Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-03/BC/2021

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

NOMOR PER - 03/BC/2021

TENTANG

TATA CARA PENETAPAN PENDAYAGUNAAN DAN
KRITERIA SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN BERBASIS KOMPUTER
(IT INVENTORY) BAGI BADAN USAHA ATAU PELAKU USAHA
DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :


bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 78 huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Tentang Tata Cara Penetapan Pendayagunaan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) Bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha di Kawasan Ekonomi Khusus;


Mengingat :


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1685);



MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PENETAPAN PENDAYAGUNAAN DAN KRITERIA SISTEM INFORMASI PERSEDIAAN BERBASIS KOMPUTER (IT INVENTORY) BAGI BADAN USAHA ATAU PELAKU USAHA DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang tentang Kepabeanan.
2. Kawasan Pabean adalah Kawasan yang dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
3. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
4. Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
5. Tempat Penimbunan Berikat, yang selanjutnya disingkat TPB, adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
6. Administrator KEK adalah bagian dari Dewan Kawasan yang dibentuk untuk setiap KEK guna membantu Dewan Kawasan dalam penyelenggaraan KEK.
7.  Badan Usaha adalah perusahaan berbadan hukum yang berupa Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, dan usaha patungan untuk menyelenggarakan kegiatan usaha KEK.
8. Pelaku Usaha adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha orang perseorangan yang melakukan kegiatan usaha di KEK.
9. Persediaan adalah semua barang termasuk sediaan barang yang terkait dengan pemenuhan kewajiban di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
10. Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer, yang selanjutnya disebut IT Inventory, adalah suatu sistem informasi yang dirancang, dibangun, dan digunakan oleh perusahaan untuk:
  1. mengadministrasikan Persediaan dengan cara mengintegrasikan sistem transaksi pemasukan barang, sistem transaksi pemakaian barang, sistem transaksi produksi, dan sistem transaksi pengeluaran barang dalam sistem akuntansi Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang menghasilkan laporan keuangan;
  2. menghasilkan informasi terkait Persediaan melalui teknologi komputer; dan
  3. menghasilkan laporan sesuai dengan kriteria dan persyaratan dalam fasilitas kepabeanan dan/atau cukai yang digunakan;
serta disampaikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui sistem aplikasi KEK.
11. Pembangunan adalah pendirian kawasan, perusahaan atau pabrik baru untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
12. Pengembangan adalah pengembangan kawasan, perusahaan atau pabrik yang telah ada meliputi penambahan, modernisasi, rehabilitasi dan/atau restrukturisasi dari alat-alat produksi termasuk mesin untuk tujuan peningkatan jumlah, jenis dan/atau kualitas hasil produksi barang dan/atau jasa.
13. Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama dijual atau diserahkan, atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
14. Sistem Pengendalian Internal, yang selanjutnya disingkat SPI, adalah sebuah sistem yang digunakan untuk mengomunikasikan dan mengendalikan bagian-bagian yang terkait dengan kegiatan/aktivitas bisnis perusahaan, perpindahan barang, proses akuntansi, dan lain-lain yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan.
15. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
16. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
17. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
18. Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disingkat KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
19. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
20. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
21. Pajak Dalam Rangka Impor, yang selanjutnya disingkat PDRI, adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.

 


BAB II
PENDAYAGUNAAN DAN KRITERIA IT INVENTORY

Pasal 2

(1) Untuk mendapatkan fasilitas penangguhan Bea Masuk, Badan Usaha atau Pelaku Usaha wajib mendayagunakan IT Inventory.
(2) Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK yang telah menyelesaikan masa Pembangunan atau Pengembangan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Saat Mulai Berproduksi Komersial.
(3) Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan data atas pendayagunaan IT Inventory kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui sistem aplikasi KEK.
(4) Penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara:
  1. pemasangan antarmuka pemrograman aplikasi (Application Programming Interface) sebagai komunikasi basis data antarsistem; atau
  2. pengisian data pada format yang disediakan di sebuah jaringan peramban atau portal (webform).
(5) Penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan secara:
  1. langsung setiap ada perubahan; atau
  2. berkala sesuai persetujuan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK dengan jangka waktu paling lama pada tanggal 1 bulan berikutnya.
(6) Penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dalam pengajuan permohonan penetapan pendayagunaan IT Inventory.
(7) IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang meliputi kriteria sebagai berikut:
  1. mampu mencatat pemasukan barang dan pengeluaran barang (termasuk bahan baku, bahan penolong, mesin, dan peralatan), penyesuaian (adjustment), barang jadi (Finished Good), barang hasil pencacahan (stock opname), barang reject serta barang sisa dan/atau scrap, yang disesuaikan dengan jenis kegiatan usaha di KEK oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha;
  2. pencatatan dan/atau pembukuan mampu menggambarkan keterkaitan dengan dokumen kepabeanan dan/atau cukai dengan mencantumkan:
    1. jenis, nomor, dan tanggal pemberitahuan pabean dan/atau cukai;
    2. dokumen perpindahan barang antar-Pelaku Usaha dalam satu KEK yang berfungsi sebagai surat jalan;
    3. kode barang yang digunakan secara konsisten dalam pemberitahuan pabean dan/atau cukai dengan kode yang dibukukan dan/atau dicatat pada IT Inventory;
    4. purchase order, dan/atau
    5. dokumen jenis lainnya yang dapat menggambarkan keterkaitan dengan dokumen kepabeanan dan/atau cukai;
  3. pencatatan dan/atau pembukuan dilakukan secara kontinu dan langsung setiap ada perubahan berupa perpindahan barang beserta dokumen pendukung, maupun berkala dengan jangka waktu sesuai SPI Badan Usaha atau Pelaku Usaha;
  4. mampu membuat dan menyampaikan data yang menggambarkan perpindahan barang maupun pengolahan barang yang mendapatkan fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan; dan
  5. mampu menampilkan data, riwayat aktivitas, dan perpindahan barang minimal dalam waktu 2 (dua) tahun periode sebelumnya.
(7) Informasi yang diperoleh dari IT Inventory Badan Usaha atau Pelaku Usaha dapat dimanfaatkan untuk:
  1. monitoring dan evaluasi kepabeanan dan/atau cukai;
  2. audit kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan; dan/atau
  3. pemeriksaan sewaktu-waktu.


BAB III
PENGAJUAN PERMOHONAN

Pasal 3

(1) Untuk mendapatkan penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Badan Usaha atau Pelaku Usaha mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK.
(2) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK melakukan:
  1. pemeriksaan dokumen;
  2. pemeriksaan lokasi; dan
  3. penerbitan berita acara pemeriksaan.
(3) Pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi validitas dokumen yang dilampirkan pada daftar isian kelengkapan permohonan.
(4) Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
  1. pemenuhan kriteria IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7); dan
  2. standar operasional prosedur Badan Usaha atau Pelaku Usaha terutama terkait SPI.
(5) Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pernyataan kesiapan pemeriksaan lokasi dalam permohonan.
(6) Tata cara pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 4

(1) Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK menyampaikan undangan pemaparan proses bisnis kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan.
(2) Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK dapat mengundang Kepala KPP untuk hadir dalam pemaparan proses bisnis.
(3) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan.
(4) Terhadap pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK melakukan pengujian dan penilaian atas:
  1. kesesuaian proses bisnis dengan pemenuhan kriteria IT Inventory serta cara penyampaian data pendayagunaan IT Inventory kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
  2. SPI.


Pasal 5

(1) Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada Kepala Kantor Pabean.
(2) Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh perwakilan direksi Badan Usaha atau Pelaku Usaha.
(3) Tata cara pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 6

(1) Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berdasarkan manajemen risiko dengan mempertimbangkan hasil penilaian pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).
(2) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam berita acara hasil penilaian pemaparan proses bisnis dan diberikan paling lama 1 (satu) jam setelah pemaparan selesai dilakukan.
(3) Berita acara hasil penilaian pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Dalam hal permohonan disetujui, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai menerbitkan keputusan mengenai penetapan pendayagunaan IT Inventory menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Dalam hal permohonan ditolak, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan.

 


BAB IV
KEWAJIBAN

Pasal 7

Penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) disertai dengan kewajiban bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha untuk:

a. memasang tanda nama perusahaan sebagai Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK;
b. menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data elektronik untuk Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK dalam hal Kantor Pabean yang mengawasi KEK menerapkan sistem aplikasi KEK;
c. mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang yang merupakan subsistem dari sistem informasi akuntansi yang akan menghasilkan informasi laporan keuangan dan dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak;
d. mendayagunakan Closed Circuit Television (CCTV) untuk pengawasan pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat diakses secara langsung (realtime) dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak serta memiliki data rekaman paling sedikit 7 (tujuh) hari sebelumnya;
e. memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dalam hal jenis barang yang ditimbun berupa Barang Kena Cukai (BKC);
f. melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-barang yang ditimbun di Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK Bersama-sama dengan Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Pabean yang mengawasi KEK, paling sedikit 1 (satu) kali pencacahan (stock opname) dalam kurun waktu 1 (satu) tahun;
g. menyimpan dan menatausahakan barang yang ditimbun di dalam Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK secara tertib, sehingga dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan, dan pengeluaran sediaan barang secara secara sistematis secara elektronik, serta posisinya jika dilakukan pencacahan (stock opname);
h. menyimpan dan memelihara dengan baik buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun;
i. menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
j. mengajukan perubahan (update) data jika terdapat data yang berubah terkait perizinan Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK;
k. memberikan akses terhadap data dan dokumen atas seluruh kegiatan Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
l. menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak; dan
m. menyampaikan data atas pendayagunaan IT Inventory kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui sistem aplikasi KEK dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB V
PEMBEKUAN, PEMBERLAKUAN KEMBALI, DAN
PENCABUTAN PENETAPAN

Pasal 8

(1) Penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dibekukan dalam hal:
  1. Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
  2. Badan Usaha atau Pelaku Usaha menunjukkan ketidakmampuan dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya, antara lain berupa:
    1. tidak melakukan kegiatan usahanya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut; dan/atau
    2. tidak melunasi utang kepabeanan dan cukai dalam jangka waktu yang ditentukan;
  3. Badan Usaha atau Pelaku Usaha melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin usaha KEK yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau
  4. tindak lanjut hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Badan Usaha atau Pelaku Usaha.
(2) Pembekuan penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) Selama masa pembekuan, Badan Usaha atau Pelaku Usaha:
  1. tidak diperbolehkan untuk memasukkan barang ke lokasi usahanya di KEK dengan menggunakan fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan; dan
  2. masih dapat melakukan kegiatan usahanya di KEK dan atas barang hasil kegiatan usaha dapat dikeluarkan dari KEK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.


Pasal 9

(1) Badan Usaha atau Pelaku Usaha dapat mengajukan permohonan pemberlakuan kembali penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dalam hal:
  1. Badan Usaha atau Pelaku Usaha telah melaksanakan ketentuan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;
  2. Badan Usaha atau Pelaku Usaha telah menunjukkan kemampuannya untuk menyelenggarakan kembali kegiatan usahanya, antara lain dengan:
    1. menjalankan kegiatan usahanya kembali; atau
    2. melunasi tagihan pungutan kepabeanan dan cukai yang terutang;
  3. Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin usaha di KEK yang telah diterbitkan oleh Administrator KEK; dan/atau
  4. telah menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan/atau hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap Badan Usaha atau Pelaku Usaha sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(2) Pemberlakuan kembali penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 10

(1) Penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dicabut dalam hal:
  1. Badan Usaha atau Pelaku Usaha, tidak melakukan kegiatan usahanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan secara berturut-turut;
  2. Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak mendapatkan pemberlakuan kembali setelah dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembekuan;
  3. izin Badan Usaha atau Pelaku Usaha dari Administrator KEK dicabut dan/atau tidak berlaku lagi;
  4. Badan Usaha atau Pelaku Usaha bertindak tidak jujur dalam usahanya, antara lain berupa menyalahgunakan fasilitas dan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Pajak;
  5. Badan Usaha atau Pelaku Usaha dinyatakan pailit; dan/atau
  6. Badan Usaha atau Pelaku Usaha mengajukan permohonan pencabutan penetapan IT Inventory.
(2) Pencabutan penetapan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 11

(1) Dalam hal penetapan pendayagunaan IT Inventory telah dilakukan pencabutan, barang asal luar Daerah Pabean yang masih terutang atau masih menjadi tanggung jawab Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus:
  1. dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean dengan membayar Bea Masuk, cukai, dan PDRI sepanjang telah memenuhi ketentuan kepabeanan di bidang impor dan ketentuan di bidang cukai;
  2. dikeluarkan kembali atau diekspor kembali ke luar Daerah Pabean; dan/atau
  3. dipindah tangankan kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha di lokasi KEK yang sama atau KEK lainnya, pengusaha di TPB dan/atau pengusaha di Kawasan Bebas,
  4. dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan penetapan.
(2) Dalam hal penetapan pendayagunaan IT Inventory telah dilakukan pencabutan, barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean yang masih tersisa pada Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus:
  1. diekspor sesuai dengan ketentuan di bidang ekspor;
  2. dipindahtangankan kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha di lokasi KEK yang sama atau KEK lainnya, pengusaha di TPB dan/atau pengusaha di Kawasan Bebas; dan/atau
  3. dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean dengan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan penetapan;
(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui maka atas barang dimaksud dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.


BAB VI
KERAHASIAAN DATA DAN/ATAU INFORMASI

Pasal 12

(1) Untuk kepentingan pemeriksaan, Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat mengakses IT Inventory yang dimiliki oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha.
(2) Data dan/atau informasi yang diterima oleh Pejabat Bea dan Cukai yang diperoleh dari akses terhadap IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola dengan profesional, bersifat rahasia, dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.


Pasal 13

(1) Akses terhadap IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
(2) Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memberitahukan data dan/atau informasi yang diperoleh dari akses terhadap IT Inventory kepada pihak lain yang tidak berhak.
(3) Pejabat Bea dan Cukai yang:
  1. menyalahgunakan akses terhadap IT Inventory; dan/atau
  2. memberitahukan data dan/atau informasi yang diperoleh dari akses terhadap IT Inventory kepada pihak lain yang tidak berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dikenakan hukuman disiplin dan/atau hukuman lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(4) Dalam hal terdapat permintaan akses terhadap data IT Inventory oleh pihak lain yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK dapat memberikan persetujuan.


Pasal 14

Data IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.



BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 15

(1) Badan Usaha dan Pelaku Usaha yang telah beroperasi di lokasi KEK wajib mendayagunakan IT Inventory dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak menggunakan fasilitas kepabeanan dan perpajakan.
(2) Fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan fasilitas penangguhan Bea Masuk.
(3) Jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak tanggal dokumen pemberitahuan pabean pertama kali yang menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


BAB VIII
PENUTUP

Pasal 16

Berdasarkan manajemen risiko, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK dapat melakukan upaya lain untuk kelancaran pelayanan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini.



Pasal 17

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-32/BC/2016 tentang Tata Cara Penetapan Pendayagunaan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) Bagi Pelaku Usaha di Kawasan Ekonomi Khusus Untuk Mendapatkan Fasilitas Kepabeanan, Cukai, dan Perpajakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 


Pasal 18

Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.





Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 29 Januari 2021

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


-ttd-


HERU PAMBUDI