TIMELINE |
---|
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 10/BC/2020
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENETAPAN KAWASAN PABEAN DAN
TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2020 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara;
Mengingat :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2020 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 897);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENETAPAN KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
BAB II
KAWASAN PABEAN
Bagian Kesatu
Permohonan Penetapan
Pasal 2
Kawasan di Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain yang digunakan untuk lalu lintas barang impor dan/atau barang ekspor, harus ditetapkan sebagai Kawasan Pabean.
Pasal 3
Lokasi yang dapat diajukan penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yakni:
a. | kawasan berada di Pelabuhan Laut atau Bandar Udara paling sedikit meliputi:
|
b. | kawasan berada di kawasan perbatasan, meliputi area mulai dari pintu masuk/keluar dari/ke luar negeri sampai dengan pintu masuk/keluar ke/dari dalam negeri pada pos lintas batas atau pos pemeriksaan lintas batas; |
c. | kawasan yang berada di Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu (KPPT) atau terminal barang paling sedikit meliputi:
|
d. | kawasan berada di kantor tempat penyelesaian kewajiban pabean atas layanan pos, paling sedikit meliputi:
|
e. | kawasan berada di kawasan penunjang Pelabuhan Laut atau Bandar Udara, yang paling sedikit meliputi:
|
Pasal 4
(1) | Untuk memperoleh penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain mengajukan permohonan kepada Menteri melalui:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat data mengenai:
|
(3) | Dalam hal pengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain merupakan badan usaha, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
(4) | Dalam hal permohanan diajukan oleh pengelola Tempat Lain yang merupakan:
|
(5) | Dalam hal permohonan diajukan oleh pengelola Tempat Lain yang merupakan kawasan penunjang Pelabuhan Laut atau Bandar Udara yang ditunjuk oleh Penyelenggara Pelabuhan Laut atau Penyelenggara Bandar Udara untuk lalu lintas barang impor dan/atau barang ekspor, persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c digantikan dengan dengan keterangan tertulis dari Penyelenggara Pelabuhan Laut atau Bandar Udara. |
(6) | Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dilakukan melalui SKP. |
Pasal 5
(1) | Penetapan suatu kawasan sebagai Kawasan Pabean dapat dilakukan tanpa didahului dengan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). |
(2) | Penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap:
|
(3) | Penetapan Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri. |
(4) | Penetapan Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan usulan dari:
|
(5) | Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
(6) | Pihak yang mengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagai pengelola Kawasan Pabean. |
Bagian Kedua
Penelitian dan Penetapan
Pasal 6
(1) | Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang melakukan penelitian terhadap permohonan penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). |
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat ketidaksesuaian data dan/atau dokumen tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melakukan perbaikan data dan/atau melengkapi dokumen. |
(3) | Kepala Kantor Pabean atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan lapangan, dengan pertimbangan tertentu seperti:
|
(4) | Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
|
(5) | Pejabat Bea dan Cukai membuat berita acara pemeriksaan lokasi berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(6) | Berdasarkan hasil penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam hal dilakukan pemeriksaan lapangan, Kepala Kantor Pabean meneruskan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah disertai rekomendasi mengenai:
|
(7) | Penerusan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa data elektronik melalui SKP dan/atau softcopy hasil pindai dari:
|
(8) | Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) disampaikan melalui SKP, penerusan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan melalui SKP. |
(9) | Berdasarkan penerusan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Kantor Wilayah:
|
(10) | Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak penerusan permohonan diterima secara lengkap di Kantor Wilayah. |
(11) | Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak Permohonan diterima secara lengkap. |
(12) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan:
|
Pasal 7
(1) | Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang dapat meminta data atau dokumen kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) yang akan digunakan sebagai lalu lintas barang kepada pengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain. |
(2) | Data atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi mengenai:
|
(3) | Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang dapat:
|
(4) | Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi;
|
(5) | Pejabat Bea dan Cukai membuat berita acara pemeriksaan lokasi berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b. |
(6) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang menyampaikan usulan penetapan sebagai Kawasan Pabean dengan disertai rekomendasi mengenai:
|
(7) | Berdasarkan usulan penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama:
|
(8) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak usulan diterima oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
(9) | Dalam hal usulan disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Kawasan Pabean. |
(10) | Dalam hal usulan ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan alasan penolakan kepada Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang. |
Bagian Ketiga
Sarana dan Prasarana di Kawasan Pabean
Pasal 8
(1) | Pengelola Kawasan Pabean harus menyediakan sarana dan prasarana untuk terselenggaranya kegiatan pelayanan dan pengawasan kepabeanan. | ||||||
(2) | Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
||||||
(3) | Pengelola Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yang merupakan instansi pemerintah, dapat menyerahkan aset berupa alat pemindai kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. | ||||||
(4) | Penyerahan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan barang milik negara. | ||||||
(5) | Dalam rangka kelancaran penyelenggaraan pengawasan dan pelayanan kepabeanan, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean dapat melakukan evaluasi atas ketersediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||||
(6) | Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditemukan tidak tersedianya sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean memberikan peringatan tertulis kepada pengelola Kawasan Pabean. |
Bagian Keempat
Larangan Penimbunan Barang Selain Barang Impor
atau Barang Ekspor di Kawasan Pabean
Pasal 9
(1) | Barang selain barang impor dan/atau barang ekspor dilarang untuk dimasukkan dan/atau ditimbun di Kawasan Pabean, kecuali untuk:
|
(2) | Dalam hal barang yang digunakan untuk kegiatan operasional dalam Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan barang yang berasal dari impor, kewajiban pabean atas barang yang bersangkutan harus diselesaikan terlebih dahulu. |
(3) | Kepala Kantor Pabean menyampaikan peringatan tertulis kepada pengelola Kawasan Pabean yang memasukkan dan/atau menimbun barang selain barang impor dan/atau barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk Kawasan Pabean yang berada di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. |
Bagian Kelima
Perubahan Data Kawasan Pabean
Pasal 10
(1) | Dalam hal terdapat perubahan terhadap data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) atau Pasal 7 ayat (2), pengelola Kawasan Pabean harus memberitahukan perubahan data tersebut kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean. |
(2) | Dalam hal perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut batas-batas dan pintu keluar atau pintu masuk Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d atau Pasal 7 ayat (2) huruf d, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi harus melakukan pemeriksaan lapangan. |
(3) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean menyampaikan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah. |
(4) | Dalam hal Kawasan Pabean berada di bawah pengawasan Kantor Pelayanan Utama, pengelola Kawasan Pabean memberitahukan adanya perubahan terhadap data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) atau Pasal 7 ayat (2) kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
(5) | Perubahan data yang diberitahukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan sebagai dasar perubahan keputusan Menteri mengenai penetapan Kawasan Pabean yang bersangkutan. |
(6) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean memberikan peringatan tertulis kepada pengelola Kawasan Pabean dalam hal data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) atau Pasal 7 ayat (2) kedapatan tidak sesuai. |
Bagian Keenam
Pencabutan Penetapan Sebagai Kawasan Pabean
Pasal 11
(1) | Keputusan Menteri mengenai penetapan suatu Kawasan sebagai Kawasan Pabean dicabut dalam hal:
|
(2) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan bahwa alasan pencabutan terpenuhi, Kepala Kantor Pabean mengusulkan pencabutan kepada Kepala Kantor Wilayah. |
(4) | Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri menerbitkan keputusan Menteri mengenai pencabutan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan suatu kawasan sebagai Kawasan Pabean. |
(5) | Dalam hal Kawasan Pabean berada di bawah pengawasan Kantor Pelayanan Utama:
|
BAB III
TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA
Bagian Kesatu
Permohonan Penetapan
Pasal 12
(1) | Untuk memperoleh penetapan sebagai TPS, pengusaha tempat penimbunan mengajukan permohonan penetapan suatu bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu sebagai TPS kepada:
|
||||||||||||||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat data mengenai:
|
||||||||||||||||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal tempat penimbunan berupa tangki penimbunan, selain harus melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan juga dilampiri dengan:
|
||||||||||||||||||||
(5) | Dalam hal tempat penimbunan akan digunakan untuk menimbun barang secara curah, selain harus melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan juga dilampiri dengan daftar alat ukur yang dimiliki disertai hasil peneraan atas alat ukur dari instansi yang berwenang atau surat pernyataan sanggup untuk menyediakan alat ukur yang memadai | ||||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal pengelola Kawasan Pabean dan pengusaha TPS merupakan pihak yang sama, dan lokasi tempat penimbunan yang akan dimintakan penetapan sebagai TPS belum ditetapkan sebagai Kawasan Pabean, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digabung dalam 1 (satu) permohonan dengan permohonan penetapan suatu kawasan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). | ||||||||||||||||||||
(7) | Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dilakukan melalui SKP. |
Bagian Kedua
Penelitian dan Penetapan
Pasal 13
(1) | Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang melakukan penelitian terhadap permohonan penetapan sebagai TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). | ||||||||||||||||
(2) | Dalam hal terdapat ketidaksesuaian data dan/atau dokumen tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melakukan perbaikan data dan/atau melengkapi dokumen. | ||||||||||||||||
(3) | Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang dapat dapat menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan lapangan atas tempat penimbunan yang diajukan penetapan sebagai TPS, dengan pertimbangan:
|
||||||||||||||||
(4) | Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
|
||||||||||||||||
(5) | Pejabat Bea dan Cukai membuat berita acara pemeriksaan lokasi berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b. | ||||||||||||||||
(6) | Berdasarkan hasil penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam hal dilakukan pemeriksaan lapangan, Kepala Kantor Pabean meneruskan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah disertai rekomendasi mengenai:
|
||||||||||||||||
(7) | Penerusan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa data elektronik melalui SKP dan/atau softcopy hasil pindai dari:
|
||||||||||||||||
(8) | Berdasarkan penerusan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Kantor Wilayah:
|
||||||||||||||||
(9) | Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri memutuskan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) atau permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (6) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak penerusan permohonan diterima secara lengkap di Kantor Wilayah. | ||||||||||||||||
(10) | Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memutuskan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) atau permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (6) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap di Kantor Pabean. | ||||||||||||||||
(11) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan:
|
Pasal 14
(1) | Keputusan mengenai penetapan sebagai TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (11) huruf a berlaku dalam jangka waktu:
|
(2) | Untuk dapat diberikan perpanjangan penetapan sebagai TPS, pengusaha TPS harus mengajukan permohonan perpanjangan penetapan TPS sebelum jangka waktu penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir. |
(3) | Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Menteri melalui:
|
(4) | Terhadap permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean atau Kepala Kantor Pelayanan Utama:
|
(5) | Dalam hal terdapat ketidaksesuaian data dan/atau dokumen tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melakukan perbaikan data dan/atau melengkapi dokumen. |
(6) | Berdasarkan penelitian atas permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Pabean meneruskan permohonan perpanjangan kepada Kepala Kantor Wilayah disertai rekomendasi mengenai kelayakan TPS. |
(7) | Penerusan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa data elektronik melalui SKP dan/atau softcopy hasil pindai dari:
|
(8) | Berdasarkan penerusan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Kepala Kantor Wilayah:
|
(9) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memutuskan persetujuan atau penolakan perpanjangan penetapan sebagai TPS dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan perpanjangan diterima secara lengkap di Kantor Wilayah. |
(10) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan:
|
Bagian Ketiga
Penimbunan Barang di TPS
Pasal 15
(1) | Penimbunan barang di dalam TPS harus dipisahkan antara barang impor, barang ekspor, dan barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean. | ||||
(2) | Pemisahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
|
||||
(3) | Penimbunan barang dalam TPS berupa tangki penimbunan berlaku ketentuan:
|
||||
(4) | Barang-barang berbahaya, merusak, dan/atau yang memiliki sifat dapat mempengaruhi barang-barang lain atau yang memerlukan instalasi atau penanganan khusus, harus ditimbun di tempat khusus dalam TPS yang disediakan untuk itu. | ||||
(5) | Peti kemas kosong harus ditimbun di tempat khusus dalam TPS yang disediakan untuk itu. |
Pasal 16
(1) | Peti kemas atau kemasan barang lainnya yang ditimbun di TPS hanya dapat dibuka untuk kepentingan pemeriksaan fisik barang dan/atau pengambilan contoh barang dalam rangka pemeriksaan pabean dan/atau pemeriksaan karantina. |
(2) | Bersamaan dengan pemeriksaan fisik barang dalam rangka pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pemeriksaan barang dalam rangka kekarantinaan secara terpadu. |
(3) | Dalam hal terdapat permohonan tertulis dari pemilik barang atau kuasanya, Kepala Kantor Pabean dapat memberikan persetujuan untuk membuka peti kemas atau kemasan barang untuk tujuan selain yang dimaksud pada ayat (1). |
Pasal 17
(1) | Penimbunan barang di TPS paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penimbunan. |
(2) | Dalam hal terhadap barang dilakukan pemindahan lokasi penimbunan ke TPS lain di:
|
Bagian Keempat
Kewajiban Pengusaha TPS
Pasal 18
(1) | Pengusaha TPS wajib:
|
||||||||
(2) | Bentuk tempat pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut:
|
||||||||
(3) | Sarana yang mendukung terlaksananya pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah:
|
||||||||
(4) | Untuk kepentingan kelancaran arus barang, pengusaha TPS di pelabuhan bongkar dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan persayaratan harus bekerja sama dengan pengusaha TPS lain yang berada dalam 1 (satu) Kawasan Pabean yang memiliki tempat, sarana, dan tenaga kerja bongkar muat untuk pemeriksaan fisik barang. | ||||||||
(5) | Alat pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dapat dipergunakan secara bersama-sama dengan pengusaha TPS lain yang lokasinya berdekatan berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi TPS. | ||||||||
(6) | Dalam TPS dapat ditempatkan sarana dan peralatan untuk pemeriksaan fisik barang dalam rangka pemeriksaan karantina. | ||||||||
(7) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi TPS dapat memberikan pengecualian dari kewajiban penyediaan sistem yang diperlukan dan/atau alat pemindai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan f untuk TPS dengan volume dan/atau kegiatan tertentu. | ||||||||
(8) | Penerapan penyediaan Sistem Penyerahan Petikemas (SP2) secara elektronik yang dapat melakukan pertukaran data dan/atau terhubung dengan Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE) dalam hal TPS berada di Pelabuhan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan secara bertahap. | ||||||||
(9) | Tahapan penerapan penyediaan Sistem Penyerahan Petikemas (SP2) secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan untuk Kantor Pabean dan tanggal sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 19
(1) | Pengusaha TPS yang berada di bawah pengawasan Kantor Pabean yang telah menerapkan SKP TPS Online secara mandatory, wajib:
|
(2) | Media komunikasi data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
|
(3) | Pengusaha TPS yang berada di bawah pengawasan Kantor Pabean yang telah menerapkan Sistem Pintu Otomatis TPS, wajib menerapkan sistem pintu otomatis pada pintu masuk atau pintu keluar yang terintegrasi dengan sistem pengelolaan penimbunan barang. |
(4) | Penerapan secara mandatory atas TPS Online sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Sistem Pintu Otomatis TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara bertahap. |
(5) | Tahapan penerapan secara mandatory sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan untuk Kantor Pabean dan tanggal sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) | Kantor Pabean yang tidak tercantum dalam Lampiran III sebagaimana dimaksud pada ayat (5), penerapan secara mandatory atas sistem pintu otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama atas nama Direktur Jenderal. |
Pasal 20
(1) | Pengusaha TPS harus menyediakan ruangan, sarana, dan fasilitas kerja yang layak serta memadai bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan kepabeanan sekurang-kurangnya meliputi:
|
(2) | Pengusaha TPS harus memasang:
|
Pasal 21
(1) | Pengusaha TPS yang akan memulai operasional kegiatan sebagai TPS harus menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi TPS. |
(2) | Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat dilampiri dengan:
|
(3) | Kepala Kantor Pabean menugaskan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan lapangan terkait pemenuhan ketentuan:
|
(4) | Dalam hal hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terpenuhi, Kepala Kantor Pabean menerbitkan izin operasional kegiatan TPS. |
Pasal 22
(1) | Dalam hal terdapat perubahan terhadap data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan/atau tata ruang TPS, pengusaha TPS harus memberitahukan perubahan data tersebut kepada Kepala Kantor Paeban yang mengawasi TPS. |
(2) | Dalam hal perubahan data menyangkut perubahan ukuran luas dan/atau daya tampung (volume) serta batas-batas tempat penimbunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf d dan/atau tata ruang TPS, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi harus melakukan pemeriksaan lapangan. |
(3) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi TPS menyampaikan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah. |
(4) | Penyampaian perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan dalam hal Kantor Pabean merupakan Kantor Pelayanan Utama. |
(5) | Perubahan data yang diberitahukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan sebagai dasar perubahan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai TPS yang bersangkutan. |
(6) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai perubahan atas keputusan penetapan sebagai TPS. |
Pasal 23
(1) | Pengusaha TPS wajib menyelenggarakan pembukuan dan menyimpan catatan dan dokumen, termasuk data elektronik, yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang yang ditimbun di TPS untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun. |
(2) | Pengusaha TPS wajib menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan untuk kepentingan audit kepabeanan. |
Pasal 24
(1) | Pengusaha TPS wajib menyampaikan:
|
||||||
(2) | Penyampaian daftar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat data mengenai:
|
||||||
(3) | Dalam hal barang curah, daftar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat data mengenai;
|
||||||
(4) | Penyampaian daftar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau melalui media elektronik. | ||||||
(5) | Dalam hal TPS berada di bawah pengawasan Kantor Pabean yang telah menerapkan SKP TPS Online secara mandatory, penyampaian daftar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk data elektronik melalui media komunikasi data elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19. | ||||||
(6) | Dalam hal SKP TPS Online sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mengalami gangguan, daftar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara manual. | ||||||
(7) | Dalam hal SKP TPS Online sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sudah dapat beroperasi kembali, daftar barang yang telah disampaikan secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kembali melalui SKP TPS Online. | ||||||
(8) | Untuk menguji kebenaran daftar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan penelitian terhadap fisik barang di TPS. |
Pasal 25
(1) | Pengusaha TPS wajib menyiapkan barang impor untuk dilakukan pemeriksaan fisik. |
(2) | Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemeriksaan pabean di bidang impor. |
(3) | Dalam hal importir dan/atau kuasanya tidak menyaksikan pemeriksaan fisik barang impor, pengusaha TPS menyaksikan pemeriksaan fisik barang impor yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai. |
Bagian Kelima
Penerapan TPS Online dan Sistem Pintu Otomatis TPS
Pasal 26
(1) | Penerapan Sistem Pintu Otomatis TPS memperhatikan ketentuan penerapan secara mandatory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) dan ayat (5). |
(2) | Pengusaha TPS dapat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean tentang kesiapan menerapkan Sistem Pintu Otomatis TPS. |
(3) | Kepala Kantor Pabean menetapkan penerapkan Sistem Pintu Otomatis TPS setelah pengusaha TPS memenuhi persyaratan teknis. |
(4) | Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit meliputi;
|
(5) | Kepala Kantor Pabean melakukan penilaian atas pemenuhan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
Pasal 27
(1) | Penerapan Sistem Pintu Otomatis TPS meliputi kegiatan pengeluaran dan pemasukan barang dari dan ke TPS, berdasarkan hasil pertukaran data elektronik Sistem TPS Online antara Kantor Pabean dan TPS yang ditetapkan. |
(2) | Pengeluaran barang dari TPS dilakukan melalui Sistem Pintu Otomatis TPS setelah mendapatkan persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai atau SKP. |
(3) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
(4) | Pemasukan barang ke TPS dilakukan melalui Sistem Pintu Otomatis TPS setelah mendapatkan persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai atau SKP. |
(5) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
|
Pasal 28
(1) | Pengusaha TPS yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) melakukan penelitian kesesuaian elemen data persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) atau ayat (4) antara elemen data yang disampaikan oleh SKP TPS melalui Sistem TPS Online dan elemen data yang disampaikan pemohon pemasukan atau pengeluaran barang. |
(2) | Elemen data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
|
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai, pengusaha TPS menerbitkan persetujuan pemasukan atau pengeluaran barang. |
Pasal 29
(1) | Pengusaha TPS melayani proses pemasukan atau pengeluaran barang, setelah mencocokkan nomor dan ukuran peti kemas dan/atau kemasan dengan persetujuan pemasukan atau pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3). |
(2) | Pengusaha TPS bertanggung jawab atas kesesuaian antara barang yang dimasukkan atau barang yang dikeluarkan dengan persetujuan pemasukan atau pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3). |
Pasal 30
(1) | Pengusaha TPS menerima informasi melalui Sistem TPS Online atas:
|
(2) | Terhadap peti kemas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan:
|
(3) | Terhadap peti kemas ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku ketentuan:
|
Pasal 31
(1) | Pemasukan atau pengeluaran barang yang telah diberi persetujuan oleh Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dilakukan tanpa catatan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi pemasukan dan pengeluaran barang. |
(2) | Data pemasukan atau pengeluaran barang yang disampaikan melalui Sistem TPS Online dan hasil cetak Sistem Pintu Otomatis TPS menjadi bukti realisasi pemasukan atau pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Pabean. |
(3) | Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran di bidang kepabeanan dan/atau cukai, Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan penegahan atas barang yang telah mendapat persetujuan pemasukan atau pengeluaran oleh pengusaha TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3). |
Pasal 32
Dalam hal SKP pada Kantor Pabean tidak berfungsi dan/atau mengalami gangguan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan perekaman persetujuan pemasukan dan/atau pengeluaran barang secara manual ke sistem aplikasi yang terhubung dengan TPS Online.
Pasal 33
(1) | Dalam hal Sistem TPS Online pada Kantor Pabean tidak berfungsi dan/atau mengalami gangguan, pengusaha TPS meminta konfirmasi kepada Pejabat Bea dan Cukai perihal persetujuan pemasukan dan/atau pengeluaran barang. |
(2) | Pejabat Bea dan Cukai memberikan konfirmasi terkait kebenaran data persetujuan pemasukan dan/atau pengeluaran barang kepada pengusaha TPS berdasarkan SKP. |
(3) | Berdasarkan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengusaha TPS merekam nomor persetujuan pemasukan dan/atau pengeluaran barang secara lengkap pada Sistem Pintu Otomatis TPS. |
Pasal 34
(1) | Dalam hal Sistem Pintu Otomatis TPS tidak berfungsi dan/atau mengalami gangguan, pengusaha TPS meminta konfirmasi kepada Pejabat Bea dan Cukai perihal persetujuan pemasukan dan/atau pengeluaran barang. |
(2) | Pejabat Bea dan Cukai memberikan konfirmasi terkait kebenaran data persetujuan pemasukan dan/atau pengeluaran barang kepada pengusaha TPS berdasarkan SKP. |
(3) | Berdasarkan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengusaha TPS melayani pemasukan dan/atau pengeluaran secara manual. |
(4) | Pengusaha TPS merekam realisasi persetujuan pemasukan dan/atau pengeluaran barang secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah Sistem Pintu Otomatis TPS kembali berfungsi. |
(5) | Pengusaha TPS mengirim realisasi persetujuan pemasukan dan/atau pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melalui Sistem TPS Online. |
Pasal 35
Ketentuan mengenai pemasukan dan pengeluaran ke dan dari TPS dengan Sistem Pintu Otomatis TPS yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini mengecualikan ketentuan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari TPS sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan mengenai:
Bagian Keenam
Tanggung Jawab Pengusaha TPS
Pasal 36
(1) | Pengusaha TPS bertanggung jawab atas bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor yang terutang atas barang yang ditimbun dalam TPS terhitung sejak saat penimbunan sampai dengan tanggal pemberitahuan pabean atas impor. |
(2) | Pengusaha TPS dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yang ditimbun di TPS-nya:
|
(3) | Penghitungan bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang tidak dapat mendasarkan pada tarif dan nilai pabean barang yang bersangkutan, penghitungan tersebut mendasarkan pada tarif tertinggi untuk golongan barang yang tertera dalam pemberitahuan pabean pada saat barang tersebut ditimbun di TPS dan nilai pabean ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai, dengan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM) didasarkan pada saat tanggal penetapan. |
(4) | Pengusaha TPS yang tidak dapat mempertanggungkawabkan barang yang seharusnya berada di TPS, selain wajib membayar bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi administrasi 25% (dua puluh lima persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar. |
Bagian Ketujuh
Penghargaan Bagi Pengusaha TPS
Pasal 37
(1) | Pengusaha TPS yang telah memiliki kerjasama pengangkutan barang impor atau barang ekspor melalui integrasi sistem dengan pengusaha yang membidangi transportasi darat dalam ekosistem logistik nasional (National Logistic Ecosystem/NLE), dapat diberikan penghargaan. |
(2) | Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa perpanjangan masa berlaku Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai TPS sampai dengan masa penguasaan kawasan berakhir. |
(3) | Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang melakukan penelitian penerapan kerjasama pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) kerjasama telah tersedia dan terhubung dengan ekosistem logistik nasional (National Logistic Ecosystem/NLE), Kepala Kantor atau Kepala Bidang menyampaikan usulan pemberian penghargaan disertai dengan dokumen pendukung kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
(5) | Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai TPS. |
Pasal 38
(1) | Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang melakukan monitoring dan evaluasi terhadap TPS yang mendapatkan penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2). |
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil monitoring dan evauasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TPS tidak lagi memiliki kerjasama pengangkutan melalui integrasi sistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1), Kepala Kantor atau Kepala Bidang menyampaikan usulan pencabutan atas penghargaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 ayat (2) disertai dengan dokumen pendukung kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
(3) | Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Pelayanan Utama menerbitkan Keputusan Menteri mengenai perubahan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai TPS. |
(4) | Masa berlaku Keputusan Menteri mengenai perubahan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
|
Bagian Kedelapan
Sanksi Pengusaha TPS
Pasal 39
Kepala Kantor Pabean yang mengawasi TPS memberikan peringatan tertulis kepada pengusaha TPS, jika pengusaha TPS:
a. | tidak mematuhi ketentuan pemisahan penimbunan barang impor, barang ekspor, dan barang asal Daerah Pabean yang untuk diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1); |
b. | menimbun barang berbahaya, barang yang memiliki sifat merusak atau mempengaruhi barang lain, dan/atau barang yang memerlukan instalasi atau penanganan khusus, tidak di tempat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4); |
c. | menimbun peti kemas kosong, tidak di tempat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5); |
d. | tidak lagi memenuhi ketentuan mengenai kewajiban penyediaan dan/atau pemeliharaan:
|
e. | tidak menyediakan ruangan, sarana, dan fasilitas kerja bagi Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1); |
f. | tidak memasang papan petunjuk identitas dan/atau kamera Closed Circuit Television (CCTV) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2); |
g. | melakukan operasional kegiatan sebagai TPS sebelum mendapat izin dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4); |
h. | tidak memberitahukan perubahan data dan/atau tata ruang TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, berdasarkan rekomendasi atau temuan Pejabat Bea dan Cukai; dan/atau |
i. | tidak menyampaikan daftar kemasan dan/atau peti kemas atau jumlah barang curah yang telah ditimbun di TPS, yang telah dikeluarkan dari TPS, dan/atau yang ditimbun di TPS yang telah melawati jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. |
j. | tidak menyiapkan barang impor untuk dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25. |
Pasal 40
(1) | Operasional kegiatan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dibekukan dalam hal:
|
||||||||||||||
(2) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||||||||
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan bahwa TPS memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean mengusulkan pembekuan operasional kegiatan TPS kepada Kepala Kantor Wilayah. | ||||||||||||||
(4) | Berdasarkan penelitian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan surat pembekuan operasional kegiatan TPS kepada pengusaha TPS. |
Pasal 41
(1) | Pembekuan operasional kegiatan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dicabut dalam hal:
|
(2) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian pemenuhan kewajiban yang menjadi dasar penerbitan surat pemberitahuan pembekuan operasional kegiatan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4) setelah Pengusaha TPS menyampaikan pemberitahuan pemenuhan kewajiban. |
(3) | Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean menyampaikan usulan pencabutan pembekuan operasional kegiatan TPS kepada Kepala Kantor Wilayah dalam hal TPS tidak berada dibawah pengawasan Kantor Pelayanan Utama. |
(4) | Berdasarkan penelitian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau usulan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan surat pencabutan pembekuan operasional kegiatan TPS. |
Pasal 42
(1) | Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (11) huruf a dicabut dalam hal:
|
(2) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan bahwa TPS memenuhi azketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean mengusulkan pencabutan atas penetapan sebagai TPS kepada Kepala Kantor Wilayah. |
(4) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pencabutan atas penetapan sebagai TPS. |
(5) | Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi tanggung jawab pengusaha TPS untuk menyelesaikan kewajiban pabean dan kewajiban lain yang menjadi tanggung jawabnya. |
Pasal 43
(1) | Pengusaha TPS dilarang memasukkan barang impor, barang ekspor, dan/atau barang asal Daerah Pabean yang diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui luar Daerah Pabean ke dalam TPS dalam hal:
|
(2) | Dalam hal Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai TPS telah berakhir atau Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai TPS dicabut, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
Bagian Kesembilan
Penimbunan Barang di TPS Pusat Distribusi
Pasal 44
(1) | Penimbunan barang impor untuk diangkut lanjut keluar Daerah Pabean dapat dilakukan di TPS Pusat Distribusi. |
(2) | Lokasi TPS Pusat Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berada di dalam area Pelabuhan atau Bandar Udara yang memiliki akses langsung ke sisi laut (seaside) atau sisi udara (airside). |
Pasal 45
(1) | Kepala Kantor Pabean dapat menunjuk bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang telah ditetapkan sebagai TPS, sebagai TPS Pusat Distribusi. |
(2) | Penunjukan sebagai TPS Pusat Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan atas seluruh atau sebagian dari lokasi TPS yang telah ditetapkan. |
(3) | Pengusaha TPS mengajukan permohonan penunjukan TPS Pusat Distribusi kepada Kepala Kantor Pabean untuk dapat ditunjuk sebagai TPS Pusat Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Dalam hal Kantor Pabean merupakan Kantor Pelayanan Utama, penunjukan sebagai TPS Pusat Distribusi dilakukan oleh Kepala Bidang atas nama Kepala Kantor Pelayanan Utama. |
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat data:
|
(6) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilampiri dengan:
|
(7) | Dalam hal Kantor Pabean belum menerapkan TPS Online, Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan bukti penerapan sistem IT Inventory untuk pemasukan, pengeluaran, dan penimbunan barang di TPS Pusat Distribusi yang dapat terhubung dengan Kantor Pabean. |
Pasal 46
(1) | Terhadap permohonan penunjukan TPS Pusat Distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3), Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang atas nama Kepala Kantor Pelayanan Utama:
|
(2) | Dalam hal terdapat ketidaksesuaian data dan/atau dokumen tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang atas nama Kepala Kantor Pelayanan Utama memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melakukan perbaikan data dan/atau melengkapi dokumen. |
(3) | Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) diterima secara lengkap. |
(4) | Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
|
(5) | Pejabat Bea dan Cukai membuat berita acara pemeriksaan lokasi berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. |
(6) | Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang atas nama Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
|
(7) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penunjukan sebagai TPS Pusat Distribusi. |
(8) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(9) | Penunjukan sebagai TPS Pusat Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berlaku sampai dengan berakhirnya keputusan penetapan sebagai TPS |
(10) | Dalam hal keputusan penetapan sebagai TPS diperpanjang, masa waktu penunjukan TPS Pusat Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tetap berlaku sampai dengan masa perpanjangan TPS berakhir. |
Pasal 47
(1) | TPS Pusat Distribusi dapat diberikan kemudahan pelayanan kegiatan kepabeanan dan cukai berupa:
|
(2) | Kegiatan menimbun barang di dalam TPS Pusat Distribusi diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemasukan ke TPS Pusat Distribusi. |
(3) | Dalam hal penimbunan barang pada TPS Pusat Distribusi melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), barang ditetapkan sebagai barang yang dinyatakan tidak dikuasai sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur barang yang dinyatakan tidak dikuasai. |
Pasal 48
Barang impor untuk diangkut lanjut yang ditimbun di TPS Pusat Distribusi dilarang untuk:
Pasal 49
(1) | Penunjukan TPS Pusat Distribusi dicabut jika:
|
(2) | Pencabutan penetapan sebagai TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan pencabutan atas penunjukan TPS Pusat Distribusi. |
(3) | Pencabutan penunjukan TPS Pusat Distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang atas nama Kepala Kantor Pelayanan Utama dengan menerbitkan surat pencabutan penunjukan sebagai TPS Pusat Distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (6). |
Bagian Kesepuluh
TPS Barang Bawaan Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, dan
Pelintas Batas
Pasal 50
(1) | Barang penumpang, barang awak sarana pengangkut, dan barang pelintas batas, yang belum diselesaikan kewajiban pabean atau barang yang tertinggal atau tidak diketahui pemiliknya (lost and found) di Kawasan Pabean di tempat kedatangan dari luar Daerah Pabean, ditimbun di TPS Barang Bawaan Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, dan Pelintas Batas. | ||||||||
(2) | TPS yang digunakan untuk menimbun barang perbekalan sarana pengangkut yang akan digunakan untuk keperluan penumpang dan awak sarana pengangkut termasuk dalam TPS Barang Bawaan Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, dan Pelintas Batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||
(3) | Pengajuan permohonan penetapan sebagai TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari ketentuan melampirkan persyaratan sebagaimana dimasud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b. | ||||||||
(4) | Pengusaha TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari ketentuan:
|
||||||||
(5) | TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
|
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 51
(1) | Kepala Kantor Pabean melakukan monitoring terhadap Kawasan Pabean dan TPS. |
(2) | Monitoring terhadap Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Monitoring terhadap TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
Pasal 52
(1) | Kepala Kantor Pabean melakukan evaluasi terhadap Kawasan Pabean dan TPS berdasarkan hasil monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51. |
(2) | Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. |
(3) | Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor wilayah. |
(4) | Penyampaian hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan dalam hal Kantor Pabean merupakan Kantor Pelayanan Utama. |
(5) | Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk melakukan pembinaan dan/atau pengenaan sanksi kepada pengelola Kawasan Pabean dan/atau pengusaha TPS. |
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 53
Dalam hal pengelola kawasan dan pengusaha tempat penimbunan merupakan 1 (satu) badan usaha, permohonan penetapan sebagai Kawasan Pabean dan permohonan penetapan sebagai TPS dapat diajukan secara bersamaan dalam 1 (satu) permohonan.
Pasal 54
Penelitian dan proses administrasi atas permohonan penetapan sebagai Kawasan Pabean dan/atau TPS, pengenaan sanksi administrasi, monitoring, dan evaluasi, dilakukan oleh unit sesuai dengan tugas pokok dan fungsi berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai organisasi dan tata laksana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pasal 55
Dalam hal SKP belum diterapkan atau mengalami gangguan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
disampaikan dalam bentuk hardcopy dan softcopy berupa hasil pindai dari dokumen asli atau salinan melalui media penyimpan data elektronik atau surat elektronik.
Pasal 56
Contoh bentuk formulir yang digunakan dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal ini tercantum dalam
Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 57
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
a. | Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Kawasan Pabean dan/atau TPS yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-06/BC/2015, masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya keputusan tersebut; |
b. | permohonan penetapan sebagai Kawasan Pabean dan/atau TPS yang diajukan sebelum tanggal Peraturan Direktur Jenderal ini ditetapkan dan masih dalam tahap pemrosesan, diselesaikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini; |
c. | pemenuhan kewajiban penyediaan mesin pemindai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c dan Pasal 18 ayat (1) huruf f dilaksanakan:
|
d. | pemenuhan kewajiban penyediaan SP2 Online, TPS Online, dan/atau Sistem Pintu Otomatis sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini, apabila pada saat diwajibkan belum tersedia, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat memberikan waktu kepada Pengusaha TPS untuk menyiapkan peralatan dan/atau sistem yang diperlukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak di wajibkan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 58
Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, maka Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-06/BC/2015 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara, Pemindahan Lokasi Penimbunan Barang Di Tempat Penimbunan Sementara, Dan Pengenaan Sanksi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Pasal 59
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 September 2020
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
-ttd-
HERU PAMBUDI