Peraturan Lainnya Nomor 293/PJ.02/2017

  • 10 Juli 2017
  • Kategori
  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU

TIMELINE

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR 293/PJ.02/2017

TENTANG

PENEGASAN TERKAIT PERSYARATAN SERTA PELAKSANAAN
HAK DAN KEWAJIBAN SEORANG KUASA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 tentang persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa, dan masih adanya pertanyaan terkait pelaksanaan ketentuan tentang persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban seorang kuasa, bersama ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:


1.  Ketentuan terkait:
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan  sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP);
  2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-Undang PPh);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa; dan
  5. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-27/PJ/2003 tentang Tempat Pelayanan Terpadu.
     
2.   Surat Edaran Nomor SE-02/PJ/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa:
  1. disusun sebagai pedoman bagi seluruh unit di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam  menerapkan persyaratan serta pelaksanaan hal dan/atau pemenuhan kewajiban seorang kuasa;
  2. menegaskan dan memberikan penjelasan tentang para pihak yang dapat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak tanpa perlu adanya surat  kuasa khusus karena bertindak sebagai wakil Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang KUP;
  3. menegaskan bahwa pemberian 1 (satu) surat kuasa hanya dapat ditujukan terhadap pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang berkaitan dengan 1 (satu) jenis pajak untuk 1 (satu) Tahun Pajak, atau 1 (satu) Bagian Tahun Pajak, atau 1 (satu)/beberapa Masa Pajak, kecuali pelaksanaan hak dan atau pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut dilakukan untuk beberapa jenis pajak sebagai satu kesatuan;
  4. menegaskan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang dapat dilakukan oleh karyawan atau pihak lain tanpa memerlukan surat kuasa khusus; dan
  5.  menegaskan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan yang tidak dapat dikuasakan kepada pihak lain sehingga hanya dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau wakil Wajib Pajak itu sendiri.
3.   Terkait penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) baik masa maupun tahunan, dapat ditegaskan hal-hal sebagai berikut:
  1. Penyampaian SPT oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dapat dilakukan secara langsung oleh Wajib Pajak,  atau melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau dengan cara lain sebagaimana diatur dalam pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang KUP. Ketentuan lebih lanjut terkait hal tersebut diatur dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 yang menyatakan bahwa cara lain dalam penyampaian SPT dilakukan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
  2. Penyampaian SPT melalui tempat pelayanan terpadu yang dilakukan oleh badan usaha yang kegiatan usahanya meliputi jasa pengiriman barang/surat namun tidak mengeluarkan bukti pengiriman surat, maka kedudukannya dipersamakan dengan penyampaian SPT yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan surat penunjukan dari Wajib Pajak kepada pihak lain  tersebut.
  3. SPT yang disampaikan pihak lain (pribadi atau badan usaha) yang diminta oleh Wajib Pajak melalui tempat pelayanan terpadu, dengan tidak memiliki bukti pengiriman surat atau tidak disertai dengan surat penunjukan, tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a sehingga tidak dapat diberikan bukti penerimaan.
  4. Penegasan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c juga berlaku untuk penyampaian  SPT Masa PPh Pasal 25 Nihil yang disampaikan melalui tempat pelayanan terpadu Kantor Pelayanan Pajak.
4.
 
Terkait dengan penyampaian dan penyerahan SPT baik masa dan/atau tahunan bagi Orang Pribadi yang dilakukan oleh isteri yang kewajiban perpajakannya tidak terpisah dengan suami, maka penyampaian dan penyerahan SPT suami dapat dilakukan oleh isteri tanpa menggunakan surat penunjukan atau surat kuasa, karena isteri termasuk ke dalam satu kesatuan ekonomis dan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya.
5. Ketentuan terkait surat kuasa dan surat penunjukan terhadap pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan  kewajiban yang berkaitan dengan penyampaian dan penyerahan SPT dilakukan dengan ketentuan sebagaimana terlampir.
   
6.  Surat keterangan dari pimpinan Wajib Pajak badan yang menjelaskan kedudukan seseorang sebagai pengurus Wajib Pajak Badan dalam hal orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akta pendirian maupun akta perubahan, dapat ditegaskan hal-hal sebagai berikut:
  1. Surat keterangan dibuat oleh pimpinan Wajib Pajak Badan dengan format paling sedikit memuat rumusan bahwa orang tersebut merupakan pengurus Wajib Pajak yang dapat mewakili Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak serta bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas pembayaran pajak  yang terutang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.
  2. Pimpinan sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan. "Pemimpin tertinggi" yang dimaksud, misalnya:
     1)   dalam Perseroan Terbatas adalah direktur utama, presiden direktur, atau yang dipersamakan dengan memperhatikan struktur organisasi dalam akta pendirian atau dokumen lain yang dipersamakan;
    2)  dalam yayasan adalah ketua yayasan; dan
    3)  dalam koperasi adalah ketua koperasi.
  3. Bahwa adanya surat keterangan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak membatasi kewenangan Direktur Jenderal Pajak dalam menentukan kedudukan orang tersebut atau orang  lain sebagai pengurus Wajib Pajak Badan yang bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, sesuai dengan keterangan atau bukti yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak.
7.   Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang dapat dilakukan oleh karyawan atau pihak lain tanpa memerlukan surat kuasa khusus tetapi memerlukan surat penunjukan yang menjelaskan bahwa dirinya merupakan karyawan atau pihak lain yang ditunjuk oleh Wajib Pajak atau seorang kuasa:
  1. Penyampaian SPT secara langsung melalui tempat pelayanan terpadu.
  2. Penyampaian dan/atau penerimaan secara langsung dokumen perpajakan tertentu yang diperlukan kepada dan/atau dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak, antara lain dokumen bukti  pembukuan untuk keperluan pemeriksaan.
  3. Dokumen perpajakan tertentu yang diperlukan kepada dan/atau dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b terkait dengan permintaan tertulis dari Direktorat Jenderal Pajak untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (pengawasan, pemeriksaan pajak, penagihan pajak, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atau penyelesaian upaya hukum).
8.  Selain penyampaian SPT sebagaimana dimaksud dalam angka 7, penyampaian secara langsung melalui tempat pelayanan terpadu atas surat/dokumen perpajakan dan laporan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-27/PJ/2003 tentang Tempat Pelayanan Terpadu, dapat dilakukan oleh karyawan atau pihak lain tanpa memerlukan surat kuasa khusus maupun surat penunjukan.
9.   Permintaan fotokopi/salinan dokumen perpajakan Wajib Pajak yang dilakukan secara langsung secara  langsung kepada pegawai Direktorat Jenderal Pajak, dapat dilakukan pihak lain yang secara nyata merupakan kuasa keperdataan atas Wajib Pajak yang bersangkutan dengan menunjukkan surat kuasa yang tunduk pada persyaratan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

10.  Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak terkait pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan:
  1. Bahwa dalam rangka:
    1)   Pengisian dan penandatanganan formuli penelitian SSP atas penghasilan dari  pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; dan
    2)  Pengisian dan penandatanganan permohonan untuk memperoleh SKB Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,harus dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.
    3)  dalam koperasi adalah ketua koperasi.
  2. Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan sendiri atas hak perpajakan sebagaimana dimaksud pada huruf a, pengisian dan penandatanganan formulir penelitian SSP dan permohonan untuk memperoleh SKB dapat dikuasakan kepada orang lain yang ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak berdasarkan surat kuasa khusus.
  3. Penyampaian formulir penelitian SSP dan permohonan untuk memperoleh SKB melalui tempat pelayanan terpadu dapat dilakukan oleh orang lain tanpa memerlukan surat kuasa khusus maupun surat penunjukan.
 
11.   Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan setelah dikuasakan:
  1. Bahwa terhadap satu pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu, Wajib Pajak hanya dapat menguasakannya kepada seorang kuasa.
  2. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a, pada saat yang bersamaan tidak dapat menyerahkan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban tertentu yang telah dikuasakan sebelumnya, kepada seorang kuasa lainnya dengan surat kuasa khusus terpisah.
  3. Dalam hal Wajib Pajak telah menyerahkan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu kepada seorang kuasa berdasarkan surat kuasa, maka dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu yang telah dikuasakan tersebut, dilakukan oleh seorang kuasa.
  4. Penegasan sebagaimana dimaksud pada huruf b dapat dijelaskan misalnya, Wajib Pajak Badan dalam rangka pemeriksaan pajak memberikan kuasa khusus secara bersamaan kepada konsultan pajak dan pegawai Wajib Pajak dengan surat kuasa khusus secara terpisah. Atas hal tersebut, maka pegawai Wajib Pajak dan Konsultan Pajak tidak dapat menjalankan hak dan/atau pemenuhan perpajakan tertentu secara bersamaan, dan Wajib Pajak harus mencabut salah satu surat kuasa khusus atas kuasa dimaksud dengan menyampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak.
  5. Wakil Wajib Pajak berhak ikut turut serta dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu meskipun atas pelaksanaan hak dan/atau kewajiban dimaksud telah dikuasakan kepada seorang kuasa. Namun dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu dimaksud, Wakil Wajib Pajak hanya hadir, tidak dapat menyampaikan langsung keterangan dan/atau bukti kepada pegawai Direktorat Jenderal Pajak, dan hanya berhubungan dengan kuasa serta tidak dalam kedudukannya melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri. Dalam hal Wajib Pajak  berkehendak untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri maka Wajib Pajak harus mencabut terlebih dahulu kuasa yang telah diberikan kepada seorang kuasa.


Demikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.




A.n. DIREKTUR JENDERAL

DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN I,


ttd


ARIF YANUAR