Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-15/BC/2019

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

NOMOR PER - 15/BC/2019

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER-03/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG
IMPOR DARI PUSAT LOGISTIK BERIKAT UNTUK DIIMPOR UNTUK DIPAKAI

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :


  1. bahwa ketentuan mengenai tata laksana Pengeluaran Barang Impor Dari Pusat Logistik Berikat Untuk Diimpor Untuk Dipakai telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-03/BC/2016 tentang Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor Dari Pusat Logistik Berikat Untuk Diimpor Untuk Dipakai;
  2. bahwa untuk lebih meningkatkan pengawasan dan pelayanan serta memberikan kepastian hukum pengeluaran barang impor dari Pusat Logistik Berikat untuk diimpor untuk dipakai, perlu menyempurnakan ketentuan mengenai tata laksana pengeluaran barang impor dari Pusat Logistik Berikat untuk diimpor untuk dipakai;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 45 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.04/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-03/BC/2016 tentang Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor Dari Pusat Logistik Berikat Untuk Diimpor Untuk Dipakai;

 

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2070) tentang Pusat Logistik Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.04/2018 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 414);
  3. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-03/BC/2019 tentang Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor Dari Pusat Logistik Berikat Untuk Diimpor Untuk Dipakai;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-03/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI PUSAT LOGISTIK BERIKAT UNTUK DIIMPOR UNTUK DIPAKAI.



Pasal I

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-03/BC/2016 tentang Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor dari Pusat Logistik Berikat Untuk Diimpor Untuk Dipakai, diubah sebagai berikut:


1. Ketentuan Pasal 1 ditambahkan 3 (tiga) angka yakni angka 28, angka 29, dan angka 30, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
 

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
  1. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
  2. Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat dengan PLB adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  3. Pemberitahuan Impor Barang dari PLB yang selanjutnya disebut dengan BC 2.8 adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang dari PLB untuk diimpor untuk dipakai atau diimpor sementara.
  4. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, manifest dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
  5. Data Elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah data elektronik, optikal, atau cara lain yang sejenis.
  6. Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disebut PDE Kepabeanan adalah alir informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang terintegrasi dengan menggunakan standar yang disepakati bersama.
  7. Media Penyimpan Data Elektronik yang selanjutnya disingkat MPDE adalah media yang dapat menyimpan data elektronik seperti disket, compact disk, flash disk, atau sejenisnya.
  8. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat dengan SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
  9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  10. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
  11. Kantor Pengawas adalah Kantor Pabean yang mengawasi Pusat Logistik Berikat.
  12. Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.
  13. Unit Pengawasan adalah unit kerja pada Direktorat Jenderal yang melakukan kegiatan intelijen, penindakan, penyidikan, dan kegiatan lain dalam rangka pengawasan.
  14. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
  15. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean
  16. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat dengan PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas nama Importir.
  17. Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk yang selanjutnya disingkat NDPBM adalah nilai tukar yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk.
  18. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor, termasuk bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan.
  19. Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan Bea Masuk.
  20. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat dengan PDRI adalah pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang yang terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan.
  21. Nomor Pendaftaran adalah nomor yang diberikan oleh Kantor Pengawas sebagai tanda bahwa BC 2.8 telah memenuhi syarat formal.
  22. Tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat yang disamakan dengan itu yang berada di luar kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
  23. Mitra Utama Kepabeanan adalah Importir yang penetapannya dilakukan oleh Direktur Teknis Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal untuk mendapatkan kemudahan pelayanan kepabeanan.
  24. Operator Ekonomi adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pergerakan barang secara internasional dalam fungsi rantai pasokan global.
  25. Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) yang selanjutnya disebut AEO adalah Operator Ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sehingga mendapatkan perlakuan kepabeanan tertentu.
  26. Pelunasan Cukai adalah pemenuhan persyaratan dalam rangka pemenuhan hak-hak negara yang melekat pada Barang Kena Cukai sehingga Barang Kena Cukai tersebut dapat disetujui untuk dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan, atau diimpor untuk dipakai yang dilaksanakan dengan cara pembayaran, pelekatan Pita Cukai, atau pembubuhan tanda pelunasan Cukai lainnya.
  27. Barang Kena Cukai yang selanjutnya disingkat BKC adalah barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai meliputi Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Hasil Tembakau.
  28. Jalur Hijau adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan penelitian dokumen oleh Pejabat dan tidak dilakukan pemeriksaan fisik sebelum Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
  29. Jalur Kuning adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
  30. Jalur Merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
   
2. Ketentuan Pasal 4 ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (4) dan ayat (5), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b disampaikan oleh importir:
  1. saat pertama kali mengeluarkan barang dari PLB untuk diimpor untuk dipakai, untuk pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a; atau
  2. setiap pengeluaran barang dari PLB untuk diimpor untuk dipakai, untuk pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b.
(2) Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disampaikan ke Kantor Pengawas dalam hal:
  1. terhadap barang impor ditetapkan dilakukan pemeriksaan fisik;
  2. terdapat permintaan dari Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen, dalam hal terhadap barang impor dilakukan penelitian dokumen oleh Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen; dan/atau
  3. diperlukan untuk memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan.
(3) Permintaan Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan:
  1. melalui SKP;
  2. dengan sarana komunikasi elektronik; atau
  3. melalui surat.
(4) Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean misalnya Invoice, Packing List, Bill of Lading/Airway Bill, Manifest, dokumen pemenuhan persyaratan Impor, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
(5) Dokumen lainnya yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa bukti transaksi antara lain sales contract, purchase order, jurnal, buku besar, dan/atau bukti transaksi lainnya.
   
3. Ketentuan ayat (2) Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 13

(1) Bea Masuk atas pengeluaran barang dari PLB untuk diimpor untuk dipakai, dihitung berdasarkan nilai pabean.
(2) Nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkutan pada saat barang impor dikeluarkan dari PLB berdasarkan nilai yang obyektif dan terukur.
(3) Dalam hal nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), nilai pabean ditentukan secara hierarki berdasarkan nilai transaksi barang identik, nilai transaksi barang serupa, metode deduksi, metode komputasi atau tata cara yang wajar dan konsisten.
(4) Nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dihitung berdasarkan Cost Insurance Freight (CIF).
(5) Ketentuan mengenai tata cara penghitungan nilai pabean dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai nilai pabean.
   
4. Ketentuan ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) Pasal 22 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22

(1) Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dilakukan oleh:
  1. Pejabat penerima dokumen, dalam hal BC 2.8 atau Dokumen Pelengkap Pabean disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau cetakan;
  2. Sistem Komputer Pelayanan, dalam hal BC 2.8 atau Dokumen Pelengkap Pabean disampaikan dalam bentuk Data Elektronik; dan/atau
  3. Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen, dalam hal terhadap pengeluaran barang dari PLB untuk diimpor untuk dipakai dilakukan penelitian dokumen, atau penelitian dokumen dan/atau pemeriksaan fisik.
(2) Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi:
  1. penelitian kelengkapan dan kebenaran pengisian BC 2.8, untuk barang yang pengeluarannya dengan penyampaian BC 2.8; atau
  2. penelitian kelengkapan Dokumen Pelengkap Pabean, untuk barang yang pengeluarannya dengan penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean.
(3) Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dalam rangka penelitian dan penetapan tarif dan nilai pabean.
(4) Untuk mendapatkan keakuratan identifikasi barang impor, Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat memerintahkan untuk dilakukan uji laboratorium.
(5) Penelitian tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara meneliti pemberitahuan nilai pabean yang diberitahukan pada pemberitahuan pabean BC 2.8 dengan nilai berdasarkan bukti nyata atau data yang obyektif dan terukur terkait dengan nilai transaksi.
   
5. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 23

(1) Dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), ditetapkan jalur pengeluaran barang Impor.
(2) Jalur pengeluaran barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
  1. Jalur Merah;
  2. Jalur Kuning; dan
  3. Jalur Hijau.
(3) Penetapan jalur pengeluaran barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
  1. profil atas Operator Ekonomi;
  2. profil komoditi;
  3. pemberitahuan pabean;
  4. metode acak; dan/atau
  5. informasi intelijen.
(4) Operator Ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
  1. Importir;
  2. PPJK;
  3. Pengangkut;
  4. Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB; dan/atau
  5. pihak lainnya yang terkait dengan pergerakan barang Impor dalam fungsi rantai pasokan global, seperti penyelenggara pos dan eksportir di luar negeri.
   
6. Ketentuan ayat (1) Pasal 24 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24

(1) Dalam hal informasi intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf e diperoleh setelah persetujuan pengeluaran barang, unit pengawasan dapat menerbitkan NHI.
(2) Atas barang impor yang diterbitkan NHI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik.
   
7. Judul Bagian Keempat diubah sehingga Bagian Keempat berbunyi sebagai berikut:

Bagian Keempat
Penelitian dan Penetapan Tarif dan Nilai Pabean

   
8. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 29

Pejabat menetapkan tarif dan nilai pabean berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (5).
   
9. Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) Pasal 30 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 30

(1) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI, Pejabat menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP), dan/atau Surat Penetapan Penyesuaian Jaminan (SPPJ).
(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c menunjukkan barang impor belum memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan, Pejabat menerbitkan Surat Penetapan Barang Larangan/Pembatasan (SPBL).
(3) Barang impor yang diterbitkan SPTNP dan/atau SPPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikeluarkan dari PLB setelah ketentuan larangan dan/atau pembatasan terpenuhi dan:
  1. importir melunasi kekurangan Bea Masuk, cukai, PDRI, dan/atau sanksi administrasi berupa denda;
  2. importir menyerahkan jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai, PDRI dan/atau sanksi administrasi berupa denda dalam hal diajukan keberatan; atau
  3. importir melakukan penyesuaian jaminan dalam hal mendapatkan penundaan Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI.
(4) Barang impor yang diterbitkan SPTNP dan/atau SPPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikeluarkan dari PLB setelah ketentuan larangan dan/atau pembatasan terpenuhi, oleh importir berisiko rendah tanpa terlebih dahulu:
  1. melunasi kekurangan Bea Masuk, cukai, PDRI, dan/atau sanksi administrasi berupa denda;
  2. menyerahkan jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai, PDRI dan/atau sanksi administrasi berupa denda dalam hal diajukan keberatan; atau
  3. melakukan penyesuaian jaminan dalam hal mendapatkan penundaan Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI.
   
10. Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 31 disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 31

(1) Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis atas penetapan yang dilakukan oleh Pejabat mengenai:
  1. Tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI;
  2. pengenaan sanksi administrasi berupa denda;
  3. kekurangan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI selain karena Tarif dan/atau nilai pabean; dan/atau
  4. penetapan pabean lainnya yang tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran.
(2) Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan jaminan sebesar tagihan kepada negara, kecuali:
  1. barang impor belum dikeluarkan dari PLB sampai dengan keberatan mendapat keputusan, sepanjang terhadap importasi barang tersebut belum diterbitkan SPPB;
  2. tagihan telah dilunasi; atau
  3. penetapan Pejabat tidak menimbulkan kekurangan pembayaran.
(2a) Tata cara pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai keberatan di bidang kepabeanan dan cukai.
(3) Tata kerja pengeluaran barang dari PLB untuk diimpor untuk dipakai oleh Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-03/BC/2016 tentang Tata Laksana Pengeluaran Barang impor Dari Pusat Logistik Berikat Untuk Diimpor Untuk Dipakai.
   
11. Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-03/BC/2016 tentang Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor dari Pusat Logistik Berikat Untuk Diimpor Untuk Dipakai diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

    


Pasal II

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal 18 November 2019.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 08 November 2019

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


-ttd-


HERU PAMBUDI