Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-25/BC/2022

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 25/BC/2022

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DI BIDANG
KEPABEANAN DAN CUKAI

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan di bidang kepabeanan dan cukai telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-15/BC/2017 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
  2. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.04/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2017 tentang Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai, perlu mengatur kembali tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan di bidang kepabeanan dan cukai;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2017 tentang Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai, perlu menetapkan kembali Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2017 Tentang Keberatan Di Bidang Kepabeanan dan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 570) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.04/2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2017 tentang Keberatan Di Bidang Kepabeanan dan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 901);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
  1. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  2. Kantor Pusat adalah kantor pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  3. Kantor Wilayah adalah kantor wilayah dan kantor wilayah khusus pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  4. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat dengan KPUBC adalah kantor pelayanan utama pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  5. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat dengan KPPBC adalah kantor pengawasan dan pelayanan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  6. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Bea dan Cukai adalah KPUBC atau KPPBC.
  7. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  8. Direktur adalah Direktur yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan penelitian atas keberatan terhadap penetapan di bidang kepabeanan, cukai dan penetapan lain pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  9. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
  10. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
  11. Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web.
  12. Pemohon adalah Orang yang mengajukan permohonan keberatan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.
  13. Penyelenggara Pos adalah badan usaha yang menyelenggarakan pos.
  14. Barang Kiriman adalah barang yang dikirim melalui Penyelenggara Pos sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pos.

Pasal 2

(1) Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atas penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai mengenai:
  1. tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor;
  2. selain tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk;
  3. pengenaan sanksi administrasi berupa denda; atau
  4. pengenaan bea keluar.
(2) Penetapan yang dapat diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan penetapan di bidang kepabeanan antara lain berupa:
  1. Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP);
  2. Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP); atau
  3. Surat Penetapan Pabean (SPP).
(3) Penetapan yang dapat diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan penetapan di bidang kepabeanan antara lain berupa:
  1. Surat Penetapan Pabean (SPP); atau
  2. Surat Penetapan Barang Larangan dan Pembatasan (SPBL).
(4) Penetapan yang dapat diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berupa Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA).
(5) Penetapan yang dapat diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK).

Pasal 3

(1) Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atas penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang mengakibatkan:
  1. kekurangan cukai; dan/atau
  2. pengenaan sanksi administrasi berupa denda.
(2) Penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang mengakibatkan kekurangan cukai dan/atau pengenaan sanksi administrasi berupa denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa surat tagihan di bidang cukai (STCK-1).

Pasal 4

Terhadap 1 (satu) penetapan hanya dapat diajukan 1 (satu) kali keberatan dalam 1 (satu) pengajuan surat keberatan.


BAB II
PENGAJUAN KEBERATAN

Bagian Kesatu
Persyaratan dan Pengajuan Keberatan 

Pasal 5

(1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) harus diajukan kepada Direktur Jenderal secara tertulis yang disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan dengan menggunakan surat keberatan sesuai dengan contoh format yang tercantum dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai keberatan di bidang kepabeanan dan cukai.
(3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan standar Waktu Indonesia Barat.
(4) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b. diajukan oleh Orang yang berhak, yaitu:
  1. orang perseorangan; atau
  2. orang yang namanya tercantum dalam akta perusahaan atau surat pernyataan pendirian/dokumen pendirian, dalam hal diajukan oleh badan hukum;
c. dilampiri bukti penerimaan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar; dan
d. dilampiri salinan penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang diajukan keberatan.
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai dengan alasan dan dilampiri dengan data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan.
(6) Dalam hal penanganan keberatan dilakukan oleh bukan Orang yang berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, pengajuan keberatan dilampiri surat kuasa khusus.
(7) Dalam hal terdapat kendala pada saat pengajuan keberatan secara elektronik, Orang dapat menghubungi Kantor Bea dan Cukai untuk memperoleh asistensi.
(8) Kantor Bea dan Cukai yang dihubungi oleh Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus memberikan asistensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


 

Pasal 6

(1) Terhadap pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan penelitian oleh sistem dalam Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penelitian terhadap pemenuhan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4).
(3) Dalam hal hasil penelitian kelengkapan peryaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan: 
  1. lengkap, diterbitkan tanda terima permohonan keberatan; atau
  2. tidak lengkap, permohonan keberatan dikembalikan.
(4) Tanda terima permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a atau pengembalian permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diterbitkan oleh Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan disampaikan secara real time tanpa tanda tangan dengan menggunakan kode atau simbol unik kepada Pemohon.
(5) Tanda terima permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a atau pengembalian permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diterbitkan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 7

(1) Orang dapat melakukan perbaikan atas permohonan keberatan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b.
(2) Permohonan keberatan yang diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kembali sebelum jangka waktu pengajuan permohonan keberatan terlampaui.
(3) Dalam hal Orang melakukan perbaikan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanggal pengajuan permohonan keberatan yakni pada saat dilakukan penyampaian kembali sesuai tanggal tanda terima permohonan keberatan.

Pasal 8

(1) Dalam hal terdapat gangguan operasional sehingga Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan, keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) diajukan secara manual dalam bentuk tulisan melalui Kantor Bea dan Cukai terdekat.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan dengan menggunakan surat keberatan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai keberatan di bidang kepabeanan dan cukai.
(3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b. ditandatangani oleh Orang yang berhak, yaitu:
  1. orang perseorangan; atau
  2. orang yang namanya tercantum dalam akta perusahaan atau surat pernyataan pendirian/dokumen pendirian, dalam hal diajukan oleh badan hukum;
c. dilampiri bukti penerimaan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar;
d. dilampiri salinan cetak penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang diajukan keberatan; dan
e. dilampiri surat kuasa khusus, dalam hal ditandatangani oleh bukan Orang yang berhak sebagaimana dimaksud pada huruf b.
(4) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai dengan alasan dan dilampiri dengan data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan.
(5) Orang yang berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dibuktikan dengan:
  1. salinan cetak bukti identitias diri berupa Kartu Tanda Penduduk atau Paspor, dalam hal keberatan diajukan oleh orang perseorangan; atau
  2. salinan cetak akta perusahaan atau pernyataan pendirian dan perubahannya/dokumen pendirian, dalam hal keberatan diajukan oleh badan hukum.
(6) Keberatan yang diajukan secara manual melalui Kantor Bea dan Cukai terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai jam dan hari kerja di lingkungan Kementerian Keuangan.

Pasal 9

(1) Dalam hal terdapat gangguan operasional yang menyebabkan Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), penelitian kelengkapan pengajuan permohonan keberatan dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pemenuhan kelengkapan persyaratan pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3).
(3) Penelitian kelengkapan pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi formulir penelitian kelengkapan berkas permohonan keberatan.
(4) Dalam hal hasil penelitian kelengkapan persyaratan pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan:
  1. lengkap, permohonan keberatan diterima dan diberikan tanda terima permohonan keberatan; atau
  2. tidak lengkap, permohonan keberatan dikembalikan kepada Orang atau kuasanya.
(5) Permohonan keberatan yang dinyatakan tidak lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dikembalikan pada hari yang sama kepada Orang atau kuasanya.
(6) Dalam hal permohonan keberatan dikembalikan kepada Orang atau kuasanya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, keberatan dianggap belum pernah diajukan.
(7) Orang dapat melakukan perbaikan atas permohonan keberatan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b. 
(8) Permohonan keberatan yang diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus disampaikan kembali sebelum jangka waktu pengajuan permohonan keberatan terlampaui.
(9) Dalam hal Orang melakukan perbaikan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), tanggal pengajuan permohonan keberatan yakni pada saat dilakukan penyampaian kembali sesuai tanggal tanda terima permohonan keberatan.
(10) Dalam hal permohonan keberatan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, formulir penelitian kelengkapan berkas permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan Orang atau kuasanya, berlaku sebagai tanda terima permohonan keberatan.
(11) Atas hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Pejabat Bea dan Cukai memberikan penjelasan kepada Orang atau kuasanya mengenai kesimpulan dan tindak lanjut penelitian kelengkapan persyaratan pengajuan keberatan.
(12) Formulir penelitian kelengkapan berkas permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 10

(1) Terhadap pengajuan keberatan yang disampaikan secara manual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan perekaman data pengajuan keberatan dalam Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Pejabat Bea dan Cukai harus melakukan perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah beroperasi.

Bagian Kedua
Jaminan atas Keberatan di Bidang Kepabeanan

Pasal 11

(1) Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar.
(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak harus diserahkan dan bukti penerimaan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) huruf c dan Pasal 8 ayat
(3) huruf c tidak harus dilampirkan dalam hal:
  1. barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean;
  2. tagihan telah dilunasi; atau
  3. penetapan Pejabat Bea dan Cukai tidak menimbulkan kekurangan pembayaran. 

Pasal 12

(1) Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) menggunakan bentuk jaminan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai.
(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki masa penjaminan paling singkat selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima pengajuan keberatan dan memiliki masa pengajuan klaim jaminan selama 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu jaminan.
(3) Dalam hal Orang mengajukan keberatan terhadap penetapan Pejabat Bea dan Cukai berupa Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b atas impor Barang Kiriman, jaminan dalam rangka keberatan dapat menggunakan jaminan yang diserahkan oleh Penyelenggara Pos.
(4) Dalam hal Orang bermaksud untuk mengajukan keberatan dengan menggunakan jaminan yang diserahkan oleh Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pengajuan permohonan keberatan dilakukan oleh Penyelenggara Pos atas nama Orang berdasarkan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) atau Pasal 8 ayat (3) huruf e.

Pasal 13

(1) Orang menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian jaminan pada Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi penagihan sebelum surat keberatan diajukan.
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan bukti penerimaan jaminan kepada Orang atas jaminan yang diserahkan.
(3) Terhadap 1 (satu) bukti penerimaan jaminan sebagaimana dimaksud ayat (2), hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) surat keberatan.
(4) Bukti penerimaan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai.
(5) Hal-hal terkait jaminan atas keberatan di bidang kepabeanan yang tidak diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini mengikuti Peraturan Menteri yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai.

Pasal 14

(1) Dalam hal tagihan telah dilunasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b, Orang melampirkan bukti penerimaan negara dalam surat keberatannya.
(2) Terhadap bukti penerimaan negara yang dilampirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sistem pada Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan verifikasi kesesuaian bukti penerimaan negara yang dilampirkan dengan data penerimaan negara.
(3) Dalam hal terdapat gangguan operasional, verifikasi kesesuaian bukti penerimaan negara yang dilampirkan oleh Pemohon dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.

Pasal 15

(1) Barang impor yang belum dikeluarkan dari kawasan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a, harus memenuhi ketentuan:
  1. masih berada di kawasan pabean;
  2. belum diterbitkan persetujuan pengeluaran barang oleh Pejabat Bea dan Cukai;
  3. hanya digunakan untuk pengajuan keberatan atas penetapan Pejabat Bea dan Cukai terhadap importasi barang tersebut; dan
  4. bukan merupakan barang yang bersifat peka waktu, tidak tahan lama, merusak, dan/atau berbahaya.
(2) Dalam hal pengajuan keberatan dengan tidak disertai kewajiban untuk menyerahkan jaminan karena barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a, Orang harus membuat surat pernyataan yang berisi:
  1. barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dikeluarkan dari kawasan pabean;
  2. barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan keberatan yang diajukan; dan
  3. Orang menanggung seluruh risiko dan biaya yang timbul selama masa penimbunan.
(3) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diserahkan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai tempat barang di timbun sebelum permohonan keberatan diajukan untuk dilakukan validasi.
(4) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai keberatan di bidang kepabeanan dan cukai.

Pasal 16

(1) Terhadap barang impor yang belum dikeluarkan dari kawasan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a, Kepala Kantor Bea dan Cukai tempat barang di timbun menugaskan Pejabat Bea dan Cukai yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengawasan:
  1. melakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1);
  2. menuangkan hasil pemeriksaan pada lembar validasi Kantor Bea dan Cukai yang tertera pada halaman kedua surat pernyataan;
  3. menyerahkan surat pernyataan yang telah diperiksa dan ditandatangani kepada Orang; dan
  4. melakukan penyegelan terhadap barang impor tersebut. 
(2) Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan tidak berdasarkan surat perintah.
(3) Pejabat Bea dan Cukai yang ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), membubuhkan tanda tangan pada setiap pelekatan atau pemasangan segel.
(4) Segel pada barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilepas dalam hal:
  1. tagihan telah dilunasi; atau
  2. keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan mengakibatkan hapusnya tagihan yang diajukan keberatan.
(5) Terhadap penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan pelepasan segel sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan pencatatan dalam catatan penyegelan barang impor.
(6) Hal-hal terkait segel dan penyegelan yang tidak diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini mengikuti ketentuan mengenai bentuk, warna, ukuran segel dan tanda pengaman bea dan cukai dan tata cara penyegelan.

Bagian Ketiga
Jaminan Atas Keberatan di Bidang Cukai

Pasal 17

Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus menyerahkan jaminan sebesar kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan.


Pasal 18

(1) Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) menggunakan jaminan berupa:
  1. jaminan tunai;
  2. jaminan bank; atau
  3. jaminan dari perusahaan asuransi berupa Excise Bond;
(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki masa penjaminan paling singkat selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima pengajuan keberatan dan memiliki masa pengajuan klaim jaminan selama 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu jaminan.

Pasal 19

(1) Orang menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian jaminan pada Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi penagihan sebelum surat keberatan disampaikan.
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan bukti penerimaan jaminan kepada Orang atas jaminan yang diserahkan.
(3) Terhadap 1 (satu) bukti penerimaan jaminan sebagaimana dimaksud ayat (2), hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) surat keberatan.
(4) Bukti penerimaan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai.
(5) Hal-hal terkait jaminan atas keberatan di bidang cukai yang tidak diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini mengikuti Peraturan Menteri yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai.

Bagian Keempat
Jangka Waktu Pengajuan Keberatan

Pasal 20

(1) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penetapan.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat tagihan di bidang cukai (STCK-1).
(3) Apabila keberatan tidak diajukan dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) hak Orang untuk mengajukan keberatan menjadi gugur dan penetapan Pejabat Bea dan Cukai dianggap diterima.
(4) Tanggal diterimanya surat tagihan di bidang cukai (STCK-1) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yakni:
  1. tanggal stempel pos pengiriman, faksimile, atau media antar lainnya; atau
  2. dalam hal dikirimkan secara langsung, tanggal pada saat surat tagihan diterima secara langsung.
(5) Dalam hal surat tagihan yang sama dikirimkan lebih dari 1 (satu) kali, tanggal diterimanya surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yakni tanggal yang terjadi lebih dahulu antara:
  1. tanggal stempel pos pengiriman, faksimile, atau media antar lainnya; atau
  2. tanggal pada saat surat tagihan diterima secara langsung, dalam hal dikirimkan secara langsung.
(6) Dalam hal terdapat gangguan operasional berlaku ketentuan:
  1. pengajuan keberatan dilakukan pada saat hari dan jam kerja di lingkungan Kementerian Keuangan; dan
  2. apabila jatuh tempo pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) jatuh pada hari libur, pengajuan keberatan dilakukan pada hari dan jam kerja berikutnya untuk kantor yang tidak ditetapkan sebagai kantor 24/7.

Bagian Kelima
Permintaan Penjelasan Dasar Penetapan 

Pasal 21

(1) Sebelum mengajukan keberatan, Orang yang dikenakan penetapan Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta penjelasan secara tertulis mengenai hal yang menjadi dasar penetapan Pejabat Bea dan Cukai kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang menerbitkan penetapan.
(2) Permintaan penjelasan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam jangka waktu:
  1. paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat penetapan, untuk maksud pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);
  2. paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat tagihan, untuk maksud pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(3) Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk memberikan penjelasan secara tertulis mengenai dasar penetapan dalam jangka waktu:
  1. paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a; atau
  2. paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(4) Dalam hal permintaan penjelasan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk tidak memberikan penjelasan secara tertulis.
(5) Permintaan penjelasan oleh Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberian penjelasan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak mempengaruhi jangka waktu pengajuan permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

BAB III
PENCABUTAN PENGAJUAN KEBERATAN

Pasal 22

(1) Direktur Jenderal menerima permohonan pencabutan pengajuan keberatan yang disampaikan secara elektronik oleh Orang melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sepanjang belum ada keputusan atas keberatan yang diajukan pencabutan.
(2) Atas permohonan pencabutan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal memeriksa pemenuhan persyaratan sebagai berikut:
  1. format surat permohonan pencabutan pengajuan keberatan;
  2. pengajuan oleh Orang yang berhak; dan 
  3. pelunasan bea masuk, bea keluar, cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan penetapan yang diajukan keberatan ditambah bunga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal terdapat gangguan operasional, Direktur Jenderal melalui Kantor Bea dan Cukai tempat keberatan diajukan, menerima permohonan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan secara manual oleh Orang yang berhak.
(4) Pejabat Bea dan Cukai yang menerima permohonan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memeriksa lampiran dokumen berupa:
  1. salinan cetak surat keberatan;
  2. salinan cetak tanda terima pengajuan keberatan;
  3. bukti pelunasan bea masuk, bea keluar, cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan penetapan yang diajukan keberatan ditambah bunga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  4. surat kuasa khusus, dalam hal diajukan oleh bukan Orang yang berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(5) Dalam hal permohonan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah lengkap, Pejabat Bea dan Cukai melakukan perekaman data melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(6) Pejabat Bea dan Cukai melakukan perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 2 (dua) hari sejak Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah beroperasi.


Pasal 23

(1) Terhadap permohonan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) atau Pasal 22 ayat (3), Direktur Jenderal:
  1. menyetujui dengan menerbitkan surat persetujuan; atau
  2. menolak dengan menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasan penolakan.
(2) Surat persetujuan atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan oleh Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan disampaikan secara real time tanpa tanda tangan dan menggunakan kode atau simbol unik kepada Pemohon.
(3) Surat persetujuan atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Dalam hal tidak diterbitkan surat persetujuan atau surat penolakan sampai dengan diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan yang dimohonkan untuk dicabut, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan tersebut dianggap sebagai penolakan permohonan pencabutan pengajuan keberatan.
  

Pasal 24

(1) Dalam hal permohonan pencabutan pengajuan keberatan disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal tidak dapat menerima pengajuan kembali permohonan keberatan atas penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang telah dicabut keberatannya.
(2) Terhadap persetujuan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal menindaklanjuti dengan:
  1. mengembalikan jaminan yang diserahkan, dalam hal pada saat pengajuan keberatan Pemohon menyerahkan jaminan;
  2. mendefinitifkan pelunasan menjadi penerimaan negara, dalam hal pada saat pengajuan keberatan Pemohon menyerahkan bukti pelunasan; dan/atau
  3. mengeluarkan barang impor dari kawasan pabean setelah Pemohon memenuhi ketentuan larangan atau pembatasan.
(3) Dalam hal permohonan pencabutan pengajuan keberatan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b, Direktur Jenderal tetap melanjutkan penyelesaian keberatan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal.

BAB IV
PELIMPAHAN KEWENANGAN

Pasal 25

Direktur Jenderal memberi wewenang kepada:
a. Direktur untuk dan atas nama Direktur Jenderal membuat dan menandatangani Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan dan/atau surat persetujuan atau penolakan pencabutan pengajuan keberatan, dalam hal keberatan diajukan terhadap:
  1. penetapan Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pusat;
  2. penetapan Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Wilayah; atau
  3. penetapan Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Bea dan Cukai sebagai tindak lanjut laporan hasil audit di bidang cukai;
b. Kepala Kantor Wilayah untuk dan atas nama Direktur Jenderal membuat dan menandatangani Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan dan/atau surat persetujuan atau penolakan pencabutan pengajuan keberatan, dalam hal keberatan diajukan terhadap penetapan Pejabat Bea dan Cukai di KPPBC selain tindak lanjut laporan hasil audit di bidang cukai dan Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) atas impor selain Barang Kiriman ;
c. Kepala KPUBC untuk dan atas nama Direktur Jenderal membuat dan menandatangani Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan dan/atau surat persetujuan atau penolakan pencabutan pengajuan keberatan, dalam hal keberatan diajukan terhadap penetapan Pejabat Bea dan Cukai di KPUBC selain tindak lanjut laporan hasil audit di bidang cukai dan Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) atas impor selain Barang Kiriman;
d. Kepala KPPBC untuk dan atas nama Direktur Jenderal membuat dan menandatangani Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan atau surat persetujuan atau penolakan pencabutan pengajuan keberatan, dalam hal keberatan diajukan terhadap Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP) atas impor Barang Kiriman.

BAB V
PENELITIAN KEBERATAN

Pasal 26

Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC, atau Kepala KPPBC melakukan penelitian terhadap formal pengajuan keberatan yang meliputi:
a. jangka waktu pengajuan permohonan keberatan;
b. Orang yang berhak mengajukan surat keberatan.
c. kesesuaian dan kebenaran surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, jaminan, atau bukti penerimaan negara;
d. kesesuaian penetapan yang dilampirkan dengan yang diajukan keberatan; dan.
e. kesesuaian kriteria kelengkapan persyaratan pengajuan keberatan.

Pasal 27

(1) Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC, atau Kepala KPPBC melakukan penelitian terhadap material pengajuan keberatan meliputi:
  1. alasan keberatan;
  2. kronologi penetapan;
  3. alasan penetapan;
  4. metode dan prosedur penetapan Pejabat Bea dan Cukai;
  5. dasar penetapan;
  6. perhitungan jumlah tagihan;
  7. penjelasan, bukti, dan/atau data pendukung; dan/atau
  8. ketentuan hukum yang terkait dengan penetapan atau materi keberatan.


Pasal 28

(1) Dalam proses penyelesaian keberatan, Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC, atau Kepala KPPBC dapat:
  1. meminjam buku, catatan, data, dan/atau informasi dalam bentuk salinan cetak dan/atau salinan elektronik kepada Pemohon terkait dengan materi yang disengketakan dengan menyampaikan surat permintaan peminjaman buku, catatan, data, dan/atau informasi yang dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
  2. meminta Pemohon untuk memberikan bukti dan keterangan terkait dengan materi yang disengketakan dengan menyampaikan surat permintaan bukti dan keterangan yang dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
  3. meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yang disengketakan kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan hukum dengan Pemohon dengan menyampaikan surat permintaan data dan keterangan kepada pihak ketiga yang dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
  4. meninjau tempat Pemohon, termasuk tempat lain yang diperlukan; dan/atau
  5. melakukan pembahasan atas hal-hal yang diperlukan dengan memanggil Pemohon dengan menyampaikan surat panggilan yang dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Pengiriman surat permintaan peminjaman buku, catatan, data, dan/atau informasi, surat permintaan bukti dan keterangan dan surat panggilan kepada Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf e dapat disampaikan melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Orang harus memenuhi peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan/atau permintaan keterangan atau bukti terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
(4) Dalam hal Pemohon tidak memenuhi sebagian atau seluruhnya permintaan peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau permintaan bukti dan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemohon menandatangani berita acara penolakan.
(5) Berita acara penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Berita acara penolakan sebeagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat disampaikan melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan media pengiriman lainnya.
(7) Peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dituangkan dalam berita acara peninjauan yang dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. 
(8) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dituangkan dalam risalah pembahasan yang dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Permintaan dan penerimaan penjelasan, data dan/atau bukti tambahan kepada pihak lain yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhitungkan kecukupan waktu untuk memutuskan keberatan.
 

Pasal 29

(1) Pemohon dapat menyampaikan tambahan alasan, penjelasan atau bukti, dan/atau data pendukung kepada Direktur Jenderal atas kehendak sendiri dengan ketentuan:
  1. diajukan dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima permohonan keberatan; dan
  2. belum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal atas keberatan dimaksud.
(2) Tambahan alasan, penjelasan atau bukti, dan/atau data pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung atau melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Dalam hal terdapat gangguan operasional sehingga Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan, tambahan alasan, penjelasan atau bukti, dan/atau data pendukung dapat disampaikan secara langsung atau melalui media pengiriman elektronik lain.

Pasal 30

(1) Pejabat Bea dan Cukai menuangkan hasil penelitian, bukti serta keterangan yang diperoleh dalam proses penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 29 ke dalam nota penelitian dan pendapat pada portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Terhadap nota penelitian dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan persetujuan yang ditandatangani secara elektronik oleh Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC, tempat ditanganinya keberatan.
(3) Nota penelitian dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

BAB VI
KEPUTUSAN KEBERATAN

Pasal 31

Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC, atau Kepala KPPBC atas nama Direktur Jenderal menerbitkan keputusaN atas keberatan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a atau Pasal 9 ayat (10).


Pasal 32

(1) Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat berupa:
a.  mengabulkan seluruhnya;
b.  menolak seluruhnya atau sebagian; atau
c.  menetapkan lain.
(2) Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat berupa:
a.  mengabulkan seluruhnya atau sebagian;
b.  menolak; atau
c.  menetapkan lain.
(3) Keputusan berupa menetapkan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf c dapat berupa:
a.  tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai dan/atau pajak dalam rangka impor;
b.  selain tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk;
c.  sanksi administrasi berupa denda;
d.  bea keluar;
e.  tagihan cukai; dan/atau
f.  lainnya.
(4) Keputusan berupa menetapkan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat mengakibatkan jumlah pembayaran menjadi lebih tinggi dan/atau lebih rendah daripada penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang diajukan keberatan.
(5) Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam bentuk Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan yang dibuat sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dalam bentuk elektronik dan ditandatangani secara elektronik.
(7) Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berfungsi sebagai:
  1. penetapan Direktur Jenderal;
  2. pemberitahuan; dan/atau
  3. penagihan kepada Pemohon dalam hal mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, bea keluar, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor. 

Pasal 33

Apabila Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC, atau Kepala KPPBC atas nama Direktur Jenderal tidak memutuskan keberatan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, permohonan keberatan dianggap dikabulkan seluruhnya.


Pasal 34

(1) Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5) disampaikan kepada Orang yang mengajukan keberatan melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara real time melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai saat Keputusan Direktur Jenderal ditandatangani secara elektronik.
(3) Dalam hal penandatanganan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat dilakukan secara elektronik, Keputusan Direktur Jenderal ditandatangani secara manual dan disampaikan melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah tanggal ditetapkan.
(4) Dalam hal terdapat gangguan operasional sehingga Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan, Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5) disampaikan secara manual kepada Orang yang mengajukan keberatan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah tanggal ditetapkan.
(5) Penyampaian Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan dengan:
  1. tanda terima surat, dalam hal disampaikan secara langsung;
  2. bukti pengiriman surat, dalam hal dikirim melalui pos, ekspedisi, atau kurir; atau
  3. bukti pengiriman lainnya.
(6) Bukti pengiriman Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diadministrasikan dan disimpan bersama berkas Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan guna keperluan pembuktian apabila Pemohon mengajukan banding.

BAB VII
AKIBAT DAN UPAYA ATAS KEPUTUSAN KEBERATAN

Bagian Kesatu
Akibat Hukum Keputusan Keberatan di Bidang Kepabeanan

Pasal 35

(1) Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a yang menetapkan jumlah bea masuk, bea keluar, pajak dalam rangka impor, dan/atau denda sama dengan yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan digunakan sebagai dasar untuk:
  1. pengembalian atas kelebihan pembayaran;
  2. pengembalian jaminan; dan/atau
  3. proses pengeluaran barang dari kawasan pabean.
(2) Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b atau huruf c, yang menetapkan jumlah bea masuk, bea keluar, pajak dalam rangka impor, dan/atau denda lebih rendah dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan digunakan sebagai dasar untuk:
  1. pengembalian atas kelebihan pembayaran;
  2. pengembalian jaminan; dan/atau
  3. proses pengeluaran barang dari kawasan pabean.
(3) Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b atau huruf c, yang menetapkan jumlah bea masuk, dan/atau pajak dalam rangka impor lebih tinggi dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan digunakan sebagai dasar untuk:
  1. pencairan atau klaim jaminan;
  2. pelunasan yang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan; dan/atau
  3. melakukan upaya penagihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) terkait penetapan selain tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan digunakan sebagai dasar untuk:
  1. pengembalian atas kelebihan pembayaran;
  2. pencairan atau klaim jaminan;
  3. pengembalian jaminan;
  4. pelunasan yang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan; dan/atau
  5. pelaksanaan atau pembatalan atas penetapan Pejabat Bea dan Cukai.
(5) Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) terkait penetapan sanksi administrasi berupa denda, Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan digunakan sebagai dasar untuk:
  1. pengembalian atas kelebihan pembayaran;
  2. pencairan atau klaim jaminan;
  3. pengembalian jaminan; dan/atau
  4. pelunasan yang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan.
(6) Terhadap keputusan atas keberatan terhadap Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP), Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan digunakan sebagai dasar untuk:
  1. pengembalian atas kelebihan pembayaran;
  2. pencarian atau klaim jaminan;
  3. pengembalian jaminan;
  4. pelunasan yang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan; dan/atau
  5. penyampaian barang impor dalam keadaan baik kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai tempat penyelesaian kewajiban pabean oleh Penyelenggara Pos Yang Ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan.
(7) Pengembalian atas kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (4) huruf a, ayat (5) huruf a, dan ayat (6) huruf a, dapat berupa:
  1. bea masuk, bea keluar, dan/atau sanksi administrasi berupa denda; dan/atau
  2. pajak dalam rangka impor sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 36

(1) Dalam hal keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) menjadi dasar pengembalian jaminan, Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk mengembalikan jaminan kepada Pemohon dan memberikan tanda terima pengembalian jaminan.
(2) Dalam hal keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) menjadi dasar pencairan atau klaim jaminan, Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk mencairkan jaminan tunai atau mengajukan klaim jaminan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan.
(3) Tata cara pengembalian, pencairan atau klaim jaminan keberatan kepabeanan mengikuti Peraturan Menteri yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai.
(4) Hal-hal terkait jaminan atas keberatan di bidang kepabeanan yang tidak diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini mengikuti Peraturan Menteri yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai.

Bagian Kedua
Akibat Hukum Keputusan Keberatan di Bidang Cukai 

Pasal 37

(1) Dalam hal keberatan dikabulkan seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a Kepala Kantor Bea dan Cukai memberitahukan kepada Pemohon bahwa penetapan dibatalkan dan yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengembalian jaminan.
(2) Dalam hal keberatan dikabulkan sebagian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a, Kepala Kantor Bea dan Cukai memberitahukan kepada Pemohon bahwa penetapan dibatalkan dan yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengembalian jaminan setelah melunasi tagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang keberatannya ditolak.
(3) Dalam hal keberatan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b, Kepala Kantor Bea dan Cukai memberikan penegasan kepada Pemohon mengenai penolakan tersebut serta mencairkan dan/atau mendefinitifkan jaminan menjadi penerimaan negara.
(4) Dalam hal keberatan ditetapkan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf c dan tagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda lebih tinggi daripada jumlah tagihan yang diajukan keberatan, Kepala Kantor Bea dan Cukai memberikan penegasan kepada Pemohon mengenai penetapan lain tersebut, mencairkan dan/atau mendefinitifkan jaminan menjadi penerimaan negara, dan Pemohon wajib melunasi kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang tidak dijamin.
(5) Dalam hal keberatan ditetapkan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf c dan tagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda lebih rendah daripada jumlah tagihan yang diajukan keberatan, Kepala Kantor Bea dan Cukai memberitahukan kepada Pemohon bahwa penetapan dibatalkan dan yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengembalian jaminan setelah melunasi selisih kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda antara penetapan Pejabat Bea dan Cukai dengan Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan.
(6) Pejabat Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian jaminan pada Kantor Bea dan Cukai menyimpan dan mengadministrasikan bukti pencairan dan/atau pendefinitifan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).

Pasal 38

(1) Dalam rangka pengembalian jaminan, Pemohon mengajukan surat permohonan pengembalian jaminan dengan disertai Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan yang menjadi dasar pengembalian jaminan.
(2) Dalam hal jaminan yang diserahkan berupa jaminan tunai, Pemohon harus mengajukan permohonan pengembalian jaminan dalam jangka waktu kurang dari 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan dikabulkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a
atau dianggap dikabulkan seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
(3) Dalam hal permohonan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan lebih dari 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan dikabulkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a atau dianggap dikabulkan seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), Pemerintah tidak memberikan bunga 2% (dua persen) perbulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(4) Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang mengadministrasikan dan memproses penyelesaian jaminan memberikan tanda terima pengembalian jaminan atas jaminan yang telah dikembalikan kepada Pemohon.
(5) Tanda terima pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan mengikuti Peraturan Menteri yang mengatur mengenai jaminan dalam bidang kepabeanan dan cukai.

Pasal 39

(1) Dalam hal keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) menjadi dasar pencairan atau klaim jaminan, Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk mencairkan jaminan atau mengajukan klaim jaminan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan.
(2) Dalam hal Pemohon menggunakan jaminan tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk memberikan bukti pelunasan kepada Pemohon atas pencairan jaminan tunai.
(3) Dalam hal Pemohon menggunakan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b atau huruf c, Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk mengajukan klaim jaminan kepada penerbit jaminan dengan tembusan kepada Pemohon menggunakan surat klaim jaminan.
(4) Dalam hal penerbit jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memenuhi kewajibannya untuk melunasi tagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana tertuang dalam surat klaim jaminan, Kepala Kantor Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan surat teguran atau surat peringatan kepada penerbit jaminan dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja terhitung sejak tanggal pengiriman surat klaim jaminan.
(5) Atas kewajiban pelunasan tagihan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda, apabila setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat teguran atau surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penerbit jaminan belum memenuhi kewajibannya, Pejabat Bea dan Cukai harus menerbitkan surat paksa kepada penerbit jaminan untuk penagihan piutang cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda.
(6) Surat klaim jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ketentuan lebih lanjut mengenai pencairan atau klaim jaminan mengikuti Peraturan Menteri yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerbitan dan pelaksanaan surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai tata cara penagihan bea masuk dan/atau cukai.

Bagian Ketiga
Konfirmasi Penyelesaian Keberatan

Pasal 40

(1) Pemohon dapat mengajukan pertanyaan secara tertulis terkait status penyelesaian keberatan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Bea dan Cukai, apabila Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5) belum diterima dalam jangka waktu 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal tanda terima permohonan keberatan.
(2) Kepala Kantor Bea dan Cukai meneruskan pertanyaan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.
(3) Terhadap pertanyaan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur, Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPUBC, atau Kepala KPPBC atas nama Direktur Jenderal menyampaikan jawaban secara tertulis mengenai status penyelesaian keberatan yang bersangkutan dilengkapi dengan fotokopi Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 32 ayat (5).

BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 41

Keputusan Direktur Jenderal mengenai keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 diadministrasikan secara elekronik dan digunakan sebagai bahan evaluasi oleh unit yang menangani keberatan dan/atau banding.


Pasal 42

Hal-hal terkait dengan prosedur:
a. penerimaan permohonan keberatan dan pencabutan keberatan dalam kondisi gangguan operasional; dan
b. Penyelesaian keberatan dalam keadaan gangguan operasional,
dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. 


BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43

Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, terhadap permohonan keberatan yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, proses penyelesaian terhadap keberatan di bidang kepabeanan dan cukai dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-15/BC/2017 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai.


BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-15/BC/2017 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan di Bidang Kepabeanan dan cukai dicabut dan dinyatakan tidak berlaku


Pasal 45

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2023.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2022
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-ttd-

ASKOLANI