TIMELINE |
---|
PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2015
TENTANG
TATA CARA PERMOHONAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK
PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU
DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Tata Cara Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TENTANG TATA CARA PERMOHONAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU.
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. | Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh Penanam Modal Dalam Negeri maupun Penanam Modal Asing, untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. |
2. | Wajib Pajak adalah badan usaha yang melakukan penanaman modal baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. |
3. | Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional. |
4. | Daerah-daerah Tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan. |
5. | Fasilitas Pajak Penghasilan Badan/Tax Allowance adalah fasilitas pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu. |
6. | Izin Prinsip Penanaman Modal, yang selanjutnya disebut Izin Prinsip, adalah izin dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang wajib dimiliki dalam rangka memulai usaha. |
7. | Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal, yang selanjutnya disebut Izin Prinsip Perluasan, adalah Izin Prinsip yang wajib dimiliki perusahaan untuk memulai kegiatan dalam rangka perluasan usaha. |
8. | Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal, yang selanjutnya disebut Izin Prinsip Perubahan, adalah Izin Prinsip yang wajib dimiliki perusahaan, dalam rangka legalisasi perubahan rencana atau realisasi Penanaman Modal yang telah ditetapkan sebelumnya. |
9. | Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat BKPM, adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertanggung jawab di bidang penanaman modal, yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. |
10. | Kementerian Teknis adalah kementerian pembina sektor. |
11. | Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat PTSP, adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu. |
12. | PTSP Pusat adalah pelayanan terkait dengan penanaman modal yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yang diselenggarakan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu di BKPM, yang penyelenggaraannya dilakukan dengan:
|
13. | Pejabat Penghubung adalah pejabat Kementerian/LPNK yang ditunjuk sebagai Front Officer/Back Officer untuk memberikan pelayanan konsultasi dan/atau memproses permohonan Perizinan dan Non perizinan terkait dengan penanaman modal yang menjadi kewenangan Menteri Teknis/Kepala LPNK dengan uraian tugas, hak, wewenang, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang jelas. |
14. | Front Officers PTSP Pusat di BKPM adalah petugas yang menerima permohonan fasilitas dari Wajib Pajak yang terdiri dari Pejabat Penghubung dan Pejabat BKPM di lingkungan unit Direktorat Pelayanan Fasilitas. |
15. | Rapat Trilateral adalah rapat pembahasan dalam rangka pengambilan keputusan pembuatan usulan pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan/Tax Allowance dari Kepala BKPM kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak, yang dihadiri oleh pejabat setingkat Eselon-I atau yang mewakili dari BKPM, Kementerian Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pajak dan Staf Ahli Menteri Keuangan serta Kementerian Teknis sesuai dengan bidang usaha yang diajukan dalam permohonan. |
Pasal 2
(1) | Fasilitas Pajak Penghasilan Badan/Tax Allowance dapat diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal, baik penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada, pada:
|
(2) | Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan Badan/Tax Allowance sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Wajib Pajak yang memiliki:
|
(3) | Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan Badan/Tax Allowance sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Wajib Pajak kepada PTSP Pusat di BKPM dengan dilengkapi dokumen sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini, berupa:
|
Pasal 3
(1) | Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) disampaikan kepada Front Officers PTSP Pusat di BKPM untuk dilakukan pengecekan. |
(2) | Dalam melakukan pengecekan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Front Officers PTSP Pusat di BKPM meminta klarifikasi lebih lanjut kepada Wajib Pajak atas permohonan yang disampaikan. |
(3) | Berdasarkan klarifikasi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila izin penanaman modalnya diterbitkan oleh instansi lain yang berwenang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan, Front Officers PTSP Pusat di BKPM meminta klarifikasi lebih lanjut dari instansi penerbit izin penanaman modal. |
(4) | Berdasarkan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dibuat dokumen hasil klarifikasi yang merupakan dokumen yang tidak terpisahkan dari permohonan yang disampaikan oleh Wajib Pajak. |
(5) | Berdasarkan dokumen hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
|
(6) | Dalam hal jangka waktu 5 (lima) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, berkas permohonan dikembalikan kepada Wajib Pajak. |
(7) | Dalam hal permohonan sudah lengkap dan benar, PTSP Pusat di BKPM akan mengeluarkan tanda terima permohonan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. |
Pasal 4
(1) | Dalam hal permohonan sudah lengkap dan benar untuk ditindaklanjuti, BKPM akan menyelenggarakan Rapat Trilateral dengan mengundang pejabat setingkat Eselon-I atau yang mewakili dari BKPM, Kementerian Keuangan c.q. Direktur Jenderal Pajak dan Staf Ahli Menteri Keuangan serta Kementerian Teknis sesuai dengan bidang usaha yang diajukan dalam permohonan. |
(2) | Rapat Trilateral menghasilkan kesepakatan yang dituangkan dalam berita acara dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang ditandatangani oleh seluruh peserta rapat yang memuat keputusan yang menyatakan bahwa Kepala BKPM:
|
Pasal 5
(1) | Dalam hal permohonan Wajib Pajak disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, Kepala BKPM menerbitkan surat usulan pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Badan/Tax Allowance kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Surat usulan pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Badan/Tax Allowance sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta seluruh dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 3 ayat (5), dikirimkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal diselenggarakannya Rapat Trilateral. |
(3) | Bentuk surat usulan pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Badan/Tax Allowance sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. |
Pasal 6
(1) | Dalam hal permohonan Wajib Pajak ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, Kepala BKPM menerbitkan surat penolakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak Rapat Trilateral. |
(2) | Bentuk surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. |
Pasal 7
(1) | Dalam hal Rapat Trilateral belum dapat diambil keputusan menyetujui atau menolak permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c, BKPM akan menyelenggarakan Rapat Trilateral lanjutan. |
(2) | Rapat Trilateral lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan kesepakatan yang dituangkan dalam berita acara dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang ditandatangani oleh seluruh peserta rapat yang memuat keputusan yang menyatakan bahwa Kepala BKPM:
|
Pasal 8
(1) | Dalam hal Rapat Trilateral lanjutan memutuskan permohonan Wajib Pajak disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, secara mutatis mutandis berlaku ketentuan Pasal 5. |
(2) | Dalam hal Rapat Trilateral lanjutan memutuskan menolak permohonan Wajib Pajak ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b, secara mutatis mutandis berlaku ketentuan Pasal 6. |
Pasal 9
Keputusan Rapat Trilateral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (2), diambil paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) diterima PTSP Pusat di BKPM.
Pasal 10
Terhadap permohonan fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang telah diajukan Wajib Pajak kepada Kepala BKPM dan belum diusulkan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak pada saat Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu berlaku, dilakukan tahapan:
Pasal 11
(1) | Terhadap usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang pernah disampaikan oleh Kepala BKPM kepada Menteri Keuangan sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, diproses berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu. |
(2) | Usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:
|
(3) | Terhadap usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penyelenggaraan Rapat Trilateral dengan mengacu pada ketentuan dalam Peraturan ini. |
Pasal 12
Terhadap Wajib Pajak yang pada saat pengajuan permohonan pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Tax Holiday) sesuai ketentuan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan juga telah memilih untuk dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu sebagai alternatif, berlaku ketentuan:
a. | dalam hal permohonan untuk mendapatkan fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Tax Holiday) sesuai ketentuan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan ditolak oleh Menteri Keuangan:
|
||||
b. | dalam hal Wajib Pajak menarik permohonan untuk mendapatkan fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sesuai (Tax Holiday) ketentuan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan:
|
Pasal 13
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 6 Mei 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Mei 2015
KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
FRANKY SIBARANI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Mei 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 681