TIMELINE |
---|
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 22/BC/2021
TENTANG
TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI
KAWASAN YANG TELAH DITETAPKAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN
BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2021 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas;
Mengingat :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2021 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 314);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITETAPKAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini tidak meliputi pemasukan dan pengeluaran barang berupa:
BAB III
KAWASAN PABEAN
Pasal 3
(1) | Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas wajib dilakukan di pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk. |
(2) | Pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pelabuhan atau bandar udara yang telah mendapatkan izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan dan telah mendapatkan penetapan sebagai Kawasan Pabean. |
(3) | Dalam hal pelabuhan atau bandar udara belum mendapatkan izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pelabuhan atau bandar udara yang telah mendapatkan penetapan sebagai Kawasan Pabean oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri. |
(4) | Barang yang telah dimasukkan atau akan dikeluarkan ke dan dari pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(5) | Barang selain barang yang akan dimasukkan ke atau dikeluarkan dari Kawasan Bebas dilarang dimasukkan dan/atau ditimbun di Kawasan Pabean, kecuali untuk:
|
(6) | Tata cara kegiatan operasional dalam Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Kawasan Pabean. |
BAB IV
KEDATANGAN DAN KEBERANGKATAN SARANA PENGANGKUT
Bagian Kesatu
Pengangkut
Pasal 4
(1) | Pengangkut merupakan Orang atau kuasanya di Kawasan Bebas yang:
|
(2) | Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
(3) | Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas Pemberitahuan Pabean yang diajukannya. |
(4) | Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terhubung dengan ekosistem logistik Kawasan Bebas sebagai bagian dari Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE) yang diwajibkan pemerintah untuk percepatan logistik nasional. |
(5) | Ekosistem logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan sarana pengangkut, dan manifes keberangkatan sarana pengangkut. |
Bagian Kedua
Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP)
Pasal 5
(1) | Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a yang Sarana Pengangkutnya akan datang melalui laut dan udara dari:
|
wajib menyerahkan pemberitahuan berupa RKSP kepada Pejabat Bea dan Cukai di setiap Kantor Pabean yang akan disinggahi. | |
(2) | Pemberitahuan RKSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diterima di Kantor Pabean diberikan nomor pendaftaran. |
(3) | Penyerahan RKSP untuk Sarana Pengangkut yang datang melalui laut dan udara dari Kawasan Bebas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau dari tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai penyerahan RKSP untuk Sarana Pengangkut yang datang melalui laut dan udara dari luar Daerah Pabean. |
(4) | Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang Sarana Pengangkutnya mempunyai jadwal kedatangan secara teratur dalam suatu periode tertentu menyerahkan RKSP kepada Pejabat Bea dan Cukai di setiap Kantor Pabean yang akan disinggahi paling lambat sebelum kedatangan Sarana Pengangkut atau sebelum keberangkatan Sarana Pengangkut. |
(5) | Elemen data RKSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan sarana pengangkut, dan manifes keberangkatan sarana pengangkut. |
(6) | Tata cara penyerahan pemberitahuan berupa RKSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan sarana pengangkut, dan manifes keberangkatan sarana pengangkut. |
Bagian Ketiga
Inward Manifest
Pasal 6
(1) | Pemberitahuan RKSP yang telah mendapatkan nomor pendaftaran di Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) merupakan pendahuluan Inward Manifest yang diajukan oleh Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a. | ||||
(2) | Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a yang Sarana Pengangkutnya melalui darat, dan Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dan ayat (2) huruf c, yang Sarana Pengangkutnya datang dari:
|
||||
wajib menyerahkan pemberitahuan Inward Manifest dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa lnggris ke Kantor Pabean kedatangan. | |||||
(3) | Sarana Pengangkut yang melalui darat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk kendaraan pengangkutan barang yang diangkut oleh Sarana Pengangkut Ferry Roll On-Roll Off (Ro-Ro) yang memiliki fungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. | ||||
(4) | Pemberitahuan Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pengangkut sesuai dengan dokumen Pengangkutan yang diterbitkannya. | ||||
(5) | Penyerahan pemberitahuan Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||
(6) | Pengangkut yang telah menyampaikan pemberitahuan RKSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan:
|
||||
wajib menyerahkan pemberitahuan Inward Manifest kepada Kantor Pabean kedatangan. | |||||
(7) | Penyerahan pemberitahuan Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan dengan menambahkan waktu kedatangan Sarana Pengangkut pada pemberitahuan RKSP yang merupakan pendahuluan pemberitahuan Inward Manifest. | ||||
(8) | Pendahuluan pemberitahuan Inward Manifest yang telah mendapatkan data waktu kedatangan Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (7), merupakan Inward Manifest akhir dan diberikan nomor pendaftaran Inward Manifest. | ||||
(9) | Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah diterima dan mendapat nomor dan tanggal pendaftaran di Kantor Pabean kedatangan merupakan persetujuan pembongkaran barang. |
Pasal 7
(1) | Penyerahan pemberitahuan Inward Manifest untuk Sarana Pengangkut yang datang dari:
|
dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai penyerahan pemberitahuan Inward Manifest yang datang dari luar Daerah Pabean. | |
(2) | Elemen data Inward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan sarana pengangkut, dan manifes keberangkatan sarana pengangkut. |
(3) |
Inward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dibuat secara rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah dengan pengelompokan:
|
(4) | Tata cara penyerahan pemberitahuan Inward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan pengadministrasiannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan sarana pengangkut, dan manifes keberangkatan sarana pengangkut. |
Bagian Keempat
Outward Manifest
Pasal 8
(1) | Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) yang Sarana Pengangkutnya akan berangkat menuju:
|
wajib menyerahkan pemberitahuan Outward Manifest dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris ke Kantor Pabean keberangkatan. | |
(2) | Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melalui darat termasuk kendaraan pengangkutan barang yang diangkut oleh Sarana Pengangkut Ferry Roll On-Roll Off (Ro-Ro) yang memiliki fungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. |
(3) | Kewajiban menyerahkan pemberitahuan Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat sebelum keberangkatan Sarana Pengangkut. |
(4) | Penyerahan pemberitahuan Outward Manifest untuk Sarana Pengangkut yang akan berangkat menuju Kawasan Bebas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau menuju tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan sebagaimana penyerahan pemberitahuan Outward Manifest yang akan berangkat menuju luar Daerah Pabean. |
(5) | Elemen data Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan sarana pengangkut, dan manifes keberangkatan sarana pengangkut. |
(6) |
Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah dengan pengelompokan:
|
(7) | Tata cara penyerahan pemberitahuan Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengadministrasiannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan sarana pengangkut, dan manifes keberangkatan sarana pengangkut. |
Bagian Kelima
Pemberitahuan Lain Terkait Kedatangan Sarana Pengangkut
Pasal 9
(1) | Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a yang Sarana Pengangkutnya datang dari luar Daerah Pabean, wajib menyerahkan pemberitahuan dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat pada saat kedatangan Sarana Pengangkut. |
(2) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a yang Sarana Pengangkutnya datang dari tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus, wajib menyerahkan pemberitahuan dalam Bahasa Indonesia kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat pada saat kedatangan Sarana Pengangkut. |
(4) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
|
(5) | Tata cara penyerahan daftar penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a untuk Sarana Pengangkut melalui udara dan pengadministrasiannya, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyampaian data penumpang atas kedatangan atau keberangkatan sarana pengangkut udara ke atau dari daerah pabean. |
Bagian Keenam
Penyampaian, Perbaikan, dan Pembatalan
Pemberitahuan RKSP, Inward Manifest, Outward Manifest, dan
Pemberitahuan Lain Terkait Kedatangan Sarana Pengangkut
Pasal 10
(1) | Pemberitahuan RKSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Inward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), dan Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), disampaikan ke Kantor Pabean dalam bentuk:
|
||||
(2) | Pemberitahuan lain terkait kedatangan Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) disampaikan ke Kantor Pabean dalam bentuk:
|
||||
(3) | SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terhubung dengan ekosistem logistik Kawasan Bebas sebagai bagian dari ekosistem logistik nasional (National Logistic Ecosystem/ NLE). | ||||
(4) | Pemberitahuan RKSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Inward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), dan Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dapat dilakukan perbaikan atau pembatalan. | ||||
(5) | Pengangkut dapat dikenakan sanksi atas penyampaian Pemberitahuan RKSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Inward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), dan Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), yang tidak sesuai ketentuan. | ||||
(6) | Tata cara perbaikan atau pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan sarana pengangkut, dan manifes keberangkatan sarana pengangkut. |
Bagian Ketujuh
Rekonsiliasi
Pasal 11
(1) | Terhadap pos dan/atau subpos Inward Manifest dilakukan penutupan dengan mencantumkan nomor dan tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean atau dokumen lain yang digunakan untuk penyelesaian Kewajiban Pabean. |
(2) | Terhadap pos dan/atau subpos Outward Manifest dilakukan rekonsiliasi dengan Pemberitahuan Pabean atau dokumen lain yang digunakan untuk pengeluaran barang dari Kawasan Bebas. |
(3) | Penutupan pos dan/atau subpos Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rekonsiliasi pos Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara elektronik atau manual. |
(4) | Tata cara pelaksanaan penutupan pos dan/atau subpos Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan sarana pengangkut, dan manifes keberangkatan sarana pengangkut. |
(5) | Tata cara pelaksanaan rekonsiliasi pos dan/atau subpos Outward Manifest dengan Pemberitahuan Pabean atau dokumen lain yang digunakan untuk pengeluaran barang dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor. |
BAB V
PEMBONGKARAN
Bagian Kesatu
Ketentuan Umum Pembongkaran
Pasal 12
(1) | Barang yang diangkut oleh Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), wajib dibongkar di:
|
(2) | Pembongkaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, menyerahkan Inward Manifest yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9). |
(3) | Dalam hal barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas berupa Sarana Pengangkut, Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dianggap melakukan pembongkaran pada saat Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran. |
Pasal 13
(1) | Pembongkaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dapat dilakukan langsung ke Sarana Pengangkut lainnya tanpa dilakukan penimbunan (trucklossing), dalam hal:
|
(2) | Pembongkaran barang di Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b dapat dilakukan di luar pelabuhan dari Sarana Pengangkut laut ke Sarana Pengangkut laut lainnya, dalam hal:
|
(3) | Barang yang telah dibongkar di luar pelabuhan dari Sarana Pengangkut laut ke Sarana Pengangkut laut lainnya dalam hal Sarana Pengangkut awal tidak dapat sandar langsung ke dermaga pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib dibawa ke:
|
(4) | Tata cara pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pembongkaran dan penimbunan barang impor. |
Pasal 14
Pembongkaran barang berupa barang cair, gas, atau barang curah lainnya dapat dilakukan melalui:
yang dihubungkan dari Sarana Pengangkut laut ke Sarana Pengangkut darat dan/atau tempat penimbunan.
Pasal 15
(1) | Dalam hal Sarana Pengangkut dalam keadaan darurat, Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dapat membongkar barang terlebih dahulu. |
(2) | Atas pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengangkut harus:
|
(3) | Terhadap keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean dapat melakukan:
|
(4) | Dalam hal Kepala Kantor Pabean menolak keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ketentuan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku. |
Bagian Kedua
Pembongkaran Dilakukan di Tempat Lain
di Luar Kawasan Pabean
Pasal 16
(1) | Pembongkaran barang untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas di Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||
(2) | Untuk melakukan pembongkaran di Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean dengan menyebutkan alasan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan dokumen pendukung berupa:
|
||||
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dalam bentuk:
|
||||
(5) | Untuk kepentingan penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan penelitian lapangan terhadap:
|
||||
(6) | Penelitian lapangan atas lokasi dan tata letak (layout) tempat pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dapat dilakukan dengan pertimbangan tertentu yakni:
|
||||
(7) | Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah:
|
||||
(8) | Persetujuan pembongkaran di Tempat Lain oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diberikan setelah mendapatkan rekomendasi dari Badan Pengusahaan Kawasan. | ||||
(9) | Rekomendasi dari Badan Pengusahaan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak diperlukan dalam hal Sarana Pengangkut dalam keadaan darurat. |
Pasal 17
(1) | Persetujuan pembongkaran barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas di Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dapat diberikan secara periodik dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. | ||||
(2) | Persetujuan pembongkaran secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam hal:
|
||||
(3) | Untuk memperoleh persetujuan pembongkaran secara periodik, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dilampiri dengan:
|
||||
(4) | Dalam hal terdapat perubahan rencana pembongkaran barang, perubahan daftar rencana pembongkaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disampaikan ke Kantor Pabean sebelum Pembongkaran berikutnya. | ||||
(5) | Terhadap persetujuan pembongkaran secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan evaluasi oleh Kepala Kantor Pabean. | ||||
(6) | Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kedapatan tidak memenuhi persyaratan untuk diberikan persetujuan secara periodik, Kepala Kantor Pabean dapat mencabut persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||
(7) | Pencabutan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan penerbitan surat pencabutan persetujuan pembongkaran barang di Tempat Lain secara periodik. | ||||
(8) | Hasil evaluasi persetujuan pembongkaran secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dijadikan menjadi dasar pertimbangan pemberian persetujuan pembongkaran secara periodik selanjutnya. |
Bagian Ketiga
Pembongkaran Barang dari Sarana Pengangkut Laut ke Sarana
Pengangkut Lainnya
Paragraf Kesatu
Pembongkaran Barang dari Sarana Pengangkut Laut ke Sarana
Pengangkut Lainnya Tanpa Dilakukan Penimbunan di TPS
(Trucklossing)
Pasal 18
(1) | Pengangkut menyampaikan pemberitahuan trucklossing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk sebelum dilakukan pembongkaran barang langsung ke Sarana Pengangkut lainnya. | ||||
(2) | Pemberitahuan trucklossing sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi:
|
||||
(3) | Pemberitahuan trucklossing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk:
|
||||
(4) | Tata cara pembongkaran barang langsung ke Sarana Pengangkut lainnya tanpa dilakukan penimbunan di TPS di dalam area pelabuhan (trucklossing) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaanpembongkaran dan penimbunan barang impor. |
Paragraf Kedua
Pembongkaran Barang dari Sarana Pengangkut Laut ke Sarana
Pengangkut Laut Lainnya yang Dilakukan di Luar Pelabuhan
Pasal 19
(1) | Untuk melakukan pembongkaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), Pengangkut harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean dalam bentuk:
|
||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menyebutkan alasan permohonan. | ||||
(3) | Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima secara lengkap. | ||||
(4) | Terhadap pembongkaran di Tempat Lain yang dilakukan di luar pelabuhan dari Sarana Pengangkut laut ke Sarana Pengangkut laut lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dilakukan pengawasan secara selektif oleh Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan manajemen risiko. | ||||
(5) | Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) membuat laporan pengawasan atas pembongkaran. | ||||
(6) | Pengangkut yang bertanggung jawab atas Sarana Pengangkut awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) bertanggung jawab atas bea masuk dan pajak dalam rangka pengeluaran barang dari Kawasan Bebas terutang dalam proses pembongkaran sampai dengan pembongkaran di Kawasan Pabean atau Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b. | ||||
(7) | Tata cara pembongkaran barang dari Sarana Pengangkut laut ke Sarana Pengangkut laut lainnya yang dilakukan di luar pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengawasan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan pelaporan pengawasan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pembongkaran dan penimbunan barang impor. |
Pasal 20
(1) | Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dapat mengajukan 1 (satu) permohonan yang meliputi permohonan:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean melalui SKP. |
Bagian Keempat
Tanggung Jawab Pembongkaran
Pasal 21
(1) | Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 2 huruf a bertanggung jawab atas sanksi administrasi berupa denda dan/atau perpajakan dalam rangka pemasukan barang ke Kawasan Bebas atas barang yang dibongkar di Kawasan Pabean atau Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). |
(2) | Sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan. |
Bagian Kelima
Penelitian dan Pengawasan Pembongkaran
Pasal 22
(1) | Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP melakukan penelitian kesesuaian jumlah barang yang dibongkar dengan Inward Manifest. | ||||||||
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kedapatan selisih jumlah barang yang dibongkar dengan Inward Manifest, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lanjutan. | ||||||||
(3) | Dalam hal terdapat selisih jumlah barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a yang melakukan pengangkutan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean dikenai sanksi administrasi berupa denda, dalam hal:
|
||||||||
(4) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dapat membuktikan bahwa ketidaksesuaian jumlah barang asal luar Daerah Pabean terjadi di luar kemampuannya. | ||||||||
(5) | Dalam hal terdapat selisih jumlah barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a yang melakukan pengangkutan barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean dikenai sanksi pemblokiran Akses Kepabeanan, dalam hal:
|
||||||||
(6) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam hal Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dapat membuktikan bahwa ketidaksesuaian jumlah barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean terjadi di luar kemampuannya. | ||||||||
(7) | Dalam hal terdapat selisih jumlah barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
|
||||||||
(8) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dalam hal Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dapat membuktikan bahwa ketidaksesuaian jumlah barang asal Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus terjadi di luar kemampuannya. | ||||||||
(9) | Ketidaksesuaian jumlah barang yang terjadi di luar kemampuan Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (6), dan ayat (8) dapat berupa:
|
||||||||
(10) | Dalam hal selisih jumlah barang yang dibongkar dengan Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terjadi pada barang curah, penyelesaian ketidaksesuaian jumlah barang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlakuan kepabeanan atas selisih berat dan/atau volume barang impor dalam bentuk curah dan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dalam bentuk curah. | ||||||||
(11) | Dalam hal barang bukan merupakan barang curah, jumlah barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||||||||
(12) | Dalam hal diperlukan untuk penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta konfirmasi atau keterangan kepada Pengangkut dan/atau pihak lain yang terkait. | ||||||||
(13) | Tata cara penelitian atas kesesuaian jumlah barang yang dibongkar dengan jumlah yang diberitahukan dalam Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pembongkaran dan penimbunan barang impor. | ||||||||
(14) | Tata cara pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (7) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara penghitungan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan. | ||||||||
(15) | Tata cara pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyederhanaan registrasi kepabeanan. |
Pasal 23
(1) | Terhadap pembongkaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dapat dilakukan pengawasan oleh Pejabat Bea dan Cukai secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(2) | Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh SKP atau Pejabat Bea dan Cukai dengan berdasarkan:
|
(3) | Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat laporan pengawasan pembongkaran. |
(4) | Tata cara pengawasan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pembongkaran dan penimbunan barang impor. |
BAB VI
PENIMBUNAN
Bagian Kesatu
Ketentuan Umum Penimbunan
Pasal 24
(1) | Barang yang dibongkar di Kawasan Pabean atau Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang belum diselesaikan Kewajiban Pabeannya dapat ditimbun di:
|
(2) | Barang yang telah diberitahukan untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas sementara menunggu pemuatannya, dapat ditimbun di:
|
(3) | Dalam hal barang berupa Sarana Pengangkut, penimbunan dianggap telah dilakukan setelah Sarana Pengangkut selesai dilakukan pembongkaran. |
(4) | Pengusaha TPS dan Pengusaha di Kawasan Bebas yang menguasai Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS wajib menyampaikan daftar timbun barang yang ditimbun di TPS atau Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam bentuk dan jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kawasan pabean dan tempat penimbunan sementara. |
Pasal 25
(1) | Penetapan TPS, jangka waktu penimbunan, dan tata cara penimbunan barang di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kawasan pabean dan tempat penimbunan sementara. |
(2) | Barang yang ditimbun di TPS melewati jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai barang tidak dikuasai dan dipindahkan untuk ditimbun di TPP. |
(3) | Tata cara pemindahan barang dari TPS ke TPP dan penyelesaian barang tidak dikuasai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara. |
Bagian Kedua
Penimbunan Barang di Tempat Lain yang Diperlakukan Sama
dengan TPS
Pasal 26
(1) | Penimbunan barang di Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b, diberikan dalam hal:
|
(2) | Jangka waktu penimbunan barang di Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penimbunan. |
(3) | Tanggal penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan tanggal pada saat barang mulai ditimbun di Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS. |
(4) | Barang yang ditimbun melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai barang tidak dikuasai dan dipindahkan untuk ditimbun di TPP. |
(5) | Tata cara pemindahan barang dari Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS dan penyelesaian barang tidak dikuasai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara. |
Pasal 27
(1) | Untuk melakukan penimbunan barang di Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b, pengusaha yang memasukkan barang ke Kawasan Bebas mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean dengan ketentuan:
|
||||
(2) | Ketentuan untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap barang yang telah mendapatkan persetujuan pengeluaran. | ||||
(3) | Untuk kepentingan penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean dapat melakukan penelitian lapangan terhadap:
|
||||
(4) | Penelitian lapangan atas lokasi dan tata letak (layout) tempat penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dapat dilakukan dengan pertimbangan tertentu yakni:
|
||||
(5) | Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah:
|
||||
(6) | Persetujuan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berfungsi sebagai dokumen untuk melindungi pengeluaran barang dari Kawasan Pabean ke Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS. | ||||
(7) | Pengajuan penyelesaian Kewajiban Pabean dilakukan oleh pengusaha yang memasukkan barang ke Kawasan Bebas paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah selesai penimbunan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||
(8) | Ketepatan waktu pengajuan penyelesaian Kewajiban Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menjadi salah satu indikator profil kepatuhan pengusaha yang memasukkan barang ke Kawasan Bebas. | ||||
(9) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk:
|
||||
(10) | Tata cara penimbunan barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas di Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pembongkaran dan penimbunan barang impor. |
Pasal 28
(1) | Persetujuan penimbunan barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas di Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (6), dapat diberikan secara periodik dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. | ||||
(2) | Persetujuan penimbunan secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam hal:
|
||||
(3) | Untuk memperoleh persetujuan atas permohonan penimbunan secara periodik, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dilampiri dengan daftar rencana penimbunan barang dalam periode tertentu. | ||||
(4) | Dalam hal terdapat perubahan rencana penimbunan barang, perubahan daftar rencana penimbunan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan ke Kantor Pabean sebelum penimbunan berikutnya. | ||||
(5) | Persetujuan atas permohonan penimbunan secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan evaluasi oleh Kepala Kantor Pabean. | ||||
(6) | Hasil evaluasi persetujuan penimbunan secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dijadikan dasar pertimbangan pemberian persetujuan penimbunan secara periodik selanjutnya. |
Pasal 29
(1) | Pengusaha Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) wajib menyampaikan daftar timbun atas barang yang ditimbun di Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b, yang memuat informasi mengenai:
|
||||
(2) | Daftar timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk:
|
||||
kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang memberikan persetujuan penimbunan barang di Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5) dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam setelah selesai penimbunan. | |||||
(3) | Pengusaha yang tidak menyampaikan daftar timbun dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan penimbunan di Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS selanjutnya tidak dilayani sampai dengan daftar timbun disampaikan. |
Pasal 30
(1) | Dalam hal Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan pengusaha yang memasukkan barang ke Kawasan Bebas merupakan pihak yang sama, permohonan penimbunan barang di Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dapat diajukan dalam 1 (satu) permohonan yang di dalamnya memuat permohonan mengenai:
|
||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean dalam bentuk:
|
Bagian Ketiga
Penimbunan Barang di Sarana Pengangkut Laut di Luar
Pelabuhan (Floating Storage Unit)
Pasal 31
(1) | Barang yang dibongkar di Kawasan Pabean atau Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dapat ditimbun di Sarana Pengangkut laut di luar pelabuhan, dalam hal:
|
||||||
(2) | Untuk kepentingan pengawasan kepabeanan, Sarana Pengangkut laut di luar pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai TPS. | ||||||
(3) | Jangka waktu penimbunan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean dengan mempertimbangkan permohonan pengusaha Sarana Pengangkut laut di luar pelabuhan yang telah ditetapkan sebagai TPS dan berdasarkan manajemen risiko. | ||||||
(4) | Penetapan Sarana Pengangkut laut di luar pelabuhan sebagai TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan permohonan dari pengusaha Sarana Pengangkut laut di luar pelabuhan yang telah ditetapkan sebagai TPS dengan dilampiri:
|
||||||
(5) | Dalam hal Sarana Pengangkut laut di luar pelabuhan yang telah ditetapkan sebagai TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan melakukan pergerakan atau perpindahan yang mengakibatkan perubahan lokasi atau posisi Sarana Pengangkut yang dikarenakan:
|
||||||
harus mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Pabean berdasarkan permohonan dari pengusaha Sarana Pengangkut laut di luar pelabuhan yang telah ditetapkan sebagai TPS. | |||||||
(6) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan dalam bentuk:
|
||||||
(7) | Dalam hal keadaan darurat, Sarana Pengangkut laut di luar pelabuhan yang telah ditetapkan sebagai TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan pergerakan atau perpindahan yang mengakibatkan perubahan lokasi atau posisi terlebih dahulu dan disertai kewajiban untuk:
|
||||||
(8) | Dalam hal Sarana Pengangkut laut di luar pelabuhan yang telah ditetapkan sebagai TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan pergerakan atau perpindahan yang mengakibatkan perubahan lokasi atau posisi tanpa persetujuan dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Sarana Pengangkut laut dikenakan sanksi berupa pemblokiran Akses Kepabeanan sebagai pengusaha di Kawasan Bebas atas kegiatan pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean. | ||||||
(9) | Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan sampai dengan pengusaha mengajukan izin kepada Kepala Kantor Pabean dengan mencantumkan alasan pergerakan atau perpindahan yang mengakibatkan perubahan lokasi atau posisi Sarana Pengangkut dan telah diberikan persetujuan oleh Kepala Kantor Pabean. | ||||||
(10) | Persyaratan dalam penetapan TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan oleh Kepala Kantor Pabean dengan mempertimbangkan manajemen risiko. | ||||||
(11) | Tata cara penetapan TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan mengenai Kawasan Pabean dan TPS. | ||||||
(12) | Tata cara pemblokiran Akses Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyederhanaan registrasi kepabeanan. |
Pasal 32
(1) | Pengusaha Sarana Pengangkut laut di luar pelabuhan yang telah ditetapkan sebagai TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) wajib menyampaikan daftar timbun atas barang yang ditimbun di Sarana Pengangkut laut di luar pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), yang memuat informasi mengenai jenis dan jumlah/volume barang yang ditimbun. |
(2) | Daftar timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditampilkan dalam sistem IT Inventory perusahaan yang dapat diakses oleh Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean. |
Bagian Keempat
Pengawasan Penimbunan
Pasal 33
(1) | Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pengawasan penimbunan barang pada:
|
(2) | Pengawasan penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(3) | Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan:
|
(4) | Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat laporan pengawasan penimbunan. |
(5) | Tata cara pengawasan penimbunan barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pembongkaran dan penimbunan barang impor. |
BAB VII
PEMUATAN
Bagian Kesatu
Ketentuan Umum Pemuatan
Pasal 34
(1) | Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke:
|
wajib dilakukan di Kawasan Pabean atau dalam hal tertentu dapat dimuat di Tempat Lain setelah mendapatkan izin Kepala Kantor Pabean. | |
(2) | Izin pemuatan di Tempat Lain oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapatkan rekomendasi dari Badan Pengusahaan Kawasan. |
(3) | Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke dalam Sarana Pengangkut dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP. |
(4) | Permohonan pemuatan di Tempat Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk data elektronik melalui SKP. |
Pasal 35
(1) | Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke dalam Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) ke Sarana Pengangkut dilakukan di Kawasan Pabean tempat pemuatan atau dalam keadaan tertentu dapat dilakukan di Tempat Lain atas izin Kepala Kantor Pabean pemuatan. |
(2) | Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Sarana Pengangkut ditangguhkan pelaksanaannya, dalam hal barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas dikenakan nota hasil intelijen (NHI). |
(3) | Tata cara pemuatan barang curah yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor. |
Bagian Kedua
Pemasukan Barang ke Kawasan Pabean Tempat Pemuatan
Pasal 36
(1) | Pemasukan Barang ke Kawasan Pabean tempat pemuatan di pelabuhan muat untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ditimbun di TPS dalam Kawasan Pabean tempat pemuatan, Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang ke:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PPB dan/atau PKB disampaikan oleh pihak yang melakukan konsolidasi kepada pengusaha TPS sebagai pemberitahuan bahwa penimbunan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas di TPS telah mendapat persetujuan Pejabat Pemeriksa Dokumen di Kantor Pabean pemuatan. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Pengusaha TPS wajib menyampaikan realisasi penimbunan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala Kantor Pabean pemuatan. |
Pasal 37
(1) | Pengusaha atau PPJK yang akan mengeluarkan barang dari Kawasan Bebas menyampaikan Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean, tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus ke Kantor Pabean pemuatan:
|
(2) | Atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas berupa barang curah, pengusaha atau PPJK dapat menyampaikan Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang ke luar Daerah Pabean, tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus sebelum keberangkatan Sarana Pengangkut. |
BAB VIII
KETENTUAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE
DAN DARI KAWASAN BEBAS
Pasal 38
(1) | Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapat perizinan berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan. |
(2) | Perizinan berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(3) | Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat memasukkan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean sesuai dengan perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan yang berhubungan kegiatan usahanya. |
(4) | Pemasukan barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk di Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean, hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapatkan perizinan berusaha dari Badan Pengusahaan Kawasan, dalam jumlah dan jenis yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan. |
(5) | Perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dimiliki oleh 1 (satu) pengusaha untuk 1 (satu) perizinan. |
Pasal 39
(1) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) terhadap pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas atas:
|
(2) | Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan dokumen pendukung yang menjelaskan peruntukkan barang dimaksud. |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk pemasukan dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, huruf j, dan huruf q. |
BAB IX
PENGELUARAN BARANG DARI KAWASAN PABEAN ATAU
TEMPAT LAIN ATAS BARANG YANG TELAH SELESAI
DIBONGKAR DARI SARANA PENGANGKUT
Bagian Kesatu
Pengeluaran Barang dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain
Pasal 40
(1) | Barang yang dibongkar di Kawasan Pabean atau yang ditimbun di Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean setelah dipenuhinya Kewajiban Pabean untuk:
|
(2) | Tata cara pengeluaran barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kedua
Pengeluaran Barang dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain
Untuk Dimasukkan ke Kawasan Bebas
Pasal 41
(1) | Barang yang dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain dengan tujuan untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf a dapat berupa barang yang diperuntukkan untuk:
|
||||||||||||||
(2) | Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dimiliki oleh:
|
||||||||||||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan sementara dengan carnet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g angka 7 dan huruf j, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor sementara dengan menggunakan carnet atau ekspor yang dimaksudkan untuk diimpor kembali dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan carnet. |
Pasal 42
(1) | Terhadap pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dengan tujuan untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf a, wajib disampaikan dengan Pemberitahuan Pabean ke Kantor Pabean. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan Pemberitahuan Pabean yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran dari Kantor Pabean asal. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari tempat penimbunan berikat untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 menggunakan Pemberitahuan Pabean BC 2.7. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Tata cara penyampaian Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang dari:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari tempat penimbunan berikat untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 ditambahkan elemen data berupa:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(7) |
Ketentuan mengenai kewajiban untuk menyampaikan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku untuk:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
sampai dengan batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Penentuan batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(9) | Tata cara penyampaian Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemberitahuan pabean dalam rangka pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. |
Pasal 43
(1) | Terhadap Pemberitahuan Pabean asal Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b, pengusaha di Kawasan Bebas:
|
||||||||||
ke dalam SKP dalam hal menggunakan SaranaPengangkut laut atau udara. | |||||||||||
(2) | Atas hasil pencocokan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:
|
||||||||||
(3) | SKP menunjuk Pejabat Pemeriksa Fisik untuk melakukan:
|
||||||||||
(4) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan perekaman hasil pemeriksaan dan/atau pelepasan tanda pengaman ke dalam SKP. | ||||||||||
(5) | Dalam hal tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kedapatan rusak atau hilang, pengusaha di Kawasan Bebas asal dan/atau Pengangkut dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang kepabeanan. | ||||||||||
(6) | SKP menerbitkan Surat Persetujuan Penyelesaian Dokumen (SPPD) sebagai dokumen pengeluaran barang dari Kawasan Pabean, dalam hal:
|
||||||||||
(7) | SPPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus asal melalui SKP paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal SPPB dari Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus sebagai realisasi pemasukan barang ke Kawasan Bebas. |
Bagian Ketiga
Pengeluaran Barang dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain
Untuk Dimasukkan ke Kawasan Bebas dalam Rangka
Pemberian Fasilitas Perpajakan Berupa PPN Tidak Dipungut
Pasal 44
(1) | Dalam rangka pemberian fasilitas perpajakan berupa PPN tidak dipungut atas barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean, pengajuan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a angka 2 dilampiri dengan faktur pajak yang digunakan pada penyerahan barang kena pajak yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut. |
(2) | Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a angka 2. |
Pasal 45
(1) | Dalam rangka pemberian fasilitas perpajakan berupa PPN tidak dipungut atas barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat dilakukan Pemeriksaan Fisik. |
(2) | Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
|
Pasal 46
(1) | Pemeriksaan Fisik berdasarkan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf a dilakukan secara bersama oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(2) | Hasil Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam laporan hasil Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 oleh pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak dan ditandatangani secara bersama oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
Pasal 47
Pemeriksaan Fisik berdasarkan nota intelijen di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf b dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 48
(1) | Pemeriksaan Fisik berdasarkan NHI di bidang kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf c dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(2) | Hasil Pemeriksaan Fisik berdasarkan NHI di bidang kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk mendapat penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Tata cara Pemeriksaan Fisik berdasarkan NHI di bidang kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
Pasal 49
(1) | Pemeriksaan Fisik berdasarkan manajemen risiko dan nota intelijen perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf a dan huruf b, dilakukan di tempat penyimpanan barang milik pengusaha. |
(2) | Pemeriksaan Fisik berdasarkan NHI di bidang kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf c, dilakukan di tempat penyimpanan barang milik pengusaha atau di Kawasan Pabean. |
Pasal 50
(1) | Terhadap barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean yang dimasukan ke Kawasan Bebas yang akan dilakukan Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai melekatkan tanda pengaman saat pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain setelah barang mendapat SPPB. |
(2) | Tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
Pasal 51
(1) | Penerapan manajemen risiko dalam rangka melaksanakan Pasal 45 ayat (2) huruf a dilakukan berdasarkan profil risiko yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Profil risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka pemutakhiran data. Tata cara:
|
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan di Kawasan Bebas. |
Pasal 52
Tata cara:
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan di Kawasan Bebas.
Bagian Keempat
Pengeluaran Barang dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain
Untuk Dimasukkan dalam Jangka Waktu Tertentu ke Kawasan
Bebas dari Luar Daerah Pabean
Pasal 53
(1) | Barang asal luar Daerah Pabean dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain untuk dimasukkan dalam jangka waktu tertentu ke Kawasan Bebas dengan mengajukan Pemberitahuan Pabean pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean. |
(2) | Penelitian dokumen dan Pemeriksaan Fisik atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan tata cara penelitian dokumen dan Pemeriksaan Fisik atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean. |
Bagian Kelima
Pengeluaran Barang dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain
Untuk Dimasukkan dalam Jangka Waktu Tertentu ke Kawasan
Bebas dari Tempat Lain dalam Daerah Pabean
Pasal 54
(1) | Barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain untuk dimasukkan sementara ke Kawasan Bebas dengan mengajukan Pemberitahuan Pabean pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(2) | Pemeriksaan Fisik atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan tata cara penelitian dokumen dan Pemeriksaan Fisik atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean. |
Bagian Keenam
Pemasukan Barang Eksep ke Kawasan Bebas
Pasal 55
(1) | Dalam hal pengeluaran atas barang dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dengan tujuan untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas terdapat selisih kurang (eksep) dalam Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), penyelesaian barang yang kurang tersebut dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean semula dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal SPPB. |
(2) | Dalam hal barang yang terdapat selisih kurang (eksep) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didatangkan lebih dari 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penerbitan SPPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha harus mengajukan:
|
(3) | Tata cara pemasukan barang yang terdapat selisih kurang (eksep) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB X
PEMASUKAN BARANG KE KAWASAN PABEAN ATAU TEMPAT
LAIN UNTUK DIKELUARKAN DARI KAWASAN BEBAS
Bagian Kesatu
Pemasukan Barang ke Kawasan Pabean atau Tempat Lain
untuk Dikeluarkan dari Kawasan Bebas
Pasal 56
(1) | Barang yang dimasukkan ke Kawasan Pabean atau Tempat Lain, setelah dipenuhinya Kewajiban Pabean dapat dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke:
|
||||||
(2) | Barang yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa barang untuk:
|
||||||
(3) | Tata cara pengeluaran sementara dalam jangka waktu tertentu ke luar Daerah Pabean dengan dokumen carnet sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf k, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor sementara dengan menggunakan carnet atau ekspor yang dimaksudkan untuk diimpor kembali dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan carnet. | ||||||
(4) | Terhadap barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk di Kawasan Bebas yang berasal dari luar Daerah Pabean dan mendapatkan penetapan jumlah dan jenis oleh Badan Pengusahaan Kawasan, tidak dapat dikeluarkan dari Kawasan Bebas. | ||||||
(5) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atas pengeluaran barang konsumsi berupa Barang Kiriman, barang penumpang, atau barang awak Sarana Pengangkut dalam jumlah dan/atau nilai tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai. | ||||||
(6) | Tata cara pemasukan barang ke Kawasan Pabean untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 57
(1) | Atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas berupa bekal Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) huruf l, dapat dilakukan untuk Sarana Pengangkut yang:
|
||||
(2) | Pengeluaran barang dari Kawasan Bebas berupa bekal Sarana Pengangkut untuk Sarana Pengangkut yang lego di perairan koordinat Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan untuk Sarana Pengangkut yang lego jangkar di luar perairan koordinat Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat diberikan dalam hal:
|
||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, memuat paling sedikit informasi mengenai jumlah, jenis dan/atau nilai barang berupa bekal Sarana Pengangkut, identitas Sarana Pengangkut yang akan mengangkut bekal Sarana Pengangkut, identitas Sarana Pengangkut tujuan, dan bukti pendukung. | ||||
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan dalam bentuk:
|
||||
(5) | Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterima secara lengkap. | ||||
(6) | Jumlah dan/atau nilai barang berupa bekal Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Kantor Pabean dengan mempertimbangkan manajemen risiko. |
Pasal 58
(1) | Pemasukan barang ke Kawasan Pabean atau Tempat Lain dengan tujuan untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), wajib disampaikan dengan Pemberitahuan Pabean ke Kantor Pabean. |
(2) | Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke:
|
(3) | Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh pengusaha atau PPJK yang akan memasukkan barang ke Kawasan Pabean atau Tempat Lain dengan tujuan untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Kewajiban memberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku juga atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean berupa:
|
(5) | Ketentuan mengenai kewajiban untuk menyampaikan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berlaku untuk:
|
(6) | Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diberikan nomor dan tanggal oleh Pejabat Bea dan Cukai, merupakan persetujuan untuk pemasukan barang ke Kawasan Pabean. |
(7) | Tata cara penyampaian Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemberitahuan pabean dalam rangka pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. |
Pasal 59
(1) | Penyampaian Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2), dilampiri dengan Pemberitahuan Pabean pemasukan barang ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2). |
(2) | Dalam hal penyampaian Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) tidak dilampiri:
|
terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, kawasan ekonomi khusus, atau ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, diperlakukan sebagai barang yang berasal dari luar Daerah Pabean. | |
(3) | Dikecualikan dari diperlakukan sebagai barang yang berasal dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal berdasarkan hasil Pemeriksaan Fisik kedapatan barang sepenuhnya berasal dari Kawasan Bebas (wholly obtained) atau berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(4) | Barang yang sepenuhnya berasal dari Kawasan Bebas (wholly obtained) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah barang yang berupa:
|
(5) | Dalam hal barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf e berupa Barang Hasil Produksi di Kawasan Bebas, penyampaian Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) dapat dilampiri:
|
Pasal 60
(1) | Barang yang dimasukkan ke Kawasan Pabean atau Tempat Lain dengan tujuan untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf a merupakan:
|
diperlakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bea keluar. | |
(2) | Pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
(3) | Pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pelabuhan muat di Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, kawasan ekonomi khusus, atau tempat lain dalam Daerah Pabean:
|
(4) | Tata cara pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf a, dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor. |
Pasal 61
(1) | Barang yang telah mendapatkan persetujuan pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain untuk dikeluarkan ke:
|
||||||||||||||
hanya dapat dikeluarkan untuk dimuat ke Sarana Pengangkut yang berangkat ke luar dari Kawasan Bebas. | |||||||||||||||
(2) | Dalam hal pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui darat, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
Bagian Kedua
Pemasukan Barang ke Kawasan Pabean atau Tempat Lain
untuk Dikeluarkan Kembali dari Kawasan Bebas ke Luar
Daerah Pabean
Pasal 62
(1) | Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) dapat dimasukkan ke Kawasan Pabean atau Tempat Lain untuk dikeluarkan kembali dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean dengan mengajukan Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean. |
(2) | Penelitian dokumen dan Pemeriksaan Fisik atas pengeluaran kembali barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan tata cara penelitian dokumen dan Pemeriksaan Fisik atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean. |
Bagian Ketiga
Pemasukan Barang ke Kawasan Pabean atau Tempat Lain
untuk Dikeluarkan Kembali dari Kawasan Bebas ke Tempat
Lain dalam Daerah Pabean
Pasal 63
(1) | Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dapat dimasukkan ke Kawasan Pabean atau Tempat Lain untuk dikeluarkan kembali dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean dengan mengajukan Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(2) | Penelitian dokumen dan Pemeriksaan Fisik atas pengeluaran kembali barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan tata cara penelitian dokumen dan Pemeriksaan Fisik atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(3) | Pemungutan PPN atas pengeluaran kembali barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean yang terdapat pemungutan PPN dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan di Kawasan Bebas. |
(4) | Terhadap pengeluaran kembali barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan dari pemeriksaan ketentuan larangan dan pembatasan. |
Bagian Keempat
Pemasukan Barang ke Kawasan Pabean atau Tempat Lain
untuk Dikeluarkan dari Kawasan Bebas untuk Tujuan Tertentu
dalam Jangka Waktu Tertentu ke Tempat Lain dalam Daerah
Pabean
Pasal 64
(1) | Barang asal luar Daerah Pabean dapat dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf e untuk tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean berdasarkan permohonan dari pengusaha. | ||||||||||||||
(2) | Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan terhadap barang yang berhubungan dengan:
|
||||||||||||||
(3) | Terhadap pengeluaran barang yang berhubungan dengan kegiatan usahanya berupa mesin atau peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 1, pengusaha wajib:
|
||||||||||||||
(4) | Terhadap pengeluaran barang berupa mesin atau peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 2 dan angka 3, atau barang untuk kegiatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, pengusaha wajib menyerahkan jaminan sebesar bea masuk yang seharusnya dibayar, ditambah dengan PPN, dan Pajak Penghasilan Pasal 22. | ||||||||||||||
(5) | Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan ayat (4), wajib diserahkan sebelum mendapat nomor Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf e. | ||||||||||||||
(6) | Kepala Kantor Pabean menetapkan bentuk jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berdasarkan manajemen risiko. | ||||||||||||||
(7) | Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sehingga menjadi paling lama 3 (tiga) tahun, dimulai sejak tanggal Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf e. | ||||||||||||||
(8) | Pejabat Bea dan Cukai memberikan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dengan mempertimbangkan bukti pendukung yang menyebutkan tentang jangka waktu pengeluaran barang untuk tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean. | ||||||||||||||
(9) | Tata cara penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan. | ||||||||||||||
(10) | Tata cara pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean untuk tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor sementara. |
Pasal 65
(1) | Terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1), pengusaha harus menyampaikan Pemberitahuan Pabean pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a angka 2 dengan dilampiri dokumen pendukung, atas barang yang akan dimasukkan kembali sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7). |
(2) | Realisasi pemasukan kembali atas barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1), dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7). |
(3) | Tata cara pemasukan kembali barang yang telah dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean untuk tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor sementara. |
Pasal 66
(1) | Pengusaha yang terlambat memasukkan kembali barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar berdasarkan penetapan Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Terlambat memasukkan kembali barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Dalam hal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) tidak akan dimasukkan kembali ke Kawasan Bebas, pengusaha mengajukan permohonan untuk tidak memasukkan kembali barang yang telah dikeluarkan dari Kawasan Bebas kepada Kepala Kantor Pabean tempat pengeluaran barang. |
(4) | Dalam hal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) merupakan barang yang terkena ketentuan pembatasan, perizinan impor wajib dipenuhi sebelum pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan. |
(5) | Terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) yang telah mendapat keputusan mengenai tidak memasukkan kembali barang, pengusaha wajib membayar bea masuk dan/atau pajak dalam rangka pengeluaran barang dari Kawasan Bebas yang terutang serta sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7), semula. |
(6) | Tata cara penyampaian permohonan keterlambatan pemasukan kembali ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau tidak dimasukkan kembali ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai impor sementara. |
Bagian Kelima
Pemasukan Barang yang Mendapat Fasilitas Pembebasan Bea
Masuk untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang
Termasuk dalam Barang yang Mendapatkan Cost Recovery dan
Gross Split ke Kawasan Pabean atau Tempat Lain untuk
Dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain dalam
Daerah Pabean
Pasal 67
(1) | Barang asal luar Daerah Pabean dapat dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf e untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. |
(2) | Barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan barang yang:
|
(3) | Terhadap pengeluaran barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha wajib melampirkan keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada saat penyampaian Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) huruf c. |
(4) | Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diselesaikan kewajiban untuk dikeluarkan kembali ke luar Daerah Pabean dengan dimasukkan kembali ke Kawasan Bebas dengan menyampaikan Pemberitahuan Pabean pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a angka 2. |
(5) | Terhadap pemasukan kembali barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan Pemeriksaan Fisik. |
(6) | Tata cara Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud sebagaimana pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan tata cara Pemeriksaan Fisik atas barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean. |
Bagian Keenam
Konsolidasi
Pasal 68
(1) | Terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean, tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus dapat dilakukan konsolidasi di TPS atau Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2). |
(2) | Terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan konsolidasi dalam hal barang tersebut telah:
|
(3) | Terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean, dapat dilakukan konsolidasi di TPS atau Tempat Lain yang Diperlakukan Sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) atas barang yang berasal dari tempat lain dari Kantor Pabean lain yang berada di Kawasan Bebas maupun bukan di Kawasan Bebas. |
(4) | Terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan konsolidasi dalam hal barang tersebut telah:
|
(5) | Pihak yang melakukan konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) adalah konsolidator yang merupakan pengusaha yang telah mendapat persetujuan sebagai pihak yang melakukan konsolidasi barang dari Kepala Kantor Pabean. |
(6) | Konsolidator sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memberitahukan konsolidasi barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas dalam PKB dan menyampaikannya ke Kantor Pabean pemuatan. |
(7) | PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan pemberitahuan yang dibuat oleh pihak yang melakukan konsolidasi yang berisi daftar seluruh Pemberitahuan Pabean dan NPPB atau SPPB yang ada dalam satu peti kemas atau Pemberitahuan Pabean dari Kantor Pabean asal. |
Pasal 69
(1) | Dalam hal barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas dilakukan Pemeriksaan Fisik, pelaksanaan Pemeriksaan Fisik dilakukan sebelum barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas dikonsolidasikan. |
(2) | Kegiatan konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pihak yang melakukan konsolidasi, terdiri dari:
|
Pasal 70
(1) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagai konsolidator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf a, pengusaha mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal pengusaha telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
Pasal 71
(1) | Untuk melakukan konsolidasi dalam satu kelompok perusahaan, harus ditunjuk pengusaha yang bertanggung jawab atas konsolidasi barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas dari kelompok perusahaan yang melakukan konsolidasi barangnya. |
(2) | Pengusaha yang bertanggung jawab atas konsolidasi barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberitahukan kepada Kantor Pabean pemuatan tentang:
|
Pasal 72
(1) | Pihak yang melakukan konsolidasi barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) harus memberitahukan konsolidasi barang dalam PKB dan menyampaikannya ke Kantor Pabean pemuatan. |
(2) | Pada Kantor Pabean pemuatan yang dalam sistem pelayanan kepabeanannya menggunakan sistem PDE kepabeanan, penyampaian PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan sistem PDE kepabeanan. |
(3) | Pada Kantor Pabean pemuatan yang dalam sistem pelayanan kepabeanannya tidak menggunakan sistem PDE kepabeanan, penyampaian PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan tulisan di atas formulir. |
(4) | PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicetak sesuai peruntukannya sebagai berikut:
|
(5) | Hasil cetak data PKB yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran digunakan sebagai dokumen pemasukan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Pabean tempat pemuatan dan pemuatan ke Sarana Pengangkut. |
(6) | Dalam hal pengusaha yang akan mengeluarkan barang dari Kawasan Bebas telah menyampaikan Pemberitahuan Pabean di Kantor Pabean pemuatan, pengangkutan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas dari gudang pengusaha ke tempat konsolidasi menggunakan NPPB atau SPPB. |
Pasal 73
(1) | Tata cara pendaftaran konsolidator dan konsolidasi barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Ketujuh
Pengeluaran Barang Sebagian (Parsial) dari Kawasan Bebas
Pasal 74
(1) | Barang yang dimasukkan ke Kawasan Pabean atau Tempat Lain dengan tujuan untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat dilakukan pengeluaran sebagian (parsial). |
(2) | Pengeluaran sebagian (parsial) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
|
(3) | Penyelesaian barang yang telah dikeluarkan sebagian (parsial) dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean semula paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal SPPB. |
(4) | Dalam hal sisa barang yang akan dilakukan pengeluaran sebagian (parsial) dalam jangka waktu lebih dari 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penerbitan SPPB, pengusaha harus melakukan kegiatan sebagai berikut:
|
(5) | Terhadap sisa barang yang tidak dilakukan pengeluaran sebagian (parsial) dalam jangka waktu lebih dari 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penerbitan SPPB akan ditetapkan sebagai barang dikuasai negara. |
(6) | Penyelesaian barang dikuasai negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelesaian terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara. |
(7) | Tata cara pengeluaran sebagian (parsial) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB XI
PENGANGKUTAN BARANG UNTUK DIANGKUT TERUS ATAU
DIANGKUT LANJUT
Bagian Kesatu
Pemasukan Barang ke Kawasan Pabean untuk Diangkut Terus
atau Diangkut Lanjut
Pasal 75
(1) | Barang yang diangkut oleh Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dapat dimasukkan ke Kawasan Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut. |
(2) | Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ke Kawasan Pabean, wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest. |
(3) | Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat secara rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah. |
(4) | Pengelompokan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
|
(5) | Pos-pos sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat berdasarkan Bill of Lading, Airway Bill, atau dokumen Pengangkutan barang lainnya. |
(6) | Tata cara penyerahan Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata laksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan Sarana Pengangkut, Manifes kedatangan Sarana Pengangkut, dan Manifes keberangkatan Sarana Pengangkut. |
Bagian Kedua
Pengeluaran Barang dari Kawasan Pabean untuk Diangkut
Terus atau Diangkut Lanjut
Pasal 76
(1) | Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dapat dikeluarkan kembali dari Kawasan Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut. |
(2) | Pengeluaran barang dari Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest. |
(3) | Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat secara rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah. |
(4) | Pengelompokan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: a. barang atau peti kemas kosong asal luar Daerah Pabean yang diangkut terus;
|
(5) | Pos-pos sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat berdasarkan Bill of Lading, Airway Bill, atau dokumen pengangkutan barang lainnya. |
(6) | Pos-pos sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus memuat elemen data yang dapat memberikan informasi pemasukan barang ke Kawasan Pabean yang paling sedikit meliputi nomor dan tanggal pendaftaran serta nomor pos dan subpos Inward Manifest. |
(7) | Tata cara penyerahan Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan sarana pengangkut, dan manifes keberangkatan sarana pengangkut. |
(8) | Tata cara pemasukan barang untuk diangkut terus atau diangkut lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dan pengeluaran barang untuk diangkut terus atau diangkut lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Ketiga
Penimbunan Barang untuk Diangkut Lanjut
Pasal 77
(1) | Sementara menunggu pengeluaran untuk diangkut lanjut, barang yang dibongkar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dapat ditimbun di TPS, TPS Pusat Distribusi, atau tempat lain yang dipersamakan dengan TPS. |
(2) | Penetapan TPS sebagai TPS Pusat Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kawasan pabean dan tempat penimbunan sementara. |
Bagian Keempat
Pembongkaran dan/atau Pemuatan Barang dari dan ke Sarana
Pengangkut untuk Diangkut Lanjut
Pasal 78
(1) | Pembongkaran dan/atau pemuatan barang dari dan ke Sarana Pengangkut untuk diangkut lanjut dapat dilakukan di Kawasan Pabean atau dalam hal tertentu dapat dibongkar atau dimuat di Tempat Lain setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Izin pembongkaran atau pemuatan di Tempat Lain oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapatkan rekomendasi dari Badan Pengusahaan Kawasan. |
(3) | Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke dalam Sarana Pengangkut dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP. |
(4) | Permohonan pemuatan di Tempat Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk data elektronik melalui SKP. |
(5) | Terhadap pembongkaran dan/atau pemuatan barang yang dimasukkan atau dikeluarkan ke dan dari Kawasan Bebas dari atau ke Sarana Pengangkut untuk diangkut lanjut, dilakukan pengawasan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
Pasal 79
(1) | Untuk dapat melakukan pembongkaran dan/atau pemuatan barang yang dimasukkan atau dikeluarkan ke dan dari Kawasan Bebas di Tempat Lain untuk diangkut lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1), Pengangkut mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean. | ||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk:
|
||||
(3) | Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap. | ||||
(4) | Dalam hal Kantor Pabean merupakan Kantor Pelayanan Utama, persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Kepala Bidang yang menyelenggarakan fungsi pengawasan pembongkaran atau pemuatan atas nama Kepala Kantor Pelayanan Utama. | ||||
(5) | Dalam keadaan tertentu yang memerlukan penelitian lapangan, persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diberikan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah penelitian lapangan dan permohonan diterima secara lengkap. | ||||
(6) | Persetujuan pembongkaran dan/atau pemuatan barang di Tempat Lain untuk diangkut lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), berlaku sebagai dokumen pengeluaran atau pemasukan dari atau ke Kawasan Pabean. |
Bagian Kelima
Pengangkutan Barang untuk Diangkut Lanjut dengan
Multimoda
Pasal 80
(1) | Pengangkutan barang dengan tujuan untuk diangkut lanjut, dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1 (satu) jenis moda transportasi yang dibuktikan dengan kontrak pengangkutan multimoda. |
(2) | Kontrak pengangkutan multimoda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Bill of Lading, Airway Bill, atau dokumen Pengangkutan barang lainnya. |
(3) | Kontrak pengangkutan multimoda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:
|
Bagian Keenam
Pengawasan Terhadap Barang untuk Diangkut Terus dan
Diangkut Lanjut
Pasal 81
(1) | Pengangkutan barang dari Kawasan Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut dilakukan di bawah pengawasan pabean. |
(2) | Pengawasan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
Pasal 82
(1) | SKP melakukan rekonsiliasi atas pemasukan dan pengeluaran barang untuk diangkut terus atau diangkut lanjut. |
(2) | Dalam hal SKP mengalami gangguan operasional atau rekonsiliasi memerlukan penelitian lebih mendalam oleh Pejabat Bea dan Cukai, Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan rekonsiliasi atas pemasukan dan pengeluaran barang untuk diangkut terus atau diangkut lanjut. |
(3) | Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
Pasal 83
(1) | Dalam hal barang untuk diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan berikutnya di:
|
SKP menyampaikan informasi keberangkatan barang untuk diangkut terus atau diangkut lanjut kepada Kantor Pabean tujuan. | |
(2) | Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa rincian pos-pos Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3). |
(3) | Dalam hal SKP mengalami gangguan operasional, Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan informasi keberangkatan barang untuk diangkut terus atau diangkut lanjut kepada Kantor Pabean tujuan. |
(4) | Terhadap pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan berupa pemasangan tanda pengaman dan:
|
(5) | Dalam hal barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut ke Kawasan Bebas lain:
|
dilakukan pemberitahuan kepada KPP setempat untuk dapat menjadi pertimbangan untuk pemberian fasilitas perpajakan berupa PPN tidak dipungut. |
Pasal 84
(1) | SKP di Kantor Pabean tujuan melakukan rekonsiliasi tindak lanjut pengangkutan barang yang diangkut terus atau diangkut lanjut. |
(2) | Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
(3) | SKP di Kantor Pabean tujuan menyampaikan hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pabean asal. |
(4) | Dalam hal hasil rekonsiliasi tindak lanjut pengangkutan barang untuk diangkut terus atau diangkut lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum diterima dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak keberangkatan Sarana Pengangkut:
|
(5) | Dalam hal SKP di Kantor Pabean tujuan mengalami gangguan operasional, Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean tujuan:
|
BAB XII
PENGANGKUTAN BARANG DARI KAWASAN PABEAN ATAU
TEMPAT LAIN KE TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA
LAINNYA
Bagian Kesatu
Pengeluaran Barang dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain
untuk Diangkut ke TPS di Kawasan Pabean Lainnya
Pasal 85
(1) | Barang yang dibongkar di Kawasan Pabean atau Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dapat dikeluarkan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya di:
|
(2) | Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang dari Kawasan Pabean di Kawasan Bebas untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya. |
(3) | Terhadap pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean yang akan diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya di tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, wajib menyerahkan jaminan sebesar bea masuk, cukai, PPN, dan Pajak Penghasilan Pasal 22, kepada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean tempat pembongkaran barang. |
(4) | Pengeluaran barang untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dalam hal:
|
(5) | Pengeluaran barang untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya di Kawasan Bebas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau ke TPS di Kawasan Pabean lainnya di tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan dalam hal pemilik barang (consignee) dalam dokumen pengangkutan barang yang dibongkar di Kawasan Pabean atau Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) merupakan pengusaha yang berada di Kawasan Bebas lain atau di tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(6) | Pengeluaran barang dari Kawasan Pabean di suatu Kantor Pabean dengan tujuan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya dengan alasan kongesti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, dapat diberikan jika seluruh TPS lain di wilayah kerja Kantor Pabean tempat dilakukan pembongkaran terdapat kongesti dan tidak dapat dilakukan PLP. |
(7) | Pengeluaran barang dari Kawasan Pabean di suatu Kantor Pabean dengan tujuan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean di Kantor Pabean lainnya dilakukan oleh:
|
(8) | Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (7), bertanggung jawab atas bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka pengeluaran barang dari Kawasan Bebas atas barang yang dikeluarkan dari Kawasan Pabean untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya. |
(9) | Tata cara penyampaian Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemberitahuan pabean dalam rangka pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. |
(10) | Tata cara pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 86
(1) | Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (7) yang akan mengeluarkan barang dari TPS, wajib menyerahkan Pemberitahuan Pabean pada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean asal. | ||||
(2) | Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , berupa Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Kawasan Pabean untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya. | ||||
(3) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikeluarkan dari TPS setelah Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean asal melakukan penelitian dan memberikan nomor serta tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||
(4) | Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat disampaikan dalam bentuk:
|
||||
(5) | Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pemberitahuan Pabean Outward Manifest pada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean asal. | ||||
(6) | Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP pada Kantor Pabean asal menyampaikan tembusan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kantor Pabean tujuan. |
Bagian Kedua
Pemindahan Lokasi Penimbunan
Pasal 87
(1) | Barang yang dibongkar di Kawasan Pabean atau Tempat Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dapat dilakukan PLP antar TPS dalam satu Kawasan Pabean. | ||||
(2) | PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan jika barang ya ng bersangkutan belum diajukan Pemberitahuan Pabean. | ||||
(3) | Atas PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha TPS wajib menyampaikan permohonan untuk dilakukan PLP antar TPS dalam satu Kawasan Pabean kepada Kepala Kantor Pabean melalui Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dengan mencantumkan alasan permohonan PLP. | ||||
(4) | PLP antar TPS dalam satu Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam hal:
|
||||
(5) | Permohonan PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan dalam bentuk:
|
||||
(6) | Contoh format Permohonan PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(7) | Tata cara PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 88
(1) | Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap permohonan PLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (3). |
(2) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 1 (satu) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(3) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
|
Pasal 89
(1) | Pengusaha TPS dapat melakukan PLP terhadap barang yang akan dilakukan Pemeriksaan Fisik barang dalam rangka pemeriksaan pabean dan/atau pemeriksaan karantina ke TPS lain dalam 1 (satu) Kawasan Pabean tanpa persetujuan Kepala Kantor Pabean. |
(2) | PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah Pengusaha TPS menyampaikan pemberitahuan kepada Kantor Pabean dalam bentuk data elektronik melalui SKP TPS online. |
(3) | Untuk dapat melakukan PLP ke TPS lain dalam 1 (satu) Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan data pengeluaran dan pemasukan barang secara real time ke SKP pada Kantor Pabean. |
(5) | Selain PLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PLP dilakukan terhadap barang yang ditimbun di TPS yang keputusan mengenai penetapan TPS telah berakhir atau dicabut. |
(6) | Dalam hal TPS belum ditetapkan sebagai TPS online, maka pengajuan PLP menggunakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (3). |
(7) | Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali PLP, kecuali terhadap:
|
Bagian Ketiga
Pemasukan Barang ke Kawasan Pabean atas Barang yang
Diangkut dari TPS di Kawasan Pabean Lainnya
Pasal 90
(1) | Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (7), wajib menyampaikan Pemberitahuan Pabean yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (3) ke Kantor Pabean yang mengawasi TPS di Kawasan Pabean tujuan. |
(2) | Penyampaian Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan penyampaian pemberitahuan RKSP dan Inward Manifest pada Kantor Pabean yang mengawasi TPS di Kawasan Pabean tujuan. |
(3) | Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan paling lambat:
|
Bagian Keempat
Pengawasan Pengangkutan Barang dari Kawasan Pabean
untuk Diangkut ke TPS di Kawasan Pabean Lainnya di Tempat
Lain dalam Daerah Pabean
Pasal 91
(1) | Pengangkutan barang dari Kawasan Pabean untuk dikeluarkan untuk diangkut ke TPS di Kawasan Pabean lainnya di tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf c dilakukan di bawah pengawasan pabean. |
(2) | Pengawasan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan pemasangan tanda pengaman dan disertai dengan:
|
berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean. | |
(3) | Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikembalikan setelah barang sampai di TPS tujuan dalam keadaan lengkap. |
(4) | Jenis jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan. |
BAB XIII
PENGANGKUTAN BARANG YANG BERADA DI BAWAH
PENGAWASAN SATU KANTOR PABEAN
Bagian Kesatu
Pengangkutan Barang Antar Wilayah dalam Kawasan Bebas
yang Melalui Tempat Lain dalam Daerah Pabean di Bawah
Pengawasan Satu Kantor Pabean
Pasal 92
(1) | Terhadap barang yang berada di Kawasan Bebas dapat dilakukan pengangkutan antar wilayah dalam Kawasan Bebas yang melalui tempat lain dalam Daerah Pabean di bawah pengawasan satu Kantor Pabean. | ||||
(2) | Untuk dapat melakukan pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha pemilik barang mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dengan dilampiri dokumen pendukung. | ||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam bentuk:
|
||||
(4) | Pemuatan atas barang yang akan dilakukan pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di:
|
||||
setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. | |||||
(5) | Terhadap pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan berupa:
|
||||
oleh Pejabat Bea dan Cukai. |
Bagian Kedua
Pengangkutan Barang dalam Rangka Pemasukan dan
Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan Bebas ke dan dari
Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus
di Bawah Pengawasan Satu Kantor Pabean
Pasal 93
(1) | Terhadap barang dapat dilakukan pengangkutan dalam rangka:
|
||||
(2) | Pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b atau Pasal 58 ayat (2) dalam bentuk:
|
||||
(3) | Pembongkaran dan pemuatan atas barang yang akan dilakukan pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di Tempat Lain setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean. | ||||
(4) | Terhadap pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan oleh Pejabat Bea dan Cukai berupa: a. pemasangan tanda pengaman terhadap kemasan atau peti kemas; dan/atau b. pengawalan. |
BAB XIV
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN PENGEMAS YANG DIPAKAI
BERULANG-ULANG (RETURNABLE PACKAGE) KE DAN DARI
KAWASAN BEBAS
Pasal 94
(1) | Pemasukan dan/atau pengeluaran kemasan yang dipakai berulang-ulang (returnable package) ke atau dari Kawasan Bebas dapat dilakukan oleh pengusaha setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Pabean. | ||||
(2) | Kemasan yang dipakai berulang-ulang (returnable package) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kemasan yang berasal dari luar Daerah Pabean atau dari tempat lain dalam Daerah Pabean, yang digunakan atau akan digunakan dalam rangka Pengangkutan dan/atau pengemasan barang ke dan/atau dari Kawasan Bebas secara berulang-ulang. | ||||
(3) | Termasuk dalam pemasukan dan/atau pengeluaran kemasan yang dipakai berulang-ulang (returnable package) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu pemasukan atau pengeluaran kemasan asal luar Daerah Pabean yang digunakan untuk pengangkutan barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean secara berulang-ulang. | ||||
(4) | Permohonan diajukan di awal kegiatan dan diperpanjang setiap tahun dengan menyebutkan uraian pengemas antara lain:
|
||||
(5) | Izin dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan sepanjang memenuhi persyaratan:
|
||||
(6) | Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima secara lengkap. | ||||
(7) | Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang. | ||||
(8) | Terhadap pemasukan dan pengeluaran kemasan yang dipakai berulang-ulang (returnable package) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan dari ketentuan menyerahkan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) dan Pasal 58 ayat (2). | ||||
(9) | Penyampaian permohonan, pemberian izin, dan pelayanan pemasukan dan pengeluaran kemasan yang dipakai berulang-ulang (returnable package) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk:
|
||||
(10) | Tata cara pemasukan dan pengeluaran kemasan yang dipakai berulang-ulang (returnable package) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB XV
PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN PABEAN DAN DOKUMEN
PELENGKAP PABEAN
Bagian Kesatu
Penyampaian Pemberitahuan Pabean dan Dokumen Pelengkap
Pabean
Pasal 95
(1) | Dokumen berupa:
|
wajib disampaikan pengusaha ke Kantor Pabean untuk setiap pemasukan atau pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas. | |
(2) | Pemberitahuan Pabean dan Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk data elektronik melalui sistem PDE kepabeanan. |
(3) | Sistem PDE kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhubung dengan sistem Indonesia National Single Window (INSW) dan/atau ekosistem logistik Kawasan Bebas sebagai bagian dari ekosistem logistik nasional (National Logistic Ecosystem/NLE) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4). |
(4) | Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemberitahuan pabean dalam rangka pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. |
(5) | Dalam hal diperlukan, Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta Dokumen Pelengkap Pabean lainnya, dan atas permintaan tersebut pengusaha harus menyampaikan secara online melalui SKP atau hard copy dalam jangka waktu 3 hari dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Pemberitahuan Pabean yang telah disampaikan. |
Pasal 96
(1) | Penyampaian Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) huruf a dapat disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir, dalam hal telah ditetapkan waktu pelayanan keadaan kahar:
|
(2) | Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) huruf b dapat disampaikan dalam bentuk hardcopy dalam hal Kepala Kantor menetapkan lain dengan mempertimbangkan keterbatasan sistem PDE kepabeanan. |
(3) | Selain dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha wajib menyampaikan dokumen bukti pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka pengeluaran barang dari Kawasan Bebas atau bukti pembayaran bea keluar, atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas. |
(4) | Penyampaian bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diperlukan dalam hal pembayaran bea masuk, cukai, pajak, dan/atau bea keluar dilakukan melalui sistem pembayaran yang terintegrasi dengan sistem PDE kepabeanan di Kantor Pabean. |
(5) | Tata cara penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa surat keterangan asal (certifícate of origin) untuk kepentingan pemberian tarif preferensi, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional. |
Bagian Kedua
Penyampaian Pemberitahuan Pabean dan Dokumen Pelengkap
Pabean Dalam Keadaan Kahar
Pasal 97
Tata cara penyampaian Pemberitahuan Pabean dalam keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai pelayanan penyampaian pemberitahuan kepabeanan dan/atau pemberitahuan cukai dalam keadaan kahar.
Bagian Ketiga
Perubahan Dan Pembatalan Pemberitahuan Pabean
Pasal 98
(1) | Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) huruf a dapat dilakukan perubahan atau pembatalan. |
(2) | Tata cara perubahan atau pembatalan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemberitahuan pabean dalam rangka pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. |
Bagian Keempat
Penyampaian Pemberitahuan Pabean Secara Berkala
Pasal 99
(1) | Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) huruf a dapat disampaikan ke Kantor Pabean secara berkala setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean atas pemasukan atau pengeluaran barang yang dilakukan oleh:
|
||||||||||
(2) | Untuk penyampaian Pemberitahuan Pabean secara berkala atas pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean ke tempat lain dalam Daerah Pabean, selain harus mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha harus menyerahkan jaminan. | ||||||||||
(3) | Kepala Kantor Pabean menetapkan bentuk jaminan yang harus diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan manajemen risiko. | ||||||||||
(4) | Bentuk jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan. | ||||||||||
(5) | Tata cara penyampaian Pemberitahuan Pabean secara berkala tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB XVI
PEMERIKSAAN PABEAN
Pasal 100
(1) | Dalam rangka pengawasan terhadap pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, dapat dilakukan pemeriksaan pabean dengan tetap menjamin kelancaran arus barang. |
(2) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan Pemeriksaan Fisik. |
Bagian Kesatu
Penelitian Dokumen
Pasal 101
(1) | Terhadap barang yang akan:
|
||||||||
dilakukan penelitian dokumen. | |||||||||
(2) | Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. | ||||||||
(3) | Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan kelengkapan dan kebenaran pengisian Pemberitahuan Pabean, kelengkapan Dokumen Pelengkap Pabean, dan pemenuhan ketentuan larangan dan pembatasan. | ||||||||
(4) | Dikecualikan dari penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap pemasukan barang ke Kawasan Bebas yang dilakukan dari:
|
Bagian Kedua
Pemeriksaan Fisik
Pasal 102
(1) | Terhadap barang yang akan:
|
||||||||||||
dapat dilakukan Pemeriksaan Fisik. | |||||||||||||
(2) | Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko atau NHI. | ||||||||||||
(3) | Dalam hal informasi intelijen diperoleh setelah dilakukan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2), unit pengawasan dapat menerbitkan NHI. | ||||||||||||
(4) | Terhadap barang yang diterbitkan NHI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan Pemeriksaan Fisik. | ||||||||||||
(5) | Pemeriksaan Fisik atas pemasukan dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas berupa barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk di Kawasan Bebas, hanya dilakukan berdasarkan NHI. | ||||||||||||
(6) | Terhadap barang yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 3, Pemeriksaan Fisik di pelabuhan asal dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||||||||||
(7) | Terhadap barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas dari Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3, Pemeriksaan Fisik dapat dilakukan di pelabuhan tujuan berdasarkan NHI. | ||||||||||||
(8) | Pemeriksaan Fisik atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean untuk tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) hanya dilakukan pada saat:
|
Pasal 103
(1) | Hasil Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1) dinyatakan dalam laporan hasil Pemeriksaan Fisik yang direkam dalam SKP. | ||||||
(2) | Dalam hal hasil Pemeriksaan Fisik atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1) huruf a angka 1 kedapatan jumlah dan jenis barang:
|
||||||
(3) | Dalam hal hasil Pemeriksaan Fisik atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas tujuan dari Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat atau kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1) huruf a angka 3 kedapatan jumlah dan jenis barang:
|
||||||
(4) | Dalam hal hasil Pemeriksaan Fisik atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1) huruf b angka 1 kedapatan jumlah dan jenis barang:
|
||||||
(5) | Dalam hal hasil Pemeriksaan Fisik atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1) huruf b angka 2 kedapatan jumlah dan jenis barang:
|
||||||
(6) | Dalam hal hasil Pemeriksaan Fisik atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat atau kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1) huruf b angka 3 kedapatan jumlah dan jenis barang:
|
||||||
(7) | Dalam hal pengusaha di Kawasan Bebas, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus asal telah melunasi pungutan bea masuk, cukai, PPN, pajak penghasilan Pasal 22 dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 2, pengusaha di Kawasan Bebas, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus asal menyampaikan bukti pelunasan kepada pengusaha di Kawasan Bebas tujuan untuk pengeluaran barang dari Kawasan Pabean di Kawasan Bebas tujuan. | ||||||
(8) | Tata cara Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pemeriksaan fisik barang impor. |
Pasal 104
(1) | Pemeriksaan Fisik dapat dilakukan di Kawasan Pabean atau di Tempat Lain di luar Kawasan Pabean dengan izin Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan Fisik atas barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas dilakukan karena ditetapkan secara acak atau diterbitkan NHI, Pemeriksaan Fisik dilakukan di Kawasan Pabean atau Tempat Lain di luar Kawasan Pabean dengan izin Kepala Kantor Pabean. |
(3) | Persetujuan Pemeriksaan Fisik barang di Tempat Lain di luar Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan izin untuk menimbun barang di gudang atau lapangan penimbunan milik pengusaha yang bersangkutan. |
(4) | Tata cara penimbunan barang untuk Pemeriksaan Fisik barang di Tempat Lain di luar Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Ketiga
Penelitian Tarif dan Nilai Pabean
Pasal 105
(1) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian dan penetapan terhadap tarif dan nilai pabean yang diberitahukan atas:
|
yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran. | |
(2) | Penelitian tarif dan nilai pabean atas Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean. |
(3) | Penelitian tarif dan penetapan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan terhadap pemasukan barang ke dan/atau pengeluaran barang dari Kawasan Bebas yang dilakukan oleh:
|
(4) | Penelitian dan penetapan nilai pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan terhadap Pemberitahuan Pabean atau Pemberitahuan Pabean yang diajukan pengusaha, instansi pemerintah pusat atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), apabila terdapat informasi dan petunjuk yang dapat dipertanggungjawabkan dari unit pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan instansi di luar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian tarif dan nilai pabean dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
Bagian Keempat
Manajemen Risiko dalam Pemeriksaan Pabean
Pasal 106
Ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) dan Pasal 102 ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
BAB XVII
PENGHITUNGAN BEA MASUK, CUKAI, DAN PAJAK
Bagian Kesatu
Nilai Pabean
Pasal 107
(1) | Nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dan pajak dalam rangka pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas yakni nilai transaksi dari barang yang bersangkutan. | ||||||||||
(2) | Nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dan pajak dalam rangka pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus, yakni nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu pada saat barang asal luar Daerah Pabean dimasukkan ke Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus. | ||||||||||
(3) | Nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dan pajak penghasilan Pasal 22 dalam rangka pengeluaran barang dari Kawasan Bebas berupa:
|
||||||||||
(4) | Dalam hal nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi, nilai pabean ditentukan secara hierarki berdasarkan nilai transaksi barang identik, nilai transaksi barang serupa, metode deduksi, metode komputasi, atau tata cara yang wajar dan konsisten. | ||||||||||
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. | ||||||||||
(6) | Contoh penghitungan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dan pajak dalam rangka pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 108
(1) | Nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) dan ayat (2) merupakan harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penjual atas barang yang dijual untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas ditambah dengan biaya-biaya dan/atau nilai-nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi sepanjang biaya-biaya dan/atau nilai-nilai tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar. |
(2) | Dalam hal harga yang seharusnya dibayar dan/atau biaya- biaya dan/atau nilai-nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengeluaran dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean belum dapat ditentukan nilainya pada saat pengajuan Pemberitahuan Pabean, pengusaha dapat melakukan deklarasi inisiatif (voluntary declaration) dan/atau pembayaran inisiatif (voluntary payment). |
(3) | Tata cara lebih lanjut mengenai nilai transaksi, atau biaya-biaya dan/atau nilai-nilai yang harus ditambahkan pada nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta deklarasi inisiatif (voluntary declaration) dan/atau pembayaran inisiatif (voluntary payment) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai deklarasi inisiatif (voluntary declaration) dan/atau pembayaran inisiatif (voluntary payment). |
Bagian Kedua
Klasifikasi dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Barang dalam
Rangka Pemasukan dan Pengeluaran ke dan dari Kawasan
Bebas
Pasal 109
(1) | Klasifikasi dan pembebanan tarif bea masuk untuk penghitungan bea masuk dan pajak dalam rangka pemasukan dan pengeluaran ke dan dari Kawasan Bebas berpedoman pada Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). |
(2) | Dalam hal terjadi perubahan ketentuan yang mengatur mengenai sistem klasifikasi dan pembebanan tarif bea masuk yang berbeda dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI), berlaku ketentuan mengenai perubahan sistem klasifikasi dan pembebanan tarif bea masuk dimaksud. |
(3) | Ketentuan mengenai sistem klasifikasi dan pembebanan tarif bea masuk berlaku pada saat Pemberitahuan Pabean mendapat nomor dan tanggal pendaftaran di Kantor Pabean. |
Pasal 110
(1) | Tarif preferensi dapat diberikan kepada pengusaha atas pengeluaran Barang Hasil Produksi di Kawasan Bebas yang menggunakan bahan baku dan/atau bahan penolong asal luar Daerah Pabean, dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(2) | Tata cara pengenaan tarif preferensi di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional. |
Bagian Ketiga
Dasar Penghitungan Pungutan Negara
Pasal 111
(1) | Penghitungan pungutan negara atas pengeluaran barang dan/atau bahan baku asal luar Daerah Pabean yang tanpa dilakukan Pengolahan di Kawasan Bebas, dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||
(2) | Dasar penghitungan pungutan negara atas pengeluaran barang atau bahan baku asal luar Daerah Pabean yang tanpa dilakukan Pengolahan di Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||
(3) | Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan ayat (2) huruf d termasuk bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan. | ||||
(4) | Dalam hal pada saat pemasukan barang dan/atau bahan baku asal luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan, saat pengeluaran barang dan/atau bahan baku asal luar Daerah Pabean yang tanpa dilakukan Pengolahan di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan. | ||||
(5) | Pemungutan bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan berdasarkan tarif yang berlaku pada saat pengeluaran barang dan/atau bahan baku dari Kawasan Bebas. | ||||
(6) | Dikecualikan dari pemungutan bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) jika bahan baku asal luar Daerah Pabean:
|
Pasal 112
(1) | Penghitungan pungutan negara atas Barang Hasil Produksi Kawasan Bebas yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
(2) | Atas Barang Hasil Produksi Kawasan Bebas yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean dapat dikecualikan dari ketentuan pungutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
(3) | Penghitungan pungutan negara atas Barang Hasil Produksi Kawasan Bebas yang dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
(4) | Dalam hal pembebanan tarif bea masuk untuk bahan baku lebih tinggi dari pembebanan tarif bea masuk untuk Barang Hasil Produksi Kawasan Bebas, dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu pembebanan tarif bea masuk Barang Hasil Produksi Kawasan Bebas yang berlaku pada saat dikeluarkan dari Kawasan Bebas. | ||||||
(5) | Penghitungan pungutan negara atas pengeluaran bahan baku asal luar Daerah Pabean yang dipergunakan untuk keperluan memperbaiki barang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (6) huruf b dilaksanakan sesuai dengan penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). | ||||||
(6) | Penghitungan pungutan negara atas pengeluaran Barang Hasil Produksi di Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus dilaksanakan sesuai dengan penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3). |
Pasal 113
(1) | Terhadap:
|
dapat dilakukan pengujian oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, secara periodik dan berdasarkan manajemen risiko. | |
(2) | Untuk kepentingan pengawasan dan pengamanan penerimaan negara, pengujian terhadap konversi penggunaan barang atau bahan baku dan transaksi jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan bersama dengan Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) | Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) ditemukan pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud ditindaklanjuti dengan pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan. |
(4) | Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) terdapat kesengajaan serta terdapat dugaan adanya tindak pidana kepabeanan, dilakukan penanganan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
Bagian Keempat
Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM)
Pasal 114
(1) | Untuk penghitungan bea masuk, cukai untuk pemasukan barang kena cukai dari luar Daerah Pabean yang pelunasan cukainya dengan pembayaran, dan pajak penghasilan Pasal 22, dipergunakan nilai dasar penghitungan bea masuk (NDPBM) yang berlaku pada saat Pemberitahuan Pabean didaftarkan ke Kantor Pabean. |
(2) | Pemberitahuan Pabean yang didaftarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pemberitahuan Pabean yang telah diisi secara lengkap dan benar, dan telah diterima oleh Pejabat Bea dan Cukai atau SKP di Kantor Pabean. |
(3) | Tata cara penghitungan nilai dasar penghitungan bea masuk (NDPBM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai nilai tukar mata uang yang digunakan untuk penghitungan dan pembayaran bea masuk. |
Bagian Kelima
Pembayaran Bea Masuk, Bea Keluar, Cukai, Pajak Penghasilan
Pasal 22, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda
Pasal 115
(1) | Pengusaha melakukan pembayaran bea masuk, bea keluar, PPN, pajak penghasilan Pasal 22, cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda berdasarkan:
|
(2) | Untuk melakukan pembayaran bea masuk, bea keluar, PPN, pajak penghasilan Pasal 22, cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda, SKP atau Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan kode billing. |
Pasal 116
(1) | Pembayaran bea masuk, dan pajak penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (1), dapat dilakukan dengan cara pembayaran tunai atau berkala. | ||||||
(2) | Pembayaran bea keluar, cukai, dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (1) dilakukan dengan cara pembayaran tunai. | ||||||
(3) | Pembayaran bea masuk dan pajak penghasilan Pasal 22 secara berkala hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean berdasarkan permohonan pengusaha untuk:
|
||||||
(4) | Pembayaran tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling lambat pada saat Pemberitahuan Pabean didaftarkan. | ||||||
(5) | Tata cara pembayaran bea masuk, bea keluar, cukai, Pajak Penghasilan Pasal 22, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, perpajakan, dan/atau cukai. |
Bagian Keenam
Keberatan
Pasal 117
(1) | Pengusaha/Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis atas penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai mengenai:
|
(2) | Tata cara pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai keberatan di bidang kepabeanan dan cukai. |
BAB XVIII
HAK AKSES ATAS TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK
PENGELOLAAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG
(IT INVENTORY)
Pasal 118
(1) | Teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory) harus dimiliki dan didayagunakan oleh:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c harus:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Pemberitahuan oleh pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disertai dengan pemberian hak akses kepada Pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Terhadap teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory) yang didayagunakan oleh pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, Pejabat Bea dan Cukai dengan mendapatkan hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat melakukan pemeriksaan atas:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Terhadap teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory) yang didayagunakan oleh pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Pejabat Bea dan Cukai dengan mendapatkan hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat melakukan pemeriksaan atas:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Terhadap pengusaha yang tidak memperbarui data teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory) melebihi jangka waktu 3 (tiga) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, Pejabat Bea dan Cukai dapat menyampaikan rekomendasi monitoring dan evaluasi, dan/atau melakukan evaluasi ulang penilaian profil operator ekonomi. |
Pasal 119
(1) | Terhadap pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c yang belum memiliki dan mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1), atas kegiatan pemasukan dan pengeluaran barangnya ke dan dari Kawasan Bebas tidak dilayani. | ||||
(2) | Terhadap pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c yang telah memiliki dan mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) namun saat pengeluaran barang dari Kawasan Bebas tidak melampirkan dan/atau tidak dapat membuktikan dokumen Pemberitahuan Pabean pemasukan barang ke Kawasan Bebas, atas kegiatan pengeluaran barangnya dari Kawasan Bebas tersebut tidak dilayani. | ||||
(3) | Terhadap pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c yang telah memiliki dan mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) namun terbukti melakukan kegiatan pengeluaran barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk, atas pengusaha dimaksud dikenakan sanksi pembekuan perizinan berusaha oleh Badan Pengusahaan Kawasan dan/atau pemblokiran Akses Kepabeanan atas kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas. | ||||
(4) | Dalam hal hasil penelitian dokumen kedapatan tidak memiliki dan mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang (IT Inventory), tidak dilayani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
|
||||
(5) | Dalam hal hasil penelitian dokumen kedapatan tidak melampirkan atau tidak dapat membuktikan dokumen Pemberitahuan Pabean pemasukan barang ke Kawasan Bebas, tidak dilayani sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan pemberitahuan kepada pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c mengenai tidak dilayani Pemberitahuan Pabean berikutnya sampai dengan pengusaha dimaksud dapat melampirkan dan/atau membuktikan dokumen Pemberitahuan Pabean pemasukan barang ke Kawasan Bebas. | ||||
(6) | Jangka waktu untuk pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c untuk melampirkan dan/atau membuktikan dokumen Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diberikan paling lama 3 (tiga) hari. | ||||
(7) | Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (6) pengusaha tidak dapat melampirkan dan/atau membuktikan dokumen Pemberitahuan Pabean pemasukan barang ke Kawasan Bebas:
|
BAB XIX
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 120
(1) | Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pengusaha yang melakukan kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas. |
(2) | Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap:
|
(3) | Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
yang dilaksanakan berdasarkan manajemen risiko. | |
(4) | Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap ketentuan di bidang perpajakan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan, dan dapat didampingi oleh Pejabat Bea dan Cukai. |
Pasal 121
(1) | Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (2) huruf a dilakukan oleh:
|
(2) | Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pemenuhan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan, perpajakan, dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:
|
(3) | Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan bersama dengan unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang audit dan/atau unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan, dengan diterbitkan surat tugas monitoring dan evaluasi. |
(4) | Dalam hal monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) ditemukan adanya indikasi pelanggaran berdasarkan hasil pengujian atau analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit dan/atau penelitian lebih lanjut oleh unit pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang audit kepabeanan dan cukai, dan /atau pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai. |
Pasal 122
(1) | Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pemanfaatan atas pemberian fasilitas kepabeanan, perpajakan, dan/atau cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (2) huruf b dilakukan oleh:
|
(2) | Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pemanfaatan atas pemberian fasilitas kepabeanan, perpajakan, dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengukur:
|
(3) | Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dipergunakan untuk:
|
BAB XX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 123
(1) | Sarana Pengangkut untuk kepentingan perbaikan di Kawasan Bebas atau pengeluaran Sarana Pengangkut setelah dilakukan perbaikan di Kawasan Bebas diperlakukan sebagai barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2). |
(2) | Terhadap pemasukan atau pengeluaran Sarana Pengangkut untuk kepentingan perbaikan di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha menyampaikan Pemberitahuan Pabean pemasukan atau pengeluaran barang ke atau dari Kawasan Bebas kepada Kepala Kantor Pabean. |
(3) | Terhadap pemasukan Sarana Pengangkut untuk kepentingan perbaikan di Kawasan Bebas, atau pengeluaran Sarana Pengangkut setelah dilakukan perbaikan di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pengawasan oleh unit pengawasan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(4) | Tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai tata cara pengawasan pembongkaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4). |
Pasal 124
(1) | Pemberitahuan Pabean yang digunakan dalam tata cara pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas yang mengacu pada ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini adalah Pemberitahuan Pabean yang digunakan di Kawasan Bebas. |
(2) | Dalam hal SKP belum tersedia atau dalam proses pengembangan:
|
(3) | Dalam hal pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus menggunakan dokumen Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b memerlukan penyesuaian SKP, pelayanan pemasukan barang menggunakan dokumen Pemberitahuan Pabean pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari Kawasan Bebas lain, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus. |
(4) | Untuk kelancaran pelayanan dan pengelolaan manajemen risiko, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dapat menyusun petunjuk teknis yang berkaitan dengan upaya kelancaran pelayanan dan pengawasan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. |
BAB XXI
PENUTUP
Pasal 125
(1) | Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
|
(2) | Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. |
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2021
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
-ttd-
ASKOLANI