Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-16/BC/2024

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

NOMOR PER - 16/BC/2024

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENCAMPURAN DAN PERUSAKAN ETIL ALKOHOL YANG MENDAPAT PEMBEBASAN CUKAI

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :


bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 55 huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pencampuran dan Perusakan Etil Alkohol yang Mendapat Pembebasan Cukai;


Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 772);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENCAMPURAN DAN PERUSAKAN ETIL ALKOHOL YANG MENDAPAT PEMBEBASAN CUKAI.

 



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

  1. Pembebasan Cukai adalah fasilitas yang diberikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir untuk tidak membayar cukai yang terutang.
  2. Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran.
  3. Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
  4. Pengusaha Pabrik adalah Orang yang mengusahakan Pabrik.
  5. Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari Pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor.
  6. Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah Orang yang mengusahakan Tempat Penyimpanan.
  7. Importir adalah Orang yang memasukkan barang kena cukai ke dalam daerah pabean.
  8. Bahan Baku adalah barang dan/atau bahan yang akan diolah menjadi barang hasil produksi yang mempunyai nilai guna yang lebih tinggi.
  9. Bahan Penolong adalah barang dan/atau bahan selain Bahan Baku yang digunakan dalam rangkaian kegiatan pengolahan atau kegiatan penggabungan yang berfungsi membantu dalam proses produksi.
  10. Barang Hasil Akhir yang Bukan Merupakan Barang Kena Cukai yang selanjutnya disebut BHA Bukan BKC adalah barang setengah jadi atau barang jadi yang tidak termasuk barang kena cukai yang dalam proses pembuatannya menggunakan barang kena cukai sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong.
  11. Etil Alkohol Murni adalah etil alkohol yang tidak didenaturasi, etil alkohol yang tidak dicampur dengan bahan pencampur tertentu, atau etil alkohol yang tidak dirusak dengan bahan perusak tertentu.
  12. Etil Alkohol Campur adalah etil alkohol yang didenaturasi atau yang ditambahkan bahan pencampur tertentu sehingga menjadi tidak baik/tidak layak untuk diminum, namun masih baik digunakan dalam rangka Pembebasan Cukai.
  13. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang, yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  14. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  16. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Khusus yang membawahi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  17. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban berdasarkan ketentuan undang-undang mengenai kepabeanan dan undang-undang mengenai cukai.
  18. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu berdasarkan undang-undang mengenai kepabeanan dan undang-undang mengenai cukai.

BAB II
PENCAMPURAN ETIL ALKOHOL

Pasal 2

(1) Pembebasan Cukai dapat diberikan atas barang kena cukai berupa etil alkohol:
a. yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC;
b. yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC melalui proses produksi terpadu;
c. untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; dan
d. yang dipergunakan untuk tujuan sosial berupa keperluan:
1. di bidang pelayanan kesehatan; dan/atau
2. bantuan bencana.
(2) Barang kena cukai berupa etil alkohol yang mendapat Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d harus dilakukan pencampuran sebelum pengeluaran dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau impor.
(3) Barang kena cukai berupa etil alkohol yang mendapat Pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus dilakukan pencampuran:
a. setelah keluar dari tempat atau tangki penimbunan Pabrik; dan
b. sebelum digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dalam pembuatan BHA Bukan BKC.
(4) Pencampuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan melalui penambahan etil alkohol dengan bahan pencampur tertentu untuk menghasilkan Etil Alkohol Campur.
(5) Dikecualikan dari ketentuan harus dilakukan pencampuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dalam hal barang kena cukai dengan Pembebasan Cukai berupa Etil Alkohol Murni yang digunakan sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong BHA Bukan BKC berupa:
a. obat-obatan;
b. produk pangan; dan/atau
c. BHA Bukan BKC lainnya berdasarkan spesifikasi teknisnya yang dalam proses pembuatannya tidak boleh atau tidak dapat menggunakan Etil Alkohol Campur.
(6) Pencampuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan di lokasi:
a. Pabrik atau Tempat Penyimpanan, untuk etil alkohol yang dibuat di Indonesia; atau
b. Kawasan Pabean, Tempat Penimbunan Sementara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, untuk etil alkohol asal impor.
(7) Pencampuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan di lokasi Pabrik.

  

 

Pasal 3

(1) Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang melakukan pencampuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), harus melakukan pemisahan wadah/tangki dan ruangan untuk menyimpan etil alkohol yang belum dicampur dan etil alkohol yang telah dicampur dengan bahan pencampur tertentu.
(2) Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang melakukan pencampuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), harus memiliki ruang laboratorium serta peralatan yang memadai.


Pasal 4

(1) Pencampuran etil alkohol dengan menggunakan jenis bahan pencampur tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dilakukan dengan formulasi tertentu.
(2) Jenis bahan pencampur tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir.
(3) Ketentuan mengenai jenis bahan pencampur tertentu dengan formulasi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Pencampuran etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 5

(1) Untuk melakukan pencampuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir menyampaikan pemberitahuan waktu pelaksanaan pencampuran etil alkohol kepada kepala Kantor yang mengawasi Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan menggunakan contoh format sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 


Pasal 6

(1) Kepala Kantor menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pencampuran etil alkohol berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang ditugaskan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pencampuran etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat berita acara pencampuran etil alkohol menggunakan contoh format sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Berdasarkan berita acara pencampuran etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencatatan dalam buku rekening barang kena cukai etil alkohol dan buku rekening barang kena cukai hasil pencampuran etil alkohol sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai penyelenggaraan buku rekening barang kena cukai dan buku rekening kredit.


Pasal 7

Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir etil alkohol harus menyelenggarakan pencatatan/buku persediaan atas pelaksanaan pencampuran etil alkohol menggunakan contoh format sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.



Pasal 8

(1) Etil Alkohol Campur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) yang pencampurannya tidak menggunakan bahan pencampur dan formulasi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan/atau tidak sesuai dengan tata cara pencampuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4), dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang cukai.
(2) Etil Alkohol Campur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) yang dilakukan pengolahan kembali (recovery), untuk memisahkan bahan pencampur tertentu, baik sebagian maupun seluruhnya, dengan cara penyulingan (distillation), rektifikasi, pemurnian (purification), dan/atau cara lainnya, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang cukai.
(3) Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir yang:
a. tidak memenuhi ketentuan pencampuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (4); dan/atau
b. tidak melaksanakan ketentuan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
dilakukan penyesuaian penilaian profil risiko.


Pasal 9

(1) Kepala Kantor yang mengawasi lokasi pencampuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) dan ayat (7) menyampaikan laporan bulanan tentang pencampuran etil alkohol dan pengeluaran Etil Alkohol Campur yang mendapat Pembebasan Cukai kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai dengan tembusan kepada kepala Kantor Wilayah paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(2) Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB III
PERUSAKAN ETIL ALKOHOL

Pasal 10

(1) Barang kena cukai berupa etil alkohol yang mendapat Pembebasan Cukai untuk dirusak sehingga tidak baik untuk diminum harus dilakukan perusakan sebelum pengeluaran dari Pabrik.
(2) Perusakan etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penambahan etil alkohol dengan bahan perusak tertentu untuk menghasilkan etil alkohol yang dirusak sehingga menjadi tidak baik untuk diminum.
(3) Perusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Pengusaha Pabrik dan dilaksanakan di Pabrik.
(4) Perusakan etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya diizinkan untuk etil alkohol produksi dalam negeri.


Pasal 11

Pengusaha Pabrik yang menghasilkan etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), harus melakukan pemisahan wadah/tangki dan ruangan untuk menyimpan etil alkohol yang belum dirusak dan etil alkohol yang telah dirusak dengan bahan perusak tertentu.



Pasal 12

(1) Perusakan etil alkohol sehingga tidak baik untuk diminum dengan menggunakan jenis bahan perusak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dilakukan dengan formulasi tertentu.
(2) Jenis bahan perusak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Pengusaha Pabrik.
(3) Perusakan etil alkohol sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan secara keseluruhan atau secara parsial untuk setiap kali perusakan etil alkohol.
(4) Ketentuan mengenai jenis bahan perusak tertentu dengan formulasi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Perusakan etil alkohol sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 13

(1) Untuk melakukan perusakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Pengusaha Pabrik mengajukan permohonan kepada kepala Kantor yang mengawasi Pengusaha Pabrik.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan menggunakan contoh format sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penelitian permohonan dengan pengujian perhitungan formulasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) sesuai dengan contoh perhitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Berdasarkan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal permohonan:
a. disetujui, kepala Kantor menyampaikan surat persetujuan perusakan dengan menggunakan contoh format sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; atau
b. ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan perusakan disertai alasan.
(5) Kepala Kantor menyampaikan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a kepada pemohon dengan tembusan:
a. direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai; dan
b. kepala Kantor Wilayah.
(6) Pelaksanaan perusakan etil alkohol dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkannya surat persetujuan dari kepala Kantor.
(7) Etil alkohol yang telah dirusak sehingga tidak baik untuk diminum harus dikeluarkan oleh Pengusaha Pabrik paling lambat 3 (tiga) hari setelah pelaksanaan perusakan untuk diangkut menuju ke tempat atau lokasi usaha pengguna pembebasan.


Pasal 14

(1) Kepala Kantor menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk mengawasi perusakan etil alkohol terhadap pelaksanaan perusakan etil alkohol berdasarkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) huruf a.
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang ditugaskan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perusakan etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat berita acara perusakan etil alkohol sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Berdasarkan berita acara perusakan etil alkohol sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pencatatan terhadap:
a. etil alkohol sebelum dirusak pada buku rekening barang kena cukai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan buku rekening barang kena cukai dan buku rekening kredit; dan
b. hasil perusakan etil alkohol dan dokumen cukai yang melindungi pengangkutan barang kena cukai etil alkohol yang telah dirusak sehingga tidak baik untuk diminum pada buku bantu rekening barang kena cukai hasil perusakan etil alkohol menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 15

Pengusaha Pabrik harus menyelenggarakan pencatatan/buku persediaan atas pelaksanaan perusakan etil alkohol sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.



Pasal 16

(1) Etil alkohol yang telah dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) yang perusakannya tidak menggunakan bahan perusak dan formulasi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan/atau tidak sesuai dengan tata cara perusakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5), dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
(2) Etil alkohol yang telah dirusak sehingga tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) yang dilakukan pengolahan kembali (recovery), untuk memisahkan bahan perusak tertentu, baik sebagian maupun seluruhnya, dengan cara penyulingan (distillation), rektifikasi, pemurnian (purification), dan/atau cara lainnya, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang cukai.
(3) Pengusaha Pabrik yang:
a. tidak memenuhi ketentuan perusakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (5); dan/atau
b. tidak melaksanakan ketentuan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15,
dilakukan penyesuaian penilaian profil risiko.


Pasal 17

(1) Kepala Kantor yang mengawasi Pengusaha Pabrik harus menyampaikan laporan bulanan tentang perusakan etil alkohol dan hasil perusakan etil alkohol sehingga menjadi tidak baik untuk diminum serta pengeluarannya kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur yang mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang cukai dengan tembusan kepada kepala Kantor Wilayah paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(2) Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB IV
PENGUJIAN SECARA LABORATORIS

Pasal 18

(1) Kepala Kantor dapat mengambil sampel bahan pencampur, bahan perusak, hasil pencampuran etil alkohol, dan hasil perusakan etil alkohol untuk dilakukan pengujian secara laboratoris untuk menguji kesesuaian:
a. jenis dan jumlah bahan pencampur tertentu, untuk Etil Alkohol Campur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4); atau
b. jenis dan jumlah bahan perusak tertentu, untuk etil alkohol yang dirusak sehingga menjadi tidak baik untuk diminum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).
(2) Pengujian secara laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan    perundang-undangan    mengenai laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Dalam hal pengujian laboratoris tidak dapat dilakukan di laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Kantor dapat melakukan pengujian laboratoris di laboratorium lain.
(4) Hasil pengujian secara laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat diberikan toleransi kekurangan (analytical tolerance) jumlah bahan pencampur tertentu atau bahan perusak tertentu.
(5) Toleransi kekurangan (analytical tolerance) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan paling banyak sebesar 5% dari jumlah bahan pencampur tertentu atau bahan perusak tertentu.
(6) Dalam hal hasil pengujian secara laboratoris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) terdapat kekurangan jumlah bahan pencampur tertentu atau bahan perusak tertentu yang melebihi toleransi kekurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dikenai sanksi mengenai penyalahgunaan fasilitas Pembebasan Cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.


Pasal 19

Ketentuan mengenai pelaksanaan pengujian secara laboratoris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai petunjuk teknis pengambilan contoh barang dan pelaksanaan pengujian laboratoris serta identifikasi barang.



BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 20

Pengeluaran etil alkohol yang telah dicampur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) atau yang telah dirusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), dilakukan dengan menggunakan dokumen cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai.

 


Pasal 21

Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pemeriksaan atau audit sewaktu-waktu terhadap Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir etil alkohol yang melakukan pencampuran dan/atau perusakan etil alkohol.



BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 22

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, pelaksanaan pencampuran dan perusakan etil alkohol yang mendapat Pembebasan Cukai tahun 2024, dilakukan dan diselesaikan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 53/BC/2012 tentang Tata Cara Pencampuran dan Perusakan Etil Alkohol Yang Mendapat Pembebasan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-17/BC/2018 tentang Perubahan Kedua Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-53/BC/2012 tentang Tata Cara Pencampuran dan Perusakan Etil Alkohol Yang Mendapat Pembebasan Cukai.



BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-53/BC/2012 tentang Tata Cara Pencampuran dan Perusakan Etil Alkohol Yang Mendapat Pembebasan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PER-17/BC/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-53/BC/2012 tentang Tata Cara Pencampuran dan Perusakan Etil Alkohol Yang Mendapat Pembebasan Cukai, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 


Pasal 24

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 27 November 2024

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Ditandatangani secara elektronik


ASKOLANI