TIMELINE |
---|
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR: PER - 16/BC/2016
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN
PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.04/2007 tentang Ketentuan Untuk Melakukan Perubahan Atas Kesalahan Data Pemberitahuan Pabean Impor serta Pasal 3 ayat (10), Pasal 5 ayat (5), Pasal 8 ayat (4), Pasal 9 ayat (5), dan Pasal 10 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 228/PMK.04/2015 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai;
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini yang dimaksud dengan:
a. | Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat dengan KPU BC; atau |
b. | Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat dengan KPPBC. |
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1) | Peraturan Direktur Jenderal ini mengatur mengenai ketentuan tata cara pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk dipakai. |
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak meliputi tata cara pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS berupa:
|
BAB III
PENGELUARAN BARANG IMPOR
Bagian Pertama
Dokumen Pengeluaran
Pasal 3
(1) | Untuk dapat mengeluarkan barang impor dari Kawasan Pabean, atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dengan tujuan diimpor untuk dipakai, importir wajib menyampaikan:
|
(2) | Pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dengan penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dilakukan untuk pengeluaran barang berupa tenaga listrik, barang cair, atau gas, yang pengangkutannya dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa setelah mendapatkan persetujuan kepala Kantor Pabean. |
(3) | Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), importir wajib menyampaikan PIB setelah pengeluaran barang impor. |
Bagian Kedua
Pemberitahuan Impor Barang
Pasal 4
(1) | PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan Pasal 3 ayat (3), dibuat oleh importir berdasarkan Dokumen Pelengkap Pabean dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang harus dibayar. |
(2) | PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a disampaikan ke Kantor Pabean setiap pengeluaran barang dengan tujuan diimpor untuk dipakai. |
(3) | Penyampaian PIB untuk setiap pengimporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan sebelum atau setelah pengangkut menyampaikan Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya (BC 1.1). |
(4) | PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3):
|
(5) | Dalam hal pengurusan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan sendiri, Importir dapat menguasakannya kepada PPJK. |
(6) | Tata kerja pengeluaran barang dari Kawasan Pabean, atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dengan tujuan diimpor untuk dipakai, ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 5
(1) | PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disampaikan ke Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS tempat tujuan akhir pengangkutan barang Impor. |
(2) | Dalam hal barang impor akan diangkut terus atau diangkut lanjut melalui darat ke pelabuhan tujuan akhir pengangkutan barang impor tidak mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Pabean tempat transit, barang impor diselesaikan di Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS tempat barang impor berada. |
(3) | Persetujuan dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor atau barang ekspor dari Kawasan Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut. |
(4) | Penyelesaian barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah pengangkut melakukan perbaikan kelompok barang impor pada Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya (BC 1.1). |
(5) | PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) disampaikan ke Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS tempat impor barang berupa tenaga listrik, barang cair, atau gas melalui transmisi atau saluran pipa di Daerah Pabean. |
Bagian Ketiga
Dokumen Pelengkap Pabean
Pasal 6
(1) | Dokumen Pelengkap Pabean yang digunakan sebagai dasar pembuatan PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) disampaikan ke Kantor Pabean oleh Importir sebagai lampiran PIB dalam hal:
|
(2) | Dalam hal tidak dilakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen dapat meminta Dokumen Pelengkap Pabean apabila sangat diperlukan untuk penelitian dokumen. |
(3) | Dalam hal diperlukan untuk penelitian dokumen, Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen dapat meminta tambahan Dokumen Pelengkap Pabean. |
(4) | Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) menyampaikan permintaan Dokumen Pelengkap Pabean kepada importir melalui
|
(5) | Terhadap importir yang mendapatkan pengakuan sebagai AEO atau importir yang ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan, dikecualikan dari ketentuan penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan permintaan tambahan Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(6) | Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b disampaikan oleh importir saat pertama kali mengeluarkan barang dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dengan tujuan diimpor untuk dipakai. |
Bagian Keempat
Cara Penyampaian PIB
Pasal 7
(1) | PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan ayat (3) disampaikan dalam bentuk Data Elektronik atau tulisan di atas formulir. |
(2) | PIB dalam bentuk Data Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui sistem PDE kepabeanan atau menggunakan Media Penyimpan Data Elektronik. |
(3) | Penyampaian PIB dalam bentuk Data Elektronik melalui sistem PDE kepabeanan dilakukan dalam hal Kantor Pabean telah menerapkan sistem PDE kepabeanan. |
(4) | Dalam hal Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terhubung dengan sistem Indonesia National Single Window (INSW), PIB dapat disampaikan melalui Portal Indonesia National Single Window (INSW). |
Bagian Kelima
Cara Penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean
Pasal 8
(1) | Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dan Pasal 4 ayat (1) dapat berupa cetakan (hardcopy) atau Data Elektronik. |
(2) | Data Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa hasil pemindaian atau data lainnya. |
(3) | Dokumen Pelengkap Pabean dalam bentuk Data Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen di Kantor Pabean secara elektronik. |
(4) | Dalam hal Dokumen Pelengkap Pabean disampaikan dalam bentuk Data Elektronik, importir tidak perlu menyampaikan Dokumen Pelengkap Pabean dalam bentuk cetakan (hard copy). |
(5) | Dalam hal Dokumen Pelengkap Pabean berupa Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin), penyampaian bentuk cetakan (hard copy) tetap diberlakukan sesuai ketentuan mengenai perjanjian atau kesepakatan internasional. |
(6) | Dalam hal SKP di Kantor Pabean mengalami gangguan sehingga importir tidak dapat menyampaikan Dokumen Pelengkap Pabean secara elektronik, importir menyampaikan dokumen pelengkap pabean dalam bentuk cetakan. |
(7) | Dokumen Pelengkap Pabean dalam bentuk cetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (6) dapat berupa:
|
(8) | Dokumen elektronik sebagaimana dimaksud ayat (7) huruf b harus memenuhi ketentuan yang mengatur mengenai informasi dan transaksi elektronik dan ketentuan yang mengatur mengenai dokumen perusahaan. |
(9) | Pada hasil cetak dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b harus:
|
(10) | Dalam hal barang Impor berupa BKC yang Pelunasan Cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dokumen pemesanan pita cukai disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pengeluaran barang. |
Pasal 9
(1) | Dalam hal PIB disampaikan melalui PDE Kepabeanan, penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan paling lambat pukul 12.00 pada:
|
||||
(2) | Dalam hal PIB disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk Data Elektronik dengan Media Penyimpan Data Elektronik, penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat dilakukan pada saat PIB disampaikan ke Kantor Pabean atau paling lambat pukul 12.00 pada:
|
||||
(3) | Dalam hal batas waktu penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, penyampaian pemberitahuan PIB berikutnya oleh:
|
Bagian Kelima
Persyaratan Penyampaian PIB Berkala
Pasal 10
(1) | Untuk dapat menyampaikan PIB Berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf b, Importir mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan penyampaian PIB Berkala apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4):
|
(3) | Dalam hal diperlukan, Pejabat dapat melakukan pengambilan contoh atau pengawasan terhadap jenis barang yang diimpor. |
(4) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sampai dengan dilakukan pencabutan oleh Kepala Kantor Pabean. |
(5) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Dokumen Pelengkap Pabean untuk pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b. |
(6) | Terhadap pengeluaran barang Impor dengan menggunakan PIB Berkala, Importir wajib menyerahkan jaminan sebesar bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka Impor kepada kepala Kantor Pabean dengan ketentuan:
|
Pasal 11
(1) | Pejabat yang menangani pelayanan pabean melakukan pengukuran pada alat ukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b paling sedikit 1 (satu) kali pada setiap akhir jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf a. |
(2) | Hasil pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai pembanding kewajaran jumlah barang yang diimpor melalui jaringan transmisi atau pipa yang diberitahukan oleh Importir. |
(3) | Kepala Kantor Pabean melakukan pencabutan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) , dalam hal Importir:
|
(4) | Dalam hal persetujuan PIB Berkala dicabut dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, jaminan dicairkan dan dikenakan denda sesuai ketentuan perundang-undangan. |
(5) | Pelayanan dan pemeriksaan pabean atas PIB berkala selanjutnya dilaksanakan sesuai ketentuan pengeluaran barang Impor untuk dipakai yang ditetapkan melalui Jalur Hijau. |
Bagian Keenam
Perubahan Data PIB
Pasal 12
(1) | Importir dapat melakukan perubahan atas kesalahan data PIB yang telah mendapatkan nomor pendaftaran dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Kesalahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu kesalahan karena kekhilafan nyata yang bersifat manusiawi dalam suatu pemberitahuan pabean Impor dalam bentuk kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kesalahan penerapan peraturan yang seharusnya tidak perlu terjadi, dan tidak mengandung perbedaan pendapat antara Pejabat dengan importir atau PPJK yang diberikan kuasa, antara lain:
|
(3) | Pejabat atau SKP menyampaikan informasi PIB yang telah dilakukan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada unit pengawasan. |
(4) | Tata kerja perubahan atas kesalahan data PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagaimana tercantum Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB IV
PEMBAYARAN BEA MASUK, CUKAI, DAN PDRI
Bagian Pertama
Cara Pembayaran
Pasal 13
(1) | Pembayaran bea masuk dan PDRI dilakukan dengan cara:
|
(2) | Pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan atas impor barang yang dilakukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan yang merupakan importir produsen. |
(3) | Importir melakukan pembayaran bea masuk, cukai untuk Impor BKC yang pelunasan cukainya dengan pembayaran, dan PDRI berdasarkan PIB yang dibuat oleh Importir dan telah diajukan ke Kantor Pabean. |
(4) | Berdasarkan PIB yang telah diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), SKP atau Pejabat menerbitkan kode billing untuk pembayaran dan/atau Nota Permintaan Jaminan (NPJ) untuk penyerahan jaminan. |
(5) | Pembayaran bea masuk, cukai untuk Impor BKC yang pelunasan cukainya dengan pembayaran, dan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai pembayaran penerimaan negara. |
(6) | Importir dapat melakukan koreksi billing yang diterbitkan SKP atau Pejabat. |
(7) | Koreksi billing sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan setelah Importir melakukan perubahan PIB dengan mendapatkan persetujuan dari Pejabat yang menangani penerimaan negara. |
(8) | Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas Impor dengan pembayaran tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, wajib dilunasi paling lambat pada saat PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a atau Pasal 3 ayat (3) mendapatkan nomor pendaftaran. |
(9) | Bea Masuk, Cukai, dan PDRI atas Impor dengan pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b), wajib dilunasi paling lambat pada setiap akhir bulan setelah bulan pendaftaran PIB, dengan ketentuan:
|
(10) | Tata kerja perubahan PIB sebagaimana dimaksud pada pada ayat (7) ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 14
(1) | Dalam hal Impor untuk dipakai mendapatkan penundaan pembayaran:
|
||||||
(2) | Penundaan pembayaran bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai penundaan pembayaran bea masuk dalam rangka pengeluaran barang Impor untuk dipakai dengan jaminan. |
Bagian Kedua
Nilai Pabean
Pasal 15
(1) | Nilai Pabean untuk penghitungan bea masuk dan PDRI adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkutan. |
(2) | Dalam hal Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi, nilai pabean ditentukan secara hierarki berdasarkan:
|
(3) | Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dihitung berdasarkan Cost Insurance Freight (CIF). |
(4) | Ketentuan mengenai tata cara penghitungan Nilai Pabean dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai nilai pabean. |
Bagian Ketiga
Penggunaan NDPBM
Pasal 16
(1) | Untuk penghitungan bea masuk, cukai untuk Impor BKC yang pelunasan cukainya dengan pembayaran, dan PDRI, dipergunakan NDPBM yang berlaku pada saat PIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a atau Pasal 3 ayat (3) diserahkan ke Kantor Pabean. |
(2) | PIB yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan PIB yang telah diisi secara lengkap dan benar, dan telah diterima oleh Pejabat penerima dokumen atau SKP di Kantor Pabean. |
(3) | Nilai tukar mata uang yang dipergunakan sebagai NDPBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai nilai tukar mata uang yang digunakan untuk penghitungan dan pembayaran bea masuk. |
Bagian Keempat
Klasifikasi dan Pembebanan Barang Impor
Pasal 17
(1) | Tarif barang Impor untuk penghitungan bea masuk dan PDRI berpedoman pada Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). |
(2) | Dalam hal terjadi perubahan ketentuan di bidang Impor yang berakibat pembebanan yang berbeda dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI), berlaku ketentuan perubahan dimaksud. |
(3) | Klasifikasi dan pembebanan barang Impor berlaku ketentuan pada saat PIB mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean. |
Bagian Kelima
Penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI
Pasal 18
(1) | Bea masuk yang harus dibayar dihitung dengan cara sebagai berikut:
|
(2) | PPN, PPnBM, dan PPh yang seharusnya dibayar dihitung dengan cara sebagai berikut:
|
(3) | Bea masuk sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah bea masuk yang dibayar, diberikan penundaan, dan/atau ditanggung pemerintah. |
(4) | Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk Bea Masuk Anti Dumping, Bea Masuk Anti Dumping Sementara, Bea Masuk Tindakan Pengamanan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara, Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Imbalan Sementara, dan Bea Masuk Pembalasan. |
(5) | Bea masuk, cukai, dan PDRI dihitung untuk setiap jenis barang Impor yang tercantum dalam PIB dan dibulatkan dalam ribuan Rupiah penuh untuk satu PIB. |
(6) | Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan cukai yang dibayar pada saat Impor dan cukai yang telah dilunasi sebelum PIB didaftarkan. |
(7) | Dalam hal peraturan perundang-undangan mengatur secara khusus, penghitungan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur tentang PDRI. |
BAB V
BARANG LARANGAN ATAU PEMBATASAN
Pasal 19
(1) | Barang Impor yang dilarang atau dibatasi hanya dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS, setelah persyaratan yang diwajibkan oleh instansi terkait dipenuhi. |
(2) | Importir harus memberitahukan barang Impor yang dilarang atau dibatasi sebagai barang larangan dan/atau pembatasan dan status pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasannya dalam PIB. |
(3) | Penelitian pemenuhan persyaratan yang diatur oleh instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan manajemen risiko berdasarkan PIB yang disampaikan oleh Importir. |
Pasal 20
(1) | Dalam hal PIB disampaikan dalam bentuk Data Elektronik, penelitian pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan secara administratif dilakukan oleh SKP. |
(2) | Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan atau PIB disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir, penelitian pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan secara administratif dilakukan oleh Pejabat yang menangani penelitian larangan dan pembatasan. |
(3) | Terhadap PIB yang diajukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan dikecualikan dari penelitian pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | PIB yang diajukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diproses lebih lanjut dalam hal Importir memberitahukan dalam PIB bahwa:
|
(5) | Dalam hal berdasarkan penelitian administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kedapatan ketentuan larangan dan/atau pembatasan belum terpenuhi, Importir menyampaikan pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan dengan melakukan perubahan data PIB. |
(6) | Dalam hal Kantor Pabean telah terhubung dengan Portal Indonesia National Single Window (INSW), penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari Portal Indonesia National Single Window (INSW). |
(7) | Importir bertanggung jawab atas pemenuhan ketentuan larangan dan pembatasan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum pengeluaran barang Impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS. |
Pasal 21
(1) | Dalam hal ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud Pasal 20 ayat (1) mengatur jumlah barang yang dapat diimpor, penelitian jumlah barang yang memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan dilakukan oleh SKP atau Pejabat. |
(2) | SKP atau Pejabat melakukan penelitian jumlah barang yang dapat diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan informasi yang diperoleh dari Portal INSW. |
(3) | SKP atau Pejabat menyampaikan realisasi jumlah barang yang diimpor ke Portal Indonesia National Single Window (INSW) setelah PIB mendapatkan nomor pendaftaran. |
(4) | Dalam hal berdasarkan pemeriksaan pabean terdapat perubahan data jumlah barang yang diimpor, SKP atau Pejabat menyampaikan kembali realisasi jumlah barang yang diimpor setelah PIB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) ke Portal Indonesia National Single Window (INSW). |
BAB VI
PENDAFTARAN
Pasal 22
(1) | Terhadap PIB yang telah memenuhi syarat formal diberikan nomor pendaftaran. | ||||||||||
(2) | Syarat formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||||||
(3) | Dalam hal PIB disampaikan oleh AEO dan Mitra Utama Kepabeanan, syarat formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||||||
(4) | Importir wajib menyampaikan nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya (BC 1.1) serta kode gudang TPS sebelum PIB mendapatkan nomor pendaftaran dengan melakukan perubahan PIB. | ||||||||||
(5) | Dalam hal PIB diajukan oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan, kewajiban menyampaikan nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya (BC 1.1) dan/atau kode gudang TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengeluaran barang. | ||||||||||
(6) | Dalam hal batas waktu penyampaian nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean mengenai barang yang diangkutnya (BC 1.1) dan/atau kode gudang TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, penyampaian pemberitahuan PIB berikutnya oleh:
|
BAB VII
PEMERIKSAAN PABEAN
Bagian Pertama
Pemeriksaan Pabean Secara Selektif
Pasal 23
(1) | Pemeriksaan pabean dilakukan secara selektif terhadap barang Impor yang diberitahukan dalam PIB. |
(2) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. |
Bagian Kedua
Penetapan Jalur
Pasal 24
(1) | Dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), ditetapkan jalur pengeluaran barang Impor. |
(2) | Jalur pengeluaran barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
|
(3) | Penetapan jalur pengeluaran barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
|
(4) | Operator Ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
|
Pasal 25
(1) | Dalam hal informasi intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) diperoleh setelah penetapan jalur, unit pengawasan dapat menerbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI). |
(2) | Terhadap barang Impor yang diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik. |
Pasal 26
(1) | Dalam hal pengeluaran barang yang diimpor oleh AEO atau Mitra Utama Kepabeanan ditetapkan Jalur Merah, barang dapat dikeluarkan dari kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk dilakukan pemeriksaan fisik di tempat Importir. |
(2) | Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen atau SKP menerbitkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik (SPPF). |
(3) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik (SPPF) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan persetujuan pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS untuk dilakukan pemeriksaan fisik di tempat Importir dan sekaligus sebagai persetujuan penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS. |
Pasal 27
(1) | Importir yang barang impornya ditetapkan jalur merah wajib:
|
||||
(2) | Penyampaian kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disampaikan setelah:
|
||||
(3) | Importir atau PPJK yang dikuasakannya wajib menyampaikan kesiapan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lambat pukul 12.00 pada:
|
||||
(4) | Dalam hal Importir tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengusaha TPS berdasarkan kuasa yang diberikan oleh Importir menyiapkan barang, membuka setiap kemasan atau peti kemas yang akan diperiksa, dan menyaksikan pemeriksaan fisik dengan biaya dan risiko Importir. | ||||
(5) | Untuk pelaksanaan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pengusaha TPS wajib memberikan bantuan teknis yang diperlukan atas beban biaya Importir. |
Bagian Ketiga
Pemeriksaan Fisik
Pasal 28
(1) | Pemeriksaan fisik barang harus dimulai paling lambat 1 (satu) jam setelah Importir menyampaikan kesiapan barang. |
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dan pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal barang Impor ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS. |
(3) | Tata cara pemeriksaan fisik barang Impor dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pemeriksaan pabean. |
Pasal 29
(1) | Dalam hal pada Kantor Pabean tersedia pemindai Peti Kemas, Pemeriksaan Fisik dapat menggunakan pemindai Peti Kemas. |
(2) | Tata cara pemeriksaan fisik barang Impor dengan menggunakan pemindai peti kemas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pemeriksaan pabean. |
Pasal 30
Untuk mendapatkan keakuratan identifikasi barang Impor, Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat memerintahkan untuk dilakukan uji laboratorium.
Bagian Keempat
Penelitian Tarif dan Nilai Pabean
Pasal 31
(1) | Terhadap PIB yang telah mendapatkan nomor pendaftaran, Pejabat melakukan penelitian terhadap tarif dan nilai pabean yang diberitahukan. |
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB. |
(3) | Tata cara penelitian tarif dan nilai pabean dilaksanakan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai penetapan tarif dan nilai pabean. |
Pasal 32
(1) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, Pejabat menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) dan/atau Surat Penetapan Penyesuaian Jaminan (SPPJ). |
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) menunjukkan barang Impor belum memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan, Pejabat menerbitkan Surat Penetapan Barang Larangan/Pembatasan (SPBL). |
(3) | Terhadap Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) atau Surat Penetapan Penyesuaian Jaminan (SPPJ) yang terbit atas PIB yang ditetapkan Jalur Merah atau Jalur Kuning, Pejabat atau SKP menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) setelah ketentuan larangan dan/atau pembatasan terpenuhi dan:
|
(4) | Dalam hal Impor barang dilakukan oleh Importir berisiko rendah, Pejabat atau SKP menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) bersamaan dengan diterbitkannya Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) sepanjang ketentuan larangan dan/atau pembatasan telah terpenuhi. |
Bagian Kelima
Keberatan
Pasal 33
(1) | Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis atas penetapan yang dilakukan oleh Pejabat mengenai:
|
(2) | Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan jaminan sebesar tagihan kepada negara, kecuali:
|
(3) | Tata kerja pengeluaran barang Impor untuk dipakai oleh orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VIII
PENGELUARAN BARANG IMPOR
Pasal 34
(1) | Pengeluaran barang Impor untuk dipakai dilakukan setelah mendapat persetujuan dari SKP atau Pejabat. |
(2) | Pengawasan pengeluaran barang Impor dari Kawasan Pabean, TPS atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dilakukan oleh Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang atau Pengusaha TPS. |
(3) | Pengawasan pengeluaran barang Impor dari TPS yang telah ditetapkan untuk menerapkan sistem pintu otomatis dilakukan oleh Pengusaha TPS. |
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Bagian Pertama
Barang Impor Eksep
Pasal 35
(1) | Dalam hal pada saat pengeluaran barang Impor dari kawasan pabean terdapat selisih kurang dari jumlah yang diberitahukan dalam PIB (eksep), penyelesaian atas barang yang kurang tersebut tetap dilakukan dengan menggunakan PIB semula paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). |
(2) | Tata kerja penyelesaian barang Impor eksep ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kedua
Impor Barang Kena Cukai (BKC)
Pasal 36
(1) | Importir yang mengimpor BKC wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC). |
(2) | Barang impor berupa BKC wajib dilunasi cukainya sebelum PIB mendapatkan nomor pendaftaran. |
(3) | Dikecualikan dari ketentuan pelunasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap barang Impor berupa BKC yang mendapat fasilitas:
|
Bagian Ketiga
Pengeluaran Sebagian Barang Impor
Pasal 37
(1) | Dalam hal terdapat barang Impor yang terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan diberitahukan dengan benar dalam dokumen PIB tetapi belum memenuhi persyaratan Impor, maka terhadap barang lainnya yang telah memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan atau tidak terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan dalam PIB yang bersangkutan dapat diizinkan untuk diberikan persetujuan pengeluaran barang setelah dilakukan penelitian mendalam. |
(2) | Tata kerja penyelesaian sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai tata kerja sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Keempat
Pembatalan PIB
Pasal 38
(1) | Pemberitahuan Impor Barang yang telah diajukan dan belum mendapatkan nomor pendaftaran dapat dibatalkan setelah mendapatkan persetujuan kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk. |
(2) | PIB yang telah mendapatkan nomor pendaftaran dapat dibatalkan dalam hal:
|
(3) | Pembatalan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan permohonan Importir. |
(4) | Tata kerja pembatalan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kelima
Formulir
Pasal 39
Bentuk formulir yang digunakan dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal ini ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 40
Dalam hal SKP belum dapat dioperasikan secara penuh berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal ini, pelayanan kepabeanan dilakukan dengan menggunakan SKP yang tersedia di Kantor Pabean.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 41
Tata kerja penyelesaian barang Impor untuk dipakai dengan PIB yang disampaikan melalui sistem PDE Kepabeanan atau menggunakan media penyimpan data elektronik berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-08/BC/2009 tetap berlaku dalam hal telah mendapatkan nomor pendaftaran sampai dengan tanggal 30 Juni 2016.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai dapat membuat petunjuk teknis tentang tata cara pelayanan Impor untuk dipakai sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 43
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
a. | Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah terakhir dengan peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-06/BC/2007; |
b. | Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-97/BC/2003 tentang Profil Importir dan Profil Komoditi untuk Penetapan Jalur Dalam Pelayanan Impor; |
c. | Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-21/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok sebagaimana telah diubah dengan peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-25/BC/2007; dan |
d. | Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-08/BC/2009, |
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 44
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku terhitung 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 April 2016
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
-ttd-
HERU PAMBUDI