PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 40/PJ/2010
TENTANG
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG
BAGI WAJIB PAJAK LUAR NEGERI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
- bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur bahwa pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak;
- bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang.
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Bagi Wajib Pajak Luar Negeri;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
-
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BAGI WAJIB PAJAK LUAR NEGERI
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan :
- Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara/jurisdiksi lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.
- Wajib Pajak luar negeri selanjutnya disebut WPLN adalah Subjek Pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
- Pemotong/Pemungut Pajak adalah badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang diwajibkan untuk melakukan pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk P3B.
- Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang adalah pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN yang seharusnya tidak dipotong atau dipungut oleh Pemotong/Pemungut Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk P3B.
- Pejabat Yang Berwenang adalah pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam P3B.
- Prosedur Persetujuan Bersama atau Mutual Agreement Procedures selanjutnya disebut MAP adalah prosedur yang dijalankan oleh Pejabat Yang Berwenang akibat penerapan P3B yang tidak sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.
- Kesepakatan Dalam Rangka MAP (mutual agreement) adalah kesepakatan antara Pejabat Yang Berwenang dari Indonesia dan Pejabat Yang Berwenang dari negara mitra P3B dalam rangka menjalankan MAP sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B.
- Surat Keterangan Domisili yang selanjutnya disebut SKD adalah formulir Certificate of Domicile of Non Resident for Claiming Tax Refund of Indonesia Tax Withholding (Form-DGT 5) yang diisi oleh WPLN.
- Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong/Pemungut Pajak terdaftar sebagai Wajib Pajak Pemotong/Pemungut Pajak.
- Surat Pemberitahuan Masa yang selanjutnya disebut SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan yang digunakan oleh Pemotong/Pemungut Pajak untuk melaporkan penghitungan dan penyetoran atas pemotongan atau pemungutan pajak yang telah dilakukan untuk suatu Masa Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 2
Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN meliputi:
- kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut oleh Pemotong/Pemungut Pajak lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan ketentuan yang berlaku, termasuk P3B;
- pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan yang bukan objek pajak; atau
- pemotongan atau pemungutan pajak yang lebih besar daripada yang seharusnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B sesuai dengan Kesepakatan Dalam Rangka MAP.
Pasal 3
(1) |
Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah WPLN yang tidak menjalankan kegiatan atau usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. |
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan oleh WPLN melalui Pemotong/Pemungut Pajak. |
Pasal 4
(1) |
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. |
diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui KPP dengan menggunakan Form-DGT 3 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; |
b. |
Form-DGT 3 sebagaimana dimaksud pada huruf a harus:
1) |
diisi dengan benar, lengkap, dan jelas; |
2) |
diisi dalam bahasa Inggris; |
3) |
ditandatangani oleh WPLN; |
4) |
mencantumkan alasan permohonan WPLN secara jelas; dan |
5) |
mencantumkan jumlah pajak yang diminta untuk dikembalikan; |
|
c. |
dilampiri dengan surat kuasa, dan |
d. |
dilengkapi dengan dokumen pendukung. |
|
(2) |
Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap bukan surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Yang Tidak Seharusnya Terutang, sehingga tidak dipertimbangkan. |
Pasal 5
Pemotong/Pemungut Pajak harus menyampaikan permohonan WPLN yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 kepada Kepala KPP.
Pasal 6
Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) huruf c harus dibuat oleh WPLN dengan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. |
menggunakan Form-DGT 4 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak; |
b. |
Form-DGT 4 sebagaimana dimaksud pada huruf a harus:
1) |
diisi dengan benar, lengkap, dan jelas; |
2) |
diisi dalam bahasa Inggris; |
3) |
ditandatangani oleh WPLN; dan |
4) |
dilunasi Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. |
5) |
mencantumkan pernyataan pemberian kuasa kepada Pemotong/Pemungut Pajak untuk menyampaikan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang beserta kelengkapannya ke KPP dan bertindak mewakili WPLN untuk menerima pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang. |
|
Pasal 7
(1) |
Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d terdiri dari:
a. |
SKD dengan menggunakan Form-DGT 5 sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; |
b. |
bukti pemotongan/pemungutan pajak asli yang dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang; |
c. |
surat pernyataan WPLN bahwa pajak yang dimintakan pengembalian belum diperhitungkan dengan pajak WPLN yang terutang di luar negeri dan/atau belum dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan penghasilan kena pajak WPLN di luar negeri; |
d. |
dalam hal WPLN adalah subjek pajak dalam negeri dari negara/jurisdiksi mitra P3B Indonesia dan menerima atau memperoleh penghasilan yang pasal terkait dalam P3B memuat klausul beneficial owner, yaitu:
1) |
nama, alamat, kewarganegaraan, dan informasi rinci mengenai dewan direksi; |
2) |
identitas dan informasi rinci mengenai pemegang saham; |
3) |
jumlah pegawai dan informasi rinci mengenai tugasnya; |
4) |
penjelasan atas investasi yang menimbulkan penghasilan; |
5) |
sumber pendanaan investasi; |
6) |
penggunaan atau rencana penggunaan penghasilan yang bersumber dari Indonesia; dan |
7) |
laporan keuangan dan surat pemberitahuan pajak untuk tahun yang mencakup saat terjadinya transaksi dan 2 (dua) tahun sebelumnya; |
|
e. |
dokumen yang berkaitan dengan jenis penghasilan:
1) |
bunga :
a) |
perjanjian pemberian atau penyediaan pinjaman/utang; |
b) |
jurnal pencatatan penerimaan bunga, |
c) |
rekening bank penerimaan dan penggunaan penghasilan, dan |
d) |
notice of interest computation; |
|
2) |
dividen :
a) |
dividend declaration dari perusahaan yang membayar dividen; |
b) |
rekening bank penerimaan dan penggunaan penghasilan, dan |
c) |
surat keterangan dari pembayar dividen yang menyatakan bahwa pemohon adalah pemegang saham yang berhak menerima dividen; |
|
3) |
royalti, sewa, dan penghasilan lain dari penggunaan harta:
a) |
perjanjian yang terkait dengan penyediaan harta; |
b) |
jurnal pencatatan penerimaan penghasilan, |
c) |
rekening bank penerimaan dan penggunaan penghasilan, dan |
d) |
notice of income computation; |
|
4) |
imbalan jasa, baik yang dilakukan oleh individu maupun badan:
a) |
perjanjian pemberian /penyediaan jasa; |
b) |
pernyataan WPLN bahwa WPLN tidak menjalankan kegiatan atau usaha di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap; dan |
c) |
surat keterangan dari Pemotong/Pemungut Pajak mengenai lamanya pelaksanaan pemberian/penyediaan jasa di Indonesia; |
|
5) |
penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham perusahaan di Indonesia;
a) |
perjanjian penjualan atau pengalihan saham; dan |
b) |
akta pemindahan hak atas saham yang dijual atau dialihkan dari perusahaan di Indonesia yang sahamnya dijual atau dialihkan; |
|
6) |
premi asuransi dan premi reasuransi:
a) |
polis asuransi/reasuransi; dan |
b) |
notice of premium computation |
|
7) |
branch profit bentuk usaha tetap:
a) |
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bentuk usaha tetap; dan |
b) |
surat keterangan Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang menerangkan alasan pemotongan pajak atas branch profit; |
|
8) |
penghasilan lainnya:
a) |
pernyataan Pemotong/Pemungut Pajak bahwa WPLN adalah pemilik sah atas penghasilan; dan |
b) |
penjelasan WPLN mengenai substansi penghasilan; dan |
|
|
f. |
dokumen lain yang menurut WPLN atau Pemotong/Pemungut Pajak perlu disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak. |
|
(2) |
Form DGT- 5 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya dipersyaratkan bagi WPLN yang merupakan subjek pajak dalam negeri di negara/jurisdiksi mitra P3B dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. |
diisi oleh WPLN dengan benar, lengkap, dan jelas; |
b. |
ditandatangani oleh WPLN atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara/jurisdiksi mitra P3B |
c. |
telah disahkan oleh Pejabat Yang Berwenang, wakilnya yang sah, atau pejabat kantor pajak yang berwenang di negara/jurisdiksi mitra P3B, yang dapat berupa tanda tangan atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara/jurisdiksi mitra P3B; dan |
d. |
dalam hal WPLN tidak dapat memperoleh pengesahan Pejabat Yang Berwenang di negara/jurisdiksi mitra P3B pada Form-DGT 5 sebagaimana dimaksud pada huruf c, pengesahan dimaksud dapat digantikan dengan surat keterangan domisili asli yang lazim disahkan atau diterbitkan oleh negara/jurisdiksi mitra P3B dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) |
menggunakan bahasa inggris; |
2) |
sekurang-kurangnya mencantumkan informasi mengenai nama WPLN; |
3) |
menyebutkan tahun pajak yang mencakup penghasilan yang terkait dengan Pajak Yang Seharus Tidak Terutang; dan |
4) |
mencantumkan tanda tangan Pejabat Yang Berwenang, wakilnya yang sah, atau pejabat kantor pajak yang berwenang di negara mitra P3B atau tanda yang setara dengan tanda tangan sesuai dengan kelaziman di negara/jurisdiksi mitra P3B dan nama pejabat dimaksud. |
|
|
(3) |
Dalam hal permohonan WPLN terkait dengan pelaksanaan Kesepakatan Dalam Rangka MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d terdiri dari:
a. |
bukti pemotongan/pemungutan pajak asli yang dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang; dan |
b. |
fotokopi surat Kesepakatan Dalam Rangka MAP. |
|
Pasal 8
Dalam rangka menyelesaikan permohonan WPLN, Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP:
a. |
melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang ; |
b. |
dapat meminta keterangan dari Pemotong/Pemungut Pajak, WPLN, Pejabat Yang Berwenang di negara mitra P3B, dan/atau pihak lain . |
Pasal 9
(1) |
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang ditolak dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a:
a. |
WPLN merupakan subjek pajak dalam negeri Indonesia; |
b. |
pajak yang dipotong atau dipungut belum disetor oleh Pemotong/Pemungut Pajak; |
c. |
pajak yang dipotong atau dipungut telah:
1) |
diperhitungkan dengan pajak WPLN yang terutang di luar negeri, |
2) |
telah dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan penghasilan kena pajak WPLN di luar negeri, atau |
3) |
ditanggung oleh atau menjadi beban Pemotong/Pemungut Pajak; |
|
d. |
permohonan WPLN tidak sesuai dengan ruang lingkup P3B; |
e. |
terjadinya penyalahgunaan P3B sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai pencegahan penyalahgunaan P3B; atau |
f. |
pajak yang dipotong atau dipungut oleh Pemotong/Pemungut Pajak telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk P3B. |
|
(2) |
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang terkait dengan pelaksanaan Kesepakatan Dalam Rangka MAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c ditolak dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a:
a. |
pajak yang dipotong atau dipungut belum disetor oleh Pemotong/Pemungut Pajak; atau |
b. |
jumlah kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang menurut permohonan WPLN lebih besar daripada jumlah kelebihan pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang berdasarkan Kesepakatan Dalam Rangka MAP . |
|
(3) |
Permohonan WPLN yang bukan berasal dari negara/jurisdiksi mitra P3B Indonesia ditolak dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a:
a. |
WPLN merupakan subjek pajak dalam negeri Indonesia; |
b. |
pajak yang dipotong atau dipungut belum disetor oleh Pemotong/Pemungut Pajak; |
c. |
pajak yang dipotong atau dipungut telah:
1) |
diperhitungkan dengan pajak WPLN yang terutang di luar negeri, |
2) |
dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan penghasilan kena pajak WPLN di luar negeri, atau |
3) |
ditanggung oleh atau menjadi beban Pemotong/Pemungut Pajak; atau |
|
d. |
pajak yang dipotong atau dipungut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
|
(4) |
Dalam hal terdapat pajak yang dipotong atau dipungut, namun belum disetor oleh Pemotong/Pemungut Pajak, Kepala KPP menagih pajak yamg terutang kepada Pemotong/Pemungut Pajak sesuai ketentuan yang berlaku. |
(5) |
Dalam hal SPT Masa belum dilaporkan oleh Pemotong/Pemungut Pajak, Kepala KPP harus menindaklanjutinya sesuai ketentuan yang berlaku. |
Pasal 10
(1) |
Setelah melakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atas nama Pemotong/Pemungut Pajak q.q. WPLN, apabila terdapat Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang, paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan WPLN diterima secara lengkap. |
(2) |
Dalam hal permohonan WPLN ditolak, Direktur Jenderal Pajak melalui KPP harus memberitahukan secara tertulis kepada WPLN melalui Pemotong/Pemungut Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan WPLN diterima secara lengkap dan dengan menyebutkan alasan penolakannya. |
(3) |
Berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak atas nama Pemotong/Pemungut Pajak q .q. WPLN sesuai dengan ketentuan yang berlaku . |
(4) |
Atas dasar Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran Pajak atas nama Pemotong/Pemungut Pajak q .q . WPLN sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan mencantumkan nomor rekening bank yang berada di Indonesia milik Pemotong/Pemungut Pajak dan dengan menggunakan mata uang Rupiah . |
Pasal 11
Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.10/1994 tentang Restitusi Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Ketentuan Dalam PPPB dinyatakan tidak berlaku, kecuali untuk permohonan pengembalian Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam rangka penerapan ketentuan P3B yang telah diajukan oleh WPLN sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 11
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Agustus 2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 195104281975121002