TIMELINE |
---|
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR : P - 47/BC/2010
TENTANG
PEDOMAN PENATAUSAHAAN PIUTANG DI DIREKTORAT JENDERAL
BEA DAN CUKAI
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PEDOMAN PENATAUSAHAAN PIUTANG DI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
2. | Pejabat Bea dan Cukai adalah Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. |
3. | Kantor Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Pelayanan adalah Kantor di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yaitu:
|
4. | Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
5. | Kantor Pusat adalah Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
6. | Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. |
7. | Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. |
8. | Arsip Data Elektronik yang selanjutnya disingkat ADE adalah Arsip dalam bentuk Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya. |
9. | Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah Arsip data berupa disket atau media penyimpanan digital lainnya yang berisikan data transaksi, data buku besar, dan/atau data lainnya. |
10. | Dokumen Sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi. |
11. | Basis Akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. |
12. | Kualitas Piutang adalah hampiran atas ketertagihan piutang yang diukur berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban oleh debitor. |
13. | Debitor adalah badan atau orang yang berutang menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun. |
14. | Penatausahaan Piutang adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi mengadministrasikan Dokumen Sumber, melakukan proses akuntansi, rekonsiliasi data dan pelaporan Piutang di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
15. | Formulir Jurnal Aset adalah formulir yang dibuat untuk membukukan data aset ke buku besar dan memperbaiki atau menyesuaikan data aset yang telah diposting ke buku besar. |
16. | Satuan Kerja adalah Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang yang merupakan bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program. |
17. | Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. |
18. | Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. |
BAB II
PENATAUSAHAAN PIUTANG
Pasal 2
(1) | Penatausahaan Piutang terdiri dari piutang atas Bea Masuk, Bea Keluar, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, PPN, PPnBM, dan PPh Ps 22. |
(2) | Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung oleh Dokumen Sumber. |
(3) | Dokumen Sumber diadministrasikan oleh pejabat bea dan cukai yang menangani perbendaharaan di Kantor Pelayanan |
(4) | Proses administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara mencatat Dokumen Sumber ke dalam daftar piutang, melakukan validasi dan mengarsipkannya |
Pasal 3
(1) | Pencatatan Dokumen Sumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dilaksanakan dengan menggunakan Sistem Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP). |
(2) | Pencatatan Dokumen Sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat bea dan cukai yang menangani perbendaharaan di Kantor Pelayanan. |
(3) | Dalam hal Dokumen Sumber tidak diterbitkan oleh pejabat bea dan cukai di Kantor Pelayanan, maka pencatatan Dokumen Sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
|
(4) | Hasil pencatatan Dokumen Sumber sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), setiap bulan direkapitulasi dan dimonitor oleh pejabat bea dan cukai yang menangani perbendaharaan di Kantor Pelayanan dan pejabat bea dan cukai yang menangani kepabeanan dan cukai di Kantor Wilayah. |
(5) | Dalam hal proses pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan secara otomatis dengan dukungan aplikasi kepabeanan atau cukai lainnya, maka proses pencatatan ke dalam Sistem Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP) tidak dilakukan oleh pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). |
Pasal 4
(1) | Validasi data piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dilakukan oleh pejabat bea dan cukai yang menangani perbendaharaan di Kantor Pelayanan. |
(2) | Proses validasi dilakukan dengan tujuan untuk meyakinkan bahwa data piutang yang dicatat telah sesuai. |
(3) | Proses validasi dilakukan dengan cara meneliti data detil dari daftar piutang dan membandingkan dengan Dokumen Sumber dan/atau data lainnya. |
(4) | Dalam hal hasil validasi meragukan data yang telah dicatat, maka pejabat bea dan cukai yang menangani perbendaharaan di Kantor Pelayanan melakukan konfirmasi kepada pejabat bea dan cukai yang melakukan penetapan/menerbitkan Dokumen Sumber dan/atau yang melakukan pencatatan Dokumen Sumber. |
(5) | Proses validasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan Sistem Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP). |
Pasal 5
(1) | Dokumen Sumber dan ADE diarsipkan/disimpan oleh pejabat bea dan cukai yang menangani perbendaharaan dalam tempat penyimpan khusus sehingga terlindung dan aman. |
(2) | Pengarsipan dilakukan dengan mengelompokkan arsip sesuai dengan jenis dokumen sumber, dan tanggal penerbitan dokumen sumber. |
(3) | Dokumen hasil cetak ADE merupakan dokumen yang sah sebagai Dokumen Sumber. |
BAB III
AKUNTANSI PIUTANG
Pasal 6
(1) | Kantor Pelayanan, Kantor Wilayah dan Kantor Pusat merupakan unit akuntansi yang wajib menjalankan Sistem Akuntansi Keuangan (SAK). |
(2) | Sistem Akuntansi Keuangan merupakan bagian dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI). |
Pasal 7
(1) | Pejabat Bea dan Cukai yang menangani keuangan bertanggung jawab atas kegiatan akuntansi piutang. |
(2) | Kegiatan akuntansi piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari membuat Formulir Jurnal Aset, merekam, melakukan posting, membuat penjelasan atas akun piutang dalam catatan atas laporan keuangan, serta melaporkan kepada unit akuntansi yang lebih tinggi. |
(3) | Perekaman data saldo piutang ke dalam sistem akuntansi keuangan dilakukan pada saat pencatatan saldo awal piutang, dan pada saat terjadi penambahan atau pengurangan saldo piutang pada akhir periode akuntansi. |
(4) | Perekaman data saldo piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan Formulir Jurnal Aset. |
(5) | Bentuk, isi dan petunjuk pengisian Formulir Jurnal Aset ditetapkan dalam lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 8
(1) | Basis akuntansi yang digunakan untuk pengakuan aset berupa piutang adalah Basis Akrual. | ||||||
(2) | Piutang diakui saat diterbitkan Dokumen Sumber. | ||||||
(3) | Piutang dicatat sebesar nilai yang tercantum pada Dokumen Sumber. | ||||||
(4) | Dokumen Sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:
|
Pasal 9
(1) | Piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dapat bertambah atau berkurang dalam hal terdapat:
|
(2) | Dalam hal terdapat penambahan atau pengurangan piutang, pencatatan dilakukan dengan cara menambah atau mengurangi jumlah akun piutang sebesar selisihnya. |
(3) | Penambahan atau pengurangan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung oleh Dokumen Sumber. |
(4) | Dokumen Sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
|
(5) | Dokumen Sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f, g, h dan i diperhitungkan sebagai penambah atau pengurang piutang bila digunakan untuk mengurangi piutang dari:
|
(6) | Kantor Pelayanan wajib memproses Dokumen Sumber dan ADE untuk menghasilkan laporan keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. |
Pasal 10
(1) | Piutang disajikan di neraca sebagai aset lancar serta diungkapkan dan disajikan secara memadai. |
(2) | Informasi mengenai akun piutang diungkapkan secara cukup dalam catatan atas laporan keuangan. |
(3) | Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari:
|
BAB IV
AKUNTANSI PENYISIHAN DAN PELIMPAHAN PIUTANG
Pasal 11
(1) | Penyisihan piutang tidak tertagih dilakukan untuk menjaga nilai piutang di neraca sama dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan. |
(2) | Penyisihan piutang tidak tertagih di Kantor Pelayanan wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian dengan melakukan:
|
(3) | Penilaian dan penetapan kualitas piutang tidak tertagih harus mempertimbangkan umur piutang. |
(4) | Umur piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung sejak timbulnya piutang sampai dengan akhir periode pelaporan. |
(5) | Kualitas piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan dalam 4 (empat) golongan, yaitu:
|
Pasal 12
(1) | Kualitas piutang lancar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) huruf a ditetapkan apabila umur piutang belum lebih dari 1 (satu) tahun. |
(2) | Kualitas piutang kurang lancar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) huruf b ditetapkan apabila umur piutang lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 2 (dua) tahun. |
(3) | Kualitas piutang diragukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) huruf c ditetapkan apabila umur piutang lebih dari 2 (dua) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun. |
(4) | Kualitas piutang macet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) huruf d ditetapkan apabila umur piutang lebih dari 3 (tiga) tahun. |
Pasal 13
(1) | Penyisihan piutang tidak tertagih ditetapkan sebesar:
|
(2) | Tatacara penyisihan piutang tidak tertagih sesuai dengan peraturan menteri keuangan yang mengatur mengenai kualitas piutang kementerian negara/lembaga dan pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih. |
Pasal 14
(1) | Penyisihan piutang tidak tertagih bukan merupakan penghapusan piutang, tetapi merupakan koreksi agar nilai piutang dapat disajikan di neraca sesuai dengan nilai yang diharapkan dapat ditagih. |
(2) | Penyajian penyisihan piutang tidak tertagih di neraca merupakan unsur pengurang dari piutang yang bersangkutan. |
(3) | Informasi mengenai akun penyisihan piutang tidak tertagih harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. |
(4) | Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa rincian saldo penyisihan piutang yang terdiri dari:
|
Pasal 15
(1) | Piutang yang tidak dapat ditagih oleh Kantor Pelayanan, proses penagihannya dapat dilimpahkan ke:
|
(2) | Piutang yang proses penagihannya dilimpahkan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas piutang bea keluar dan cukai. |
(3) | Piutang yang proses penagihannya dilimpahkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas piutang PPN, PPnBM dan PPH Ps 22. |
Pasal 16
(1) | Piutang yang proses penagihannya dilimpahkan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dicatat dalam neraca laporan keuangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai aset lain-lain. |
(2) | Piutang yang proses penagihannya dilimpahkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dicatat dalam neraca laporan keuangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
BAB V
PELAPORAN DAN REKONSILIASI PIUTANG
Pasal 17
(1) | Pelaporan piutang dilakukan untuk tujuan:
|
(2) | Pelaporan piutang untuk kepentingan monitoring proses penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, pejabat bea dan cukai yang menangani perbendaharaan di Kantor Pelayanan, paling lambat tanggal 5 setiap bulan menyampaikan Laporan Piutang, Daftar Outstanding Piutang bulan sebelumnya beserta ADE kepada Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai dan Kantor Wilayah. |
(3) | Penyampaian Laporan Piutang dan Daftar Outstanding Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan melalui:
|
(4) | Pelaporan piutang untuk kepentingan penyusunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai yang menangani perbendaharaan di Kantor Pelayanan, paling lambat tanggal 5 setiap bulan mengirim Laporan Piutang dan Daftar Outstanding Piutang bulan sebelumnya beserta ADE kepada pejabat bea dan cukai yang menangani keuangan di Kantor Pelayanan. |
Pasal 18
(1) | Untuk menjaga validitas laporan piutang, minimal setiap semester, dilakukan rekonsiliasi piutang. |
(2) | Rekonsiliasi piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
(3) | Rekonsiliasi piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mencocokkan data piutang yang tersaji dalam Laporan Piutang, Daftar Outstanding Piutang serta dokumen pendukungnya berupa Dokumen Sumber, ADE dan data lainnya yang mendukung. |
(4) | Dalam rangka melaksanakan rekonsiliasi piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta menghitung dan menguji penghitungan saldo akhir piutang, maka digunakan suatu kertas kerja. |
(5) | Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi. |
(6) | Bentuk dan isi kertas kerja dan Berita Acara Rekonsiliasi ditetapkan dalam lampiran II dan III Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 19
Ketentuan mengenai tata cara penatausahaan piutang dan tata cara rekonsiliasi data piutang tingkat nasional ditetapkan sesuai Lampiran IV dan V Peraturan Direktur Jenderal ini.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20
(1) | Data piutang hasil Penatausahaan Piutang yang digunakan sebelum berlakunya Peraturan Direktorat Jenderal ini, tetap disimpan dan dimonitor proses penagihannya. |
(2) | Dalam hal Sistem Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP) belum tersedia, maka
|
(3) | Pelaksanaan penatausahaan piutang dengan menggunakan Sistem Aplikasi Piutang dan Pengembalian (SAPP) dilaksanakan secara bertahap. |
(4) | Pelaporan piutang sebagaimana diatur dalam:
|
BAB VII
PENUTUP
Pasal 21
Dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal atau Kepala KPU BC dapat menetapkan lebih lanjut petunjuk teknis tentang penatausahaan piutang sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 22
Dengan mulai berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, maka semua ketentuan mengenai pelaporan bulanan penagihan dan pengembalian pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 23
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku 1 Januari 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2010
DIREKTUR JENDERAL,
ttd,-
THOMAS SUGIJATA
NIP 195106211979031001