Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 05/PJ/2021

TENTANG
 
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-07/PJ/2020 TENTANG TEMPAT
PENDAFTARAN WAJIB PAJAK  DAN PELAKU USAHA MELALUI SISTEM ELEKTRONIK DAN/ATAU
TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN  PAJAK DI LINGKUNGAN
KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN
KANTOR  WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS, DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

               

Menimbang :

   

  1. bahwa terdapat perubahan wilayah kerja unit vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak;
  2. bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum, kemudahan administrasi, dan meningkatkan pengawasan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak tertentu, perlu mengatur tempat pendaftaran Wajib Pajak dan/atau pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak tertentu tersebut;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak  Nomor PER-07/PJ/2020 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan Pelaku Usaha Melalui Sistem  Elektronik dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak  Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya;

Mengingat :

    

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2020 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak  Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya;

          


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-07/PJ/2020 TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK  DAN PELAKU USAHA MELALUI SISTEM ELEKTRONIK DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN  PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR, KANTOR PELAYANAN PAJAK DI LINGKUNGAN KANTOR  WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAKARTA KHUSUS, DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA.

          


Pasal 1

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2020 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya diubah sebagai berikut:


1. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
               

Pasal 5

(1) Untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP di  lingkungan Kanwil W ajib Pajak Besar dan Kanwil Jakarta Khusus, meliputi seluruh kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang di Pusat dan Cabang Wajib Pajak, termasuk Cabang Wajib Pajak setelah penetapan;
  2. bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Madya berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. dalam hal Wajib Pajak dengan NPWP Pusat  terdaftar di KPP Madya, seluruh kewajiban pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM atas Pusat dan seluruh Cabang dilaksanakan pada KPP Madya tempat NPWP Pusat terdaftar;
    2. dalam hal Wajib Pajak dengan NPWP Pusat terdaftar di KPP Madya dan memiliki cabang yang terdaftar di KPP Madya lainnya, seluruh kewajiban pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM atas Pusat dan seluruh Cabang, termasuk Cabang yang terdaftar pada KPP Madya lain, dilaksanakan pada KPP Madya tempat NPWP Pusat terdaftar; atau
    3. dalam hal Wajib Pajak dengan NPWP Pusat terdaftar di KPP Pratama dan NPWP Cabang yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak terdaftar di KPP Madya, kewajiban pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM dilaksanakan pada KPP Madya dimaksud hanya atas Wajib Pajak dengan NPWP Cabang tersebut.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Pusat dan/atau Cabang yang berada di kawasan bebas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPN atau PPN dan PPnBM.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP BKM dan memiliki kegiatan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas kegiatan pengalihan tanah dan/atau bangunan dilaksanakan pada KPP BKM, dalam hal kegiatan usaha tersebut berada di wilayah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
  2. pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas kegiatan pengalihan tanah dan/atau bangunan dilaksanakan pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha berada, dalam hal kegiatan usaha tersebut berada di luar wilayah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Dalam hal terdapat kompensasi kelebihan pembayaran pajak atas Masa Pajak sebelum tanggal SMT yang berasal dari SPT Masa PPN yang dilaporkan dengan NPWP Cabang, kompensasi kelebihan pembayaran tersebut dapat diperhitungkan sebagai kompensasi kelebihan PPN atas Masa Pajak sebelum tanggal SMT dalam SPT Masa PPN yang disampaikan pada KPP BKM  dengan menggunakan NPWP Pusat.
(5) Dalam hal terdapat:
  1. pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM yang belum dilakukan oleh Cabang untuk Masa Pajak sebelum tanggal SMT; dan
  2. pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM tersebut dilakukan oleh Cabang sejak tanggal SMT;
pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM tersebut menggunakan NPWP Cabang dimaksud dan diadministrasikan serta ditindaklanjuti oleh KPP BKM.
(6) Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM yang belum dilakukan untuk Masa Pajak sebelum tanggal SMT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, meliputi:
  1. penyampaian SPT Masa PPN atau pembetulan SPT  Masa PPN, antara lain untuk:
    1. melaporkan Pajak Keluaran atas Faktur Pajak  yang telah dibuat sebelum tanggal SMT;
    2. mengkreditkan Pajak Masukan atas Faktur Pajak yang telah diterima dengan menggunakan NPWP Cabang;
    3. melaporkan nota retur dan/atau nota pembatalan atas penyerahan dan/atau perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebelum tanggal SMT; dan/atau
    4. melaporkan Faktur Pajak Pengganti atau pembatalan Faktur Pajak atas Faktur Pajak yang telah dibuat atau diterima sebelum tanggal SMT.
  2. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui penyampaian SPT Masa PPN maupun pembetulan SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  3. pelaksanaan pengawasan atas kepatuhan Pengusaha Kena Pajak, pemeriksaan dan penagihan  pajak, serta tindak lanjut atas surat keputusan atau putusan atas upaya hukum Pengusaha Kena Pajak terkait PPN atau PPN dan PPnBM;
  4. permohonan layanan administrasi perpajakan lainnya terkait dengan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak; dan
  5. penyetoran atas PPN atau PPN dan PPnBM terutang untuk Masa Pajak sebelum tanggal SMT.
   
2. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
               

Pasal 6

(1) Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c meliputi:
  1. PPh Pasal 21/26;
  2. PPh Pasal 4 ayat (2);
  3. PPh Pasal 23/26;
  4. PPh Pasal 15; dan
  5. PPh Pasal 22.
(2) Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh pada KPP BKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut
  1. dalam hal Pusat dan/atau Cabang Wajib Pajak terdaftar di KPP BKM dan berdomisili di wilayah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari  Peraturan Direktur Jenderal ini, kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 21/26 atas Pusat dan/atau Cabang dilaksanakan di KPP BKM.
  2. dalam hal Pusat Wajib Pajak terdaftar di KPP BKM dan berdomisili di wilayah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, dan Cabang Wajib Pajak berdomisili di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 21/26 di KPP BKM dilaksanakan hanya untuk Pusat Wajib Pajak; atau
  3. dalam hal Pusat Wajib Pajak berdomisili di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran  huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, dan Cabang Wajib Pajak terdaftar di KPP BKM dan berdomisili di wilayah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 21/26 di KPP BKM dilaksanakan hanya untuk Cabang Wajib Pajak.
(3) Atas kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada:
  1. ayat (2) huruf a, penyetoran dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26 menggunakan NPWP Pusat pada KPP BKM;
  2. ayat (2) huruf b, penyetoran dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26 menggunakan NPWP Pusat pada KPP BKM dan NPWP Cabang pada KPP di mana  Cabang terdaftar;
  3. ayat (2) huruf c, penyetoran dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26 menggunakan NPWP Cabang pada KPP BKM dan NPWP Pusat pada KPP di mana NPWP Pusat terdaftar,
(4) Dalam hal Pusat Wajib Pajak berdomisili di luar wilayah  sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini ditetapkan terdaftar di KPP di lingkungan Kanwil Wajib Pajak Besar dan Kanwil Jakarta Khusus, dan memiliki Cabang Wajib Pajak berdomisili di luar dan/atau di dalam wilayah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, maka:
  1. terhadap Pusat Wajib Pajak yang sebenarnya, diterbitkan NPWP Cabang pada KPP Lama yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Pusat Wajib Pajak, yang hanya digunakan untuk kepentingan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban PPh Pasal 21/26;
  2. penyetoran dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26 atas Pusat Wajib Pajak yang sebenarnya pada KPP Lama menggunakan NPWP Cabang sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  3. NPWP Pusat Wajib Pajak yang ditetapkan terdaftar di KPP di lingkungan Kanwil Wajib Pajak Besar dan Kanwil Jakarta Khusus digunakan untuk melaksanakan kewajiban penyetoran dan  penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26 untuk Cabang Wajib Pajak yang berada di dalam wilayah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
  4. terhadap Cabang Wajib Pajak yang berada di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf 8 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, kewajiban penyetoran dan penyampaian PPh Pasal 21/26 menggunakan NPWP Cabang Wajib Pajak tersebut.
(5) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta ayat (4), dapat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dengan menggunakan NPWP Pusat untuk melaporkan pemenuhan kewajiban PPh Pasal 21/26 yang terutang di Pusat dan seluruh Cabang Wajib Pajak berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal  Pajak secara jabatan.
(6) Tempat terutang PPh Pasal 21/26 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan sebagai berikut:
  1. untuk imbalan sehubungan dengan pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu bagi pegawai yang terdaftar sebagai pegawai Pusat, terutang di Pusat Wajib Pajak;
  2. untuk imbalan sehubungan dengan pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu bagi pegawai yang terdaftar sebagai pegawai Cabang, terutang di Cabang Wajib Pajak; dan/atau
  3. untuk imbalan sehubungan dengan jasa kepada bukan pegawai termasuk yang terutang PPh Pasal 21/26, terutang di Pusat atau Cabang yang melakukan pembayaran imbalan kepada bukan pegawai tersebut.
(7) Tempat terutang atas pemotongan dan pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, mengacu kepada kedudukan hukum pihak yang melakukan penandatanganan perjanjian atau kontrak, baik perjanjian atau kontrak tertulis maupun tidak tertulis, dengan ketentuan sebagai berikut
  1. dalam hal perjanjian atau kontrak yang menjadi dasar pelaksanaan transaksi ditandatangani dan dibuat oleh pengurus Pusat, pemotongan dan pemungutan PPh terutang di kantor Pusat dan mekanisme pemotongan atau pemungutan, penyetoran, serta penyampaian SPT menggunakan NPWP Pusat;
  2. dalam hal perjanjian atau kontrak yang menjadi dasar pelaksanaan transaksi ditandatangani dan dibuat oleh pengurus Cabang seperti Kepala Cabang atau Kepala Perwakilan, pemotongan dan pemungutan PPh terutang di Cabang dan mekanisme pemotongan atau pemungutan, penyetoran, dan penyampaian SPT menggunakan NPWP Cabang;
  3. dalam hal Pusat dan Cabang sebagaimana dimaksud pada huruf b terdaftar pada KPP BKM yang sama dan berdomisili di wilayah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, mekanisme pemotongan atau pemungutan, penyetoran, dan penyampaian SPT atas PPh menggunakan NPWP Pusat atau NPWP Cabang yang terdaftar pada KPP BKM.
(8) Pemotongan PPh yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), meliputi:
  1. PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan berupa bunga  dan dividen; dan
  2. PPh Pasal 23/26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c atas penghasilan berupa bunga, royalti, dan dividen.             
terutang di Pusat dan mekanisme pemotongan atau pemungutan, penyetoran, dan penyampaian SPT menggunakan NPWP Pusat.
(9) Terhadap Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP BKM dan memiliki kegiatan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. pemenuhan kewajiban pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang atas kegiatan usaha pengalihan tanah dan/atau bangunan dilaksanakan pada KPP BKM, dalam hal kegiatan usaha tersebut berada di  wilayah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
  2. pemenuhan kewajiban pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang atas kegiatan usaha pengalihan tanah dan/atau bangunan tersebut dilaksanakan pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha berada, dalam hal kegiatan usaha tersebut di luar wilayah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
   
3. Di antara Pasal 20 dan Pasal 21 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 20A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 20A

(1) Kewajiban pemotongan atau pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 21/26 dengan menggunakan NPWP Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a yang terdaftar pada KPP Madya dengan Wilayah Administrasi Pemotongan atau Pemungutan dan Pembayaran atau Penyetoran Pajak selain Provinsi DKI Jakarta sebagaimana dimaksud dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, dilakukan dengan menggunakan aplikasi pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 untuk melaporkan pemenuhan kewajiban PPh Pasal 21/26 yang terutang di Pusat dan seluruh Cabang Wajib Pajak.
(2) Dalam hal aplikasi pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, maka penyetoran dan pelaporan atas kewajiban pemotongan PPh Pasal 21/26 tersebut dilakukan dengan menggunakan NPWP Pusat dan NPWP Cabang masing-masing.
   
4. Mengubah Lampiran huruf B Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2020 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak  pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
   
5. Mengubah Lampiran huruf C Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2020 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
   
6. Mengubah Lampiran huruf D Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2020 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

                        


Pasal II

          

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

          

          

          

                                             

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 16 Maret 2021

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


ttd


SURYO UTOMO