TIMELINE |
---|
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 09/BC/2020
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN
BARANG IMPOR
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108/PMK.04/2020 tentang Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor;
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
BAB II
PENGANGKUT
Pasal 2
Pengangkut merupakan Orang atau kuasanya yang:
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan pengangkut dan manifes keberangkatan sarana pengangkut.
BAB III
PEMBONGKARAN
Bagian Kesatu
Ketentuan Pembongkaran Barang Impor
Pasal 3
(1) | Pembongkaran barang Impor dari sarana pengangkut wajib dilakukan:
|
(2) | Pembongkaran barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a menyerahkan Inward Manifest dan telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran. |
(3) | Dalam hal barang Impor berupa sarana pengangkut, Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dianggap melakukan Pembongkaran pada saat Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran. |
(4) | Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diajukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tatalaksana penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan pengangkut dan manifes keberangkatan sarana pengangkut. |
Pasal 4
(1) | Terhadap Pembongkaran barang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dapat dilakukan pengawasan Pembongkaran oleh Pejabat Bea dan Cukai. |
(2) | Pengawasan Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(3) | Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan:
|
(4) | Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat laporan pengawasan Pembongkaran. |
(5) | Tata cara pengawasan Pembongkaran barang Impor dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kedua
Pembongkaran Dilakukan di Tempat Lain
Selain Kawasan Pabean
Pasal 5
(1) | Pembongkaran barang Impor di tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Untuk melakukan Pembongkaran di tempat lain, pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean dengan menyebutkan alasan Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan dokumen pendukung berupa:
|
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan melalui SKP. |
(5) | Untuk kepentingan penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan penelitian lapangan terhadap:
|
(6) | Penelitian lapangan atas lokasi dan tata letak (layout) tempat Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dapat dilakukan dengan pertimbangan tertentu yakni:
|
(7) | Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah:
|
(8) | Tata cara Pembongkaran barang Impor di tempat lain selain Kawasan Pabean dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 6
(1) | Persetujuan Pembongkaran barang Impor di tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) dapat diberikan secara periodik dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. |
(2) | Persetujuan Pembongkaran secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam hal:
|
(3) | Untuk memperoleh persetujuan Pembongkaran secara periodik, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilampiri dengan:
|
(4) | Dalam hal terdapat perubahan rencana Pembongkaran barang, perubahan daftar rencana Pembongkaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disampaikan ke Kantor Pabean sebelum Pembongkaran berikutnya. |
(5) | Persetujuan Pembongkaran secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan evaluasi oleh Kepala Kantor Pabean. |
(6) | Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kedapatan tidak memenuhi persyaratan untuk diberikan persetujuan secara periodik, Kepala Kantor Pabean dapat mencabut persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(7) | Pencabutan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan penerbitan surat pencabutan persetujuan pembongkaran barang Impor di tempat lain secara periodik. |
(8) | Hasil evaluasi Persetujuan Pembongkaran secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dijadikan menjadi dasar pertimbangan pemberian persetujuan Pembongkaran secara periodik selanjutnya. |
Bagian Ketiga
Pembongkaran Barang Impor dari Sarana Pengangkut Laut
ke Sarana Pengangkut Laut Lainnya
yang Dilakukan di Luar Pelabuhan
Pasal 7
(1) | Pembongkaran barang Impor dari sarana pengangkut laut ke sarana pengangkut laut lainnya dapat dilakukan di luar pelabuhan. |
(2) | Barang Impor yang dibongkar dari sarana pengangkut laut ke sarana pengangkut laut lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibawa ke:
|
(3) | Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal sarana pengangkut awal tidak dapat sandar langsung ke dermaga. |
(4) | Untuk melakukan Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean melalui SKP. |
(5) | Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima secara lengkap. |
(6) | Pengawasan atas Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada saat Pembongkaran barang Impor:
|
(7) | Pejabat Bea dan Cukai membuat laporan pengawasan atas Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6). |
(8) | Laporan pengawasan atas Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a disusun dalam 1 (satu) laporan. |
(9) | Pengangkut yang bertanggung jawab atas sarana pengangkut awal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertanggung jawab atas bea masuk dan pajak dalam rangka Impor terutang dalam proses Pembongkaran sampai dengan Pembongkaran di Kawasan Pabean atau tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(10) | Tata cara Pembongkaran barang Impor dari sarana pengangkut ke sarana pengangkut laut lainnya yang dilakukan di luar pelabuhan dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 8
(1) | Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat mengajukan 1 (satu) permohonan yang meliputi permohonan:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean melalui SKP. |
Bagian Keempat
Pembongkaran Barang Impor Langsung
ke Sarana Pengangkut Lain
Tanpa Dilakukan Penimbunan di TPS
Pasal 9
(1) | Pembongkaran barang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dapat dilakukan langsung ke sarana pengangkut lain tanpa terlebih dahulu dilakukan Penimbunan di TPS yang berada di dalam area Pelabuhan (truckloosing). |
(2) | Pembongkaran barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal barang Impor:
|
(3) | Pengangkut menyampaikan pemberitahuan truckloosing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk sebelum dilakukan Pembongkaran barang Impor langsung ke sarana pengangkut. |
(4) | Pemberitahuan truckloosing sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat informasi:
|
(5) | Tata cara Pembongkaran barang Impor langsung ke sarana pengangkut tanpa dilakukan Penimbunan di TPS di dalam area pelabuhan (truckloosing) dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 10
Pembongkaran barang Impor berupa barang cair, gas, dan/atau barang curah lainnya, dapat dilakukan melalui:
yang dihubungkan dari sarana pengangkut laut ke sarana pengangkut darat dan/atau tempat Penimbunan.
Pasal 11
(1) | Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat membongkar barang Impor terlebih dahulu. |
(2) | Atas Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut harus:
|
(3) | Terhadap keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean dapat melakukan:
|
(4) | Dalam hal Kepala Kantor Pabean menolak keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ketentuan Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku. |
BAB IV
PENIMBUNAN BARANG IMPOR
Bagian Kesatu
Penimbunan Barang Impor
Pasal 12
(1) | Penimbunan barang Impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dapat dilakukan di:
|
(2) | Dalam hal barang Impor berupa sarana pengangkut, Penimbunan dianggap telah dilakukan setelah sarana pengangkut selesai dilakukan Pembongkaran. |
Pasal 13
(1) | Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pengawasan Penimbunan barang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). |
(2) | Pengawasan Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(3) | Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan:
|
(4) | Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pengawasan Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat laporan pengawasan Penimbunan. |
(5) | Tata cara pengawasan Penimbunan barang Impor dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 14
(1) | Jangka waktu Penimbunan barang Impor di:
|
(2) | Tanggal Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan tanggal pada saat barang mulai ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS. |
(3) | Barang Impor yang ditimbun melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai barang tidak dikuasai dan disimpan di TPP. |
(4) | Biaya yang timbul atas pemindahan barang Impor yang ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b ke TPP merupakan tanggung jawab Importir. |
(5) | Penyelesaian barang tidak dikuasai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai barang tidak dikuasai. |
Bagian Kedua
Penimbunan Barang Impor di Tempat Lain yang Diperlakukan
Sama dengan TPS
Pasal 15
(1) | Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, diberikan dalam hal:
|
(2) | Untuk melakukan Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, Importir harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean melalui SKP dengan ketentuan:
|
(3) | Ketentuan untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan terhadap barang Impor yang telah mendapatkan persetujuan pengeluaran. |
(4) | Untuk kepentingan penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean dapat melakukan penelitian lapangan terhadap:
|
(5) | Penelitian lapangan atas lokasi dan tata letak (layout) tempat Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dapat dilakukan dengan pertimbangan tertentu yakni:
|
(6) | Kepala Kantor Pabean memberikan surat persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah:
|
(7) | Persetujuan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berfungsi sebagai dokumen untuk melindungi pengeluaran barang Impor dari Kawasan Pabean ke tempat lain yang dipersamakan dengan TPS. |
(8) | Pengajuan penyelesaian kewajiban pabean dilakukan oleh Importir paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah selesai Penimbunan barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(9) | Ketepatan waktu pengajuan penyelesaian kewajiban pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (8) menjadi salah satu indikator profil kepatuhan Importir. |
(10) | Tata cara Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 16
(1) | Persetujuan Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (6) dapat diberikan secara periodik dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. |
(2) | Persetujuan Penimbunan secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam hal:
|
(3) | Untuk memperoleh persetujuan atas permohonan Penimbunan secara periodik, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dilampiri dengan daftar rencana Penimbunan barang dalam periode tertentu. |
(4) | Dalam hal terdapat perubahan rencana Penimbunan barang, perubahan daftar rencana Penimbunan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan ke Kantor Pabean sebelum Penimbunan berikutnya. |
(5) | Persetujuan atas permohonan Penimbunan secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan evaluasi oleh Kepala Kantor Pabean. |
(6) | Hasil evaluasi Persetujuan Penimbunan secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dijadikan dasar pertimbangan pemberian persetujuan Penimbunan secara periodik selanjutnya. |
Pasal 17
(1) | Pengusaha TPS wajib menyampaikan daftar timbun barang Impor yang ditimbun di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, dalam bentuk dan jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPS. |
(2) | Importir wajib menyampaikan daftar timbun atas barang Impor yang ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, yang memuat informasi mengenai:
|
(3) | Daftar timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan melalui SKP kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean yang memberikan persetujuan Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6) dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam setelah selesai Penimbunan. |
(4) | Pengusaha TPS yang tidak menyampaikan daftar timbun dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai TPS. |
(5) | Importir yang tidak menyampaikan daftar timbun dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan Penimbunan di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS selanjutnya tidak dilayani sampai dengan daftar timbun disampaikan. |
Pasal 18
(1) | Dalam hal pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan Importir merupakan pihak yang sama, permohonan Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dapat diajukan dalam 1 (satu) permohonan yang di dalamnya memuat permohonan mengenai:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean melalui SKP. |
BAB V
TANGGUNG JAWAB BEA MASUK
Pasal 19
(1) | Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP melakukan penelitian kesesuaian jumlah barang Impor yang dibongkar dengan Inward Manifest. |
(2) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lanjutan dalam hal terdapat selisih jumlah barang Impor yang dibongkar dengan Inward Manifest. |
(3) | Dalam hal terdapat selisih jumlah barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a wajib :
|
(4) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat membuktikan bahwa ketidaksesuaian jumlah barang Impor terjadi di luar kemampuannya. |
(5) | Ketidaksesuaian jumlah barang Impor yang terjadi di luar kemampuan pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
|
(6) | Penyelesaian ketidaksesuaian jumlah barang Impor curah yang dibongkar dengan jumlah yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penanganan selisih berat dan/atau volume barang Impor curah. |
(7) | Dalam hal barang Impor bukan merupakan barang curah, jumlah barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(8) | Dalam hal diperlukan untuk penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta konfirmasi atau keterangan kepada pengangkut dan/atau pihak lain yang terkait. |
(9) | Tata cara penelitian atas kesesuaian jumlah barang Impor yang dibongkar dengan jumlah yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 20
(1) | Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a bertanggung jawab atas bea masuk dan pajak dalam rangka Impor yang terutang atas barang Impor yang dibongkar di Kawasan Pabean atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). |
(2) | Pengusaha TPS bertanggung jawab atas bea masuk dan pajak dalam rangka Impor yang terutang atas barang Impor yang ditimbun di TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a. |
(3) | Importir bertanggung jawab terhadap bea masuk dan pajak dalam rangka Impor yang terutang atas barang Impor yang ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b. |
BAB VI
SISTEM KOMPUTER PELAYANAN DAN
EKOSISTEM LOGISTIK NASIONAL
Pasal 21
Dalam hal SKP belum diterapkan atau mengalami gangguan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik melalui media penyimpan elektronik atau surat elektronik.
Pasal 22
(1) | Penyampaian permohonan dan persetujuan perizinan:
|
(2) | SKP dapat melakukan pertukaran data dengan Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE). |
(3) | Data Pembongkaran barang Impor di tempat lain selain Kawasan Pabean dan Penimbunan barang Impor di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dapat digunakan untuk kepentingan percepatan logistik nasional melalui Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE). |
(4) | Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP dapat menggunakan dan memanfaatkan data yang diperoleh melalui Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE) untuk kepentingan pelayanan dan pengawasan kepabeanan. |
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 23
Ketentuan Pembongkaran dan Penimbunan barang Impor sebagaimana diatur dalam dalam Peraturan Menteri ini dikecualikan atas Impor piranti lunak dan/atau data elektronik melalui transmisi elektronik.
Pasal 24
(1) | Contoh format surat permohonan dan persetujuan/penolakan izin:
|
(2) | Contoh format laporan:
|
(3) | Contoh format surat pencabutan izin Pembongkaran di luar Kawasan Pabean secara periodik dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf U yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(4) | Contoh format pemberitahuan truckloosing adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku,
sepanjang mengenai Pembongkaran dan Penimbunan barang Impor dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 26
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 September 2020
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
-ttd-
HERU PAMBUDI