Keputusan Menteri Keuangan Nomor 204/PMK.05/2020

  • Timeline
  • Dokumen Terkait
  • Status
    BERLAKU


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 204/PMK.05/2020
 
TENTANG
 
PILOTING PEMBAYARAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA MELALUI PLATFORM PEMBAYARAN PEMERINTAH
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 
 
Menimbang :

  1. bahwa agar pembayaran untuk pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat dilaksanakan secara efisien, efektif, transparan, dan akuntabel, perlu melakukan penyederhanaan dan modernisasi terhadap tata cara pembayaran dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi berupa Platform Pembayaran Pemerintah (Government Payment Platform);
  2. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Piloting Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Melalui Platform Pembayaran Pemerintah;

 
 
Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952);
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6267);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6400);
  7. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.05/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.05/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.05/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);

 
 

MEMUTUSKAN:



Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PILOTING PEMBAYARAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA MELALUI PLATFORM PEMBAYARAN PEMERINTAH.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1

 

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Platform Pembayaran Pemerintah (Government Payment Platform) yang selanjutnya disebut Platform adalah interkoneksi sistem antara core system dengan sistem pendukung, sistem mitra, dan sistem monitoring dalam rangka pelaksanaan pembayaran pemerintah.
2. Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga negara.
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi lini Kementerian Negara/Lembaga yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
5. Pengadaan Sederhana adalah pengadaan barang/jasa dengan nilai paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) melalui pengadaan langsung, penunjukan langsung, dan/atau e-purchasing.
6. Pengelola Platform adalah unit kerja di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memiliki tugas untuk mengelola Platform.
7. Core System adalah sistem utama pembayaran yang disediakan dan dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
8. Sistem Pendukung adalah sistem yang dikelola dan digunakan oleh Kementerian Negara/Lembaga dan/atau sistem yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
9. Sistem Mitra adalah sistem yang dimiliki oleh selain Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kementerian Negara/Lembaga.
10. Sistem Monitoring adalah sistem aplikasi yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi.
11. Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disingkat SPAN adalah bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara yang meliputi penetapan proses bisnis dan sistem informasi manajemen perbendaharaan dan anggaran negara terkait manajemen daftar isian pelaksanaan anggaran, penyusunan anggaran, manajemen kas, manajemen komitmen, manajemen pembayaran, manajemen penerimaan, dan manajemen pelaporan.
12. Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi yang selanjutnya disingkat SAKTI adalah aplikasi yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan sistem perbendaharaan dan penganggaran negara pada instansi pemerintah meliputi antara lain modul penganggaran, modul komitmen, modul pembayaran, modul bendahara, modul persediaan, modul aset tetap, modul piutang, serta modul akuntansi dan pelaporan.
13. Aplikasi Gaji Berbasis Web yang selanjutnya disebut Aplikasi Gaji adalah program aplikasi komputer berbasis web yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan digunakan untuk melakukan pengelolaan administrasi belanja pegawai bagi pegawai Aparatur Sipil Negara pusat, prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Republik Indonesia.
14. Aplikasi DIGIT adalah aplikasi yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang digunakan sebagai penyedia layanan otentikasi Single Sign On (SSO) dan dapat terhubung dengan platform aplikasi lain sebagai client.
15. Aplikasi Kepegawaian adalah sistem informasi pengelolaan data sumber daya manusia yang dikelola oleh Kementerian Negara/Lembaga.
16. Aplikasi Perjalanan Dinas adalah aplikasi yang digunakan dalam pelaksanaan dan pertanggungjawaban perjalanan dinas.
17. Sistem Belanja Bantuan Sosial adalah sistem aplikasi yang dipergunakan dalam pengelolaan belanja bantuan sosial oleh Kementerian Negara/Lembaga.
18. Sistem Belanja Bantuan Pemerintah adalah sistem aplikasi yang dipergunakan dalam pengelolaan belanja bantuan pemerintah oleh Kementerian Negara/Lembaga.
19. Pihak Mitra adalah penyelenggara sistem elektronik yang memiliki dan/atau mengelola Sistem Mitra.
20. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
21. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
22. Data Elektronik adalah data berbentuk elektronik yang tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, telex, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi.
23. Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
24. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik.
25. Interkoneksi adalah keterhubungan antar Sistem Elektronik yang digunakan dalam Platform.
26. Penjaminan Mutu (Quality Assurance) adalah kegiatan yang bertujuan untuk memastikan kesesuaian pelaksanaan setiap tahapan pengembangan Sistem Elektronik dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
27. Business Continuity Plan adalah kumpulan prosedur dan informasi yang dikembangkan, dibangun, dan dijaga agar siap untuk digunakan dalam keadaan kahar.
28. Disaster Recovery Plan adalah dokumen yang berisikan rencana tindak yang diperlukan guna pemulihan layanan Sistem Elektronik setelah keadaan kahar.
29. Unit Testing adalah pengujian masing-masing unit dalam komponen Sistem Elektronik untuk memastikan bahwa setiap unit bekerja dengan baik sesuai dengan fungsinya.
30. Integration Testing adalah pengujian integrasi dari unit-unit dalam Sistem Elektronik yang sudah teruji dalam Unit Testing.
31. User Acceptance Test adalah uji penerimaan terhadap Sistem Elektronik yang dilakukan oleh pemilik proses bisnis dan pengguna, antara lain uji penerimaan sistem (system acceptance testing), pilot acceptance test, uji setiap fase roll-out, dan pengujian akhir (final acceptance test).
32. Keadaan Kahar (Force Majeure) adalah suatu keadaan di luar kehendak, kendali, dan kemampuan pengelola Sistem Elektronik pada Platform yang mengakibatkan sistem tidak berfungsi.
33. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan pengguna anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
34. Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pengguna anggaran/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
35. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga.
36. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara (BUN) untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa BUN.
37. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang digunakan sebagai acuan pengguna anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.
38. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
39. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
40. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban berdasarkan SPM.




BAB II
RUANG LINGKUP DAN PRINSIP DASAR
 
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
 
Pasal 2

 

Piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform dilaksanakan untuk:

a. belanja pegawai, meliputi:
1. gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji; dan
2. tunjangan kinerja;
b. belanja operasional, meliputi:
1. belanja jasa listrik; dan
2. belanja jasa telekomunikasi;
c. belanja Pengadaan Sederhana;
d. belanja perjalanan dinas; dan
e. belanja bantuan sosial dan belanja bantuan pemerintah.




Bagian Kedua
Prinsip Dasar
 
Pasal 3

 

(1) Pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan dengan menerapkan prinsip efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
(2) Pembayaran atas belanja Pengadaan Sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dilaksanakan setelah barang/jasa diterima.



Bagian Ketiga
Pelaksanaan Tahapan Piloting
 
Pasal 4

 

(1) Piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan secara bertahap.
(2) Tahapan pelaksanaan piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I mulai dilaksanakan paling lambat tahun 2021, untuk pembayaran:
  1. belanja pegawai untuk pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji; dan
  2. belanja operasional untuk pembayaran belanja jasa listrik dan belanja jasa telekomunikasi;
b. tahap II mulai dilaksanakan paling lambat tahun 2022, untuk pembayaran:
  1. belanja pegawai untuk pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji;
  2. belanja operasional untuk pembayaran belanja jasa listrik dan belanja jasa telekomunikasi;
  3. belanja pegawai untuk pembayaran tunjangan kinerja; dan
  4. belanja Pengadaan Sederhana;
c. tahap III mulai dilaksanakan paling lambat tahun 2023, untuk pembayaran:
  1. belanja pegawai untuk pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji;
  2. belanja operasional untuk pembayaran belanja jasa listrik dan belanja jasa telekomunikasi;
  3. belanja pegawai untuk pembayaran tunjangan kinerja;
  4. belanja Pengadaan Sederhana;
  5. belanja perjalanan dinas; dan
  6. belanja bantuan sosial dan belanja bantuan pemerintah.
(3) Perubahan atas tahapan dan waktu pelaksanaan piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan.



BAB III
SISTEM PLATFORM
 
Bagian Kesatu
Sistem Elektronik pada Platform
 
Pasal 5

 

(1) Sistem Elektronik pada Platform meliputi:
a. Core System meliputi SPAN, SAKTI, dan Aplikasi Gaji;
b. Sistem Pendukung meliputi:
  1. sistem Aplikasi Kepegawaian;
  2. sistem Aplikasi Perjalanan Dinas;
  3. Sistem Belanja Bantuan Sosial dan Sistem Belanja Bantuan Pemerintah;
  4. sistem pengadaan barang/jasa; dan
  5. aplikasi lainnya;
c. Sistem Mitra; dan
d. Sistem Monitoring yang menggunakan Aplikasi DIGIT.
(2) Sistem Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c antara lain:
a. sistem pembayaran yang disediakan oleh Pihak Mitra yang terhubung dengan penyedia barang/jasa, antara lain e-marketplace, e-commerce, e-catalogue, dan sistem lainnya;
b. sistem pembayaran yang dimiliki oleh Pihak Mitra sebagai penyedia barang/jasa, antara lain sistem perusahaan listrik negara, sistem perusahaan telekomunikasi, dan sistem lainnya;
c. sistem penyaluran bantuan sosial dan bantuan pemerintah yang disediakan oleh bank dan/atau pos sebagai Pihak Mitra yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
d. sistem yang dikelola oleh perbankan penerbit kartu kredit pemerintah yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menyediakan informasi tagihan.



Bagian Kedua
Pengelola Platform
 
Pasal 6

 

(1) Dalam rangka mendukung penyelenggaraan Platform, Menteri Keuangan membentuk Pengelola Platform.
(2) Pengelola Platform sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(3) Pengelola Platform memiliki fungsi antara lain:
a. pengembangan kerja sama layanan;
b. pengembangan teknologi informasi;
c. layanan operasional; dan
d. manajemen mutu dan hukum.
(4) Dalam hal Pengelola Platform sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, Direktur Jenderal Perbendaharaan menetapkan tim untuk melaksanakan fungsi Pengelola Platform.



BAB IV
INTERKONEKSI SISTEM
 
Bagian Kesatu
Umum
 
Pasal 7

 

Dalam rangka piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform, dilakukan Interkoneksi antara Core System dengan:

a. Sistem Pendukung;
b. Sistem Mitra; dan
c. Sistem Monitoring.




Bagian Kedua
Interkoneksi Core System dengan Sistem Pendukung
 
Pasal 8

 

(1) Untuk dapat melakukan Interkoneksi antara Core System dengan Sistem Pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk membangun dan mengoperasikan Sistem Pendukung yang terinterkoneksi dengan Core System; dan
b. memiliki Sistem Pendukung yang mampu:
  1. melaksanakan kebijakan sistem manajemen keamanan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. menyediakan fungsi jejak audit (audit trails); dan
  3. menyediakan aspek terkait dengan Penjaminan Mutu (Quality Assurance), Business Continuity Plan, dan Disaster Recovery Plan.
(2) Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan usulan melalui surat kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan yang ditandatangani oleh pimpinan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I.
(3) Surat usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh pimpinan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I pengusul yang berisi:
a. kesanggupan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. ketersediaan sumber daya manusia yang memadai untuk membangun dan mengoperasikan Sistem Pendukung yang terinterkoneksi dengan Core System;
c. cakupan penggunaan Sistem Pendukung untuk 1 (satu) Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I;
d. Sistem Pendukung menerapkan Secure Sockets Layer (SSL) dan telah terpasang antivirus terbaru beserta pendukung sistem keamanan lainnya yang akan dilakukan pembaharuan/update, serta menutup/disable service/port Server Message Block (SMB);
e. kesediaan untuk dilakukan Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan terhadap Sistem Pendukung; dan
f. narahubung berupa nomor induk pegawai/nomor register pokok, nama, jabatan, dan alamat surat elektronik resmi kantor.



Pasal 9

 

(1) Terhadap usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan verifikasi kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3).
(2) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat menerima atau menolak usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
(3) Dalam hal usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diterima, Direktur Jenderal Perbendaharaan melaksanakan Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test terhadap Sistem Pendukung.
(4) Dalam hal usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) ditolak, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan penolakan secara tertulis kepada pimpinan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I pengusul, paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak surat usulan dan dokumen kelengkapan diterima secara lengkap.



Pasal 10

 

(1) Dalam hal berdasarkan Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Sistem Pendukung dinyatakan tidak lulus, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test kepada pimpinan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I untuk ditindaklanjuti dengan perbaikan Sistem Pendukung.
(2) Perbaikan Sistem Pendukung harus diselesaikan oleh pimpinan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Berdasarkan perbaikan Sistem Pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan melaksanakan kembali Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test terhadap Sistem Pendukung.
(4) Dalam hal pimpinan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I tidak dapat menyelesaikan perbaikan Sistem Pendukung dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan penolakan Interkoneksi antara Core System dengan Sistem Pendukung secara tertulis.
(5) Dalam hal berdasarkan Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau pada ayat (3) Sistem Pendukung dinyatakan lulus, Direktur Jenderal Perbendaharaan menetapkan Interkoneksi Sistem Pendukung dengan Core System dalam Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan.



Pasal 11

 

Berdasarkan penetapan Interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5), ditetapkan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I pengguna Sistem Pendukung sebagai peserta piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan.

 

Bagian Ketiga
Interkoneksi Core System dengan Sistem Mitra
 
Pasal 12

 

(1) Untuk dapat melakukan Interkoneksi antara Core System dengan Sistem Mitra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, Pihak Mitra harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk membangun dan mengoperasikan Sistem Mitra yang terinterkoneksi dengan Core System; dan
b. memiliki sistem yang mampu:
  1. melaksanakan kebijakan sistem manajemen keamanan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. menyediakan fungsi jejak audit (audit trails); dan
  3. menyediakan aspek terkait dengan Penjaminan Mutu (Quality Assurance), Business Continuity Plan, dan Disaster Recovery Plan.
(2) Pihak Mitra yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan usulan melalui surat kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan yang ditandatangani oleh pimpinan tertinggi Pihak Mitra.
(3) Surat usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh pimpinan tertinggi Pihak Mitra pengusul yang berisi mengenai:
a. kesanggupan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. ketersediaan sumber daya manusia yang memadai untuk membangun dan mengoperasikan Sistem Mitra yang terinterkoneksi dengan Core System;
c. Sistem Mitra menerapkan SSL dari telah terpasang antivirus terbaru beserta pendukung sistem keamanan lainnya yang akan dilakukan pembaharuan/update, serta menutup/disable service/port SMB;
d. kesediaan untuk dilakukan Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan terhadap Sistem Mitra; dan
e. narahubung berupa nama, jabatan, dan alamat surat elektronik resmi perusahaan.



Pasal 13

 

(1) Terhadap usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan melakukan verifikasi kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3).
(2) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat menerima atau menolak usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).
(3) Dalam hal usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) diterima, Direktur Jenderal Perbendaharaan melaksanakan Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test terhadap Sistem Mitra.
(4) Dalam hal usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) ditolak, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan penolakan secara tertulis kepada pimpinan Pihak Mitra, paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak surat usulan dan dokumen kelengkapan diterima secara lengkap.



Pasal 14

 

(1) Dalam hal berdasarkan Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) Sistem Mitra dinyatakan tidak lulus, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test kepada pimpinan Pihak Mitra untuk ditindaklanjuti dengan perbaikan Sistem Mitra.
(2) Perbaikan Sistem Mitra harus diselesaikan oleh pimpinan Pihak Mitra paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Berdasarkan perbaikan Sistem Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan melaksanakan kembali Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test terhadap Sistem Mitra.
(4) Dalam hal pimpinan Pihak Mitra tidak dapat menyelesaikan perbaikan Sistem Mitra dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan penolakan Interkoneksi antara Core System dengan Sistem Mitra secara tertulis.
(5) Dalam hal berdasarkan Unit Testing, Integration Testing, dan User Acceptance Test sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) atau pada ayat (3) Sistem Mitra dinyatakan lulus, Direktur Jenderal Perbendaharaan dan pimpinan tertinggi Pihak Mitra menandatangani perjanjian kerja sama.



Pasal 15

 

(1) Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) paling sedikit memuat:
a. tujuan dan maksud perjanjian;
b. tugas dan wewenang para pihak;
c. data dan sistem yang digunakan;
d. jadwal pembayaran;
e. penanganan gangguan sistem dan jaringan;
f. penyelesaian perselisihan; dan
g. Keadaan Kahar (Force Majeure).
(2) Berdasarkan perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5), ditetapkan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I pengguna Sistem Mitra sebagai peserta piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan.



Bagian Keempat
Interkoneksi Core System dengan Sistem Monitoring
 
Pasal 16

 

(1) Untuk memberikan informasi mengenai pelaksanaan pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform, dilakukan Interkoneksi antara Core System dengan Sistem Monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c.
(2) Dalam Interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Core System menyediakan data pembayaran dalam periode tertentu untuk ditampilkan dalam Sistem Monitoring.



BAB V
ADMINISTRASI KEUANGAN SECARA ELEKTRONIK
 
Pasal 17

 

(1) Pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan dengan menggunakan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan bersifat end-to-end.
(2) Sifat end-to-end sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Sistem Pendukung menyediakan dan mengelola:
  1. data pegawai dan administrasi data belanja pegawai;
  2. data administrasi belanja perjalanan dinas;
  3. data pengadaan barang dan/atau jasa; dan
  4. data penerima bantuan sosial dan/atau bantuan pemerintah,
yang dilaksanakan oleh pejabat berwenang pada Satker berkenaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Sistem Mitra menyediakan dan mengelola data tagihan dan/atau kontrak yang dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang pada Satker sesuai pengaturan pada sistem berkenaan;
c. penyelesaian tagihan dilaksanakan pada Core System sesuai dengan kewenangan Satker berkenaan; dan
d. pencairan dana dilaksanakan pada Core System oleh KPPN.


 

Pasal 18

 

(1) Pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menerapkan administrasi keuangan secara elektronik.
(2) Administrasi keuangan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penggunaan:
a. Data Elektronik;
b. Transaksi Elektronik; dan
c. Dokumen Elektronik.
(3) Administrasi keuangan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembuatan atau perekaman komitmen dan/atau dokumen kepegawaian lainnya, pengajuan tagihan, penyelesaian tagihan, dan pencairan dana.


 

Pasal 19

 

(1) Data Elektronik, Transaksi Elektronik, dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) disahkan dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik.
(2) Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. pejabat pengadaan barang/jasa;
b. pengelola basis data kepegawaian;
c. petugas pengelola administrasi belanja pegawai;
d. Bendahara Pengeluaran;
e. PPK;
f. PPSPM; dan
g. KPA,
sesuai dengan kewenangannya.
(3) Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam Sistem Elektronik pada Platform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(4) Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diamankan secara elektronik.



Pasal 20

 

(1) Data Elektronik dan Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) merupakan alat bukti yang sah sebagai dasar pembayaran atas beban APBN.
(2) Pemeliharaan atas Data Elektronik dan Dokumen Elektronik oleh pengelola Sistem Elektronik, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 21

 

(1) Tugas dan wewenang pejabat pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a mengikuti peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
(2) Tugas dan wewenang pengelola basis data kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b mengikuti ketentuan mengenai pelaksanaan pembayaran belanja pegawai.
(3) Tugas dan wewenang petugas pengelola administrasi belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf d, PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf e, PPSPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf f, dan KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf g mengikuti Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN.



BAB VI
PENYELESAIAN TAGIHAN
 
Pasal 22

 

(1) Pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan berdasarkan komitmen dan/atau tagihan berupa Data Elektronik yang dihasilkan dari Aplikasi Gaji, Sistem Pendukung, dan/atau Sistem Mitra.
(2) Penyelesaian atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan SAKTI.
(3) Penyelesaian atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan batas waktu terhadap:
a. pengajuan tagihan kepada PPK;
b. pembuatan dan penyampaian SPP kepada PPSPM;
c. pembuatan dan penyampaian SPM kepada KPPN; dan
d. penerbitan dan tanggal SP2D.



Pasal 23

 

(1) Pembayaran atas tagihan kepada negara dilakukan secara langsung dari rekening kas negara ke rekening penerima hak pembayaran.
(2) Dalam hal pembayaran tidak dapat dilakukan secara langsung dari rekening kas negara ke rekening penerima hak pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembayaran dapat dilakukan secara langsung melalui rekening Bendahara Pengeluaran untuk pembayaran:
a. perjalanan dinas; dan
b. belanja pegawai yang tidak dapat dibayarkan secara langsung kepada penerima.
(3) Dalam hal pembayaran tidak dapat dilakukan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pembayaran kepada penerima hak pembayaran selain untuk pembayaran belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat dilakukan menggunakan uang persediaan.
(4) Pembayaran belanja bantuan sosial dan/atau belanja bantuan pemerintah dapat dilaksanakan melalui bank/pos penyalur sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai belanja bantuan sosial pada Kementerian Negara/Lembaga dan Peraturan Menteri Keuangan mengenai mekanisme pelaksanaan anggaran bantuan pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga.



Pasal 24

 

(1) Dalam rangka penyelesaian tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), PPK melakukan pengujian terhadap kebenaran tagihan.
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengujian secara elektronik terhadap:
a. kebenaran data pihak yang berhak menerima pembayaran atas beban APBN; dan
b. kebenaran perhitungan tagihan termasuk memperhitungkan kewajiban penerima pembayaran kepada negara.
(3) Untuk selain belanja pegawai, selain melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPK melakukan pengujian terhadap:
a. kesesuaian antara tagihan dengan barang/jasa yang diserahterimakan/diselesaikan serta spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam komitmen; atau
b. kesesuaian pelaksanaan perjalanan dinas dengan komitmen.
(4) Untuk belanja Pengadaan Sederhana, selain melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), PPK juga melakukan pengujian ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan.
(5) Dalam hal berdasarkan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tagihan memenuhi ketentuan, PPK menerbitkan SPP dan mengesahkannya menggunakan Tanda Tangan Elektronik.
(6) PPK menyampaikan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) secara elektronik kepada PPSPM.
(7) Dalam hal berdasarkan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tagihan tidak memenuhi ketentuan, PPK menolak tagihan.



Pasal 25

 

(1) PPSPM melakukan penelitian dan pengujian secara elektronik atas SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6), meliputi:
a. ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA;
b. kesesuaian keluaran antara yang tercantum dalam komitmen dengan keluaran yang tercantum dalam DIPA;
c. kebenaran administratif atas hak tagih meliputi:
  1. pihak yang berhak untuk menerima pembayaran; dan
  2. nilai tagihan yang harus dibayar.
d. kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang mempunyai hak tagih kepada negara; dan
e. ketepatan penggunaan kode bagan akun standar antara SPP dengan DIPA/Petunjuk Operasional Kegiatan (POK)/Rencana Kerja Anggaran (RKA) Satker.
(2) Penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap data/informasi pada SAKTI.
(3) Data/informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain berupa:
a. data DIPA/POK/RKA Satker;
b. komitmen; dan
c. tagihan.
(4) Dalam hal berdasarkan penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SPP memenuhi ketentuan, PPSPM menerbitkan SPM dan mengesahkannya menggunakan Tanda Tangan Elektronik.
(5) PPSPM menyampaikan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara elektronik ke KPPN.
(6) Dalam hal berdasarkan penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SPP tidak memenuhi ketentuan, PPSPM menolak SPP.



Pasal 26

 

(1) Dalam rangka pencairan anggaran belanja negara, KPPN melakukan penelitian dan pengujian secara elektronik atas SPM yang disampaikan oleh PPSPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5).
(2) Penelitian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada penelitian keberadaan SPM melalui penayangan dokumen SPM.
(3) Pengujian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. ketersediaan dana pada kegiatan/keluaran/jenis belanja dalam DIPA dengan yang dicantumkan pada SPM;
b. kesesuaian data supplier pada SPM dengan data supplier pada SPAN; dan
c. persyaratan pencairan dana.
(4) Pengujian persyaratan pencairan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c mengikuti Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN.
(5) Penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap data/informasi pada SPAN.
(6) Dalam hal berdasarkan penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SPM memenuhi ketentuan, KPPN menerbitkan SP2D menggunakan SPAN.
(7) Dalam hal berdasarkan penelitian dan pengujian secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) SPM tidak memenuhi ketentuan, KPPN menolak SPM.



BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI
 
Pasal 27

 

(1) Pengelola Platform melaksanakan monitoring dan evaluasi meliputi:
a. analisis pengelolaan belanja; dan
b. analisis perilaku pengguna.
(2) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan pertimbangan dalam pelaksanaan kebijakan antara lain terkait dengan:
a. efisiensi belanja pemerintah;
b. efektifitas pembayaran pemerintah; dan/atau
c. pelaksanaan tugas pejabat perbendaharaan.
(3) Pengguna Anggaran/KPA melakukan monitoring dan evaluasi terhadap:
a. pengelolaan dan pelaksanaan belanja; dan
b. penyelesaian tagihan.
(4) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan dengan menggunakan Aplikasi DIGIT.



BAB VIII
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE)
 
Pasal 28

 

(1) Dalam hal terdapat gangguan yang menyebabkan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) tidak berfungsi, diberlakukan Keadaan Kahar (Force Majeure).
(2) Deklarasi kondisi Keadaan Kahar (Force Majeure) dilakukan segera dan paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah terjadinya kondisi Keadaan Kahar (Force Majeure).
(3) Deklarasi kondisi Keadaan Kahar (Force Majeure) untuk:
a. Core System, Sistem Monitoring, dan Sistem Pendukung yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan;
b. Sistem Pendukung selain yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, ditetapkan oleh pejabat eselon I pada Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I berkenaan; dan
c. Sistem Mitra, ditetapkan oleh pimpinan tertinggi Pihak Mitra.
(4) Dalam hal terdapat Keadaan Kahar (Force Majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan Business Continuity Plan.
(5) Prosedur Business Continuity Plan pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai Business Continuity Plan pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(6) Prosedur Business Continuity Plan pada Sistem Pendukung dan Sistem Mitra mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai Business Continuity Plan pada masing-masing sistem.
(7) Pejabat eselon I pada Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan/atau pimpinan tertinggi Pihak Mitra sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c memberitahukan Keadaan Kahar (Force Majeure) secara tertulis kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure).



BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
 
Pasal 29



Untuk piloting pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN melalui Platform tahap I, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. penetapan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I menjadi peserta piloting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan dengan mengecualikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2).
b. penetapan Kementerian Negara/Lembaga/unit eselon I menjadi peserta piloting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dilakukan dengan mengecualikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2).
c. berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Direktur Jenderal Perbendaharaan melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 10.
d. berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada huruf b, Direktur Jenderal Perbendaharaan melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3), Pasal 14, dan Pasal 15 ayat (1).
e. ketentuan penggunaan Tanda Tangan Elektronik bagi pengelola basis data kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b dikecualikan untuk pembayaran belanja pegawai bulan Januari 2021.




BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
 
Pasal 30

 

Petunjuk teknis yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

 

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 31

 

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Desember 2020
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Desember 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI












 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 1556