TIMELINE |
---|
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 3/BC/2019
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 161/PMK.04/2018 TENTANG PENGEMBALIAN BEA
MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK
DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN
UNTUK DIEKSPOR
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 40 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.04/2018 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang Pada Barang Lain dengan Tujuan Untuk Diekspor, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 161/PMK.04/2018 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang Pada Barang Lain dengan Tujuan Untuk Diekspor;
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 161/PMK.04/2018 TENTANG PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. | Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. |
2. | Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. |
3. | Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian, yang selanjutnya disebut KITE Pengembalian adalah pengembalian Bea Masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan Barang dan Bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. |
4. | Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan, yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan, adalah pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan Barang dan Bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. |
5. | Bea Masuk adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. |
6. | Bea Masuk Tambahan adalah tambahan atas Bea Masuk seperti Bea Masuk antidumping, Bea Masuk imbalan, Bea Masuk tindakan pengamanan, dan Bea Masuk pembalasan. |
7. | Perusahaan KITE Pengembalian adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pengembalian. |
8. | Perusahaan KITE Pembebasan adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan. |
9. | Barang dan Bahan adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:
|
10. | Diolah adalah dilakukan pengolahan untuk menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. |
11. | Dirakit adalah dilakukan perakitan dan/atau penyatuan sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. |
12. | Dipasang adalah dilakukan pemasangan, pelekatan, dan/atau penggabungan dengan barang lain sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. |
13. | Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan Bahan. |
14. | Konversi adalah suatu pernyataan dari Perusahaan KITE Pengembalian mengenai komposisi pemakaian Barang dan Bahan untuk setiap satuan Hasil Produksi. |
15. | Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. |
16. | Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. |
17. | Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna Diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai. |
18. | Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan. |
19. | Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. |
20. | Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai. |
21. | Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan. |
22. | Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. |
23. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
24. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. |
25. | Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
26. | Kantor Pelayanan Utama yang selanjutnya disingkat KPU adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
27. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. |
28. | Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Wilayah, KPU, dan Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. |
BAB II
PENETAPAN SEBAGAI PERUSAHAAN KITE PENGEMBALIAN,
KEWAJIBAN PERUSAHAAN KITE PENGEMBALIAN, DAN
PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PENETAPAN SEBAGAI
PERUSAHAAN KITE PENGEMBALIAN
Bagian Pertama
Penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian
Pasal 2
(1) | Untuk mendapatkan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, badan usaha yang telah memenuhi kriteria dan persyaratan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha dengan mengisi daftar isian berupa:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui sistem Indonesia National Single Window dalam kerangka Online Single Submission. |
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada:
|
Pasal 3
(1) | Dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), SKP melakukan validasi terhadap isian data yang diajukan oleh badan usaha. |
(2) | Dalam hal data tidak valid, SKP memberikan respon penolakan disertai dengan alasan penolakan. |
(3) | Dalam hal data valid, SKP memberikan respon kepada kepala KPU atau kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha untuk:
|
(4) | Dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), kepala KPU atau kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha:
|
(5) | Pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan ayat (4) huruf a meliputi:
|
(6) | Dalam hal diperlukan, kepala Kantor Wilayah, kepala KPU, dan kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha dapat meminta asli dokumen pembuktian kriteria dan persyaratan. |
(7) | Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pernyataan kesiapan pemeriksaan lokasi dalam permohonan. |
(8) | Kepala Kantor Pabean menyampaikan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada kepala Kantor Wilayah. |
Pasal 4
(1) | Badan usaha yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, harus melakukan pemaparan mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria dan persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(2) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh wakil anggota direksi perusahaan. |
(3) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) atau ayat (4). |
(4) | Berdasarkan pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk membuat berita acara yang ditandatangani pihak badan usaha dan Kantor Wilayah atau KPU, yang paling kurang mencantumkan hasil pemaparan serta waktu selesai pemaparan sebagai dasar janji layanan penerbitan persetujuan atau penolakan atas permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. |
(5) | Dalam hal terdapat hal yang belum dipaparkan dan/atau hal yang perlu dilengkapi oleh badan usaha, pemaparan dinyatakan belum selesai dan dapat dilakukan penjadwalan ulang. |
(6) | Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk membuat berita acara tentang tidak dilakukannya pemaparan sesuai waktu yang ditentukan. |
Pasal 5
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri memberikan:
|
(2) | Dalam hal dilakukan pemaparan, keputusan menteri keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 1 (satu) jam setelah pemaparan selesai dilakukan. |
(3) | Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pada hari kerja berikutnya. |
(4) | Format dokumen yang digunakan oleh badan usaha dalam permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, serta format yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam proses penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kedua
Kewajiban Perusahaan KITE Pengembalian
Pasal 6
(1) | Dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang didayagunakan Perusahaan KITE Pengembalian, wajib dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara daring. |
(2) | Badan usaha yang telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian wajib memasang papan nama yang paling kurang mencantumkan nama Perusahaan KITE Pengembalian dan status sebagai perusahaan penerima fasilitas KITE Pengembalian pada setiap lokasi pabrik, lokasi penimbunan, dan lokasi kegiatan usaha. |
(3) | Perusahaan KITE Pengembalian wajib melakukan penatausahaan barang asal fasilitas KITE Pengembalian sehingga dalam pencatatan dan/atau pembukuan dapat dibedakan dengan barang yang bukan asal fasilitas KITE Pengembalian. |
(4) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan pengawasan untuk memastikan dipenuhinya kewajiban pemenuhan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT inventory) yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara daring dan kewajiban pemasangan papan nama melalui mekanisme monitoring dan evaluasi. |
(5) | Kegiatan pengawasan untuk memastikan dipenuhinya kewajiban pemenuhan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT inventory) yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara daring dilakukan sesuai tata cara dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 7
(1) | Perusahaan KITE Pengembalian wajib menyampaikan:
|
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian paling lambat pada akhir bulan ke-4 (empat) setelah akhir tahun pajak. |
(3) | Atas laporan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
|
(4) | Data keuangan dan data capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) Perusahaan KITE Pengembalian digunakan sebagai salah satu sumber data dalam pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemberian fasilitas KITE Pengembalian. |
(5) | Laporan mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE Pengembalian, capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) yang telah ditargetkan, serta target indikator kinerja utama (key performance indicator) periode berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) | Pencatatan data laporan keuangan, data mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE Pengembalian dan laporan capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Ketiga
Perubahan atas Keputusan Penetapan sebagai Perusahaan
KITE Pengembalian
Pasal 8
(1) | Dalam hal terdapat perubahan data dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, Perusahaan KITE Pengembalian yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian untuk diterbitkan perubahan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. | ||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan alasan perubahan dan melampirkan dokumen pendukung dalam bentuk salinan digital (soft copy). | ||||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik. | ||||||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. | ||||||||
(5) | Terhadap permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
|
||||||||
(6) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan koordinasi dengan kepala Kantor Wilayah atau KPU lain, atau dengan Kepala Kantor Pabean terdekat dalam melakukan pemeriksaan lapangan. | ||||||||
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat meminta asli dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal terdapat dokumen dalam bentuk soft copy yang kurang jelas dan/atau memerlukan penjelasan lebih lanjut. | ||||||||
(8) | Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan sesuai, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan keputusan tentang perubahan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian dan melakukan pemutakhiran data. | ||||||||
(9) | Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak sesuai, kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. | ||||||||
(10) | Persetujuan atau penolakan perubahan data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian diberikan paling lama:
|
||||||||
(11) | Dalam hal terdapat perubahan data keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang elemen data perubahannya telah disetujui oleh instansi terkait, dan elemen data tersebut tersedia dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Perusahaan KITE Pengembalian menyampaikan pemberitahuan perubahan data dimaksud kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian untuk diterbitkan keputusan perubahan. | ||||||||
(12) | Keputusan tentang perubahan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||
(13) | Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB III
IMPOR DAN/ATAU PEMASUKAN SERTA PENGOLAHAN,
PERAKITAN, DAN/ATAU PEMASANGAN, KONVERSI DAN
SUBKONTRAK
Bagian Pertama
Impor dan/atau Pemasukan
Pasal 9
(1) | Barang dan Bahan dapat diimpor dan/atau dimasukkan dari:
|
(2) | Perusahaan KITE Pengembalian melakukan impor dan/atau pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:
|
(3) | Atas impor sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Atas impor sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf b berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(6) | Atas impor sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf f berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
Pasal 10
(1) | Perusahaan KITE Pengembalian wajib membongkar dan menimbun Barang dan Bahan serta Hasil Produksi di lokasi yang tercantum dalam lampiran keputusan KITE Pengembalian. |
(2) | Perusahaan KITE Pengembalian dapat melakukan pembongkaran dan penimbunan Barang dan Bahan serta Hasil Produksi di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan secara elektronik. |
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan atau pemberitahuan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling lama:
|
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan pembongkaran dan penimbunan Barang dan Bahan dan/atau Hasil Produksi di lokasi selain yang tercantum dalam lampiran keputusan KITE Pengembalian. |
(7) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(8) | Persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembongkaran dan/atau penimbunan. |
(9) | Dalam hal lokasi pembongkaran dan/atau penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipergunakan secara tetap dan/atau berulang, Perusahaan KITE Pengembalian wajib melakukan perubahan data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. |
(10) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian membongkar dan/atau menimbun Barang dan Bahan, dan/atau Hasil Produksi selain di lokasi penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), fasilitas KITE Pengembalian dibekukan. |
(11) | Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(12) | Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(13) | Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6). sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kedua
Pengolahan, Perakitan, dan/atau Pemasangan
Barang dan Bahan, Konversi dan Subkontrak
Pasal 11
(1) | Barang dan Bahan wajib Diolah, Dirakit atau Dipasang pada barang lain untuk menghasilkan barang Hasil Produksi dengan tujuan diekspor. |
(2) | Terhadap Barang dan Bahan wajib Diolah, Dirakit atau Dipasang pada barang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pengembalian menyerahkan Konversi kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian dalam hal Konversi belum direkam dalam SKP. |
(3) | Penyerahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebelum proses produksi dimulai. |
(4) | Dalam hal terdapat perubahan Konversi atas Hasil Produksi sebelumnya, Perusahaan KITE Pengembalian harus mengajukan perubahan Konversi kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, dengan menyerahkan Konversi baru. |
(5) | Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilakukan paling lama sebelum tanggal pemberitahuan pabean ekspor. |
(6) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian menyerahkan Konversi melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau mengajukan perubahan Konversi melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), penggunaan Bahan Baku yang dimintakan pengembalian (BCL.KT 02) yang merujuk pada Konversi tersebut ditolak. |
(7) | Perubahan Konversi setelah tanggal pemberitahuan pabean ekspor dapat dilakukan dalam hal:
|
(8) | Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan dengan menambahkan kode baru Hasil Produksi dan/atau kode Barang dan Bahan setelah seri terakhir kode Hasil Produksi dan/atau kode Barang dan Bahan pada nomor Konversi yang telah ada dalam database SKP fasilitas KITE Pengembalian. |
(9) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian tidak menyampaikan Konversi, permohonan pengembalian Bea Masuk tidak diterima. |
(10) | Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini |
Pasal 12
(1) | Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) atau perubahan Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) diserahkan dengan cara:
|
(2) | Terhadap Konversi dan perubahan Konversi yang diserahkan secara daring melalui pertukaran data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, proses penerimaan dan penyampaian tanda terima loading Konversi dilakukan menggunakan SKP fasilitas KITE Pengembalian. |
(3) | Terhadap Konversi dan perubahan Konversi yang diserahkan dengan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai:
|
(4) | Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 13
(1) | Perusahaan KITE Pengembalian dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Barang dan Bahan kepada penerima subkontrak yang tercantum dalam data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. |
(2) | Perusahaan KITE Pengembalian dapat mensubkontrakkan seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena keterbatasan kapasitas produksi kepada penerima subkontrak yang tercantum dalam data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, dengan ketentuan Perusahaan KITE Pengembalian:
|
(3) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan KITE Pengembalian mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU dilampiri dengan:
|
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik. |
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis. |
(6) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditujuk melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(7) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
|
(8) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan subkontrak seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena keterbatasan kapasitas produksi. |
(9) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(10) | Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(11) | Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 14
(1) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian mensubkontrakkan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan kepada penerima subkontrak yang belum tercantum dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, Perusahaan KITE Pengembalian wajib:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan secara elektronik. |
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan atau pemberitahuan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(4) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
|
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan subkontrak kepada penerima subkontrak yang belum tercantum dalam lampiran keputusan KITE Pengembalian. |
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(7) | Persetujuan kegiatan subkontrak kepada penerima subkontrak yang belum tercantum dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya berlaku untuk 1 (satu) kali kegiatan subkontrak. |
(8) | Dalam hal subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilakukan secara tetap dan/atau berulang, Perusahaan KITE Pengembalian harus mengajukan perubahan data penerima subkontrak dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. |
(9) | Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(10) | Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(11) | Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 15
(1) | Perusahaan KITE Pengembalian dapat mensubkontrakkan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean, dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. |
(2) | Kegiatan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam hal secara teknis pekerjaan subkontrak tersebut tidak dapat dikerjakan di dalam daerah pabean atau tidak dapat memenuhi standar mutu apabila dikerjakan di dalam daerah pabean, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari perusahaan. |
(3) | Atas impor kembali hasil pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(4) | Ekspor untuk kegiatan subkontrak kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor. |
(5) | Impor kembali hasil pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai. |
Pasal 16
(1) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Perusahaan KITE Pengembalian mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU dilampiri dengan:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik. |
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis. |
(4) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditujuk melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(5) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
|
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan subkontrak kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean. |
(7) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(8) | Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(9) | Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB IV
EKSPOR
Pasal 17
(1) | Hasil Produksi yang akan dimintakan pengembalian Bea Masuk harus diekspor. |
(2) | Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan cara:
|
(3) | Atas ekspor melalui Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat digunakan sebagai dasar pengajuan permohonan pengembalian atas Barang dan Bahan dalam hal Hasil Produksi telah dikeluarkan dari Pusat Logistik Berikat ke pelabuhan muat untuk diekspor. |
(4) | Atas ekspor barang gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat digunakan sebagai dasar pengajuan permohonan pengembalian atas Barang dan Bahan dalam hal Hasil Produksi telah diekspor. |
(5) | Ekspor barang gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(6) | Diekspor dalam satu kesatuan unit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b merupakan Hasil Produksi Perusahaan KITE Pengembalian digabungkan menjadi satu kesatuan yang utuh dengan hasil produksi perusahaan lain namun masing-masing barang masih dapat dipisahkan. |
Pasal 18
(1) | Atas ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a, Perusahaan KITE Pengembalian:
|
(2) | Atas ekspor melalui Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (2) huruf b, Perusahaan KITE Pengembalian harus mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor. |
(3) | Dalam hal dokumen pemberitahuan pabean ekspor tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), atas Hasil Produksi yang diekspor dimaksud tidak dapat dimintakan pengembalian Bea Masuk. |
(4) | Ekspor sebagaimana dimaksud pada pasal 17 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor. |
BAB V
PENGEMBALIAN BEA MASUK
Bagian Pertama
Persyaratan Pengembalian Bea Masuk
Pasal 19
(1) | Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah dibayar atas Impor Bahan Baku yang hasil produksinya telah diekspor. |
(2) | Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar Bea Masuk dari Bahan Baku yang terkandung dalam Hasil Produksi yang telah diekspor. |
(3) | Pengembalian bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan diberikan sebesar bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan yang terkandung dalam Hasil Produksi yang diekspor yang dihitung secara proporsional. |
(4) | Penghitungan secara proporsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah perbandingan antara jumlah bea masuk (Most Favoured Nation) dalam Bahan Baku yang terkandung dalam Hasil Produksi dengan jumlah total bea masuk (Most Favoured Nation) dalam dokumen pemberitahuan impor dikalikan jumlah bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan dalam dokumen pemberitahuan impor. |
(5) | Pengembalian Bea Masuk dapat diberikan sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
(6) | Perusahaan KITE Pengembalian dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu ekspor dengan dilampiri bukti yang mendukung pemenuhan persyaratan perpanjangan jangka waktu ekspor KITE Pengembalian. |
(7) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disampaikan sebelum jangka waktu ekspor berakhir. |
(8) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan secara elektronik. |
(9) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis. |
(10) | Atas permohonan perpanjangan jangka waktu ekspor, kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:
|
(11) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling lama:
|
(12) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan perpanjangan jangka waktu ekspor, dengan jangka waktu paling lama sesuai ketentuan. |
(13) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(14) | Penghitungan secara proporsional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini |
(15) | Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(16) | Surat persetujuan perpanjangan jangka waktu ekspor KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (12), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(17) | Surat penolakan atas permohonan perpanjangan jangka waktu ekspor KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (13), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 20
(1) | Perusahaan KITE Pengembalian dapat mengajukan permohonan perpanjangan kembali jangka waktu ekspor KITE Pengembalian yang telah diberikan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (12), dengan dilampiri dengan bukti yang mendukung pemenuhan persyaratan perpanjangan jangka waktu ekspor KITE Pengembalian. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik. |
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal melalui kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(4) | Atas permohonan perpanjangan jangka waktu ekspor KITE Pengembalian, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:
|
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan rekomendasi kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan mengenai persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama:
|
(6) | Atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian kembali terhadap:
|
(7) | Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama:
|
(8) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan menerbitkan surat persetujuan perpanjangan jangka waktu ekspor KITE Pengembalian. |
(9) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Fasilitas Kepabeanan menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(10) | Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(11) | Surat rekomendasi mengenai perpanjangan jangka waktu ekspor KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(12) | Surat persetujuan perpanjangan kembali jangka waktu ekspor KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (8), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(13) | Surat penolakan atas permohonan perpanjangan kembali jangka waktu ekspor KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (9), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kedua
Permohonan Pengembalian Bea Masuk
Pasal 21
(1) | Untuk mendapatkan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, Perusahaan KITE Pengembalian harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, disertai laporan penggunaan Bahan Baku yang dimintakan Pengembalian (BCL.KT 02) dengan melampirkan:
|
(2) | Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan dengan cara:
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal laporan hasil penelitian realisasi ekspor. |
(4) | Ketentuan penyerahan dokumen salinan cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b tidak berlaku bagi Perusahaan KITE Pengembalian yang melakukan impor dan/atau pemasukan dan ekspor yang pemberitahuan pabeannya diajukan di Kantor Pabean yang telah menerapkan SKP. |
(5) | Laporan hasil penelitian realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 merupakan hasil rekonsiliasi terhadap dokumen pabean ekspor dan outward manifest dengan mencocokkan elemen nomor dan tanggal dokumen pabean ekspor dalam SKP; |
(6) | Dalam hal 7 (tujuh) hari setelah tanggal perkiraan ekspor hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kedapatan tidak sesuai, SKP memberitahukan ketidaksesuaian melalui notifikasi tidak rekon. |
(7) | Berdasarkan notifikasi tidak rekon, Perusahaan KITE Pengembalian menginput data PEB pada SKP dan menyerahkan atau mengunggah dokumen:
|
(8) | Perusahaan KITE Pengembalian wajib mengunggah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dalam SKP atau menyerahkan ke Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal notifikasi tidak rekon. |
(9) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian atas dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya dokumen dengan lengkap dan sesuai dalam SKP. |
(10) | Ketentuan penyerahan salinan cetak bukti realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku dalam hal data telah tersedia pada SKP. |
(11) | Penyampaian permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terpenuhi dalam hal telah diterima dalam SKP dengan mendapatkan register. |
(12) | Surat permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(13) | Laporan penggunaan Bahan Baku yang dimintakan pengembalian (BCL.KT 02) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh fonnat sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(14) | Laporan Hasil Penelitian Realisasi Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan Tata cara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 22
(1) | Atas permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian:
|
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kedapatan sesuai, atas permohonan pengembalian yang disampaikan diberikan register. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kedapatan tidak sesuai, permohonan pengembalian yang disampaikan diserahkan kembali kepada pemohon. |
(4) | Terhadap permohonan pengembalian yang telah mendapatkan register, kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1). |
(5) | Dalam hal perusahaan belum menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menyampaikan pemberitahuan kepada perusahaan. |
(6) | Perusahaan wajib menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(7) | Dalam hal perusahaan tidak menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6), permohonan pengembalian ditolak. |
(8) | Dalam hal perusahaan telah menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:
|
(9) | Untuk melakukan penelitian terhadap kebenaran transaksi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menggunakan data:
|
(10) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (8) dapat dilakukan dengan menggunakan SKP. |
(11) | Dalam hal penelitian terhadap laporan penggunaan Bahan Baku yang dimintakan Pengembalian (BCL.KT 02) terdapat:
|
(12) | Dalam hal hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) membuktikan adanya kesalahan yang tidak signifikan, seperti kesalahan pengetikan atau sejenisnya, Perusahaan KITE Pengembalian dapat melakukan pengajuan perbaikan permohonan pengembalian. |
(13) | Pengajuan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) harus diajukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan. |
(14) | Dalam hal pengajuan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (13), penelitian dilakukan berdasarkan data permohonan KITE Pengembalian yang dimintakan konfirmasi. |
(15) | Pemberitahuan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(16) | Pemberitahuan ketidaklengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 23
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan pengembalian berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam pasal 22. |
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk harus memberikan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(3) | Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(4) | Dalam hal hasil penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui seluruhnya, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagai dasar penerbitan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk. |
(5) | Dalam hal hasil penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui sebagian, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dengan nilai sebesar permohonan Pengembalian yang disetujui sebagai dasar penerbitan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM). |
(6) | Dalam hal hasil penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak seluruhnya, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(7) | Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 24
(1) | Lembar asli Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4) dan (5) disampaikan kepada Perusahaan KITE Pengembalian dan dibuat salinannya dengan peruntukan:
|
(2) | Penyampaian salinan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan melalui Kantor Pabean atau KPU tempat pemenuhan kewajiban pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c untuk diajukan secara bersama pada saat pengajuanSurat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM). |
(3) | Berdasarkan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4) dan (5), Perusahaan KITE Pengembalian mengajukan permohonan pembayaran pengembalian Bea Masuk ke Kantor Pabean atau KPU tempat pemenuhan kewajiban pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. |
(4) | Berdasarkan permohonan Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Kantor Pabean atau kepala KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan pengujian atas salinan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM). |
(5) | Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah sesuai, kepala Kantor Pabean atau kepala KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan pembayaran Pengembalian Bea Masuk diterima secara lengkap. |
(6) | Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat ketidaksesuaian, kepala Kantor Pabean atau KPU melakukan konfirmasi kepada kepala Kantor Wilayah atau kepala KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagal Perusahaan KITE Pengembalian paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan pembayaran pengembalian Bea Masuk diterima secara lengkap. |
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian menyampaikan jawaban atas konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak konfirmasi diterima. |
(8) | Dalam hal jawaban atas konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menyatakan sesuai, kepala Kantor Pabean atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak jawaban konfirmasi diterima. |
(9) | Dalam hal jawaban atas konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menyatakan tidak sesuai, kepala Kantor Pabean atau KPU menerbitkan surat pemberitahuan penolakan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak jawaban konfirmasi diterima. |
(10) | Berdasarkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sebagaimana dimaksud ayat (5) atau ayat (8), kepala Kantor Pabean atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal Surat Permintaan Pembayaran (SPP) diterbitkan. |
(11) | Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM) sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diterbitkan dalam 5 (lima) rangkap dengan peruntukan:
|
(12) | Lembar ke-1 dan ke-2 Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM) sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf a disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara secara langsung oleh petugas yang ditunjuk, paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM) diterbitkan. |
(13) | Berdasarkan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) berdasarkan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 25
(1) | Penandatangan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM) tidak boleh dirangkap oleh 1 (satu) orang Pejabat Bea dan Cukai. |
(2) | Spesimen tanda tangan Pejabat Bea dan Cukai penandatangan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM) disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setiap tahun atau setiap terdapat perubahan Pejabat Bea dan Cukai yang menandatangani Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dan/atau Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM). |
Bagian Ketiga
Kelebihan Pembayaran Pengembalian Bea Masuk
Pasal 26
(1) | Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran pengembalian Bea Masuk, Perusahaan KITE Pengembalian wajib mengembalikan kelebihan pembayaran pengembalian Bea Masuk. |
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan kewajiban Perusahaan KITE Pengembalian mengembalikan kelebihan pembayaran pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Bagian Keempat
Kekurangan Pembayaran Pengembalian Bea Masuk
Pasal 27
Dalam hal terdapat kekurangan pembayaran pengembalian Bea Masuk, Perusahaan KITE Pengembalian dapat mengajukan permohonan atas kekurangan pembayaran pengembalian Bea Masuk.
BAB VI
MONITORING, EVALUASI, DAN AUDIT
Bagian Pertama
Monitoring dan Evaluasi
Pasal 28
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring terhadap pemberian fasilitas KITE Pengembalian. |
(2) | Kegiatan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan kegiatan pelayanan dan pengawasan terhadap perusahaan penerima fasilitas KITE Pengembalian. |
(3) | Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(4) | Tata cara monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal mengenai pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi terhadap perusahaan penerima fasilitas kepabeanan. |
Pasal 29
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan evaluasi terhadap pemberian fasilitas KITE Pengembalian secara periodik paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. |
(2) | Dalam rangka evaluasi kebijakan fasilitas KITE Pengembalian, Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan evaluasi terhadap pemberian fasilitas KITE Pengembalian. |
(3) | Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayal (1) dan ayat (2):
|
(4) | Tata cara evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal mengenai pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi terhadap perusahaan penerima fasilitas kepabeanan. |
Bagian Kedua
Audit Kepabeanan
Pasal 30
(1) | Dalam rangka menguji kepatuhan Perusahaan KITE Pengembalian atas ketentuan penggunaan fasilitas KITE Pengembalian, dapat dilakukan audit kepabeanan. |
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat kelebihan pembayaran pengembalian Bea Masuk, Perusahaan KITE Pengembalian wajib mengembalikan kelebihan pembayaran pengembalian Bea Masuk. |
(3) | Hasil audit kepabeanan disampaikan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. |
(4) | Audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai audit kepabeanan. |
BAB VII
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN
Bagian Pertama
Pembekuan
Pasal 31
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan pembekuan terhadap fasilitas KITE Pengembalian dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian:
|
(2) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian memenuhi kriteria pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat pembekuan fasilitas KITE Pengembalian. |
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SKP. |
(4) | Dalam hal fasilitas KITE Pengembalian dibekukan, Perusahaan KITE Pengembalian tidak dapat mengajukan permohonan pengembalian Bea Masuk. |
(5) | Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan hak Perusahaan KITE Pengembalian untuk melakukan kegiatan kepabeanan lain. |
(6) | Surat pembekuan fasilitas KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 32
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberlakukan kembali fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b, dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian telah mengajukan permohonan perubahan data secara lengkap, dan telah diberikan persetujuan oleh kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberlakukan kembali fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf f, dapat diberlakukan kembali setelah waktu pembekuan berakhir. |
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberlakukan kembali fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a, dan huruf g sampai dengan huruf k, dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian:
|
(4) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE Pengembalian. |
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam SKP. |
(6) | Surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kedua
Pencabutan
Pasal 33
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan pencabutan fasilitas KITE Pengembalian dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian:
|
(2) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian memenuhi kriteria pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan keputusan pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. |
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman keputusan pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SKP. |
(4) | Dalam rangka pencabutan fasilitas KITE Pengembalian, terhadap Perusahaan KITE Pengembalian dapat terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sederhana oleh kepala Kantor Wilayah atau KPU atau dilakukan audit kepabeanan. |
(5) | Dalam hal fasilitas KITE Pengembalian dicabut, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(6) | Dalam hal fasilitas KITE Pengembalian dicabut, badan usaha wajib melunasi seluruh pungutan negara untuk impor yang terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan. |
(7) | Keputusan pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VIII
PERUBAHAN STATUS MENJADI PENGUSAHA KAWASAN
BERIKAT ATAU PENGUSAHA DI KAWASAN BERIKAT
Pasal 34
(1) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian akan berubah status menjadi pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat, Perusahaan KITE Pengembalian mengajukan permohonan izin Kawasan Berikat kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(2) | Dalam hal permohonan izin Kawasan Berikat disetujui kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian membekukan fasilitas KITE Pengembalian yang diberikan. |
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SKP. |
(4) | Perusahaan KITE Pengembalian dapat mengajukan permohonan penetapan Barang dan Bahan asal fasilitas KITE Pengembalian menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. |
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan sebelum kegiatan operasional Kawasan Berikat dimulai. |
(6) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik. |
(7) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(8) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menindaklanjuti permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 3 (tiga) haid kerja sejak tanggal surat permohonan diterima dengan melakukan pencacahan terhadap Barang dan Bahan asal fasilitas KITE Pengembalian. |
(9) | Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat. |
(10) | Hasil pencacahan dituangkan dalam berita acara pencacahan, dengan menyebutkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan asal Barang dan Bahan. |
(11) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat keputusan tentang penetapan Barang dan Bahan yang menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat, berdasarkan berita acara pencacahan, paling lama:
|
(12) | Atas Barang dan Bahan asal fasilitas KITE Pengembalian yang telah ditetapkan sebagai saldo awal persediaan Kawasan Berikat, diperlakukan sebagai barang asal tempat lain dalam daerah pabean, dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kawasan Berikat. |
(13) | Atas Barang dan Bahan yang telah diekspor sampai dengan penetapan saldo awal persediaan Kawasan Berikat, Perusahaan KITE Pengembalian dapat mengajukan permohonan pengembalian Bea Masuk. |
(14) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan keputusan pencabutan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian dalam hal permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (10) telah mendapatkan putusan. |
(15) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman keputusan pencabutan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (14) dalam SKP. |
(16) | Realisasi ekspor yang telah dilakukan oleh Perusahaan KITE Pengembalian dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan Hasil Produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean. |
BAB IX
IMPOR KEMBALI HASIL PRODUKSI
Bagian Pertama
Impor Kembali Hasil Produksi
Pasal 35
(1) | Hasil Produksi yang telah diekspor dapat diimpor kembali karena alasan tertentu, dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. |
(2) | Alasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
|
(3) | Hasil Produksi yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diekspor kembali dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan pabean impor kembali dan dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 3 (tiga) bulan dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. |
(4) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan kegiatan monitoring atas realisasi ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
Pasal 36
(1) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), Perusahaan KITE Pengembalian mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, dengan menyebutkan alasan disertai bukti pendukung. |
(2) | Bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa:
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik. |
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap permohonan dan bukti pendukung yang disampaikan. |
(6) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama:
|
(7) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan impor kembali dengan pembebasan dari kewajiban pembayaran Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor. |
(8) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan. |
(9) | Dalam hal permohonan impor kembali atas Hasil Produksi yang belum diajukan permohonan pengembalian Bea Masuk disetujui, waktu permohonan pengembalian Bea Masuk diperpanjang paling lama sampai dengan berakhirnya batas waktu ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) ditambah 60 (enam puluh) hari. |
(10) | Surat persetujuan impor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(11) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 37
(1) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian telah mendapatkan pengembalian Bea Masuk, Perusahaan KITE Pengembalian:
|
(2) | Dalam hal permohonan pengembalian Bea Masuk belum diajukan, terhadap Hasil Produksi yang akan dilakukan impor, Perusahaan KITE Pengembalian:
|
(3) | Tata cara impor kembali mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai. |
Bagian Kedua
Ekspor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali
Pasal 38
(1) | Perusahaan KITE Pengembalian pada saat pelaksanaan ekspor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali:
|
(2) | Tata cara ekspor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor. |
Bagian Ketiga
Laporan Realisasi Ekspor Kembali
Pasal 39
(1) | Perusahaan KITE Pengembalian wajib menyampaikan laporan realisasi atas ekspor kembali Hasil Produksi yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya batas waktu ekspor kembali berakhir dan disertai dokumen pendukung. |
(2) | Bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap laporan realisasi ekspor kembali dan bukti pendukung yang disampaikan. |
(4) | Laporan realisasi ekspor disetujui dalam hal berdasarkan hasil penelitian dapat dibuktikan bahwa barang yang diimpor kembali telah diekspor kembali sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (3). |
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak laporan realisasi ekspor diterima secara lengkap. |
(6) | Laporan realisasi ekspor disetujui dalam hal dapat dibuktikan barang yang diekspor kembali merupakan Hasil Produksi yang diimpor kembali. |
(7) | Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
|
(8) | Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
|
(9) | Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
|
(10) | Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
|
(11) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian tidak melakukan ekspor kembali sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) atau tidak menyampaikan laporan realisasi ekspor sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(12) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b dan ayat (11) huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
(13) | Pajak dalam rangka impor berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b dan ayat (11) huruf a tidak dapat dikreditkan. |
(14) | Laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktorat Jenderal ini. |
(15) | Surat persetujuan atas laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(16) | Surat penolakan atas laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XL yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 40
(1) | Terhadap Hasil Produksi yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 yang belum diajukan permohonan pengembalian Bea Masuk, Perusahaan KITE Pengembalian dapat mengajukan permohonan pengembalian Bea Masuk dimaksud dengan ketentuan:
|
(2) | Permohonan pengembalian Bea Masuk diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dengan melampirkan dokumen pendukung tambahan berupa:
|
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam melakukan penelitian atas permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan putusan atas hasil penelitian laporan realisasi ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39. |
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 41
(1) | Tata cara impor Barang dan Bahan berupa barang kena cukai, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cukai. |
(2) | Tata cara ekspor Hasil Produksi yang dikenakan Bea Keluar, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan Bea Keluar. |
Pasal 42
(1) | Sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Pelaksanaan pemberian akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan mengenai pengawasan bersama antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan Direktorat Jenderal Pajak terhadap perusahaan penerima fasilitas kepabeanan. |
Pasal 43
(1) | Perusahaan KITE Pengembalian, dapat memanfaatkan fasilitas Kawasan Berikat, sepanjang lokasi pabrik yang ditetapkan sebagai Kawasan Berikat berbeda dengan lokasi pabrik yang memperoleh fasilitas KITE Pengembalian. |
(2) | Lokasi yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipisahkan oleh batas yang permanen. |
Pasal 44
(1) | Kegiatan pelayanan fasilitas KITE Pengembalian dilakukan menggunakan SKP. |
(2) | Dalam hal SKP belum tersedia atau tidak berfungsi, pelayanan fasilitas KITE Pengembalian dilakukan secara manual. |
Pasal 45
(1) | Pelayanan pemberian fasilitas KITE Pengembalian dilakukan oleh Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha Perusahaan KITE Pengembalian. |
(2) | Badan usaha yang berlokasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Cikarang, Karawang, Purwakarta dan Sukabumi dapat dilayani pemberian fasilitas KITE Pengembalian di Kantor Wilayah DJBC Jakarta. |
(3) | Kepala Kantor Wilayah DJBC Jakarta menyampaikan tembusan keputusan penetapan sebagai penerima fasilitas KITE Pengembalian kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau kegiatan usaha Perusahaan KITE Pengembalian yang berlokasi di luar wilayah pengawasan Kantor Wilayah DJBC Jakarta. |
(4) | Pengawasan terhadap Perusahaan KITE Pengembalian dilakukan oleh:
|
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 46
Permohonan pengembalian Bea Masuk yang disampaikan sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, atas dokumen pemberitahuan pabean ekspor yang belum diterbitkan Laporan Pemeriksaan Ekspor (LPE), dapat dilampiri dengan laporan hasil penelitian realisasi ekspor.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
Pasal 48
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal 18 Februari 2019.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggai 13 Februari 2019
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
-ttd-
HERU PAMBUDI