TIMELINE |
---|
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 57/PJ/2010
TENTANG
TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG
DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain;
Mengingat:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN.
Pasal 1
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
Pasal 2
(1) | Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah industri baja yang merupakan industri hulu. |
(2) | Dalam hal badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengolah atau memproses lebih lanjut sebagian atau seluruh hasil produksinya menjadi produk antara dan/atau produk hilir sehingga badan usaha tersebut melakukan kegiatan produksi secara terintegrasi, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 dipungut atas penjualan produk hulu, produk antara, dan produk hilir. |
(3) | Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri otomotif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah badan usaha yang bergerak dalam bidang industri otomotif, termasuk ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek), APM (Agen Pemegang Merek), dan importir umum kendaraan bermotor. |
(4) | Pedagang pengumpul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf g adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
|
Pasal 3
(1) | Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan badan usaha yang melakukan penjualan hasil produksinya di dalam negeri, dengan surat keputusan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(2) | Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf g dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan industri dan eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul, dengan surat keputusan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(3) | Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku sejak tanggal ditetapkan. |
(4) | Dalam hal badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e dan huruf g tidak lagi ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menerbitkan Surat Keputusan Pencabutan Penunjukan Wajib Pajak sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III dan Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
Pasal 4
(1) | Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh:
|
(2) | Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, dan huruf d wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak. |
(3) | Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, dan penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. |
(4) | Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. |
Pasal 5
(1) | Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 hurul b, huruf c, dan huruf d, menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak. |
(2) | Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e, huruf f, dan huruf g wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu :
|
Pasal 6
(1) | Dalam hal terjadi pengembalian barang hasil produksi yang dibeli dari badan usaha sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e setelah Masa Pajak terjadinya penjualan, pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22. | |||||||||
(2) | Nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian barang hasil produksi. | |||||||||
(3) | Nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencantumkan:
|
|||||||||
(4) | Nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dibuat dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
|
|||||||||
(5) | Pengembalian barang hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak terjadi dalam hal:
|
|||||||||
(6) | Dalam hal nota retur telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut dapat dikurangkan dari Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian tersebut. |
Pasal 7
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku:
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 195104281975121002