Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-6/BC/2011

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 6/BC/2011

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS
IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN USAHA HULU EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI
SERTA KEGIATAN USAHA EKSPLORASI PANAS BUMI UNTUK TAHUN ANGGARAN 2011

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :


  1. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 22/PMK.011/2011, atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi serta kegiatan usaha eksplorasi panas bumi untuk tahun anggaran 2011 diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah;
  2. bahwa untuk mengoptimalkan pelayanan dan memberikan kemudahan dalam pelaksanaan pemberian Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu diatur mengenai tata cara pelaksanaannya;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Pemberian Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi untuk Tahun Anggaran 2011;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5167);
  5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 177/PMK.011/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi;
  6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 22/PMK.011/2011 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi untuk Tahun Anggaran 2011.
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN USAHA HULU EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI SERTA KEGIATAN USAHA EKSPLORASI PANAS BUMI UNTUK TAHUN ANGGARAN 2011.



Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai ini yang dimaksud dengan:

1. Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disingkat dengan PPNDTP adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang atas impor barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi serta kegiatan usaha eksplorasi panas bumi oleh pengusaha di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi atau pengusaha di bidang kegiatan usaha panas bumi yang ditanggung oleh Pemerintah dengan pagu anggaran sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2011 beserta perubahannya.
2. Pengusaha adalah pengusaha di bidang hulu migas yang mengikat kontrak kerjasama dengan Pemerintah Republik Indonesia setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan pengusaha di bidang panas bumi yang telah mengikat kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia atau mendapat Izin Usaha Pertambangan panas bumi setelah tanggal 31 Desember 1994, atau pengusaha di bidang panas bumi yang mendapat penugasan untuk melakukan survei pendahuluan dari Pemerintah Republik Indonesia.
3. Instansi pembina sektor adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang dalam hal ini:
  1. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk bidang usaha hulu minyak dan gas bumi;
  2. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk bidang usaha panas bumi.
4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
5. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhi kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan, yaitu :
  1. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (KPU);
  2. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Madya (KPPBC Madya); atau
  3. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC).


Pasal 2

Atas impor barang untuk yang dipergunakan untuk kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi serta kegiatan usaha eksplorasi panas bumi diberikan fasilitas PPNDTP.



Pasal 3

(1) Untuk mendapatkan fasilitas PPNDTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pengusaha mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan bersama-sama dalam 1 (satu) Rencana Impor Barang (RIB) dengan pengajuan permohonan pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi.
(3) Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut :
  1. fotokopi Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);
  2. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  3. copy Kontrak Kerja Sama untuk sektor minyak dan gas bumi, untuk pengajuan yang pertama kali;
  4. copy Izin Usaha atau Penugasan Survey untuk panas bumi, untuk pengajuan yang pertama kali;
  5. asli RIB yang telah ditandatangani oleh pimpinan perusahaan yang berwenang serta diberikan stempel perusahaan, disetujui dan ditandasahkan oleh pejabat Instansi Pembina Sektor sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini, disertai data dalam bentuk softcopy (dalam format excel); dan
  6. contoh atau spesimen tandatangan pimpinan/manajer/para pejabat perusahaan yang diberikan wewenang untuk menandatangani RIB, dalam hal pengajuan yang pertama kali atau terdapat perubahan pimpinan/manajer/para pejabat perusahaan.


Pasal 4

(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan melakukan penelitian.
(2) Atas hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak permohonan diterima dengan lengkap.
(3) Dalam hal permohonan disetujui, Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemberian Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi dan/atau PPN Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi pada Tahun Anggaran 2011.
(4) Dalam hal permohonan tidak disetujui, Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan memberitahukan secara tertulis kepada pemohon dengan menyebutkan alasannya.
(5) Surat Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2011.


Pasal 5

(1) Atas Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemberian Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi dan/atau PPN Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi pada Tahun Anggaran 2011 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), dapat dilakukan perubahan sebelum diimpor.
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku atas barang yang telah dilakukan importasinya.
(3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan atas :
  1. data mengenai pelabuhan tempat pembongkaran; atau
  2. data mengenai jumlah dan/atau jenis barang dalam RIB.
(4) Untuk dapat melakukan perubahan atas Surat Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha mengajukan Surat Permohonan Perubahan kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan dengan menyebutkan alasan perubahan.
(5) Dalam hal permohonan perubahan mengenai data pelabuhan tempat pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilampiri dengan :
  1. Bill Of Lading (B/L) atau Air Way Bill (AWB);
  2. Invoice; dan/atau
  3. dokumen terkait lainnya.
(6) Dalam hal permohonan perubahan mengenai data jumlah dan/atau jenis barang dalam RIB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilampiri dengan perubahan RIB yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh Instansi Pembina Sektor.
(7) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak permohonan diterima dengan lengkap.
(8) Dalam hal permohonan perubahan disetujui, persetujuan perubahan diberikan dalam bentuk :
  1. Surat Pemberitahuan oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), untuk perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a.
  2. Surat Keputusan Menteri Keuangan, untuk perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b.
(9) Dalam hal permohonan tidak disetujui, Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan memberitahukan secara tertulis kepada pemohon dengan menyebutkan alasannya.


Pasal 6

(1) Untuk penyelesaian pemenuhan kewajiban pabean barang impor yang mendapat fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pengusaha wajib menyampaikan Pemberitahuan Impor Barang dengan mencantumkan nilai PPN yang terutang pada butir jenis pungutan dalam kolom “Ditanggung Pemerintah”.
(2) Pemberitahuan Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
  1. Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (SSPCP), dalam hal terdapat pungutan impor yang harus dibayar;
  2. dokumen pelengkap pabean lainnya sesuai ketentuan yang berlaku; dan
  3. Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan/atau dalam Pasal 5 ayat (8) jika terjadi perubahan.
(3) Atas Pemberitahuan Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor Pabean tempat pemenuhan kewajiban kepabeanan membubuhkan cap “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH BERDASARKAN PMK NOMOR 22/PMK.011/2011 ”, nama, NIP dan paraf pejabat bea dan cukai yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pabean pada semua lembar Pemberitahuan Impor Barang dan SSPCP.
(4) Cap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Pemberitahuan Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipakai sebagai dasar untuk pencatatan penerimaan PPNDTP dan dialokasikan sebagai belanja subsidi pajak dalam jumlah yang sama.


Pasal 7

(1) Kantor Pabean tempat pemenuhan kewajiban kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), wajib :
  1. meneliti dan memotong fasilitas PPNDTP;
  2. menyelenggarakan pembukuan dan mengadministrasikan secara khusus berkas PIB PPNDTP; dan
  3. membuat laporan kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan paling lama setiap tanggal 5 bulan berikutnya dengan dilampiri salinan Pemberitahuan Impor Barang dan SSPCP yang telah diberikan cap sebagaimana Pasal 6 ayat (3).
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal menyampaikan Daftar Jumlah PPNDTP setiap triwulan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur Potensi Kepatuhan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya triwulan.


Pasal 8

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2011.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 14 Februari 2011

DIREKTUR JENDERAL,


ttd,-


THOMAS SUGIJATA

NIP 19510621 197903 1 001