Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-7/BC/2022

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 7/BC/2022

TENTANG

TATA LAKSANA MONITORING DAN EVALUASI SERTA VERIFICATION VISIT
DALAM PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR
BERDASARKAN PERJANJIAN ATAU KESEPAKATAN INTERNASIONAL

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka memberikan petunjuk pelaksanaan terkait ketentuan dalam peraturan menteri keuangan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional, perlu mengatur tata laksana monitoring dan evaluasi serta verification visit dalam pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional;
  2. bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas, menciptakan keseragaman, meningkatkan pelayanan dan pengawasan dalam pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Laksana Monitoring dan Evaluasi serta Verification Visit dalam Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional;
Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661};
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.04/2020 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor berdasarkan Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Hong Kong, Republik Rakyat Tiongkok (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 707); 
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.04/2020 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 709);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2020 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1050) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.04/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2020 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 481);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.04/2020 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1238);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.04/2020 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antar Pemerintah Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik Korea (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1239);
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.04/2020 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1240);
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.04/2020 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerja Sama Ekonomi dan Persetujuan Tertentu antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik Rakyat Tiongkok (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1241);
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.04/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 719);
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.04/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Menyeluruh antar Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Jepang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 720);
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.04/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 721);
  12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.04/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 722);
  13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.04/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Chile (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 737);
  14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);
  15. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.04/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara EFTA (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1041);
  16. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Preferensi Perdagangan antara Negara-Negara Anggota D-8 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1456);
  17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.04/2022 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Mozambik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 536);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA LAKSANA MONITORING DAN EVALUASI SERTA VERIFICATION VISIT DALAM PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR BERDASARKAN PERJANJIAN ATAU KESEPAKATAN INTERNASIONAL.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1. Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
2. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh kantor pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
3. Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang diterapkan oleh suatu negara untuk menentukan negara asal barang.
4. Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) yang selanjutnya disebut SKA adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh instansi penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
5. Deklarasi Asal Barang yang selanjutnya disingkat DAB adalah pernyataan asal barang yang dibuat oleh eksportir atau produsen sebagaimana diatur dalam masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional, yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi.
6. Negara Anggota adalah negara yang menandatangani perjanjian atau kesepakatan internasional dalam rangka perdagangan barang.
7. Pihak adalah negara-negara yang terikat dalam perjanjian atau kesepakatan internasional.
8. Surat Keterangan Asal Elektronik yang selanjutnya disebut e-Form adalah SKA yang disusun sesuai dengan Process Specification and Message Implementation Guideline, dan dikirim secara elektronik antar Negara Anggota.
9. Instansi atau Pihak yang Berwenang adalah:
a. instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota atau Pihak pengekspor, yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA atas barang yang akan diekspor;
b. instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor yang diberi kewenangan untuk melakukan sertifikasi eksportir menjadi eksportir bersertifikat;
c. instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Pihak pengekspor yang diberikan kewenangan untuk menangani Permintaan Retroactive Check dan/atau Verification Visit;
d. instansi yang, menurut hukum dan peraturan domestik dari Negara Anggota, bertanggung jawab atas otorisasi, verifikasi dan isu asal barang lainnya.
e. eksportir yang terdaftar dan berstatus aktif di Negara Anggota pengekspor dan berhak untuk menerbitkan DAB dalam skema IA-CEPA; dan/atau
f. instansi/pihak lain yang terkait;
berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
10. Permintaan Retroactive Check atau Verifikasi, yang selanjutnya disebut Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi atau Pihak yang Berwenang untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA dan/atau DAB.
11. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
12. Monitoring dan Evaluasi adalah kegiatan pemantauan, pengumpulan, dan pengamatan secara periodik yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai atas pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
13. Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai di Negara Anggota atau Pihak penerbit SKA dan/atau DAB untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA dan/atau DAB.
14. Risalah Hasil Analisis Verification Visit yang selanjutnya disebut RHA Verification Visit adalah risalah yang disusun oleh Pejabat Bea dan Cukai secara sistematis berisi alasan utama dilakukannya Verification Visit.
15. Kertas Kerja Verification Visit yang selanjutnya disebut KK Verification Visit adalah catatan yang dibuat oleh tim Verification Visit mengenai hasil pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan yang didapatkan selama pelaksanaan Verification Visit.
16. Daftar Temuan Sementara Verification Visit yang selanjutnya disebut DTS Verification Visit adalah daftar yang memuat temuan dan kesimpulan sementara atas hasil pelaksanaan Verification Visit yang disusun berdasarkan KK Verification Visit.
17. Laporan Verification Visit adalah laporan tertulis yang dibuat oleh tim Verification Visit berdasarkan hasil pelaksanaan Verification Visit.
18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
19. Direktur adalah direktur yang tugas dan fungsinya terkait dengan kerja sama internasional terkait kepabeanan, cukai, dan kerja sama perdagangan bebas.

BAB II
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 2

(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan monitoring dan evaluasi atas pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap implementasi tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh:
a. kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
b. kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai.
(4) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara periodik paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.
(5) Kegiatan yang dilakukan pada monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi analisis atas:
a. kesesuaian atas pemenuhan Ketentuan Asal Barang;
b. kesesuaian atas pemenuhan ketentuan lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional;
c. pemanfaatan SKA dan/atau DAB, meliputi jumlah SKA dan/atau DAB dan nilai importasi dengan SKA dan/atau DAB dibandingkan dengan nilai importasi keseluruhan;
d. SKA dan/atau DAB yang dilakukan Retroactive Check, rejection, dan/atau Verification Visit;
e. jawaban atas Retroactive Check atau konfirmasi atas keputusan rejection;
f. keputusan penetapan SKA dan/atau DAB yang diajukan keberatan dan/atau banding;
g. potensi pelanggaran SKA dan/atau DAB;
h. potensi pengalihan rute perdagangan (circumvention) dalam pemanfaatan SKA dan/atau DAB; dan
i. hal-hal terkait lainnya.
(6) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dilaksanakan berdasarkan data dan informasi yang disampaikan oleh unit kerja di wilayah kerja kantor wilayah terkait serta disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum pada Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 3

(1) Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) harus membuat laporan monitoring dan evaluasi sebagai bahan tindak lanjut kebijakan di bidang pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
(2) Laporan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara berkala tiap semester.
(3) Laporan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat sewaktu-waktu berdasarkan permintaan dari Direktur.
(4) Laporan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) di bulan Juli pada tahun berjalan, untuk laporan monitoring dan evaluasi semester pertama; dan
b. paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) di bulan Januari pada tahun berikutnya, untuk laporan monitoring dan evaluasi semester kedua.
(5) Laporan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur.
(6) Laporan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum pada Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

BAB III
VERIFICATION VISIT

Bagian Kesatu
Pengajuan Verification Visit

Pasal 4

(1) Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan Verification Visit atas pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
(2) Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap implementasi tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
(3) Pemohon yang dapat mengajukan Verification Visit yaitu:
a. direktur yang tugas dan fungsinya terkait dengan audit kepabeanan dan cukai, penelitian ulang, dan pemeriksaan tujuan tertentu;
b. kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai, dalam hal penelitian atas SKA dan/atau DAB dilakukan oleh Pejabat Bea Dan Cukai di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; atau
c. kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, dalam hal penelitian atas SKA dan/atau DAB dilakukan oleh Pejabat Bea Dan Cukai di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai.
(4) Alur dan bagan proses bisnis Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran huruf C dan D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


 

Pasal 5

(1) Verification Visit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dapat diajukan dalam hal penelitian atas jawaban Retroactive Check menunjukkan data atau informasi yang diperoleh:
a. diragukan kebenarannya; dan/atau
b. tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA dan/atau DAB.
(2) Verification Visit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat diajukan tanpa didahului Retroactive Check dalam hal tidak diwajibkan oleh perjanjian atau kesepakatan internasional.
(3) Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan dengan mempertimbangkan:
a. keraguan atas kriteria asal barang dalam pemenuhan Ketentuan Asal Barang; dan
b. jumlah importasi dan nilai devisa impor.
(4) Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) kepada Direktur Jenderal melalui Direktur.

Pasal 6

(1) Pengajuan Verification Visit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) disampaikan secara tertulis atau elektronik melalui SKP, dilampiri dengan:
a. salinan atau hasil pindaian pemberitahuan pabean impor dan dokumen pelengkap pabean atas importasi yang dimintakan Verification Visit;
b. salinan atau hasil pindaian surat Retroactive Check kepada Instansi atau Pihak yang Berwenang, dalam hal permohonan Verification Visit didahului dengan Retroactive Check;
c. salinan atau hasil pindaian surat jawaban Retroactive Check dan data pendukung yang disampaikan oleh Instansi atau Pihak yang Berwenang, dalam hal permohonan Verification Visit didahului dengan Retroactive Check; dan
d. RHA Verification Visit.
(2) Pengajuan Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum pada Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) RHA Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum pada Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.



 

Pasal 7

(1) Direktur melakukan penelitian terhadap pengajuan Verification Visit yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dengan mempertimbangkan:
a. cost and benefits analysis yang berisi:
1. dampak pelaksanaan Verification Visit terhadap perjanjian atau kesepakatan internasional;
2. urgensi pengajuan Verification Visit;
3. potensi pelaksanaan Verification Visit dari unit kerja lain, atas importasi dari eksportir dan/atau produsen barang yang sama dengan pengajuan permohonan Verification Visit dari pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3); dan
4. ketersediaan anggaran; dan
b. keabsahan dan kebenaran isi SKA dan/atau DAB, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.
(2) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pengajuan Verification Visit diterima Direktur.
(3) Atas penyampaian hasil penelitian Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal:
a. menyetujui Verification Visit, atau
b. menolak Verification Visit.


Bagian Kedua
Tahapan Kegiatan

Pasal 8

Tahapan kegiatan dalam Verification Visit terdiri dari:
a. persiapan;
b. pelaksanaan; dan
c. pelaporan.

Pasal 9

(1) Persiapan Verification Visit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a meliputi:
a. permintaan daftar nama Pejabat Bea dan Cukai, perwakilan Kementerian/Lembaga yang terkait, dan/atau tenaga ahli yang terkait dengan barang impor yang akan menjadi objek Verification Visit, yang diusulkan untuk menjadi tim Verification Visit oleh Direktur;
b. penerbitan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pembentukan tim Verification Visit dengan memperhatikan jangka waktu penugasan sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan internasional;
c. penugasan tim Verification Visit oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
d. pelaksanaan identifikasi dan analisis oleh tim Verification Visit untuk menentukan data yang dibutuhkan dari eksportir dan/atau produsen;
e. pengiriman pemberitahuan/permintaan Verification Visit secara tertulis kepada Instansi atau Pihak yang Berwenang, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional;
f. pendalaman materi dan penyusunan rencana kerja Verification Visit oleh tim Verification Visit;
g. pelaksanaan koordinasi awal dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia, Konsulat Jenderal Republik Indonesia, dan/atau Konsulat Republik Indonesia yang berlokasi di negara tujuan Verification Visit melalui Direktur; dan
h. pengurusan perizinan dan biaya untuk pelaksanaan Verification Visit.
(2) Penerbitan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pembentukan tim Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum pada Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Pemberitahuan/permintaan Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum pada Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Penyusunan rencana kerja Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum pada Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 10

(1) Tim Verification Visit terdiri dari:
a. ketua delegasi; dan
b. anggota delegasi.
(2) Ketua delegasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Pejabat Bea dan Cukai dari direktorat yang tugas dan fungsinya terkait dengan kerja sama internasional terkait kepabeanan, cukai, dan kerja sama perdagangan bebas, dengan jabatan paling rendah Pejabat Eselon IV atau Pejabat Fungsional Tingkat Ahli Muda.
(3) Anggota delegasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Pejabat Bea dan Cukai, terdiri dari:
a. direktorat yang tugas dan fungsinya terkait dengan kerja sama internasional terkait kepabeanan, cukai, dan kerja sama perdagangan bebas;
b. direktorat yang tugas dan fungsinya terkait dengan audit kepabeanan dan cukai, penelitian ulang, dan pemeriksaan tujuan tertentu;
c. direktorat yang tugas dan fungsinya terkait impor, ekspor, nilai pabean dan pemutakhiran data harga barang impor, identifikasi dan klasifikasi barang, registrasi kepabeanan, program prioritas dan Authorized Economic Operator (AEO), serta tarif bea masuk dan bea keluar;
d. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
e. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai;
f. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai; dan/atau
g. unit terkait lainnya;
dengan jabatan paling rendah Pelaksana dengan pangkat minimal Penata Muda (golongan Ill/a).
(4) Anggota delegasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3} dapat ditambah dengan:
a. perwakilan Kementerian/Lembaga terkait; dan/atau
b. tenaga ahli yang terkait.
(5) Ketua delegasi dan anggota delegasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diganti jika yang bersangkutan dialihtugaskan, atas permintaan sendiri atau berdasarkan pertimbangan Direktur, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.

Pasal 11

(1) Direktur memberitahukan kepada pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) bahwa kegiatan Verification Visit tidak dapat dilaksanakan dalam hal:
a. terdapat penolakan atas pemberitahuan/permintaan Verification Visit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e; atau
b. jawaban atau persetujuan tertulis atas pemberitahuan/permintaan Verification Visit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e tidak diterima dalam jangka waktu sebagaimana tercantum pada masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional.
(2) Ketentuan mengenai format pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 12

(1) Tim Verification Visit melakukan pelaksanaan Verification Visit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b meliputi:
a. pelaksanaan koordinasi lanjutan dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia, Konsulat Jenderal Republik Indonesia dan/atau Konsulat Republik Indonesia, dan/atau Instansi atau Pihak yang Berwenang, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional;
b. pelaksanaan kunjungan ke lokasi eksportir dan/atau produsen;
c. penjelasan tentang maksud dan tujuan Verification Visit;
d. pemahaman, pengujian, dan evaluasi Sistem Pengendalian Internal (SPI) eksportir dan/atau produsen;
e. permintaan, pengumpulan dan penelitian kelengkapan data sesuai dengan kebutuhan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d;
f. pemeriksaan, pengujian, dan pengolahan data;
g. pemahaman proses bisnis dan peninjauan proses produksi;
h. penyusunan KK Verification Visit dan DTS Verification Visit; dan
i. pelaksanaan review meeting atas data, bukti, dan keterangan yang diperoleh dari eksportir dan/atau produsen sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf h.
(2) Pelaksanaan kunjungan ke lokasi eksportir dan/atau produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat ditunda dalam hal diterima pemberitahuan permintaan penundaan pelaksanaan Verification Visit dari Instansi atau Pihak yang Berwenang.
(3) Pelaksanaan Verification Visit dianggap ditolak oleh eksportir dan/atau produsen dalam hal:
a. tidak bersedia atau tidak menyerahkan data, bukti dan keterangan secara lengkap; dan/atau
b. tidak mengizinkan tim Verification Visit untuk melakukan peninjauan proses bisnis dan proses produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam hal pelaksanaan Verification Visit dianggap ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim Verification Visit harus membuat berita acara dengan menggunakan format sebagaimana tercantum pada Lampiran huruf K yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Penyusunan KK Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dilakukan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Penyusunan DTS Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dilakukan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Penyusunan hasil review meeting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i dilakukan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 13

(1) Tim Verification Visit melakukan pelaporan kegiatan Verification Visit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c dengan menyusun Laporan Verification Visit yang memuat hasil pelaksanaan Verification Visit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(2) Dalam hal tidak dapat dilaksanakan Verification Visit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, tim Verification Visit tetap menyusun Laporan Verification Visit.
(3) Laporan Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit berisi tentang:
a. terpenuhi atau tidaknya Ketentuan Asal Barang;
b. rekomendasi tindak lanjut Verification Visit, dan
c. rekomendasi lain terkait skema FTA yang dilakukan Verification Visit sebagai bahan masukan dalam perundingan dan/atau penelitian SKA.
(4) Laporan Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada:
a. Direktur Jenderal;
b. Direktur;
c. Direktur yang tugas dan fungsinya terkait dengan audit kepabeanan dan cukai, penelitian ulang, dan pemeriksaan tujuan tertentu; dan
d. pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).
(5) Berdasarkan penyampaian Laporan Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur:
a. mengirimkan hasil pelaksanaan Verification Visit secara tertulis kepada:
1. Instansi atau Pihak yang Berwenang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional; dan/atau
2. eksportir dan/atau produsen yang merupakan objek pelaksanaan Verification Visit, dan
b. mengirimkan rekomendasi Verification Visit kepada unit terkait dan/atau Kementerian/Lembaga terkait.
(6) Laporan Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disusun dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Hasil pelaksanaan Verification Visit sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a disusun dalam Bahasa Inggris dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 14

Dalam hal kegiatan Verification Visit tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Direktur Jenderal mengenai pembentukan tim Verification Visit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, ketua delegasi melalui Direktur dapat mengajukan permohonan perpanjangan Keputusan Direktur Jenderal, disertai dengan penjelasan tertulis kepada Direktur Jenderal melalui Direktur, dengan memperhatikan jangka waktu maksimal pelaksanaan Verification Visit sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan internasional.


Pasal 15

(1) Pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Verification Visit harus menjaga kerahasiaan informasi.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diungkapkan oleh instansi yang berwenang melakukan penelitian dan penindakan terkait Ketentuan Asal Barang.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Dalam hal telah tersedia sistem aplikasi monitoring dan evaluasi dan/atau Verification Visit, kegiatan monitoring dan evaluasi dan/atau Verification Visit dilaksanakan dengan sistem aplikasi.


Pasal 17

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Oktober 2022
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-ttd-

ASKOLANI