai Publik yang dimiliki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4). |
(2) | Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti Sederhana dilarang memberikan jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) dan Pasal 5 ayat (6). |
(3) | Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti Sederhana dilarang memberikan jasa Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. |
(4) | Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti dan Penilaian Bisnis dapat memberikan jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) dan Pasal 5 ayat (6) jika Penilai Publik dimaksud memiliki kompetensi di bidangnya dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dibuktikan dengan ijazah, sertifikat pelatihan, atau surat keterangan dari instansi yang berwenang. |
(6) | Penilai Publik dalam memberikan jasa Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib melalui KJPP. |
(7) | Penilai Publik dalam memberikan jasa Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib memiliki Kertas Kerja. |
(8) | Penilai Publik yang dalam memberikan jasa Penilaian melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin. |
(9) | Penilai Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin. |
(10) | Penilai Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (6), atau ayat (7) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
Pasal 8
(1) | Penilai Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib mempunyai KJPP, dengan cara mendirikan KJPP berbentuk perseorangan atau menjadi Rekan pada KJPP berbentuk persekutuan perdata atau firma. |
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipenuhi paling lama 6 (enam) bulan sejak izin Penilai Publik diterbitkan. |
(3) | Penilai Publik yang telah mengundurkan diri dari suatu KJPP, wajib mempunyai KJPP atau menjadi Rekan pada KJPP berbentuk persekutuan perdata atau firma paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal pengunduran diri. |
(4) | Kewajiban mempunyai KJPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Penilai Publik yang sedang menjalani penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu. |
(5) | Penilai Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
Bagian Ketiga
Perizinan untuk Menjadi Penilai Publik
Pasal 9
(1) | Untuk mendapatkan izin Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti Sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf a, Penilai mengajukan permohonan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal diperlukan, Kepala Pusat menunjuk pejabat dan/atau pegawai untuk melakukan penelitian fisik langsung terhadap permohonan izin Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti Sederhana. |
Pasal 10
(1) | Untuk mendapatkan izin Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti dan/atau Penilaian Bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b dan/atau Pasal 6 ayat (4) huruf c, Penilai mengajukan permohonan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal diperlukan, Kepala Pusat menunjuk pejabat dan/atau pegawai untuk melakukan penelitian fisik langsung terhadap permohonan izin Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti dan/atau Penilaian Bisnis yang diajukan. |
Pasal 11
(1) | Izin Penilai Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima secara lengkap. |
(2) | Permohonan izin Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dinyatakan tidak lengkap disampaikan melalui pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima. |
(3) | Pemohon melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis ditetapkan. |
(4) | Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, permohonan izin Penilai Publik tidak diproses dan permohonan baru diajukan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau Pasal 10 ayat (1). |
(5) | Penilai Publik yang telah diterbitkan izinnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin, jika data dan informasi yang disampaikan dalam surat permohonan izin terbukti tidak benar. |
Bagian Keempat
Penghentian Pemberian Jasa untuk Sementara Waktu
Pasal 12
(1) | Penilai Publik dapat melakukan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat. | ||||||
(2) | Permohonan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan menyampaikan:
|
||||||
(3) | Sekretaris Jenderal menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika Penilai Publik:
|
||||||
(4) | Sekretaris Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. | ||||||
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dinyatakan tidak lengkap disampaikan melalui pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. | ||||||
(6) | Penilai Publik melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis ditetapkan. | ||||||
(7) | Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dipenuhi, permohonan penghentian jasa untuk sementara waktu tidak diproses dan permohonan baru diajukan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
Pasal 13
(1) | Persetujuan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun. |
(2) | Penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu yang diajukan kurang dari jangka waktu 5 (lima) tahun dapat diperpanjang sampai dengan jangka waktu yang tersisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak tanggal berakhirnya masa penghentian pemberian jasa sebelumnya. |
(3) | Permohonan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diajukan kembali paling singkat 5 (lima) tahun sejak berakhirnya masa penghentian pemberian jasa sebelumnya. |
(4) | Penilai Publik yang sedang menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari kewajiban:
|
(5) | Penilai Publik yang sedang menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibebaskan dari tanggung jawab atas jasa yang telah diberikan dan kewajiban sebagai Penilai Publik selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(6) | Penilai Publik yang sedang menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu dilarang:
|
(7) | Penilai Publik yang memiliki KJPP Perseorangan wajib mengajukan permohonan penutupan KJPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 paling lambat pada saat Penilai Publik mengajukan permohonan penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). |
(8) | Penilai Publik yang sedang menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dan huruf b dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
(9) | Penilai Publik yang sedang menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
Pasal 14
(1) | Penilai Publik yang telah selesai menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu wajib menyampaikan bukti telah mengikuti PPL dalam 1 (satu) tahun terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling lama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya masa penghentian pemberian jasa. |
(2) | Penilai Publik yang telah selesai menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu dilarang memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Penilai Publik yang sedang menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu dapat mengajukan permohonan pemberian jasa kembali sebelum berakhirnya masa penghentian pemberian jasa. |
(4) | Pengajuan permohonan pemberian jasa kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat, dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
|
(5) | Sekretaris Jenderal memberikan persetujuan terhadap pengajuan permohonan pemberian jasa kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(6) | Penilai Publik yang telah selesai menjalani masa penghentian pemberian jasa namun tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
(7) | Penilai Publik yang telah selesai menjalani masa penghentian pemberian jasa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan.4 |
Bagian Kelima
Pengunduran Diri dan Tidak Berlakunya Izin Penilai Publik
Pasal 15
(1) | Penilai Publik dapat mengundurkan diri sebagai Penilai Publik setelah mendapat persetujuan dari Menteri. | ||||
(2) | Penilai Publik yang sedang menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dapat mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai Penilai Publik sebelum berakhirnya masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu. | ||||
(3) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. | ||||
(4) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri. | ||||
(5) | Permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan melampirkan dokumen:
|
||||
(6) | Sekretaris Jenderal menolak permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) jika:
|
||||
(7) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. | ||||
(8) | Permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang dinyatakan tidak lengkap disampaikan melalui pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. | ||||
(9) | Penilai Publik melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis ditetapkan. | ||||
(10) | Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dipenuhi, permohonan pengunduran diri tidak diproses dan perlu diajukan permohonan baru dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). | ||||
(11) | Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan kepada Penilai Publik yang pernah dikenai sanksi pembekuan izin, ketentuan mengenai sanksi administratif berupa pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 71 ayat (4) tetap berlaku. | ||||
(12) | Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan kepada Penilai Publik yang mempunyai KJPP berbentuk perseorangan, izin usaha KJPP berbentuk perseorangan dinyatakan tidak berlaku. |
Pasal 16
(1) | Izin Penilai Publik dinyatakan tidak berlaku jika Penilai Publik meninggal dunia. |
(2) | Dalam hal Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai KJPP berbentuk perseorangan, izin usaha KJPP berbentuk perseorangan dinyatakan tidak berlaku. |
BAB V
KJPP, CABANG KJPP, DAN KANTOR PERWAKILAN
Bagian Kesatu
KJPP
Paragraf 1
Badan Usaha KJPP
Pasal 17
(1) | KJPP dapat berbentuk badan usaha:
|
(2) | KJPP berbentuk perseorangan harus didirikan oleh seorang Penilai Publik yang sekaligus bertindak sebagai Pemimpin. |
(3) | KJPP berbentuk persekutuan perdata atau firma harus didirikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang Penilai Publik, yang masing-masing sekutu merupakan Rekan dan salah seorang sekutu bertindak sebagai Pemimpin Rekan. |
(4) | KJPP berbentuk persekutuan perdata atau firma harus dipimpin oleh Penilai Publik yang memiliki klasifikasi bidang jasa:
|
(5) | Dalam hal KJPP berbentuk persekutuan perdata atau firma mempunyai Rekan bukan Penilai Publik, KJPP dimaksud harus didirikan paling sedikit oleh 2/3 (dua per tiga) dari seluruh sekutu yang merupakan Penilai Publik. |
(6) | Dalam hal Rekan KJPP mengundurkan diri dari KJPP atau meninggal dunia yang mengakibatkan tidak terpenuhinya komposisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (5), KJPP wajib memenuhi komposisi dimaksud paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal pengunduran diri atau meninggalnya Rekan KJPP. |
(7) | KJPP yang tidak memenuhi komposisi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikenai sanksi peringatan. |
Paragraf 2
Bidang Jasa dan Wilayah Kerja KJPP
Pasal 18
(1) | KJPP yang dipimpin oleh Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti dan/atau Penilaian Bisnis dapat dibuka dan memberikan jasa di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. |
(2) | KJPP yang dipimpin oleh Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti Sederhana wajib:
|
(3) | KJPP dalam memberikan jasa Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib sesuai dengan klasifikasi izin Penilai Publik yang dimiliki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4). |
(4) | Dalam hal KJPP dapat memberikan jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) dan/atau Pasal 5 ayat (6), Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti dan/atau Penilaian Bisnis dalam KJPP dimaksud wajib memiliki kompetensi di bidangnya dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
(5) | KJPP yang dalam memberikan jasa Penilaian melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
(6) | KJPP yang dalam memberikan jasa Penilaian melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
Paragraf 3
Izin Usaha KJPP
Pasal 19
(1) | Izin usaha KJPP diberikan oleh Menteri. |
(2) | Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. |
(3) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri. |
Pasal 20
(1) | Untuk mendapatkan izin usaha KJPP, Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP mengajukan permohonan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal diperlukan, Kepala Pusat menunjuk pejabat dan/atau pegawai untuk melakukan penelitian fisik langsung terhadap permohonan izin usaha KJPP yang diajukan. |
Pasal 21
(1) | Izin usaha KJPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima secara lengkap. |
(2) | Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan melalui pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima. |
(3) | Pemimpin atau Pemimpin Rekan melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis ditetapkan. |
(4) | Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, permohonan izin usaha tidak diproses dan permohonan baru diajukan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1). |
(5) | KJPP yang telah diterbitkan izinnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin, jika data dan informasi yang disampaikan dalam surat permohonan izin terbukti tidak benar. |
Paragraf 4
Penggunaan Nama KJPP
Pasal 22
(1) | KJPP berbentuk perseorangan menggunakan nama Penilai Publik. |
(2) | KJPP berbentuk persekutuan perdata atau firma menggunakan nama salah seorang atau lebih Rekan yang merupakan Penilai Publik. |
(3) | Nama KJPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang menggunakan singkatan nama. |
(4) | Dalam hal nama Penilai Publik lebih dari 1 (satu) kata, nama KJPP harus menggunakan paling sedikit 1 (satu) kata yang merupakan bagian dari nama lengkap Penilai Publik dimaksud. |
(5) | Dalam hal jumlah Rekan dalam KJPP lebih banyak dari jumlah Rekan yang namanya tercantum dalam nama KJPP, di belakang nama KJPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditambahkan frasa “dan Rekan”. |
(6) | Dalam hal KJPP berbentuk persekutuan perdata atau firma akan mempertahankan nama Penilai Publik yang telah meninggal dunia sebagai nama KJPP, KJPP dimaksud wajib mendapat persetujuan tertulis dari ahli waris Penilai Publik yang disahkan dengan akta notaris. |
(7) | Apabila nama Penilai Publik yang telah meninggal dunia dipertahankan sebagai nama KJPP sebagaimana dimaksud pada ayat (6), KJPP wajib memenuhi komposisi Rekan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) atau Pasal 17 ayat (5) paling lama 6 (enam) bulan sejak meninggalnya Rekan KJPP. |
(8) | KJPP yang dalam jangka waktu 6 (enam) bulan tidak memenuhi komposisi Rekan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
(9) | KJPP yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin. |
Paragraf 5
Tenaga Ahli Asing
Pasal 23
(1) | KJPP dalam memberikan jasa dapat mempekerjakan tenaga ahli asing. |
(2) | KJPP wajib menyampaikan laporan kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling lama 1 (satu) bulan sejak tenaga ahli asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipekerjakan atau diberhentikan, dengan menggunakan formulir laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Tenaga ahli asing yang dipekerjakan wajib melakukan kegiatan alih pengetahuan terkait Penilaian, yang realisasinya wajib dilaporkan dalam laporan tahunan KJPP. |
(4) | KJPP yang dalam mempekerjakan tenaga ahli asing melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
Bagian Kedua
Cabang KJPP
Pasal 24
(1) | Izin pembukaan Cabang KJPP diberikan oleh Menteri. |
(2) | Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. |
(3) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri. |
Pasal 25
(1) | Pembukaan Cabang KJPP di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(2) | Cabang KJPP wajib dipimpin oleh seorang Penilai Publik yang merupakan salah satu Rekan dalam KJPP. |
(3) | Cabang KJPP yang dipimpin oleh Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti Sederhana wajib memberikan jasa Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) di wilayah Domisili Cabang KJPP. |
(4) | Cabang KJPP dalam memberikan jasa Penilaian wajib sesuai dengan klasifikasi izin Penilai Publik yang dimiliki Cabang KJPP. |
(5) | Dalam hal Cabang KJPP dapat memberikan jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) dan/atau Pasal 5 ayat (6), Penilai Publik pada Cabang KJPP dimaksud wajib memiliki kompetensi di bidangnya dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
(6) | Cabang KJPP yang dalam memberikan jasanya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), atau ayat (5) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
(7) | Cabang KJPP yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
Pasal 26
(1) | Untuk mendapatkan izin pembukaan Cabang KJPP, Pemimpin Rekan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal diperlukan, Kepala Pusat menunjuk pejabat dan/atau pegawai untuk melakukan penelitian fisik langsung terhadap permohonan izin pembukaan Cabang KJPP yang diajukan. |
Pasal 27
(1) | Izin pembukaan Cabang KJPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(2) | Permohonan izin pembukaan Cabang KJPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan melalui pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. |
(3) | Pemimpin Rekan melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis ditetapkan. |
(4) | Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, permohonan izin pembukaan Cabang KJPP tidak diproses dan permohonan baru diajukan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1). |
(5) | Cabang KJPP yang telah diterbitkan izinnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin, jika data dan informasi yang disampaikan dalam surat permohonan izin terbukti tidak benar. |
Bagian Ketiga
Kantor Perwakilan
Pasal 28
(1) | KJPP yang dipimpin oleh Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti dan/atau Penilaian Bisnis dapat membuka Kantor Perwakilan, jika mendapatkan persetujuan pembukaan dari Kepala Pusat. | ||||||||||||||
(2) | Pembukaan Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak 3 (tiga) Kantor Perwakilan untuk setiap Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti dan/atau Penilaian Bisnis dalam 1 (satu) KJPP. | ||||||||||||||
(3) | Pembukaan Kantor Perwakilan paling banyak 1 (satu) kantor untuk setiap KJPP dalam satu wilayah kota/kabupaten. | ||||||||||||||
(4) | Permohonan pembukaan Kantor Perwakilan diajukan secara tertulis oleh Pemimpin atau Pemimpin Rekan kepada Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
||||||||||||||
(5) | Dalam hal diperlukan, Kepala Pusat menunjuk pejabat dan/atau pegawai untuk melakukan penelitian fisik langsung terhadap permohonan pembukaan Kantor Perwakilan yang diajukan. | ||||||||||||||
(6) | Kepala Pusat memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. | ||||||||||||||
(7) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dinyatakan tidak lengkap disampaikan melalui pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. | ||||||||||||||
(8) | Penilai Publik melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis ditetapkan. | ||||||||||||||
(9) | Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak dipenuhi, permohonan tidak diproses dan permohonan baru disampaikan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
Pasal 29
(1) | Kegiatan Kantor Perwakilan meliputi:
|
(2) | Kantor Perwakilan dilarang mengeluarkan Laporan Penilaian atau laporan jasa lainnya. |
(3) | Dalam hal KJPP memiliki Kantor Perwakilan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), KJPP dimaksud dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
Pasal 30
(1) | KJPP berbentuk perseorangan dilarang membuka kantor lain kecuali Kantor Perwakilan. |
(2) | KJPP berbentuk persekutuan perdata atau firma dilarang membuka kantor lain kecuali Cabang KJPP dan Kantor Perwakilan. |
(3) | KJPP yang dipimpin oleh Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti Sederhana dilarang membuka Kantor Perwakilan. |
(4) | KJPP dilarang membuka Cabang KJPP tanpa memperoleh izin dari Menteri. |
(5) | KJPP dilarang membuka Kantor Perwakilan tanpa memperoleh persetujuan tertulis dari Kepala Pusat. |
(6) | KJPP dilarang memiliki lebih dari 3 (tiga) Kantor Perwakilan untuk setiap Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti dan/atau Penilaian Bisnis dalam 1 (satu) KJPP. |
(7) | KJPP yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), atau ayat (6) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
Bagian Keempat
Pencantuman Nama KJPP, Cabang KJPP, dan Kantor Perwakilan
Pasal 31
(1) | KJPP, Cabang KJPP, dan Kantor Perwakilan wajib menggunakan nama sesuai dengan yang tercantum dalam izin usaha, izin pembukaan atau surat persetujuan. | ||||||
(2) | KJPP, Cabang KJPP, dan Kantor Perwakilan wajib memasang papan nama pada bagian depan kantor KJPP, Cabang KJPP, dan Kantor Perwakilan dengan mencantumkan paling sedikit:
|
||||||
(3) | KJPP dan Cabang KJPP wajib mencantumkan pada kop surat dalam setiap komunikasi tertulis dan dokumen resmi yang paling sedikit memuat:
|
||||||
(4) | KJPP dilarang menggunakan nama Rekan yang dikenai sanksi pencabutan izin. | ||||||
(5) | KJPP yang dalam pencantuman namanya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. | ||||||
(6) | Cabang KJPP yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. | ||||||
(7) | Dalam hal KJPP yang mempunyai Kantor Perwakilan yang dalam pencantuman namanya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), KJPP dimaksud dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
Bagian Kelima
Penutupan KJPP, Cabang KJPP, dan Kantor Perwakilan
Pasal 32
(1) | Penutupan KJPP dan/atau Cabang KJPP wajib mendapatkan izin dari Menteri. | ||||||||||||
(2) | Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. | ||||||||||||
(3) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri. | ||||||||||||
(4) | Permohonan izin penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh Pemimpin atau Pemimpin Rekan kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
|
||||||||||||
(5) | Dalam hal KJPP yang mengajukan permohonan penutupan memiliki Cabang KJPP dan/atau Kantor Perwakilan, izin pembukaan Cabang KJPP dan/atau surat persetujuan pembukaan Kantor Perwakilan dimaksud dicabut izinnya dan/atau ditutup. | ||||||||||||
(6) | Sekretaris Jenderal menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) apabila KJPP dan/atau Cabang KJPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
||||||||||||
(7) | Izin penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin penutupan diterima secara lengkap. | ||||||||||||
(8) | Permohonan izin penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan melalui pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. | ||||||||||||
(9) | Pemimpin atau Pemimpin Rekan melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis ditetapkan. | ||||||||||||
(10) | Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dipenuhi, permohonan tidak diproses dan permohonan baru diajukan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). | ||||||||||||
(11) | Dalam hal diperlukan, Kepala Pusat menunjuk pejabat dan/atau pegawai untuk melakukan penelitian fisik langsung terhadap permohonan penutupan KJPP atau Cabang KJPP yang diajukan. | ||||||||||||
(12) | KJPP yang tidak melaporkan penutupan KJPP dan/atau Cabang KJPP, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemimpin/Pemimpin Rekan KJPP dimaksud dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
Pasal 33
(1) | Penutupan Kantor Perwakilan wajib mendapatkan persetujuan dari Kepala Pusat. |
(2) | Permohonan penutupan Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh Pemimpin atau Pemimpin Rekan kepada Kepala Pusat dengan melampirkan:
|
(3) | Kepala Pusat menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sedang diperiksa oleh Sekretaris Jenderal atau diadukan oleh pihak lain yang layak ditindaklanjuti. |
(4) | Surat persetujuan penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan penutupan diterima secara lengkap. |
(5) | Permohonan penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan melalui pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. |
(6) | Pemimpin atau Pemimpin Rekan melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis ditetapkan. |
(7) | Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dipenuhi, permohonan penutupan tidak diproses dan permohonan baru diajukan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(8) | Dalam hal diperlukan, Kepala Pusat menunjuk pejabat dan/atau pegawai untuk melakukan penelitian fisik langsung terhadap permohonan penutupan Kantor Perwakilan yang diajukan. |
BAB VI
LAPORAN PENILAIAN
Pasal 34
(1) | Laporan Penilaian dan laporan jasa lainnya wajib ditandatangani oleh Penilai Publik yang telah menandatangani perikatan dengan klien. |
(2) | Laporan Penilaian wajib dibuat sesuai dengan penugasan Penilaian yang tercantum dalam perikatan dengan klien. |
(3) | Dalam Laporan Penilaian wajib dicantumkan:
|
(4) | Nomor Laporan Penilaian dan laporan jasa lainnya wajib dibuat secara berurutan oleh KJPP berdasarkan tanggal diterbitkannya laporan tersebut. |
(5) | Jika dilakukan revisi terhadap Laporan Penilaian, Penilai Publik wajib:
|
(6) | Laporan Penilaian dan laporan jasa lainnya wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia. |
(7) | Jika Laporan Penilaian dan laporan jasa lainnya juga dibuat selain dalam Bahasa Indonesia, Laporan Penilaian dan laporan jasa lainnya dimaksud wajib memuat informasi yang sama dengan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6). |
(8) | Penilai Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (5), atau ayat (7) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
(9) | KJPP atau Cabang KJPP yang dalam menerbitkan Laporan Penilaian melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
(10) | KJPP atau Cabang KJPP yang dalam menerbitkan Laporan Penilaian dan laporan jasa lainnya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (6) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
Pasal 35
(1) | KJPP dan Cabang KJPP dalam menerbitkan Laporan Penilaian wajib melakukan Inspeksi. |
(2) | Inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penilai Publik, Penilai atau pegawai pada KJPP, Cabang KJPP, atau Kantor Perwakilan yang telah mengikuti pendidikan Penilaian tingkat dasar yang diselenggarakan atau diakui oleh Asosiasi Profesi Penilai. |
(3) | Inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibuat dalam berita acara yang ditandatangani oleh Penilai Publik, Penilai, atau pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pihak yang diinspeksi. |
(4) | KJPP atau Cabang KJPP yang dalam menerbitkan Laporan Penilaian melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
(5) | KJPP atau Cabang KJPP yang dalam menerbitkan Laporan Penilaian melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
Pasal 36
(1) | Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP wajib memelihara Laporan Penilaian dan dokumen yang terkait dengan jasa yang diberikan paling singkat 10 (sepuluh) tahun. |
(2) | Jika KJPP ditutup atau dicabut izin usahanya, kewajiban memelihara dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Penilai Publik yang memberikan jasa dimaksud. |
(3) | Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP yang tidak memelihara Laporan Penilaian dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan atau sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
BAB VII
KANTOR JASA PENILAI PUBLIK ASING
Bagian Kesatu
Kerja Sama dengan KJPPA
Pasal 37
(1) | KJPP dapat melakukan kerja sama di bidang Penilaian dengan KJPPA setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. |
(2) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan melalui surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri. |
(3) | KJPP yang telah mendapat persetujuan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mencantumkan nama KJPPA pada papan nama, kop surat, dokumen, atau media lainnya, bersama-sama dengan nama KJPP. |
(4) | Penulisan huruf nama KJPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilarang melebihi besarnya huruf nama KJPP dimaksud. |
(5) | KJPP yang mencantumkan nama KJPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilarang mencantumkan:
|
(6) | Kerja sama antara KJPP dengan KJPPA wajib dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(7) | Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibuat dalam bahasa Indonesia, disahkan oleh notaris, dan paling sedikit memuat ketentuan sebagai berikut:
|
(8) | Permohonan untuk mendapatkan persetujuan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh Pemimpin atau Pemimpin Rekan kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
|
(9) | Menteri berwenang membatalkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jika:
|
(10) | Pembatalan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diberikan melalui surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri. |
(11) | KJPP yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), atau ayat (6) dikenai sanksi peringatan. |
Pasal 38
(1) | Persetujuan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(2) | Permohonan persetujuan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (8) yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan melalui pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. |
(3) | Pemimpin atau Pemimpin Rekan dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis ditetapkan. |
(4) | Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, permohonan persetujuan tidak diproses dan permohonan baru diajukan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (8). |
Bagian Kedua
Berakhirnya Kerja Sama dengan KJPPA
Pasal 39
(1) | KJPP wajib melaporkan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling lama 1 (satu) bulan sejak:
|
(2) | Laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan formulir laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Menteri memberikan persetujuan pembatalan kerja sama kepada KJPP yang telah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan melalui surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri. |
(5) | Surat pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak laporan diterima secara lengkap. |
(6) | KJPP yang tidak melaporkan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN LARANGAN PENILAI PUBLIK, KJPP,
CABANG KJPP, DAN KANTOR PERWAKILAN
Bagian Kesatu
Kewajiban dan Larangan Penilai Publik
Paragraf 1
Umum
Pasal 40
(1) | Penilai Publik wajib memiliki Domisili di wilayah negara Republik Indonesia. |
(2) | Penilai Publik wajib menjadi anggota Asosiasi Profesi Penilai yang ditetapkan oleh Menteri. |
(3) | Kewajiban Domisili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Penilai Publik yang menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu. |
(4) | Penilai Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin. |
Pasal 41
(1) | Penilai Publik yang namanya tercantum pada dokumen dan/atau komunikasi tertulis dalam Laporan Penilaian wajib bertanggung jawab atas jasa yang diberikan. |
(2) | Penilai Publik dalam memberikan jasa Penilaian harus bebas dari pengaruh pihak lain yang berpotensi mengakibatkan hasil pekerjaan Penilaian tidak objektif atau tidak independen. |
(3) | Penilai Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68. |
Pasal 42
(1) | Dalam memberikan jasanya, Penilai Publik, KJPP, dan Cabang KJPP wajib mematuhi:
|
(2) | Penilai Publik, KJPP, dan Cabang KJPP yang dalam memberikan jasanya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68. |
Pasal 43
(1) | Penilai Publik wajib menandatangani Laporan Penilaian paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun. |
(2) | Penilai Publik yang tidak menandatangani Laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti PPL di bidang Penilaian pada tahun berikutnya paling sedikit 10 SKP di luar kewajiban PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1). |
(3) | Penilai Publik yang telah mengikuti PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menandatangani Laporan Penilaian pada tahun berikutnya. |
(4) | Penilai Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
Paragraf 2
Rangkap Jabatan dan Benturan Kepentingan
Pasal 44
(1) | Penilai Publik dilarang merangkap jabatan sebagai:
|
(2) | Larangan merangkap jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Penilai Publik yang merangkap jabatan pimpinan atau pegawai pada lembaga pendidikan. |
(3) | Penilai Publik dalam memberikan jasa Penilaian wajib menjaga independensi serta bebas dari benturan kepentingan. |
(4) | Benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
|
(5) | Penilai Publik yang merangkap jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 selain melalui KJPP. |
(6) | Penilai Publik dilarang memberikan jasa Penilaian jika:
|
(7) | Penilai Publik dilarang memiliki atau menjadi Rekan pada lebih dari 1 (satu) KJPP. |
(8) | Pemimpin Rekan dilarang merangkap sebagai Pemimpin Cabang. |
(9) | Pemimpin Cabang dilarang memimpin lebih dari 1 (satu) Cabang KJPP. |
(10) | Penilai Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (6), ayat (7), ayat (8), atau ayat (9) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
(11) | Penilai Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), atau ayat (5) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
Paragraf 3
Pendidikan Profesional Lanjutan
Pasal 45
(1) | Penilai Publik wajib mengikuti PPL setiap tahunnya yang terdiri dari:
|
(2) | Penilai Publik dapat melakukan penyetaraan jumlah SKP kepada Asosiasi Profesi Penilai jika mengikuti PPL yang diselenggarakan oleh selain Asosiasi Profesi Penilai dan/atau PPAJP. |
(3) | Penilai Publik wajib menyampaikan laporan realisasi PPL tahunan dengan lengkap kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dan diterima oleh PPAJP paling lambat pada tanggal 31 Januari tahun berikutnya atau cap pos tanggal 31 Januari tahun berikutnya. |
(4) | Laporan realisasi PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dengan menggunakan formulir laporan realisasi PPL sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dan melampirkan fotokopi sertifikat PPL yang diikuti. |
(5) | Penilai Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
Paragraf 4
Perubahan Alamat Penilai Publik
Pasal 46
(1) | Penilai Publik wajib melaporkan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling lama 1 (satu) bulan sejak terjadinya perubahan alamat Penilai Publik. |
(2) | Dalam hal Pemimpin atau Pemimpin Rekan melakukan perubahan Domisili, Pemimpin atau Pemimpin Rekan wajib mengajukan permohonan izin perubahan Domisili KJPP dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51. |
(3) | Dalam hal Pemimpin Cabang melakukan perubahan Domisili, Pemimpin Rekan KJPP wajib mengajukan permohonan izin perubahan Domisili Cabang KJPP dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51. |
(4) | Kewajiban melapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) | Penilai Publik yang tidak melaporkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
Bagian Kedua
Kewajiban dan Larangan KJPP, Cabang KJPP, dan
Kantor Perwakilan
Paragraf 1
Umum
Pasal 47
KJPP dan Cabang KJPP wajib bertanggung jawab atas seluruh jasa yang diberikan.
Pasal 48
(1) | KJPP wajib dipimpin oleh Penilai Publik yang memiliki Domisili sesuai dengan Domisili KJPP. |
(2) | Cabang KJPP wajib dipimpin oleh Penilai Publik yang memiliki Domisili sesuai dengan Domisili Cabang KJPP. |
(3) | KJPP wajib mempunyai paling sedikit 3 (tiga) orang pegawai tetap, yang terdiri dari:
|
(4) | Cabang KJPP wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang pegawai tetap, yang terdiri dari:
|
(5) | KJPP dan Cabang KJPP wajib:
|
(6) | KJPP wajib menjadi anggota forum KJPP Asosiasi Profesi Penilai. |
(7) | KJPP yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (5), atau ayat (6) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
(8) | Cabang KJPP yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), atau ayat (5) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
Pasal 49
(1) | Kantor Perwakilan wajib:
|
||||||
(2) | Penanggung jawab Kantor Perwakilan dilarang menjadi penanggung jawab Kantor Perwakilan lebih dari 1 (satu) Kantor Perwakilan. | ||||||
(3) | Setiap KJPP dilarang membuka lebih dari 1 (satu) Kantor Perwakilan dalam satu wilayah kota/kabupaten. | ||||||
(4) | Dalam hal Kantor Perwakilan dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan tersebut melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), KJPP yang memiliki Kantor Perwakilan dimaksud dikenai sanksi peringatan. |
Paragraf 2
Perubahan pada KJPP, Cabang KJPP dan Kantor Perwakilan
Pasal 50
(1) | KJPP wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Pusat paling lama 1 (satu) bulan sejak:
|
||||||
(2) | Kewajiban melapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||
(3) | Kepala Pusat menyampaikan surat pemberitahuan kepada KJPP yang telah melaporkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak laporan diterima secara lengkap. | ||||||
(4) | Dalam hal diperlukan, Kepala Pusat menunjuk pejabat dan/atau pegawai untuk melakukan penelitian fisik langsung terhadap perubahan alamat KJPP, Cabang KJPP, dan/atau Kantor Perwakilan. | ||||||
(5) | KJPP yang tidak melaporkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
Pasal 51
(1) | Setiap perubahan:
|
(2) | Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. |
(3) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri. |
(4) | Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemimpin atau Pemimpin Rekan mengajukan permohonan tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) atau Pasal 26 ayat (1), serta melampirkan salinan keputusan pemberian izin pembukaan KJPP dan/atau Cabang KJPP yang telah ditetapkan sebelumnya yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang. |
(5) | Dengan diberikannya izin yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), izin yang telah diterbitkan sebelumnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
(6) | Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(7) | Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. |
(8) | Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis ditetapkan. |
(9) | Dalam hal kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak dipenuhi, permohonan izin tidak diproses dan permohonan baru diajukan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(10) | Dalam hal diperlukan, Kepala Pusat menunjuk pejabat dan/atau pegawai untuk melakukan penelitian fisik langsung terhadap perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(11) | Dalam hal perubahan nama KJPP, bentuk badan usaha KJPP, Domisili KJPP yang dipimpin oleh Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti Sederhana, atau Domisili Cabang KJPP tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KJPP dimaksud dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
Paragraf 3
Laporan Tahunan
Pasal 52
(1) | Laporan tahunan KJPP terdiri atas:
|
||||||
(2) | KJPP wajib menyampaikan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan lengkap kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dan diterima oleh PPAJP paling lambat pada tanggal 30 April tahun berikutnya atau cap pos tanggal 30 April tahun berikutnya dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||
(3) | Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan dalam bentuk tercetak (hard copy) dan sistem aplikasi (soft copy). | ||||||
(4) | Dalam hal diperlukan, Kepala Pusat menunjuk pejabat dan/atau pegawai untuk melakukan penelitian langsung terhadap KJPP berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||
(5) | KJPP yang dalam menyampaikan laporan tahunan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. | ||||||
(6) | Dalam hal data dan informasi yang disampaikan oleh KJPP dalam laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti tidak benar, KJPP dimaksud dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Larangan Penilai Publik, KJPP dan Cabang KJPP
yang Dikenai Sanksi Pembekuan Izin
Pasal 53
(1) | Penilai Publik yang sedang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin tidak dibebaskan dari tanggung jawab atas jasa yang telah diberikan dan kewajiban sebagai Penilai Publik. |
(2) | Penilai Publik yang sedang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin wajib memenuhi ketentuan mengikuti PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1). |
(3) | Penilai Publik yang menjadi Rekan, Pemimpin, atau Pemimpin Rekan KJPP dilarang mendirikan KJPP atau pindah ke KJPP lain jika KJPP dimaksud sedang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin. |
(4) | Penilai Publik yang sedang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin dilarang:
|
(5) | Penilai Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa peringatan. |
(6) | Penilai Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
(7) | Penilai Publik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin. |
Pasal 54
(1) | KJPP dan/atau Cabang KJPP yang sedang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin tidak dibebaskan dari tanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan. |
(2) | KJPP dan/atau Cabang KJPP yang sedang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin dilarang memberikan jasa Penilaian dan jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. |
(3) | KJPP dan/atau Cabang KJPP yang sedang dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin tidak dapat mengajukan permohonan penutupan, perubahan nama, perubahan bentuk badan usaha dan/atau perubahan Domisili. |
(4) | KJPP dan/atau Cabang KJPP yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin. |
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 55
(1) | Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Penilai Publik, KJPP, Cabang KJPP, dan Kantor Perwakilan. |
(2) | Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Sekretaris Jenderal. |
(3) | Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sekretaris Jenderal dapat meminta pendapat dari Asosiasi Profesi Penilai dan/atau pihak lain. |
Pasal 56
(1) | Izin Penilai Publik berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. |
(2) | Izin KJPP dan Cabang KJPP yang dipimpin oleh Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti dan/atau Penilaian Bisnis berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. |
(3) | Izin KJPP dan Cabang KJPP yang dipimpin oleh Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti Sederhana berlaku di wilayah Domisili KJPP dan Cabang KJPP dimaksud. |
Bagian Kedua
Pembinaan
Pasal 57
(1) | Dalam rangka pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Menteri menugasi Sekretaris Jenderal:
|
||||||
(2) | Sekretaris Jenderal mendelegasikan kewenangan kepada Kepala Pusat untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c. |
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 58
(1) | Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Menteri menugasi Sekretaris Jenderal melakukan pemeriksaan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu terhadap Penilai Publik, KJPP, Cabang KJPP dan/atau Kantor Perwakilan. |
(2) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. |
(3) | Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan rencana pemeriksaan tahunan yang ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal. |
(4) | Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan jika:
|
(5) | Dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sekretaris Jenderal dapat meminta pendapat atau masukan dari Asosiasi Profesi Penilai dan/atau pihak yang terkait. |
Pasal 59
(1) | Sekretaris Jenderal menugasi pejabat dan/atau pegawai sebagai pemeriksa dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58. |
(2) | Dalam melakukan tugasnya, pemeriksa wajib memperlihatkan surat tugas kepada pihak yang diperiksa. |
(3) | Pemeriksa tidak diperkenankan membawa asli Laporan Penilaian, Kertas Kerja dan/atau dokumen pendukung Penilaian lainnya dari kantor pihak yang diperiksa. |
(4) | Pemeriksa dapat membawa fotokopi dan/atau dokumen elektronik (soft copy) dari Laporan Penilaian, Kertas Kerja dan/atau dokumen pendukung Penilaian lainnya. |
(5) | Pemeriksa wajib merahasiakan hal-hal atau informasi yang diperoleh selama pemeriksaan maupun hasil pemeriksaan kepada pihak lain yang tidak berhak dan tidak berwenang. |
Pasal 60
(1) | Penilai Publik, KJPP, Cabang KJPP, dan/atau Kantor Perwakilan yang diperiksa wajib memperlihatkan dan meminjamkan Laporan Penilaian, Kertas Kerja, dan dokumen lainnya, serta memberikan keterangan yang diperlukan dalam pemeriksaan kepada pemeriksa. |
(2) | Penilai Publik, KJPP, Cabang KJPP, dan/atau Kantor Perwakilan yang diperiksa dilarang menolak, menghindar dan/atau menghambat pemeriksaan. |
(3) | Penilai Publik, KJPP, Cabang KJPP, dan/atau Kantor Perwakilan dianggap menghindar dan/atau menghambat pemeriksaan, jika:
|
(4) | Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP yang ketika diperiksa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
(5) | Kantor Perwakilan yang ketika diperiksa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), terhadap KJPP dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin selama 3 (tiga) bulan. |
Pasal 61
(1) | Pemeriksa menyampaikan simpulan sementara hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, Pemimpin Cabang, dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan yang diperiksa. |
(2) | Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, Pemimpin Cabang, dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan yang diperiksa dapat memberikan tanggapan tertulis atas simpulan sementara hasil pemeriksaan paling lambat pada saat pembahasan simpulan sementara hasil pemeriksaan. |
(3) | Pemeriksa melakukan pembahasan simpulan sementara hasil pemeriksaan dengan Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, Pemimpin Cabang, dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan yang diperiksa sebelum berakhirnya surat tugas pemeriksaan. |
(4) | Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam risalah pembahasan hasil pemeriksaan yang ditandatangani oleh pemeriksa dan Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, Pemimpin Cabang, dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan. |
(5) | Dalam hal Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, Pemimpin Cabang, dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan tidak bersedia menandatangani risalah pembahasan hasil pemeriksaan, Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, Pemimpin Cabang, dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan harus membuat surat pernyataan penolakan. |
(6) | Dalam hal Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, Pemimpin Cabang, dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan tidak bersedia atau tidak hadir untuk menandatangani risalah pembahasan hasil pemeriksaan dan surat pernyataan penolakan, Pemeriksa menandatangani secara sepihak risalah pembahasan hasil pemeriksaan. |
(7) | Penyampaian dan pembahasan simpulan sementara hasil pemeriksaan kepada Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, Pemimpin Cabang, dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) tidak dilakukan dalam pemeriksaan sewaktu-waktu. |
Pasal 62
(1) | Pemeriksa wajib membuat berita acara pemeriksaan. |
(2) | Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditandatangani oleh pemeriksa dan Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, Pemimpin Cabang, dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan yang diperiksa. |
(3) | Dalam hal Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, Pemimpin Cabang, dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan tidak bersedia menandatangani berita acara pemeriksaan, Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, Pemimpin Cabang, dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan harus membuat surat pernyataan penolakan. |
(4) | Surat pernyataan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dipertimbangkan dalam menetapkan hasil pemeriksaan. |
(5) | Dalam hal Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, Pemimpin Cabang, dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan yang diperiksa tidak bersedia atau tidak hadir untuk menandatangani berita acara pemeriksaan dan surat pernyataan penolakan, Pemeriksa menetapkan secara sepihak berita acara pemeriksaan. |
Pasal 63
Sekretaris Jenderal menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, Pemimpin Cabang, dan/atau penanggung jawab Kantor Perwakilan yang diperiksa paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak pemeriksaan berakhir.
BAB X
ASOSIASI PROFESI PENILAI
Pasal 64
(1) | Penilai Publik berhimpun dalam wadah Asosiasi Profesi Penilai. |
(2) | Menteri menetapkan hanya 1 (satu) Asosiasi Profesi Penilai. |
(3) | Asosiasi Profesi Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. |
(4) | Asosiasi Profesi Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
Pasal 65
(1) | Dalam rangka pemenuhan persyaratan perizinan Penilai Publik, Asosiasi Profesi Penilai menyelenggarakan Ujian Sertifikasi Penilai. |
(2) | Asosiasi Profesi Penilai wajib melaporkan rencana penyelenggaraan Ujian Sertifikasi Penilai untuk periode 1 (satu) tahun kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat, yang mencakup silabus, jadwal, waktu dan tempat penyelenggaraan ujian yang akan dilaksanakan, paling lambat akhir bulan Desember sebelum periode tahun penyelenggaraan Ujian Sertifikasi Penilai. |
(3) | Asosiasi Profesi Penilai wajib melaporkan daftar nama lulusan Ujian Sertifikasi Penilai untuk periode 1 (satu) tahun paling lambat pada setiap akhir bulan Desember kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat. |
(4) | Kepala Pusat dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan Ujian Sertifikasi Penilai. |
(5) | Asosiasi Profesi Penilai wajib menindaklanjuti hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(6) | Jika Asosiasi Profesi Penilai tidak menindaklanjuti hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Pusat dapat melakukan tindakan yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf b dan huruf c. |
Pasal 66
(1) | Asosiasi Profesi Penilai menyusun dan menetapkan KEPI dan SPI. |
(2) | Kepala Pusat dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penyusunan KEPI dan SPI. |
(3) | Asosiasi Profesi Penilai wajib menindaklanjuti hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Jika Asosiasi Profesi Penilai tidak menindaklanjuti hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Pusat dapat melakukan tindakan yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf b dan huruf c. |
Pasal 67
(1) | Asosiasi Profesi Penilai wajib melaporkan rencana penyelenggaraan PPL untuk periode 1 (satu) tahun kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat, yang mencakup silabus dan jadwal PPL, paling lambat akhir bulan Desember sebelum periode tahun penyelenggaraan PPL. |
(2) | Dalam hal terjadi perubahan pada rencana penyelenggaraan PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Asosiasi Profesi Penilai wajib menyampaikan perubahannya kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat. |
(3) | Asosiasi Profesi Penilai wajib melaporkan hasil penyelenggaraan PPL setiap tahun, yang mencakup daftar kegiatan PPL, nama peserta PPL dan jumlah SKP, paling lambat setiap akhir bulan Desember kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat. |
(4) | Asosiasi Profesi Penilai wajib melaporkan pengakuan dan penyetaraan jumlah SKP PPL yang diselenggarakan oleh pihak selain Asosiasi Profesi Penilai paling lambat setiap akhir bulan Desember kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat. |
(5) | Dalam hal diperlukan, Kepala Pusat dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan PPL yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai. |
(6) | Asosiasi Profesi Penilai wajib menindaklanjuti hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(7) | Jika Asosiasi Profesi Penilai tidak menindaklanjuti hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Pusat dapat melakukan tindakan yang diperlukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf b dan huruf c. |
BAB XI
TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 68
(1) | Pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini dikenai sanksi administratif berupa:
|
(2) | Menteri memberikan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Penilai Publik, KJPP dan/atau Cabang KJPP. |
(3) | Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. |
(4) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri. |
(5) | Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak selalu dikenakan secara berurutan. |
(6) | Kepala Pusat dapat memberikan surat rekomendasi kepada Penilai Publik, KJPP dan/atau Cabang KJPP untuk melaksanakan kewajiban tertentu sebelum pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(7) | Dalam hal kewajiban pada surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah dipenuhi, Penilai Publik, KJPP dan/atau Cabang KJPP dimaksud tidak dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(8) | Sanksi administratif berupa peringatan, pembatasan jasa Penilaian objek tertentu, pembatasan pemberian bidang jasa tertentu atau pembekuan izin dapat disertai dengan suatu rekomendasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu. |
(9) | Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) mencantumkan sanksi administratif berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal rekomendasi tidak dipenuhi. |
Pasal 69
(1) | Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dilakukan berdasarkan berat ringannya pelanggaran, yaitu:
|
(2) | Pelanggaran ringan merupakan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 42 yang secara teknis tidak berpengaruh terhadap hasil Penilaian yang disajikan dalam Laporan Penilaian. |
(3) | Pelanggaran berat dalam memberikan jasa Penilaian suatu objek tertentu atau pelanggaran berat dalam memberikan bidang jasa tertentu merupakan pelanggaran terhadap etik profesi dan/atau ketentuan dalam Pasal 42 yang secara teknis berpengaruh terhadap hasil Penilaian yang disajikan dalam Laporan Penilaian. |
(4) | Pelanggaran sangat berat merupakan pelanggaran terhadap etik profesi dan ketentuan dalam Pasal 42 yang secara teknis sangat berpengaruh terhadap hasil Penilaian yang disajikan dalam Laporan Penilaian. |
(5) | Pedoman dan tata cara mengenai pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Keputusan Kepala Pusat. |
Pasal 70
(1) | Sanksi administratif berupa peringatan dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir. |
(2) | Penilai Publik, KJPP dan/atau Cabang KJPP yang telah dikenai sanksi peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin atas pelanggaran ringan berikutnya. |
Pasal 71
(1) | Sanksi administratif berupa pembekuan izin dikenakan:
|
(2) | Sanksi administratif berupa pembekuan izin dikenakan paling banyak 2 (dua) kali dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. |
(3) | Penilai Publik, KJPP dan/atau Cabang KJPP dinyatakan aktif dengan sendirinya setelah tanggal berakhirnya masa sanksi administratif berupa pembekuan izin. |
(4) | Penilai Publik, KJPP dan/atau Cabang KJPP yang telah dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin atas pelanggaran berat berikutnya. |
Pasal 72
(1) | Penilai Publik dapat dikenai sanksi administratif berupa:
|
(2) | Penilai Publik, KJPP, dan/atau Cabang KJPP dapat dikenai sanksi administratif dalam hal:
|
(3) | Sekretaris Jenderal dapat melakukan pemeriksaan terhadap Penilai Publik, KJPP dan/atau Cabang KJPP sebelum pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2). |
Pasal 73
(1) | Penilai Publik dikenai sanksi administratif berupa peringatan jika KJPP atau Cabang KJPP dimaksud dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin. |
(2) | Penilai Publik dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin jika KJPP atau Cabang KJPP dimaksud dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin. |
Pasal 74
(1) | Izin usaha KJPP yang berbentuk perseorangan:
|
(2) | Izin usaha KJPP yang berbentuk persekutuan perdata atau firma:
|
Pasal 75
Izin pembukaan Cabang KJPP:
Pasal 76
(1) | Sanksi administratif berupa peringatan terhadap Penilai Publik, KJPP, dan/atau Cabang KJPP dapat diumumkan oleh PPAJP kepada masyarakat. |
(2) | Sanksi administratif berupa pembatasan jasa Penilaian objek tertentu, pembatasan pemberian bidang jasa tertentu, pembekuan izin, dan/atau pencabutan izin Penilai Publik, KJPP, dan/atau Cabang KJPP diumumkan kepada masyarakat. |
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 77
(1) | Penilai yang telah memperoleh izin berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 57/KMK.017/1996 tentang Jasa Penilai dan sedang dalam masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu atas permintaan sendiri harus menyesuaikan klasifikasi izinnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dengan menyampaikan asli izin Penilai dan sertifikat Ujian Sertifikasi Penilai atau surat keterangan konversi Ujian Sertifikasi Penilai dari Asosiasi Profesi Penilai dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini. |
(2) | Izin Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak disesuaikan klasifikasi izinnya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
(3) | KJPP yang telah memperoleh izin usaha berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik harus menyesuaikan persyaratan mengenai pegawai tetap, sistem pangkalan data Penilaian, sistem pengendalian mutu, perjanjian kerja sama, papan nama, dan kop surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), Pasal 31 ayat (2) dan ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini. |
(4) | Cabang KJPP yang telah memperoleh izin pembukaan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik harus menyesuaikan persyaratan mengenai pegawai tetap, sistem pangkalan data Penilaian, papan nama, dan kop surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Pasal 31 ayat (2) dan ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini. |
(5) | KJPP yang telah melaporkan pembukaan Kantor Perwakilan, harus mengajukan kembali persetujuan pembukaan Kantor Perwakilan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini. |
(6) | Kantor Perwakilan yang tidak diajukan kembali persetujuan pembukaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan ditutup dan tidak berlaku. |
(7) | Permohonan izin Penilai Publik, izin usaha KJPP, izin pembukaan Cabang KJPP, atau pembukaan Kantor Perwakilan yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini namun belum memperoleh izin atau persetujuan, wajib diajukan kembali sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
(8) | Asosiasi Profesi Penilai yang telah diakui Pemerintah sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, dinyatakan tetap diakui sampai dengan adanya penetapan Asosiasi Profesi Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4). |
Pasal 78
(1) | Sertifikat tanda lulus Ujian Sertifikasi Penilai yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, dinyatakan tetap diakui sebagai persyaratan permohonan izin Penilai Publik berdasarkan Peraturan Menteri ini. |
(2) | Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Peraturan Menteri ini berlaku, Asosiasi Profesi Penilai belum dapat menyelenggarakan Ujian Sertifikasi Penilai di bidang Properti Sederhana, Sertifikat lulus pendidikan P3-P4 Properti atau yang setara sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, dinyatakan diakui sebagai persyaratan permohonan izin Penilai Publik dengan klasifikasi bidang jasa Penilaian Properti Sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c. |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sampai dengan Asosiasi Profesi Penilai dapat menyelenggarakan Ujian Sertifikasi Penilai dimaksud. |
Pasal 79
(1) | Pemeriksaan terhadap Penilai Publik, KJPP, dan/atau Cabang KJPP yang sedang berlangsung tetap dapat diteruskan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. |
(2) | Pengenaan sanksi terhadap Penilai Publik, KJPP, dan/atau Cabang KJPP yang didasarkan atas hasil pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik tunduk kepada ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. |
(3) | Semua sanksi terhadap Penilai Publik, KJPP, dan/atau Cabang KJPP yang telah dikenakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik dinyatakan tetap berlaku, dan selanjutnya tunduk kepada ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. |
Pasal 80
(1) | Penilai Publik, KJPP, dan Cabang KJPP yang telah memiliki izin dan masih berlaku pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan telah memperoleh izin berdasarkan Peraturan Menteri ini. |
(2) | Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, semua pihak dilarang memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 apabila tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan bagi Penilai pada lembaga tinggi negara atau instansi pemerintah yang memiliki kewenangan memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berdasarkan peraturan perundang-undangan. |
(4) | Persetujuan pembukaan Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 berlaku sampai dengan 31 Desember 2015. |
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 81
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
Pasal 82
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Juni 2014
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MUHAMAD CHATIB BASRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juni 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 719